Belajar dan Pembelajaran LANDASAN TEORI

berbasis komputer. Hal ini selaras dengan pandangan yang mengatakan bahwa program komputer untuk pembelajaran adalah berbagai jenis bahan ajar non cetak yang membutuhkan komputer guna menayangkan sesuatu untuk belajar. Struktur bahan ajar yang berbentuk CD interaktif meliputi enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, latihan, dan penilaian. Prastowo, Andi, 2011: 327.

2.4. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah sesuatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapatterjadi kapan saja dan dimana saja, salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku diri orang itu yang mungkin di sebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya Arsyad, 2009: 1. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko- fisik menuju keperkembangan pribadi seutuhnya, kemudian dalam arti sempit belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Belajar boleh juga dikatakan sebagai suatu interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep, ataupun teori Sardiman, 2006: 20. Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar : 1. Faktor Internal faktor dari dalam siswa , Dalam interaksi belajar mengajar di tentukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Dimana di dalam proses pembelajaran terdapat masalah-masalah pembelajaran yang meliputi : 1 Sikap Terhadap Belajar Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut. Sikap menerima, menolak atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut merupakan unsur pribadi siwa. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian Dimyati dan Mudjiono, 2009: 236. 2 Motivasi Belajar Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu di perkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan susana belajar yang mengembirakan Dimyati dan Mudjiono, 2009: 239. 3 Konsentrasi Belajar Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memutuskan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit. Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi belajar siswa akan meningkat kembali Dimyati dan Mudjiono, 2009: 239. 4 Mengolah Bahan Ajar Mengolah bahan ajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa Dimyati dan Mudjiono, 2009: 240. 5 Menyimpan Perolehan Hasil Belajar Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa. Pemilikan itu dalam waktu bertahun-tahun, bahkan sepanjang hayat Dimyati dan Mudjiono, 2009: 241. 6 Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud i transfer belajar, ii unjuk prestasi belajar Dimyati dan Mudjiono, 2009: 242. 7 Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentrasnfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra- pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi Dimyati dan Mudjiono, 2009: 243. 8 Rasa Percaya Diri Siswa Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian ―perwujudan diri‖ yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semaik memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Hal sebaliknya dapat terjadi. Kegagalan yang berulan kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Gejala ini merupakan masalah pembelajaran diri yang multi. Pada tempatnya guru mendorong keberanian terus menerus, memberikan bermacam-macam penguat, dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bila siswa telah berhasil Dimyati dan Mudjiono, 2009: 245. 9 Intelegensi dan Keberhasilan Belajar Menurut WechlerMonks Knoers, Siti Rahayu Haditono Intelegensi adalah kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari- hari Dimyati dan Mudjiono, 2009: 245. 10 Kebiasaan Belajar Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa i belajar pada akhir semester, ii belajar tidak teratur, iii menyianyiakan kesempatan belajar, iv bersekolah hanya untuk bergengsi, v datang terlambat bergaya pemimpin, vi bergaya juantan seperti merokok, sok mengurui teman lain, vii bergaya minta belas kasihan tanpa belajar. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan disekolah yang ada di kota besar, kota kecil, dan dipelosok tanah air. Untuk sebagian, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri Dimyati dan Mudjiono, 2009: 246. 11 Cita – cita Siswa Pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita- cita merupakan motivasi interistik. Tetapi adakalanya ―gambaran yang jelas‖ tentang tokoh teladan bagi siswa sebelum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut-ikutan. Sebagai ilistrasi, siswa ikut-ikutan berkelahi, merokok sebagai tanda jantan, atau berbuat ―jagoan‖ dengan melawan atauran. Dengan prilaku tersebut, siswa berangapan bahwa ia telah ― menempuh ― perjalanan mencapai cita-cita untuk terkenal di lingkungan siswa sekota. Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dinilai dari hal yang sederhana kehal yang lebih kompleks Dimyati dan Mudjiono, 2009: 248 . 2. Faktor eksternal faktor dari luar siswa Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik, faktor-faktor ekstern dalam belajar adalah sebagai berikut : 1 Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah Dimyati dan Mudjiono, 2009: 248. 2 Prasarana dan Sarana Pembelajaran Prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboraturium sekolah, dan berbagai media pembelajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya prasarana dan sarana menentukan jaminan terslengaranya proses belajar yang baik Dimyati dan Mudjiono, 2009: 249. 3 Kebijakan Penilaian Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar Dimyati dan Mudjiono, 2009: 250. 4 Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peran tertentu. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tangung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja berkoperasi, berkompetisi, bersaing, konflik, atau perkelahian. Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peran yang diakui oleh semua. Jika seorang siswa terima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan Dimyati dan Mudjiono, 2009:251 5 Kurikulum Sekolah Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan Dimyati dan Mudjiono, 2009: 252. 3. Faktor pendekatan belajar approach to learning Faktor Pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran Muhibbin, 2007: 64.

2.5. Prestasi Belajar

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS TEKNOLOGI BERBANTUAN CD INTERAKTIF BERORIENTASI MODEL KOOPERATIF TIPE STA PADA MATERI BANGUN RUANG KELAS IX

0 5 129

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS BERBANTUAN CD INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII MATERI PELUANG

4 107 174

HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E BERBANTUAN MEDIA KOMIK Efektifitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Learning Cycle 5e Berbantuan Media Komik Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas Vii SMP Muhammadiyah 1 Surakarta Tahun

0 4 12

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL LEARNING CYCLE 5E BERBANTUAN MEDIA KOMIK Efektifitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Learning Cycle 5e Berbantuan Media Komik Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas Vii SMP Muhammadiyah 1 S

0 1 16

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD Pada IPS Terpadu Dengan Materi Potensi Dan Persebaran Sumber Daya Laut Di Kelas VII SMP Negeri 2 Colomadu.

0 2 12

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD Pada IPS Terpadu Dengan Materi Potensi Dan Persebaran Sumber Daya Laut Di Kelas VII SMP Negeri 2 Colomadu.

0 1 16

Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Model Problem Based Learning Berbantuan CD Interaktif Materi Persegi Panjang dan Persegi Kelas VII SMPN 1 Limpung Batang.

0 1 184

masa kolonial eropa 2

0 0 18

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E BERBANTUAN ALAT PERAGA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

1 1 12

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPS SISWA KELAS VII SMP MUJAHIDIN PONTIANAK

0 0 11