Poligami dalam Hukum Islam

pengasuh anak yatim mengawini anak-anak yang mereka asuh bukan karena menyayangi atau mencintai anak yatim tersebut, melainkan hanya tertarik pada kecantikan atau harta mereka, inilah yng memicu para pengasuh anak yatim tidak dapat berlaku adil kepada mereka anak yatim. Maka itulah Allah SWT membolehkan untuk mengawini mereka, tetapi jika merasa takut akan menelantarkan mereka dan tidak sanggup memelihara harta anak yatim tersebut, maka dibolehkan mencari perempuan lain untuk dikawini sampai empat orang. 6 Sementara itu, Quraish Shihab menafsirkan ayat 3 Surah An-Nisa tersebut sebagai berikut : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim dan kamu percaya diri akan berlaku adil terhadap perempuan-perempuan selain yang yatim itu, maka kawinilah apa yang kamu senangi sesuai selera kamu dan halal dari perempuan-perempuan yang lain itu. Kalau perlu, kamu menggabung dalam saat yang sama dua, tiga, empat, tetapi jangan lebih, lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil dalam hal harta dan perlakuan lahiriyah, maka kawini seorang saja, atau kawinilah budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu, yakni menikahi selain anak yatim yang mengakibatkan ketidakadilan, dan mencukupkan satu orang istri adalah lebih dekat kepada tidak berbuat 6 Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Voeve, 1999, Jilid 1, cet.ke-3, h. 1187. aniaya, yakni lebih mengantarkan kamu kepada keadilan atau kepada tidak memiliki banyak anak yang harus kamu tanggung biaya hidup mereka. 7 Pembatasan kepada empat orang adalah suatu keadilan dan moderat serta melindungi para istri dari kezaliman yang dapat terjadi kepada akibat melebihinya jumlah istri dari empat orang. Ini berbeda dengan adat orang Arab pada masa jahiliyah serta bangsa-bangsa di masa yang lampau yang tidak membatasi jumlah istri, serta pengacuhan terhadap sebagian mereka. Pembolehan ini menjelaskan perkara pengecualian yang jarang. Oleh sebab itu, pembolehan ini tidak berarti bahwa setiap orang muslim harus kawin lebih dari satu orang perempuan. 8 Selanjutnya pada Surat An-Nisa ayat 129 Allah berfirman : ﻭ ِﺀﺎﺴّﹺﻨﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﺍﻮﹸﻟﺪﻌﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﺍﻮﻌﻴﻄﺘﺴﺗ ﻦﹶﻟﻭ ّﹶﻞﹸﻛ ﺍﻮﹸﻠﻴﻤﺗ ﻼﹶﻓ ﻢﺘﺻﺮﺣ ﻮﹶﻟ ﺍﺭﻮﹸﻔﹶﻏ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻪّﹶﻠﻟﺍ ّﹶﻥﹺﺈﹶﻓ ﺍﻮﹸﻘّﺘﺗﻭ ﺍﻮﺤﻠﺼﺗ ﹾﻥﹺﺇﻭ ﺔﹶﻘّﹶﻠﻌﻤﹾﻟﺎﹶﻛ ﺎﻫﻭﺭﹶﺬﺘﹶﻓ ﹺﻞﻴﻤﹾﻟﺍ ﺎﻤﻴﺣﺭ ﺎﺴﻨﻟﺍ ﺀ ۱۲۹ Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri mu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” Q.S. An- Nisa: 129 7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 2, Jakarta: Lentera Hati, 2000, h. 338. 8 Wahbah Zuhaili, Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Penyunting : Arif Muhajir, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Jakarta: Gema Insani, 2011, cet ke-1, h. 162. Ayat ini menegaskan bahwa para suami sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil, yakni tidak dapat mewujudkan dalam hati kamu secara terus menerus keadilan dalam hal cinta di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena cinta di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena cinta di luar kemampuan manusia untuk mengaturnya. 9 Dalam penafsiran Asghar Ali Engineer, yang dikutip oleh Amiur betapa al-Qur’an begitu berat untuk menerima poligami, tetapi hal itu tidak bias diterima dalam situasi yang ada maka al-Qur’an membolehkan laki-laki kawin hingga empat orang istri, dengan syarat harus adil. 10 Landasan hukum tentang kebolehan poligami selain terdapat di dalam Al-Qur’an, juga terdapat dalam hadis Nabi yang salah satunya mengenai batasan jumlah isteri yaitu hanya boleh empat orang saja. ﻲﻔﻘﺜﻟﺍ ﺔﻤﻠﺳ ﻦﺑ ﻥ ﻼﻴﻏ ﻥﺍ ﺎﻤﻬﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﺿﺭ ﻪﻴﺑﺍ ﻦﻋ ﱂ ﺎﺳ ﻦﻋ ﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﱯﻨﻟﺍ ﻪﻟ ﻝ ﺎﻘﻓ ﺓ ﻮﺴﻧ ﺮﺸﻋ ﻩﺪﻨﻋ ﻭ ﻢﻠﺳﺍ ﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴ ﻦﻫ ﺮﺋ ﺎﺳ ﻭ ﻕﺭ ﺎﻓ ﻭ ﺎﻌﺑ ﺭﺍ ﻚﺴﻣ Artinya : “Dari Salim ayahnya r.a. bahwasanya Ghailan binti Salamah masuk Islam sedang ia mempunyai sepuluh orang isteri dan mereka pun masuk Islam bersamanya maka Nabi SAW. menyuruh agar ia memilih empat orang dari isteri-isterinya.” H.R. Ahmad dan Turmudzi 9 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 606. 10 Amiur Nuruddin Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih. UU No 11974 sampai KHI, Jakarta: Kencana 2004, h. 157-158. Hadits diatas pada dasarnya hanya menjelaskan tentang batas kebolehan beristeri lebih dari seorang dan larangan berpoligami antara seorang wanita dengan bibinya dari jalur ayah dan seorang bibinya dari jalur ibu. Akan tetapi jika kita telaah lebih jauh bahwa hadits diatas merupakan penjelasan lebih lanjut dari ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang poligami. 11

c. Syarat-Syarat Poligami

Syariat Islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik urusan pangan, pakaian, tempat tinggal, serta lainnya yang bersifat kebendaan tanpa membedakan istri yang kaya dengan yang miskin, istri yang berasal dari keturunan tinggi dengan yang rendah dari golongan bawah. 12 Sebagaimana dalam Firman Allah Swt Q.S. An-Nisa: 3 ِﺀﺎﺴّﹺﻨﻟﺍ ﻦﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟ ﺏﺎﹶﻃ ﺎﻣ ﺍﻮﺤﻜﻧﺎﹶﻓ ﻰﻣﺎﺘﻴﹾﻟﺍ ﻲﻓ ﺍﻮﹸﻄِﺴﹾﻘﺗ ﻻﹶﺃ ﻢﺘﹾﻔﺧ ﹾﻥﹺﺇﻭ ﻢﹸﻜﻧﺎﻤﻳﹶﺃ ﺖﹶﻜﹶﻠﻣ ﺎﻣ ﻭﹶﺃ ﹰﺓﺪﺣﺍﻮﹶﻓ ﺍﻮﹸﻟﺪﻌﺗ ﻻﹶﺃ ﻢﺘﹾﻔﺧ ﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﻉﺎﺑﺭﻭ ﹶﺙﻼﹸﺛﻭ ﻰﻨﹾﺜﻣ ﺍﻮﹸﻟﻮﻌﺗ ﻻﹶﺃ ﻰﻧﺩﹶﺃ ﻚﻟﹶﺫ ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ ۳ Artinya :Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. 11 Arud Badrudin, “Pembatalan Perkawinan Karena Poligami Liar Analisis Yurisprudensi Perkara Nomor 461Pdt.G1995PA.Smd”, Skripsi S1Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h. 29. 12 H.M.A. Tihami Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Press, 2009, h. 361. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Q.S. An-Nisa : 3 Ayat diatas menggunakan kata اﻮﻄﺴﻘﺗ tuqshitu dan اﻮﻟ ﺪﻌﺗ ta’dilu yang keduanya diterjemahkan adil. Ada ulama yang mempersamakan maknanya dan ada juga yang membedakannya dengan berkata bahwa tuqshitu adalah berlaku adil antara dua oang atau lebih, keadilan yang menjadikan keduanya senang. Sedang adil adalah berlaku baik terhadap orang lain maupun diri sendiri, tapi keadilan itu bisa saja tidak menyenangkan salah satu pihak. 13 Ayat tersebut merupakan ayat yang memberikan pilihan kepada kaum laki-laki untuk menikahi yatim dengan rasa takut tidak berlaku adil karena keyatimannya atau menikahi perempuan yang disenangi hingga jumlahnya empat istri. Akan tetapi, jika dihantui oleh rasa takut tidak berlaku adil, lebih baik menikah dengan seorang perempuan atau hamba sahaya, karena hal itu menjauhkan diri dari berbuat aniaya. 14 Berbeda dengan pandangan fikih, poligami yang dalam kitab;kitab fikih disebut dengan ta’addud al-jauzat, sebenarnya tidak lagi menjadi persoalan. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan, bahwa ulama sepakat tentang kebolehan poligami, kendatipun dengan persyaratan yang bermacam-macam. As-Sarakhsi menyatakan, kebolehan poligami dan mensyaratkan pelakunya harus berlaku adil. Al-Kasani menyatakan lelaki 13 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 338 14 Beni Ahmad, Fiqih Munakahat 2, h. 155. yang berpoligami wajib berlaku adil terhadap isteri-isterinya. As-Syafii juga mensyaratkan keadilan di antara para isteri, dan menurutnya keadilan ini hanya menyangkut urusan fisik, misalnya mengunjungi isteri di malam atau siang hari. 15 Para Ulama dan Fuqaha telah menetapkan syarat poligami, yaitu : a Suami harus memiliki kemampuan dan kekayaan yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan, dengan bertambahnya isteri yang dinikahi. b Suami harus memperlakukan semua isteri dengan adil. Setiap isteri diperlakukan sama dalam memenuhi hak perkawinan mereka serta hak-hak lainnya. 16 Menurut syariat Islam syarat-syarat yang harus diperhatikan dan dilaksanakan untuk melakukan poligami adalah sebagai berikut : a Bila seorang laki-laki yang sudah beristeri seorang, masih mampu baik jasmani dan rohani dan dikhawatirkan akan terjadi penyelewengan terhadap perempuan lain, disebabkan nafsunya yang kuat hipersex, sedangkan isterinya seorang yang tidak mampu untuk melayani suami, maka suami boleh menambah isterinya. b Bila isteri mandul sedang ia tidak mau diceraikan karena kemandulannya itu. c Bila seorang isteri itu sakit yang tidak dapat disembuhkan, sehingga isteri tidak memungkinkan untuk melakukan jima’ dengan suaminya. 15 Amiur Nuruddin Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 98. 16 Abdur Rahman, Perkawinan dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, cet. ke-1, h. 45. d Jikalau jumlah kaum wanita lebih banyak daripada kaum pria, seperti di daerah yang sering terjadi konflik atau peperangan, dimana kaum pria banyak yang meninggal. e Bila isteri melahirkan anak perempuan semuanya dan tidak ada anak laki- laki. 17 Berkaitan dengan masalah ini, Rasyid Ridha mengatakan, Islam memandang poligami lebih banyak membawa madharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya human nature mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. 18 Jika suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka, maka ia haram melakukan poligami. Bila ia hanya sanggup memenuhi hak-hak istrinya tiga orang, maka ia haram menikahi istri untuk yang keempatnya. Bila ia sanggup memenuhi hak hak istrinya dua orang, maka ia haram menikahi istri untuk yang ketiganya, dan begitu seterusnya. 19 Seorang pemikir Islam kontemporer, Muhammad Shahrur sepakat dengan adanya poligami dengan persyaratan yang senada dengan ini. Syahrur mempersyaratkan dua hal, pertama, bahwa isteri kedua, ketiga, 17 Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan dalam Islam, Jakarta: PT Pedoman Ilmu Jaya, 1994, cet. ke-3, h. 68-69. 18 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, h.130. 19 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, h. 132. keempat adalah para janda yang memiliki anak yatim. Kedua, harus terdapat rasa khawatir tidak dapat berlaku adil kepada anak yatim. Lebih lanjut menegaskan bahwa konteks ayat poligami ini harus difahami dalam kaitannya dengan pemahaman sosial kemasyarakatan, bukan konsep biologis senggama, dan berkisar pada masalah anak-anak yatim dan berbuat baik kepadanya serta berlaku adil terhadapnya. 20 Salah satu persyaratan diperbolehkannya melakukan poligami adalah dapat berlaku adil terhadap para isteri. Secara etimologis adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan antara satu dengan yang lainnya. 21 Keadilan yang menjadi patokan dibolehkannya poligami, tanpa keadilan tersebut maka lebih baik monogami dan bertahanlah dengan budak-budak. Untuk mengangkat harkat martabat perempuan, Allah SWT mewajibkan kepada semua laki-laki yang berpoligami untuk berlaku adil. Tidak dibenarkan menzalimi istri dengan hanya cenderung pada salah satu istri saja, hal demikian karena pada dasarnya hak perempuan sesungguhnya adalah tidak dimadu, akan tetapi poligami adalah untuk menghindarkan kaum laki-laki melakukan perzinaan dan melatih menjadi pemimpin yang adil dalam kehidupan dan pengelolaan keluarga dan rumah tangganya. 22 20 Yayan Sopyan, Islam Negara, h. 146. 21 Yayan Sopyan, Islam Negara, h.153. 22 Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, h. 237.

B. Poligami dalam Undang-Undang di Indonesia

a. Pengertian Poligami

Poligami berasal bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan dari dua kata yakni “poli” atau “polus” yang artinya banyak, dan “gamein” atau “gamos” yang artinya kawin atau perkawinan. Jika digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Ada istilah lain yang maknanya mendekati makna poligami yaitu “poligini”. Kata ini berasal dari “poli” atau “polus” artinya banyak, dan “gini” atau “gene” artinya istri, jadi poligini beristri banyak. Secara terminologi, poligami artinya banyak istri. Kata Poligami berlaku bagi suami yang menikah dengan lebih dari seorang perempuan. Istilah poligami digunakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau KUHP, sebagaimana terdapat pada Pasal 3-5. 23 Secara konsepsional, istilah poligami diartikan sebagai perkawinan yang dilakukan oleh suami atau istri untuk mendapatkan pasangan hidup lebih dari seorang. Oleh karena itu, poliandri merupakan salah satu jenis dari poligami. apabila pernikahan dilakukan oleh seorang suami terhadap perempuan lebih dari seorang, atau suami yang istrinya lebih dari seorang, disebut dengan poligini. Karena dalam Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974 dan KHI bahkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 tidak dikenal dengan istilah poligini. 24 23 Beni Ahmad Saebani Syamsul Falah, Hukum Perdata Isam, h.117. 24 Beni Ahmad Saebani Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam, h. 117

b. Dasar Hukum Poligami

Semangat Undang-Undang Perkawinan adalah meminimalisasi marjinalisasi perempuan dalam ruang lingkup perkawinan. Upaya untuk melindungi perempuan dan anak-anak mereka secara hukum sudah nyata, namun walaupun demikian, ada beberapa kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Layaknya sebuah Undang-Undang, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia berdasarkan atas asas monogami, namun tetap dibuka kemungkinan untuk poligami dengan alasan dan syarat tertentu. Klausul kebolehan poligami di dalam Undang-Undang Perkawinan sebenarnya hanyalah pengecualian dan untuk itu pasal-pasalnya mencantumkan alasan- alasan yang membolehkan poligami. 25 Sebelumnya, poligami juga diatur dalam Burgelijk Wetboek BW. Dalam Pasal 27 BW disebutkan bahwa, “ Dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya dibolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”. Prinsip monogami ini dikuatkan dengan sanksi KUHAP yang menyatakan bahwa perkawinan setelah satu kali menghalangi sahnya perkawinan berikutnya. 26 25 Amiur Nuruddin Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 161. 26 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, h.220. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, tujuan dibuatnya Peraturan Pemerintah ini adalah dinyatakan dalam konsideran pertimbangan poin b yakni Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdinegara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baikbagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepadaperaturan perundang- undangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga. 27 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 berbunyi : 1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat; 2. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri keduaketigakeempat. 3. Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan secara tertulis; 4. Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 3, harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang. 28 27 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 jo Peraturan Pemeritah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. 28 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 jo Peraturan Pemeritah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Dalam surat permintaan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 harus diantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan ijin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri keduaketigakeempat. Permintaan ijin harus diajukan menurut saluran hirarki. Dalam menjabarkan masalah poligami, KHI lebih cenderung sebagai “tafsir” dan “bayan” bagi Undang-Undang Perkawinana, yakni poligami sebagai dispensasi dari monogam dengan beberapa persyaratan. Permasalahan poligami tercantum dalam Bab IX dari pasal 55 sampai dengan pasal 59.

c. Syarat-Syarat Poligami

Dalam PerUndang-Undangan di Indonesia, syarat poligami sangat ketat. Izin poligami hanya dapat diberikan bila memenuhi sekurang- kurangnya salah satu syarat alternatif dan tiga syarat kumulatif. Syarat alternatif meliputi, yaitu a istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, b istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau c istri tidak dapat melahirkan keturunan. Syarat kumulatif, yaitu syarat kumulatif, a ada persetujuan tertulis dari istri-istri, b adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri dan anak-anak mereka, dan c ada jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya. 29 29 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 56-57.