Contoh-contoh ‘Urf yang sudah teradopsi di Indonesia
Untuk melihat bagaimana aplikasi teori penalaran fikih yang ditempuh oleh ulama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul, salah satu
caranya adalah dengan menelisik berbagai produk pemikiran hukum yang dikeluarkan oleh para ulama, khususnya fatwa hukum mereka.
46
Untuk melihat pengaruh factor social budaya terhadap ulama, baiklah kita lihat kasus Indonesia modern dalam hal ini fatwa-fatwa Majlis Ulama Indonesia
MUI. Sejak berdirinya pada tahun 1975 hingga tahun 1988, MUI telah mengeluarkan lebih dari 38 buah fatwa yang isinya mencakup banyak bidang
kehidupan: Ibadah, perkawinan dan keluarga, makanan, kebudayaan, soal hubungan antar agama, soal-soal kedokteran, keluarga berencana, soal gerakan
sempalan, dll. Beberapa diantara fatwa itu akan kita sebut di bawah ini. Fatwa MUI tentang keluarga berencana khususnya tentang kebolehan
menggunakan IUD spiral dalam ber-KB, juga memperlihatkan bagaimana faktor social budaya telah berpengaruh terhadap produk pemikiran hukum Islam. Bahkan
untuk ini MUI berani membatalkan fatwa ulama sebelumnya yang mengharamkan penggunaan IUD. Sebagaimana diketahui, pada tahun 1971 sejumlah ulama
terkemuka Indonesia mengeluarkan fatwa tentang haramnya penggunaan IUD dalam KB karena pemasangannya menyangkut penglihatan aurat wanita.
Kemudian pada tahun 1983 MUI membatalkan fatwa ulama tahun 1971 itu dan menyatakan bahwa IUD boleh dipakai dalam KB asalkan pemasangannya
dilakukan oleh dokter wanita atau dokter laki-laki dengan disaksikan oleh si suami. Meskipun untuk fatwanya itu MUI mempunyai alasan-alasan metodologis
46
M. Hasbi Umar, Nalar Fiqih Kontemporer, Cipayung Ciputat: Gaung Persada Press Jakarta, 2007, h. 147.
tersendiri misalnya dengan mengatakan bahwa pengharaman melihat aurat wanita itu bukan karena zatnya tetapi karena
lisaddiz zara’i.
47
Selanjutnya, contoh lain adalah banyaknya jenis makanan yang menggunakan bahan pengawet agar, selalu tahan lama sehingga dapat diekspor
keluar negeri. Dari segi kebersihan dan kesehatan, makanan tersebut sudah tentu dapat dipertanggung jawabkan. Namun yang perlu dipersoalkan adalah dari bahan
apa ia dibuat. Melihat realitas ini, maka Majelis Ulama mengadakan kajian yang berkaitan dengan status hukum memakan makanan yang menggunakan bahan
pengawet corned beaf tersebut. Dari hasil kajian itu, Majelis Ulama mengeluarkan sebuah fatwa yang menyatakan bahwa: apabila makanan yang
menggunakan bahan pengawet itu jenis buah-buahan atau sayur-sayuran ataupun terbuat dari ikan maka ia halal dimakan, karena ia bersumber dari bahan yang
halal, kecuali bahan pengawetnya itu dicampuri dengan benda najis maka ia haram dimakan.
Untuk mengetahui hal tersebut dapat diteliti berdasarkan keterangan atau lebel mark yang ada pada tempat atau kemasannya, misalnya corned beaf
daging sapi yang diawetkan. Seiring denga fatwa ini, Majelis Ulama memutuskan agar semua produk makanan kemasan, harus memeri label “halal”
bagi orang Islam.
48
47
M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad Antara Tradisi dan Liberasi, Yogyakarta: Titian Ilahi Pres, 1998, h. 124.
48
M. Hasbi Umar, Nalar Fiqih Kontemporer, Cipayung Ciputat: Gaung Persada Press Jakarta, 2007, h. 169.
53