PENDAHULUAN Hukum adat betawi yang menggunakan roti buaya dalam seserahan pernikahan persepektif hukum islam (studi kasus di kampung pisangan kelurahan ragunan kecamatan pasar minggu kotamadya Jakarta Selatan)

Bab ini merupakan bagian analisis yang penulis lakukan terhadap topik inti skripsi dengan menggunakan kajian bab II sebagai deskripsi teoritik tentang „urf dan bab III sebagai variabel lain yang menjadi setting di mana analisis ini dilakukan. Dari analisis tersebut kemudian akan diambil beberapa kesimpulan. Atas dasar itu, bab ini mencoba menguraikan bagaimana pendapat dan kritikan ulama mengenai adat Betawi dalam menggunakan roti buaya dalam seserahan pernikahannya yang terjadi di kalangan masyarakat dan status hukumnya.

BAB V: PENUTUP

Bab ini sebagai akhir dari karya ilmiah ini, yang memuat hasil akhir atas kajian-kajian yang telah dilakukan dalam bentuk: kesimpulan dan saran-saran. 21

BAB II TINJAUAN UMUM

‘URF A. Pengertian al-‘urf Dari segi kebahasan etimologi al- „urf berasal dari kata yang terdiri dari huruf „ain, ra’, dan fa’ yang berarti kenal. Dari kata ini muncul kata ma‟rifah yang dikenal, ta’rif definsi, kata ma’ruf yang dikenal sebagai kebaikan, dan kata „urf kebiasaan yang baik. Adapun dari segi terminologi, kata „urf mengandung makna: اخ ئ عم ع ق ا طا ف اع فل ا , ب عاش عف م عا اس سا لا د ا عاام عامس ع غ دا ال ةغ لاام فلا ا 1 Artinya : Sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang popular di antara mereka, ataupun suatu kata yang biasa mereka kenal dengan pengertian tertentu, bukan dalam pengertian etimologi, dan ketika mendengar kata itu, mereka tidak memahaminya dalam pengertian lain. Kata „urf dalam pengertian terminologi sama dengan istilah al-„adah kebiasaan, yaitu: م س ف لا ف ساام لاب ةم لا عا طا علا ة ج 2 Artinya : Sesuatu yang telah mantap di dalam jiwa dari segi dapatnya diterima oleh akal yang sehat dan watak yang benar. Kata al- „adah itu sendiri, disebut demikian karena ia dilakukan secara berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarakat. 1 Abdul Wahab Kholaf, Ushul Fiqh, t.t: Daar Arosyid, t.th, h.77. 2 Muhammad Shidq bin Ahmad bin Muhammad Ali Burnu, Al Wajiz fii idhohi qawaid al fiqh al Kulliyah, Beirut: Muassisah ar Risalah, 1996 M, h. 276.