Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. UU No. 13 tahun 2003, pasal 86, ayat 1a menegaskan bahwa setiap pekerjaburuh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, sedangkan pasal 86, ayat 2 menegaskan untuk melindungi keselamatan pekerjaburuh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas tenaga kerja yang baik Suma‟mur, 2009. Derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor utama yakni: lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan H.L. Blum, 1974. Perilaku, sebagai salah satu determinan kesehatan adalah bentuk respons seseorang terhadap stimulus yang berupa, sakit dan penyakit, makanan dan minuman, lingkungan dan juga pelayanan kesehatan. Dalam praktik kesehatan masyarakat yakni berbagai upaya atau program kesehatan termasuk lingkungan dan pelayanan kesehatan selalu bersinggungan dengan perilaku. Hal ini disebabkan karena semua masalah kesehatan selalu mempunyai aspek perilaku sebagai faktor resiko. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya juga dialamatkan kepada empat faktor tersebut. Dengan kata lain intervensi atau upaya Universitas Sumatera Utara kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 bagian yakni intervensi terhadap lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Pestisida merupakan suatu substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Pada umumnya pestisida yang digunakan bukan hanya dalam pertanian saja namun juga diperlukan dalam bidang kesehatan dan rumah tangga yaitu untuk mengendalikan vektor penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain. Pestisida tersebut walau sangat berguna namun dipihak lain tanpa disadari akan menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya keracunan pestisida. Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini lebih 2.600 bahan aktif pestisida yang telah diedarkan di pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut di atas, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida, dan 600 berupa disinfektan. Lebih dari 35.000 formulasi telah dipasarkan di seluruh dunia. Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman khususnya pertanian dan kehutanan pada tahun 1986 tercatat 371 formulasi yang telah terdaftar dan diizinkan penggunaannya, dan 38 formulasi yang baru mengalami proses pendaftaran ulang. Dan sebanyak 205 bahan aktif yang telah terdaftar dan beredar di pasaran Ekha, 1988. Keberadaan pestisida saat ini sudah begitu baik, bahkan telah menjadi sistem pertanian di Indonesia karena pemakaiannya yang sulit dihindarkan. Pestisida dijadikan tumpuan harapan bagi petani saat serangan hama dan penyakit mulai menyerang. Pengendalian serangan hama dan penyakit tanaman yang paling Universitas Sumatera Utara populer adalah mengunakan bahan kimia atau lebih dikenal dengan istilah pestisida. Namun, jenis pestisida yang beredar di pasaran juga banyak, dengan berbagai macam merek, macam bahan aktif, dan tentunya berbagai macam kegunaan. Kesalahan dalam menentukan jenis pestisida yang digunakan untuk mengatasi serangan hama dan penyakit di lapangan, akan berpengaruh terhadap efektivitasnya. Keberhasilan pestisida dalam mematikan jasad pengganggu tidak hanya ditentukan oleh jenis pestisida, dosis, dan konsentrasi saja. Namun juga ditentukan oleh bagaimana cara aplikasi pestisida tersebut. Menurut penelitian Purba tahun 2010 di PTPN IV Dolok Ilir, responden yang mengalami gejala keracunan kulit gatal-gatal sebesar 70, mualmuntah sebesar 13,3 dan sakit kepala sebesar 16,7, ini disebabkan karena masih adanya beberapa dari pekerja yang melakukan aktivitas merokok dan tidak senantiasa memakai masker saat melakukan pekerjaannya. Perilaku penjamah pestisida saat melakukan pencampuran pestisida dan penyemprotan sering tidak mematuhi peraturan saat bekerja sehingga banyak pekerja yang mengalami gangguan kesehatan akibat keracunan pestisida akut. Hasil survei yang dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Karo 2005 di Kabupaten Karo pada para petani pengguna pestisida, menunjukkan bahwa 75,2 dari responden yang diteliti tidak begitu tahu tentang bahaya yang dapat ditimbulkan pestisida dan tidak peduli karena tidak pernah ada keluhan mengancam yang dialami. PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong adalah perkebunan teh yang letaknya berada di kecamatan sidamanik, 26 km dari kota Pematang Siantar dan 155 km dari kantor pusat yang berada di Kota Medan dengan luas areal Universitas Sumatera Utara HGU= 2.602.95 Ha dengan luas TM = 1.049.95 Ha dengan ketinggian = 890 mdpl. Perkebunan Bah Butong mengolah teh hitam dengan sistem kombinsi ORTODOX-Rotor Vane dengan kapasitas olah : 1.530 kg teh kering per jam dan kapasitas tampung daun teh basah ± 100 ton. PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong memiliki pekerja tetap sebagai penjamah pestisida seluruhnya sejumlah 53 orang. Penjamah pestisida di kebun Bah butong bekerja dengan 2 jenis pestisida, yaitu jenis herbisida dan jenis insektisida. Penjamah insektisida bekerja pada pukul 05.30-09.30 dan untuk pekerja jenis herbisida pukul 07.00-12.30 dengan masing-masing istirahat setengah jam. Produk pestisida yang digunakan adalah metindo, champion, lindamin, brown up dan ripcord yang mengandung banyak bahan kimia berbahaya. Paparan pestisida yang dialami para pekerja penjamah pestisida dapat terjadi mulai dari kegiatan membawa, memindahkan, menyimpan konsentrat pestisida produk yang belum diencerkan, mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan, mengaplikasikan atau menyemprot pestisida, sampai pada mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai. Bahan kimia berbahaya yang terdapat di pestisida begitu banyak yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerjanya tetapi tidak banyak juga pekerja yang memahami bahaya pestisida tersebut. Pihak perusahaan menyediakan alat pelindung diri bagi penjamah pestisida yaitu; pelindung kepala helmcapil, pelindung mata kacamata face shield, pelindung pernapasan masker, pelindung badan baju khusus, pelindung tangan sarung tangan, pelindung kaki sepatu boot. Penjamah pestisida tersebar di Afdeling I, afdeling II, afdeling III, dan afdeling IV. Berdasarkan pemeriksaan kesehatan penjamah pestisida yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara Balai K3 pada bulan Maret 2015 di PTPN IV Kebun Bah Butong, terdapat 3 penjamah pestisida yang mengalami keracunan akut. Pada saat pengaplikasian pestisida masih banyak pekerja menyemprotkan pestisida tanpa memakai pelindung, pemakaian yang sering tidak bijaksana, seperti dosis dan konsentrasi yang dipakai ditingkatkan sehingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah sudah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman, dan lain-lain. Aplikasi pestisida secara langsung di lapangan biasanya terbentur oleh aspek pengamanan dalam penggunaannya, dimana aspek ini diantaranya sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja. Tingginya pengetahuan tentang pestisida pada akhirnya akan berpengaruh terhadap sikap dan tindakan pekerja dalam menggunakan pestisida. Pengetahuan, sikap dan tindakan petani tentunya berbeda satu sama lain, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman dan ketersediaan informasi. Berdasaran hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, maka peneliti ingin meneliti mengenai Perilaku Penjamah Pestisida di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015.

1.2 Permasalahan