2 Permohonan dispensasi kawin yang di ajukan oleh calon mempelai pria
danatau calon mempelai wanita dapat dilakukan bersama-sama kepada Pengadilan AgamaMahamah Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana
calon mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal. 3
Pengadilan AgamaMahkamah Syar’iyah dapat memberikan dispensasi kawin setelah mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau
walinya. 4
Permohona dispensasi kawin bersifat voluntair produknya berbentuk penetapan. Jika pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka
pemohon dapat mengajukan upaya kasasi. Apabila kita perhatkan ketentuan tersebut, jelaslah bahwa: calon mempelai
pria maupun wanita dibawah umur dapat dibenarkan secara sendiri atau bersama dengan orang tuanya untuk mengajukan perkara dispensasi kawin.
4. Analisa Kedudukan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama dalam Tata Hukum Nasional
a. Hukum yang berlaku di Peradilan Agama
Hukum yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Agama dipilah kepada dua macam hukum, yakni hukum materiil dan hukum formil
10
. Hukum materiil adalah norma atau aturan yang menjadi pedoman bagi warga masyrakat tentang
bagaimana orang sebagai anggota masyarakat selayaknya berbuat atau tidak berbuat didalam kehidupan masyarakat dan bagaimana akibatnya bagi anggota
10
Taufuq Hamami, h. 206
masyarakat yang melanggarnya, sedangkan hukum formil adalah ketentua yang mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan ke pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama, bagaimana caranya hakim-hakimnya memeriksa dan memutus perkara yang ditanganinya, dan bagaimana pula cara
melaksanakan putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
Hukum materiil yang berlaku pada pengadilan di lingkungan Peradilan Agama; 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 serta Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1989 tentang Wali Hakim.
2 Dan lebih diperinci oleh ketentuan yang termuat dalam Buku I
Kompilasi Hukum Islam, Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun1991.
3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 4
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia. 5
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak.
6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
7 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun2008 tentang Surat Berharga
Syari’ah dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.
9 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Buku III. 10
Kitab-kitab Fiqh Klasik. Hukum acara formil yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama; 1
Het Heziene Indonesisch Reglemen yang berlaku untuk daerah Jawa dan Madura.
2 Recht Reglemen Buitengjwesten RBg yang berlaku untuk daerah
luar Jawa dan Madura. 3
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Ulangan Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
yang telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun2004, dan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009.
5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi.
6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 tentang Biaya
prosespenyelesaian perkara dan pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya.
7 Keputusan Mahkamah Agung Nomor 044KMASKIII2009
tentang biaya perkara pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan empat lingkungan peradilan dibawahnya.
8 Burgerlijk Wetboek Voor Indonesia BW.
9 Wetboek Van Koophandel WvK.
10 Yurisprudensi.
11 Doktrin atau Ilmu Pengetahuan.
12 Surat Edaran Mahkamah Agung RI
b. Tata Hukum Nasional
Masalah hirarki peraturan perundang-undangan menurut Ketetapan MPRNo. IIIMPR2000 dirumuskan sebagai berikut
11
: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tentang
Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 1
1 Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan
peraturan perundang-undangan. 2
Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.
11
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan 1, Yogyakarta: Kanisius, 2011, Cet-5, h. 86