logam dan kotoran lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penyaringan sehingga menghasilkan minyak yang tidak berbau dan bebas kotoran lain.
Proses dasar pembuatan minyak goreng dari minyak sawit terdiri dari dua tahap, yakni pemurnian dan fraksinasi pemisahan. Proses pemurnian dilakukan
untuk menghilangkan kotoran, air, dan asam lemak bebas pada minyak sawit proses refining, dan warna proses bleaching, serta bau proses deodorizing yang tidak
diinginkan. Minyak sawit murni refined, bleached, and deodorized palm oil atau RBDPO kemudian diolah lebih lanjut dengan proses fraksinasi untuk memisahkan
fraksi cair olein dan fraksi padat stearin. Fraksi olein RBD Olein inilah yang digunakan sebagai minyak goreng, sedangkan fraksi stearin biasanya digunakan
sebagai bahan baku untuk pembuatan margarin dan mentega putih shortening dan banyak digunakan di Industri disamping bahan baku untuk sabun dan detergent.
Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit terdapat dua fase yang berbeda, yaitu fase padat stearin dan fase cair olein. Proses penyaringan dua
kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau
penyaringan dua kali. Minyak goreng yang dikenal dengan istilah minyak goreng curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi, sehingga masih
mengandung fraksi padat stearin yang relatif lebih banyak dari minyak goreng bermerek yang menggunakan dua kali proses fraksinasi. Oleh karena itu penampakan
minyak goreng curah tidak sejernih minyak goreng bermerek dan harganya juga jauh lebih mudah daripada minyak goreng yang bermerek Elisabeth, 2002.
2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng
Minyak goreng yang berkualitas dikatakan tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak
merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat.
Universitas Sumatera Utara
Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 177°C sampai 201°C Jonarson, 2004.
Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam lemak dari minyak tersebut karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak.
Apakah bersifat jenuh ataukah bersifat tidak jenuh. Pada proses menggoreng pasti berhadapan dengan panas yang tinggi. Dengan demikian, minyak goreng dikatakan
berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Asam lemak jenuh mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Banyaknya asam lemak tidak
jenuh ikatan rangkap dalam minyak goreng dapat dinyatakan dengan bilangan iodin atau angka iodin. Minyak goreng yang berasal dari kelapa dan sawit memiliki angka
iodin yang lebih kecil dibandingkan angka iodin minyak yang berasal dari kedelai, jagung, kacang tanah, biji kapas dan bunga matahari. Hal ini menunjukkan
kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa dan sawit jauh lebih tinggi daripada jenis minyak yang lain. Dengan demikian minyak untuk keperluan menggoreng lebih
baik menggunakan minyak yang berasal dari kelapa dan sawit Aprilio, 2010. Di samping itu, kualitas minyak goreng juga ditentukan oleh titik asapnya,
yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Titik asap suatu minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebas. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut Winarno dalam Jonarson, 2004.
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk
dengan tekstur dan rasa yang bagus. Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 3741-1995 yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995. No
Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau
Normal 2
Rasa Normal
3 Warna
Muda jernih 4
Cita rasa Hambar
5 Kadar air
Max 0,3 6
Berat jenis 0,900 gL
7 Asam lemak bebas
Max 0,3 8
Bidangan peroksida Max 2 meqKg
9 Bidangan iodium
45-46 10
Bidangan penyabunan 196-206
11 Titik asap
Min 200°c 12
Indeks bias 1,448-1,450
13 Besi
Max 0,5 mgKg 14
Timbal Max 0,1 mgKg
15 Tembaga
Max 40mgKg 16
Seng Max 0,05 mgKg
17 Paksa
Max 0,1 mgKg 18
Timah Max 0,1 mgKg
19 Arsen
Max 0,1 mgKg Sumber: Wijana dkk 2005.
2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng