Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus USU Medan pada Tahun 2011.
Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan
Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng
di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara Medan
pada Tahun 2011
Oleh :
LAU WEI LIN
080100288
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan
Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng
di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara Medan
pada Tahun 2011
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
LAU WEI LIN
080100288
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan
tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus
Universitas Sumatera Utara Medan pada Tahun 2011
Nama : Lau Wei Lin NIM : 080100288
Pembimbing Penguji I
(Nenni Dwi A, Lubis, SP, MSi) (dr. Zaimah Z. Tala, MS, Sp.GK)
NIP: 19760410200312 2 002 NIP: 19670505 199203 2 001
Penguji II
(Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain Hamid, MS, SpFK )
NIP: 19530417 198003 2 001
Medan, Desember 2011 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara
(Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH) NIP. 195402201980111001
(4)
ABSTRAK
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dan sebagai sumber utama lemak (fat). Minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan digunakan sebagai media penggoreng bahan pangan. Harga minyak goreng yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat penjual gorengan untuk kembali mengelola pengeluaran untuk kebutuhannya, salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan minyak goreng hingga berulang kali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. Besar sampel adalah sebanyak 31 orang. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada semua responden penelitian, Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang (38.7%) berumur 30-39 tahun. Sebanyak 20 orang (64.5%) adalah responden perempuan. Pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMP yaitu sebanyak 12 orang (38.7%). Penghasilan bersih responden sehari paling banyak adalah antara Rp100.000 – Rp250.000 sebanyak 16 orang (51.6%).Pada kategori pengetahuan responden berada pada tingkatan baik sebanyak 15 orang (68%). Kategori sikap responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 20 orang (65%). Kategori tindakan responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 7 orang (22.6%).
Kata kunci: minyak goreng, penjual gorengan, karakteristik, pengetahuan, sikap, tindakan
(5)
ABSTRACT
Oil is a food substance that is important to maintain health of the human body and as a main source of fat. Cooking oil is also one of basic needs that are often used by people and is used as a medium for frying food. Cooking oil prices increased every year make hawker manage expenditures for their needs. One of the ways that are often used is using cooking oil several times without knowing the health impacts caused.
This study was conducted to apprehend the characteristics, knowledge, attitude and practices of hawker regarding the use of cooking oil in Campus USU Medan in 2011.
This research was conducted using descriptive research methode, the approach used in this study design was a cross sectional study and sampling by using total consecutive sampling. Sample size is 31 people. Data is collected by giving questionnaire to all the respondents. Data is presented by using frequency distribution tables.
This studies results showed that as many as 12 respondents (38.7%) are aged between 30-39 years. 20 respondents (64.5%) are female. A total of 12 respondents (38.7%) are graduated from junior high school. The maximum net income for the respondents in a day is between Rp100,000 - Rp250.000 and there are as many as 16 respondents (51.6%). Results also showed that the level of respondent’s knowledge majority are at good category that is 15 people (68%) . Level of attitude at good category is 20 people (65%). Level of practices at good category is 7 people (22.6%). Keyword: cooking oil, hawker, characteristics, knowledge, attitude, practices
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yang
berjudul “Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus USU Medan pada Tahun 2011”.
Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP, MSi selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak membantu dan memberikan saran-saran selama penulisan karya tulis ilmiah, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Para staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan nasihat kepada penulis.
5. Seluruh rekan mahasiswa/ mahasiswi yang telah membantu memberikan saran dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Untuk seluruh bantuan baik moral atau materil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan membalas dengan pahala yang sebesar-besarnya.
(7)
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi semua pihak.
Medan, 21 Desember 2011
--- LAU WEI LIN NIM: 080100288
(8)
DAFTAR ISI
H a l a m a n
Lembar Pengesahan………...…..……….….………….ii
Abstrak………....iii
Abstract………...iv
Kata Pengantar……….………...………...………v
Daftar Isi………...…..vii
Daftar Tabel……….……..….x
Daftar Gambar……….……….xi
Daftar Lampiran………...………...………..…….xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………...………...1
1.2. Perumusan Masalah………...……….………..4
1.3. Tujuan Penelitian………..4
1.3.1. Tujuan Umum…………..………..…….………...4
1.3.2. Tujuan Khusus………...………..………..4
1.4. Manfaat Penelitian……….………...………4
1.4.1. Bagi Peneliti…………...………..………..4
1.4.2. Bagi Masyarakat………...………4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku.…….………...………..……….6
2.1.1. Pengertian Perilaku……….…..……….6
2.1.2. Pengetahuan..….………..………….……….7
2.1.3. Sikap………...…..……….9
2.1.4. Praktek atau Tindakan………..………..10
2.2. Karakteristik Penjual Gorengan.………...……….11
2.3. Minyak Goreng……….……….……….11
2.3.1. Pengertian Minyak Goreng………..………...………….11
2.3.2. Jenis-Jenis Minyak Goreng…………...………12
2.3.3. Komposisi Minyak Goreng……….……….13
2.3.4. Sifat-Sifat Minyak Goreng……….……….14
2.3.4.1. Sifat Fisik………..………...14
2.3.4.2. Sifat Kimia………..……….15
2.3.5. Proses Penyaringan Minyak Goreng………..….…16
2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng………….…..…...17
2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng………...………...19
(9)
2.4.1. Pengertian Minyak Jelantah………..….……...21
2.4.2. Dampak Kesehatan………...………...21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian………..…………..……..………24
3.2. Definisi Operasional……….………...………...………24
3.2.1. Definisi………...………….………24
3.2.2. Cara Ukur………...…..………25
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian……….………..………27 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..………27 4.2.1. Lokasi Penelitian………...………..………27 4.2.2. Waktu Penelitian………..………27 4.3. Populasi dan Sampel……….………..………28 4.3.1. Populasi……….………..……….28 4.3.2. Sampel………...……..………28 4.4. Teknik Pengumpulan Data…………..………..……….28 4.5. Aspek Pengukuran………..…………..………..29
4.5.1. Pengetahuan……….………..………..29
4.5.2. Sikap……….………..……….29
4.5.3. Tindakan………...………...30
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner………30
4.7. Pengolahan dan Analisis Data………..…………..31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian……….……32
5.1.2. Karakteristik Responden……….………...32
5.1.3. Informasi Penggunaan Minyak Goreng………...35
5.1.3.1. Ketersediaan Informasi………...35
5.1.3.2. Sumber Informasi………...………35
5.1.4. Pengetahuan Responden………..36
5.1.5. Sikap Responden……….37
5.1.6. Tindakan Responden………...37
5.1.7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan………..38
5.1.8. Hubungan Ketersediaan Informasi dengan Pengetahuan……39
5.1.9. Hubungan Sumber Informasi dengan Pengetahuan………….39
5.1.10. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden...40
5.1.10.1. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap………..40
5.1.10.2. Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan…………41
5.1.10.3. Hubungan Sikap dengan Sikap……….42
5.2. Pembahasan 5.2.1. Karakteristik Responden………..42
(10)
5.2.2. Sumber Informasi………43
5.2.3. Pengetahuan Responden………..44
5.2.4. Sikap Responden……….45
5.2.5. Tindakan Responden………...46
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan……….……....47
6.2. Saran………...48
DAFTAR PUSTAKA………..………...49 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman Tabel 2.1. Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati……14 Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995. ……...18 Tabel 5.1. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Tingkat Pendidikan…….38 Tabel 5.2. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Ketersediaan Informasi...39 Tabel 5.3. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sumber Informasi……...40 Tabel 5.4. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sikap Responden………41 Tabel 5.5. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Tindakan Responden…...41 Tabel 5.6. Sebaran Sikap Responden Menurut Tindakan Responden…………..42
(12)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian. ………24
Gambar 5.1. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Umur………...33
Gambar 5.2. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin…………..33
Gambar 5.3. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan…….34
Gambar 5.4. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Penghasilan Bersih Sehari………...34
Gambar 5.5. Sebaran Responden Menurut Ketersediaan Informasi tentang Penggunaan Minyak Goreng………...35
Gambar 5.6. Sebaran Responden Menurut Sumber Informasi……….36
Gambar 5.7. Sebaran Responden Menurut Pengetahuan……….36
Gambar 5.8. Sebaran Responden Menurut Sikap……….37
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup.Lampiran 2. Lembar Inform Consent.
Lampiran 3. Lembar Pernyataan Persetujuan setelah Penjelasan (Inform Consent) Kesedian mengikut Penelitian.
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan USU Medan pada Tahun 2011.
Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Lampiran 6. Surat Pernyataan Validitas
Lampiran 7. Data Responden
(14)
ABSTRAK
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dan sebagai sumber utama lemak (fat). Minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan digunakan sebagai media penggoreng bahan pangan. Harga minyak goreng yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat penjual gorengan untuk kembali mengelola pengeluaran untuk kebutuhannya, salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan minyak goreng hingga berulang kali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. Besar sampel adalah sebanyak 31 orang. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada semua responden penelitian, Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang (38.7%) berumur 30-39 tahun. Sebanyak 20 orang (64.5%) adalah responden perempuan. Pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMP yaitu sebanyak 12 orang (38.7%). Penghasilan bersih responden sehari paling banyak adalah antara Rp100.000 – Rp250.000 sebanyak 16 orang (51.6%).Pada kategori pengetahuan responden berada pada tingkatan baik sebanyak 15 orang (68%). Kategori sikap responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 20 orang (65%). Kategori tindakan responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 7 orang (22.6%).
Kata kunci: minyak goreng, penjual gorengan, karakteristik, pengetahuan, sikap, tindakan
(15)
ABSTRACT
Oil is a food substance that is important to maintain health of the human body and as a main source of fat. Cooking oil is also one of basic needs that are often used by people and is used as a medium for frying food. Cooking oil prices increased every year make hawker manage expenditures for their needs. One of the ways that are often used is using cooking oil several times without knowing the health impacts caused.
This study was conducted to apprehend the characteristics, knowledge, attitude and practices of hawker regarding the use of cooking oil in Campus USU Medan in 2011.
This research was conducted using descriptive research methode, the approach used in this study design was a cross sectional study and sampling by using total consecutive sampling. Sample size is 31 people. Data is collected by giving questionnaire to all the respondents. Data is presented by using frequency distribution tables.
This studies results showed that as many as 12 respondents (38.7%) are aged between 30-39 years. 20 respondents (64.5%) are female. A total of 12 respondents (38.7%) are graduated from junior high school. The maximum net income for the respondents in a day is between Rp100,000 - Rp250.000 and there are as many as 16 respondents (51.6%). Results also showed that the level of respondent’s knowledge majority are at good category that is 15 people (68%) . Level of attitude at good category is 20 people (65%). Level of practices at good category is 7 people (22.6%). Keyword: cooking oil, hawker, characteristics, knowledge, attitude, practices
(16)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di negara-negara yang sedang berkembang, minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan ia sebagai sumber utama lemak (fat). Jenis dan jumlah minyak goreng yang kita konsumsi sehari-hari sangat erat kaitannya dengan kesehatan kita. Minyak goreng yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang berbahan baku minyak sawit ( >70% ), diikuti dengan minyak kelapa (Elisabeth, 2002).
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia, khususnya minyak nabati. Hal ini dikarenakan, selain mengandung asam-asam lemak essensial, minyak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K. Minyak goreng adalah minyak yang digunakan untuk menggoreng makanan, dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak biji bunga matahari. Minyak juga dapat bersumber dari hewan, misalnya minyak sapi, kambing, ikan sarden, ikan paus dan lain-lain. Minyak goreng merupakan salah satu angota dari senyawa lipid netral, yaitu senyawa yang tidak larut dalam air. Minyak goreng diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat warna (SNI 01-3741-1995).
Minyak merupakan medium penggoreng bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Kurang lebih 290 juta ton minyak dikonsumsi setiap tahunnya. Ia sering kali ditambahkan ke bahan makanan dengan berbagai tujuan, salah satunya sebagai media penghantar panas atau untuk menggoreng seperti minyak goreng. Fungsi minyak goreng selain sebagai media penghantar panas, juga untuk menambah nilai kalori, memperbaiki tekstur dan cita rasa dari bahan pangan (Winarno, 1992). Minyak sebagai sumber kalori yang tinggi, di dalam tubuh, minyak yang dioksidasi secara sempurna akan menghasilkan 9,30 kalori setiap 1 gramnya.
(17)
Pengolahan bahan pangan dengan minyak goreng juga dapat membentuk aroma dan rasa dari bahan pangan tersebut akibat adanya pemanasan protein, karbohidrat, lemak dan komponen minor lainnya di dalam suatu bahan pangan yang digoreng (Ketaren, 2005).
Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan cara deep frying dalam menggoreng bahan makanan, yaitu dengan merendam seluruh bahan makanan dalam minyak panas. Dengan cara tersebut, akan diperoleh minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas tersebut biasanya akan digunakan kembali untuk menggoreng bahan makanan yang lain dengan atau tanpa menambahkan sedikit minyak goreng yang baru pada minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan secara berulang kali tersebut, biasa disebut sebagai minyak jelantah (Fransiska, 2010).
Prosedur pembuatan minyak jelantah akan mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak, minyak tersebut akan mengalami perubahan baik secara fisik atau kimia yakni dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi berwarna gelap dan berbau tengik, serta secara kimiawi mengalami perubahan reaksi hidrolis, oksidasi termal dan polimerasi termal kemudian terjadi penghasilan produk degradasi volatil dan non-volatil (Cuesta et al, 1988; Dobarganes et al, 2000 dalam A.S. Nazrun; C.M. Chew; M. Norazlina; J. Kamsiah, 2007). Minyak jelantah juga dapat mengandung senyawa-senyawa radikal seperti hidroperoksida dan peroksida. Senyawa-senyawa radikal tersebut bersifat karsinogenik, oleh karena itu pemakaian minyak goreng yang berkelanjutan dapat mengganggu kesehatan manusia dengan menyebabkan penyakit seperti tumor atau kanker.
Menurut hasil kajian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan, serta kajian dari pakar kesehatan terhadap penggunaan minyak berulang kali dapat memberikan dampak pada gangguan kesehatan. Pemanasan minyak goreng yang berulang kali (lebih dari 2 kali) pada suhu tinggi (160° derajat C sampai dengan 180° derajat C) akan mengakibatkan hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas yang mudah teroksidasi, sehingga minyak menjadi tengik dan membentuk asam lemak trans yang
(18)
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, misalnya: kerusakan liver, ginjal, saluran cerna maupun sel endothelial aorta (Takeoka dkk, 1996 dalam Fransiska, 2010).
Peristiwa oksidasi terbentuk akibat pemakaian minyak goreng secara berulang kemudian akan terjadi penghasilan senyawa peroksida dan akrolein. Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah dapat mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah dan jika lipoprotein mengalami denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah sehingga terbentuk atherosclerosis, akhirnya menyebab penyumbatan pembuluh darah (Ketaren, 2005). Akrolein, yakni sejenis aldehid, jika terkonsumsi dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Penggunaan minyak goreng secara berulang kali tidak dianjurkan dan berbagai penelitian telah banyak dilakukan oleh para peneliti, yang membukitkan dampak negatif dari minyak goreng jelantah. Walaupun demikian, masih banyak orang yang belum tahu cara menggunakan minyak goreng yang baik dan benar. Tidak hanya pedagang-pedagang kaki lima yang sering menggunakan minyak goreng jelantah, bahkan dalam dapur keluarga pun sering tanpa sadar kita menggunakan minyak goreng secara berulang. Alasan mereka sangat beragam namun umumnya karena penghematan.
Menurut penelitian dari Sudaryati Etti dan Albiner Siagian (2002) mengatakan bahwa pengetahuan produsen(penjual gorengan) dan konsumen jajanan gorengan mengenai pemanfaatan minyak goreng dan akibat samping yang ditimbulkan terbesar termasuk dalam kategori kurang yaitu 94,4% produsen dan 77,8% konsumen. Untuk sikap, yang terbanyak pada produsen adalah sedang (77,8%) dan pada konsumen adalah baik (75%). Untuk tindakan, frekuensi pemakaian minyak goreng ≥3 kali pada produsen semuanya berpengetahuan kurang(100%), pada produsen yang memakai minyak goreng 2 kali hanya 12,5% yang berpengetahuan sedang. Di Kota Medan sendiri, terdapat banyak penjual gorengan yang
(19)
menggunakan minyak goreng berulang kali, meskipun hal ini tidak dianjurkan. Oleh karena itu, penelitian ini dicadangkan dan dilakukan untuk melihat bagaimana karateristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: bagaimanakah karakteristik, pengetahuan, sikap, dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umun
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap, dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
2. Untuk mengetahui pengetahuan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
3. Untuk mengetahui sikap penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
4. Untuk mengetahui tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
1. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian. 2. Mengembangkan minat dan kemampuan meneliti dalam bidang penelitian.
(20)
1.4.2. Bagi Masyarakat
1. Sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng.
2. Sebagai bahan masukan bagi penelitian lain dan bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. 3. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan penjual
gorengan tentang penggunaan minyak goreng.
4. Sebagai bahan masukan bagi penjual gorengan agar tidak melakukan penggunaan minyak goreng secara berulang.
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku
2.1.1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang bermaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berbicara, berjalan, menangis, tertawa, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku diartikan sebagai semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku manusia tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat adanya rangsangan (stimulus), baik dalam dirinya (internal) maupun dari luar individu (eksternal) (Sunaryo, 2006 dalam Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut Skiner (dalam Notoatmodjo, 2007) bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar. Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori ”S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respons.
Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau latar belakangnya. Menurut WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan.
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lain-lain.
(22)
2. Orang penting sebagai referensi.
Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya.
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.
4. Kebudayaan.
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.
Menurut Benjamin Bloom, perilaku mencakup tiga domain yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), tindakan atau praktek (practice).
2.1.2. Pengetahuan
Dalam kamus bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu adalah mengerti sesudah melihat atau menyaksikan, mengalami atau diajar. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau responden.
(23)
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yakni :
1. Tahu (know).
Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya (recall), termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Pemahaman (comprehension).
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. 3. Aplikasi (application).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dlam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (analysis).
Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
(24)
2.1.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.
Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :
1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang tersebut.
2. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. 3. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian orangtua
sebaliknya.
4. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa.
5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dengan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimilki seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini juga terdiri dari beberapa tingkatan, yakni :
1. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding).
Merespon diartikan bila seseorang memberikan jawaban/reaksi apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
(25)
3. Menghargai (valuing).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggungjawab (responsible).
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Ini merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi.
2.1.4. Praktek atau Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak-pihak lain (Notoatmodjo, 2003). Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahuinya.
Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritas adalah:
1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indicator tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism), apabila seseorng telah dapat melakukan sesuatu dengan benar maka secara otomatis, atau sesutau itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga.
4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik, artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
(26)
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,2003).
2.2. Karakteristik Penjual Gorengan
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, menurut Sunaroyo (2006), perilaku manusia timbulnya akibat adanya rangsangan (stimulus), baik dalam dirinya (internal) maupun dari luar individu (eksternal).
Faktor internal mencakup yakni, pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor eksternal mencakup lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik antara lain iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
Dalam penelitian ini yang menjadi faktor internal yang mempengaruhi pembentukan perilaku penjual gorengan adalah karakteristik penjual gorengan yang meliputi pendidikan, pendapatan dan pengeluaran. Faktor eksternal yang mempengaruhi pembentukan perilaku penjual gorengan adalah sumber informasi yang diperoleh yang meliputi media massa baik dalam bentuk elektronik maupun tulisan dan teman sesama penjual gorengan.
2.3. Minyak Goreng
2.3.1. Pengertian Minyak Goreng
Minyak goreng terdiri dari asam lemak dan gliserol yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, pembangkit flavor, membentuk tekstur dan penambah nilai kalori bahan pangan (Ketaren, 2005).
(27)
2.3.2. Jenis-jenis Minyak Goreng
Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren, 2005) yaitu :
Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya, yakni :
1. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids), minyak ini banyak mengandung asam lemak jenuh. Umumnya minyak jenuh terbuat dari hewani, kecuali minyak sawit dan minyak kelapa. Minyak jenis ini cenderung meningkatkan kolesterol dalam darah. Tetapi kelebihannya adalah minyak ini relatif stabil dan tidak mudah rusak oleh panas. Karena itulah minyak jenis ini paling dianjurkan sebagai minyak goreng.
2. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA). Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Minyak jenis ini tidak meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Yang tergolong dalam minyak jenis ini adalah minyak zaitun dan minyak kacang.
3. Minyak dengan asam lemak tak jenuh ganda (poly-unsaturated fatty acids). Semua minyak yang tergolong jenis ini berasal dari nabati, sehingga tidak meningkatkan kadar kolestrol dalam darah, namun justru menurunkan. Jenis minyak ini antara lain adalah minyak jagung, minyak biji kapas, minyak biji matahari, minyak kedelai, minyak wijen dan minyak biji rami. Asam lemak tak jenuh yang terkandung di dalamnya kaya akan asam lemak esensial yang sangat diperlukan bagi kesehatan tubuh. Tetapi minyak jenis ini sangat tidak stabil dan mudah rusak oleh panas. Jika asam lemaknya rusak karena panas manfaatnya sudah tidak ada lagi bagi tubuh, oleh sebab itu tidak dianjurkan menggunakannya minyak jenis ini sebagai minyak goreng.
(28)
4. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid). Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi lahir kurang bulan.
Berdasarkan sumbernya, diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Minyak goreng yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati):
a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.
b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume. 2. Minyak goreng yang berasal dari hewan yang terkenal
a. Tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi). b. Lard (minyak atau lemak berasal dari babi).
c. Minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise.
2.3.3. Komposisi Minyak Goreng
Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam lemak alami yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak ada satu pun minyak atau lemak tersusun atas satu jenis asam lemak, jadi selalu dalam bentuk campuran dari banyak asam lemak. Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak tersebut menyebabkan lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau membahayakan kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik. Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat, meliputi fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna yang larut dalam lemak seperti klorofil dan karotenoid (Buckle dkk, 1987). Kandungan karoten dalam kelapa sawit dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, sedangkan kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi.
(29)
Rata-rata komposisi asam lemak minyak sawit, minyak kelapa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati. Asam Lemak Jumlah
Atom C
Minyak Sawit (%)
Minyak Inti Sawit (%)
Minyak Kelapa (%) Asam Lemak Jenuh:
Oktanoat 8 - 2-4 8
Dekanoat 10 - 3-7 7
Laurat 12 1 41-55 48
Miristat 14 1-2 14-19 17
Palmitat 16 32-47 6-10 9
Stearat 18 4-10 1-4 2
Asam Lemak Tidak Jenuh:
Oleat 18 38-50 10-20 6
Linoleat 18 5-14 1-5 3
Linolenat 18 1 1-5 -
Sumber : Majalah Sasaran No.4, 1996
2.3.4. Sifat-Sifat Minyak Goreng
Minyak goreng meliputi sifat fisik dan kimia. Sifat fisik dan kimia minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak di dalamnya.
2.3.4.1. Sifat Fisik
Sifat fisik meliputi warna, bau, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala, dan titik api (Ketaran, 2005). 1. Warna, terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah,
seperti α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak
(30)
yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.
2. Bau, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.
4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.
5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. 7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran
komponen-komponenya.
8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.
9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25°C , dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperature 40°C.
10. Viskositas dan indeks bias sangat mempengaruhi mutu minyak goreng. Minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng yang mempunyai nilai viskositas dan indeks bias yang besar.
11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
12. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.
(31)
2.3.4.2. Sifat Kimia
Minyak adalah substansi dari tumbuhan dan hewan yang terdiri dari ester gliseril dari asam lemak atau trigliserida yang tidak dapat larut dalam air. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruangan disebut lemak manakala yang berbentuk cair disebut minyak.
Terdapat beberapa proses yang berkaitan dengan sifat kimia minyak goreng antara lain:
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, dengan adanya air, lemak dan minyak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.
2. Oksidasi, terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan timbulnya bau dan rasa tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, terjadinya proses pengubahan asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester.
2.3.5. Proses Penyaringan Minyak Goreng
Minyak goreng yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang berbahan baku minyak sawit (lebih dari 70 persen), diikuti dengan minyak kelapa. Minyak sawit ada dua macam yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit berasal dari hasil pengepresan daging buah sawit yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil). Minyak sawit kasar (CPO) sangat kaya mikronutrien seperti karotenoid (provitamin A), tokoferol, tokotrienol (vitamin E) dan sitosterol. CPO masih mengandung non gliserida seperti asam lemak bebas, air, beberapa unsur
(32)
logam dan kotoran lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penyaringan sehingga menghasilkan minyak yang tidak berbau dan bebas kotoran lain.
Proses dasar pembuatan minyak goreng dari minyak sawit terdiri dari dua tahap, yakni pemurnian dan fraksinasi (pemisahan). Proses pemurnian dilakukan untuk menghilangkan kotoran, air, dan asam lemak bebas pada minyak sawit (proses refining), dan warna (proses bleaching), serta bau (proses deodorizing) yang tidak diinginkan. Minyak sawit "murni" (refined, bleached, and deodorized palm oil atau RBDPO) kemudian diolah lebih lanjut dengan proses fraksinasi untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi olein (RBD Olein) inilah yang digunakan sebagai minyak goreng, sedangkan fraksi stearin biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan margarin dan mentega putih (shortening) dan banyak digunakan di Industri disamping bahan baku untuk sabun dan detergent.
Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit terdapat dua fase yang berbeda, yaitu fase padat (stearin) dan fase cair (olein). Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan dua kali. Minyak goreng yang dikenal dengan istilah minyak goreng curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi, sehingga masih mengandung fraksi padat stearin yang relatif lebih banyak dari minyak goreng bermerek yang menggunakan dua kali proses fraksinasi. Oleh karena itu penampakan minyak goreng curah tidak sejernih minyak goreng bermerek dan harganya juga jauh lebih mudah daripada minyak goreng yang bermerek (Elisabeth, 2002).
2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng
Minyak goreng yang berkualitas dikatakan tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat.
(33)
Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 177°C sampai 201°C (Jonarson, 2004).
Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam lemak dari minyak tersebut karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Apakah bersifat jenuh ataukah bersifat tidak jenuh. Pada proses menggoreng pasti berhadapan dengan panas yang tinggi. Dengan demikian, minyak goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Asam lemak jenuh mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Banyaknya asam lemak tidak jenuh (ikatan rangkap) dalam minyak goreng dapat dinyatakan dengan bilangan iodin atau angka iodin. Minyak goreng yang berasal dari kelapa dan sawit memiliki angka iodin yang lebih kecil dibandingkan angka iodin minyak yang berasal dari kedelai, jagung, kacang tanah, biji kapas dan bunga matahari. Hal ini menunjukkan kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa dan sawit jauh lebih tinggi daripada jenis minyak yang lain. Dengan demikian minyak untuk keperluan menggoreng lebih baik menggunakan minyak yang berasal dari kelapa dan sawit (Aprilio, 2010).
Di samping itu, kualitas minyak goreng juga ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut (Winarno dalam Jonarson, 2004).
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk dengan tekstur dan rasa yang bagus. Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 3741-1995 yang dapat dilihat pada tabel berikut:
(34)
Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995. No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Muda jernih
4 Cita rasa Hambar
5 Kadar air Max 0,3%
6 Berat jenis 0,900 g/L
7 Asam lemak bebas Max 0,3% 8 Bidangan peroksida Max 2 meq/Kg 9 Bidangan iodium 45-46
10 Bidangan penyabunan 196-206
11 Titik asap Min 200°c
12 Indeks bias 1,448-1,450
13 Besi Max 0,5 mg/Kg
14 Timbal Max 0,1 mg/Kg
15 Tembaga Max 40mg/Kg
16 Seng Max 0,05 mg/Kg
17 Paksa Max 0,1 mg/Kg
18 Timah Max 0,1 mg/Kg
19 Arsen Max 0,1 mg/Kg
Sumber: Wijana dkk (2005).
2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng
Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi kualitas dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi dalam proses pemanasan dengan suhu tinngi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 2005).
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa-senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi terdiri dari enam tahap :
1. Pada permulaan terbentuk volatile decomposition product (VDP) yang dihasilkan dari pemecahan rantai karbon asam lemak.
(35)
2. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigliserida karena adanya air. Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak.
3. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang. 4. Degradasi ester oleh panas.
5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida. 6. Auto keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.
Reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh akan mengakibatkan pembentukan polimer selama proses menggoreng. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar ketel atau wadah penggorengan.
Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik (off-odor atau off flavor) yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat, dan enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energy tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 2002).
(36)
Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi; Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi; dan kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses oksidasi dapat menggunakan antioksidan. Antioksidan secara harpiah dapat diartikan pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen (O2). Dengan memperhatikan faktor penyebab, maka oksidasi ataupun ketengikan dapat diperlambat. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya (Winarno, 2002).
2.4. Minyak Jelantah
2.4.1. Pengertian Minyak Jelantah
Minyak jelantah juga disebut minyak goreng bekas ataupun minyak goreng berulang kali. Jelantah adalah sebutan untuk minyak goreng yang telah berulangkali digunakan. Selain penampakannya yang tidak menarik, coklat kehitaman, bau tengik, jelantah sangat mempunyai potensi yang besar dalam membahayakan kesehatan tubuh. Minyak jelantah kaya akan berbagai radikal bebas dan asam lemak bebas. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat mengganggu kesehatan misalnya, meningkatkan potensi kanker, penyakit pembuluh darah dan sebagainya. Minyak goreng paling tidak hanya boleh digunakan dua sampai empat kali menggoreng (Sartika, 2009).
(37)
2.4.2. Dampak Kesehatan
Minyak jelantah bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorpsi dan masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruangan kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak. Mengkonsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak dan lain-lain (Wijana dkk., 2005).
Minyak goreng yang biasa dipakai oleh rumah tangga atau industri makanan sedunia adalah minyak kelapa sawit dan minyak kedelai (Oil World, 2002 dalam Nazrum AS dkk, 2007). Biasanya, minyak goreng digunakan secara berulang kali dengan alasan penghematan biaya. Minyak goreng digunakan berulang kali akan mengubah warna, bau, rasa dan konsistensinya.Menurut Ketaren (2005), tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein pada minyak goreng. Akrolein ini dapat menyebabkan rasa gatal serta tidak nyaman pada bagian tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein.
Selama proses penggorengan terutama pemanasan pada suhu tinggi, lipid khususnya lemak tak jenuh ganda asam (PUFA) akan mengalami oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi kemudian terjadi penghansilan produk degradasi wolatil dan non-vonlatil (Nazrum AS dkk, 2007). Minyak jelantah juga memiliki kandungan radikal bebas dan asam lemak bebas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak yang satu kali pakai (Cuesta, Sanchez-Muniz & Varela, 1998; Dobarganes, Marquez-Ruiz & Velasco, 2000 dalam Nazrun AS dkk,2007). Sekitar sepertiga dari minyak goreng tersebut dapat diabsorbsi oleh bahan pangan selama proses penggorengan (Mekhta & Swinburn, 2001 dalam Nazrun AS dkk, 2007). Produk-produk degradasi boleh masuk ke sirkulasi sistemik ketika makanan gorengan dikonsumsi. Kemudian menimbul efek patofisiologi yang berkaitan dengan stress oksidatif dan meningkat
(38)
risiko terjadinya hipertensi, endotel disfungsi dan peningkatan lipoprotein oksidasi (Grootveld et al, 1998 Nazrun AS dkk, 2007).
Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan, karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak (Ketaren dalam Sartika, 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2009) tentang pengaruh suhu dan lama proses menggoreng terhadap pembentukan asam lemak trans. Asam lemak trans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng setelah penggulangan kali ke-2, dan kadarnya akan semakin meningkat sejalan dengan penggunaan minyak. Asam lemak trans dapat meningkatkan kolesterol low density lipoprotein (K-LDL) dan menurunkan kolesterol high density lipoprotein (K-HDL), akibatnya akan menyebabkan dislipidemia dan arterosklerosis yang ditandai dengan adanya timbunan atau endapan lemak pada pembuluh darah. Timbunan lemak ini akan menyumbat aliran darah pada beberapa bagian tubuh seperti jantung dan otak. Bila penyumbatan terjadi di jantung akan menyebabkan jantung koroner dan bila penyumbatan terjadi di otak akan menyebabkan stroke (Sartika, 2007).
Penggunaan minyak goreng jelantah secara berulang-ulang dapat membahayakan kesehatan tubuh karena pada saat pemanasan akan terjadi proses degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses tersebut dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. (Rukmini, 2007).
Konsumsi minyak jelantah telah terbukti dapat menimbulkan dampak negatif pada struktur tulang dan sel-sel tulang tikus uji. Stres oksidatif akibat konsumsi minyak goreng jelantah akan mengganggu metabolisme tulang dengan mengaktivasi osteoclast tulang secara in vivo dan in vitro. Proses tersebut akan meningkatkan resorpsi tulang, akhirnya akan menyebabkan penyakit osteoporosis (Nazrum AS dkk, 2007).
(39)
Menurut Ketaren (2005), minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi. Maka, minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh. Selain itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati (Aprilio, 2010).
Berdasarkan penelitian juga disebutkan adanya senyawa karsinogen dalam minyak jelantah, dibuktikan dari bahan pangan berlemak teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan tumor atau kanker. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan yang berulang kali akan menurunkan nilai gizi dan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng, bahan pangan yang digoreng dengan menggunakan minyak yang telah rusak akan mempunyai tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang enak (Wijana dkk, 2005 dalam Aprilio, 2010).
(40)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep penelitian mengenai Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus USU Medan pada Tahun 2011, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng.
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Definisi
1. Penjual gorengan adalah orang yang melakukan kegiatan produksi, peredaran dan perdagangan gorengan yang menjadi responden dalam penelitian ini. 2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuhi oleh
responden.
3. Penghasilan bersih adalah jumlah seluruh uang yang diperoleh oleh penjual gorengan dari menjual gorengan dalam satu hari ditolak dengan jumlah seluruh uang yang dikeluarkan oleh penjual gorengan untuk perniagaannya dalam satu hari.
Karakteristik Penjual Gorengan
Pendidikan
Penghasilan Bersih Sumber Informasi
Penggunaan Minyak Goreng
Pengetahuan Sikap
(41)
4. Minyak goreng adalah berasal dari tumbuhan atau hewan yang berbentuk cair dalam suhu kamar yang digunakan untuk menggoreng bahan makan.
5. Penggunaan minyak goreng berulang adalah menggunakan minyak goreng secara berulang kali atau adanya proses pemanasan yang berulang kali.
6. Sumber informasi merupakan faktor-faktor yang dari luar responden, mencakup media massa, teman, dan petugas kesehatan.
7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual tentang penggunaan minyak goreng.
8. Sikap adalah tanggapan dan pandangan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng.
9. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng.
3.2.2. Cara Ukur
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual tentang penggunaan minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Responden ditanyakan dengan 15 pertanyaan setiap pertanyan yang benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0, sehingga nilai tertinggi adalah 15. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden dikategorikan sebagai pengetahuan baik, sedang, atau kurang. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal.
Untuk semua pertanyaan:
- Pilihan jawaban yang paling benar memiliki nilai 1. - Pilihan jawaban yang salah memiliki nilai 0.
2. Sikap adalah tanggapan dan pandangan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, diukur dengan 15 Pertanyaan. Penilaian diberikan dengan angka 1 jika responden setuju dan angka 0 jika tidak setuju, sehingga nilai tertinggi adalah 15 dan yang terendah adalah 0.
(42)
Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden dikategorikan sebagai sikap baik, sedang, atau kurang. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal.
Untuk semua pertanyaan:
- Pilihan jawaban setuju memiliki nilai 1. - Pilihan jawaban tidak setuju memiliki nilai 0.
3. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, diukur dengan 15 pertanyaan. Penilaian diberikan dengan angka 1 jika responden setuju dan angka 0 jika tidak setuju, sehingga nilai tertinggi adalah 15 dan yang terendah adalah 0. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden dikategorikan sebagai tindakan baik, sedang, atau kurang.
Untuk semua pertanyaan:
- Pilihan jawaban benar memiliki nilai 1. - Pilihan jawaban tidak benar memiliki nilai 0.
(43)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, yang diharapkan untuk dapat memberikan gambaran karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan kampus USU, Medan pada tahun 2011. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan Kampus USU, Medan. Adapun batasan lokasi penelitian meliputi: lingkungan dalam kampus, seperti kantin dan warung makan; lingkungan luar kampus yaitu sepanjang Jalan Dr. Mansyur (pintu 1 – pintu 4) dan Jalan Jamin Ginting (pintu sumber – simpang USU). Dengan alasan pemilihan lokasi adalah:
1. Di dalam kawasan dan sekitar Kampus USU, Medan, terdapat cukup banyak penjual gorengan, dan konsumen makanan gorengan banyak terdiri dari mahasiswa USU. Oleh karena itu, sangat penting kita mengetahui perilaku penjual gorengan terhadap penggunaan minyak goreng
2. Belum pernah ada penelitian tentang karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU, Medan.
4.2.2. Waktu Penelitian
(44)
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan yang berada di kawasan Kampus USU, Medan dan sekitarnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan oleh peneliti pada tanggal 2 Mei 2011, terdapat: A. Penjual gorengan yang berada di kawasan USU berjumlah 16.
B. Penjual gorengan yang berada di sepanjang Jalan Dr. Mansyur (pintu 1 – pintu 4) dan Jalan Jamin Ginting (pintu sumber – simpang USU) berjumlah 15. Total keseluruhan penjual gorengan adalah 31.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah semua populasi dari penelitian ini, yaitu penjual gorengan yang berada di kawasan Kampus USU, Medan dan sekitarnya pada tahun 20011 (total sampling) (Madiyono et al., 2008).
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengambilan data telah dilakukan dengan memberikan
self administered questionnaires (kuesioner) kepada responden. Pengisian kuesioner dilakukan saat itu juga ketika peneliti melakukan kunjungan, agar didapat respons yang cukup baik. Kuesioner dijelaskan secara menyeluruh sampai benar-benar dimengerti dan dapat diisi secara benar oleh responden sehingga memberikan kemudahan bagi responden dalam melakukan pengisian kuesioner secara tepat dan lengkap.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner.
2. Alat tulis.
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat penelitian untuk mendapatkan data dari responden berupa pertanyaan. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri.
(45)
4.5. Aspek Pengukuran
Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan didasarkan pada jawaban responden dari semua pertanyaan yang diberikan. Adapun kriteria penilaian adalah
penilaian tiga kategori, “Baik”, “Sedang” dan “Kurang” yang diperoleh dari total skor dibagi tiga sama besar (Arikunto, 2000):
1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 66% dari total skor. 2. Kategori sedang adalah apabila responden mendapat nilai 33-66% dari total
skor.
3. Kategori buruk adalah apabila responden mendapat nilai < 33% dari total skor.
4.5.1. Pengetahuan
Pengetahuan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 15 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 1 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 15 dan skor terendah adalah 0. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut:
1. Kategori pengetahuan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor > 10.
2. Kategori pengetahuan sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10.
3. Kategori pengetahuan kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor < 5.
4.5.2. Sikap
Sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Ada 15 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 1 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 15 dan skor terendah adalah 0.
(46)
Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat sikap responden dikategorikan sebagai berikut:
1. Kategori sikap baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor > 10.
2. Kategori sikap sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10.
3. Kategori sikap kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor < 5.
4.5.3. Tindakan
Tindakan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 15 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 1 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 15 dan skor terendah adalah 0. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat tindakan responden dikategorikan sebagai berikut:
1. Kategori tindakan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor > 15.
2. Kategori tindakan sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10.
3. Kategori tindakan kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor < 5.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas dengan menggunakan teknik korelasi “product moment”dan uji
Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian. Jumlah sampel yang digunakan dalam uji validitas dan reliabilitas penelitian ini adalah 10 orang. Setelah uji validitas dilakukan, hanya pada soal-soal yang valid saja yang dilakukan uji reliabilitas. Hasilnya dapat dilihat pada
(47)
lampiran 5. Oleh sebab, hasil yang didapat tidak sesuai dengan keinginan, maka kuesioner divalid secara manual oleh pakar. Setelah diperiksa oleh pakar, kuesioner sudah valid dan boleh digunakan dalam penelitian (lampiran 6).
4.7. Pengolahan dan Analisi Data
Data yang dikumpulkan dari kuesioner yang sudah diisi oleh responden, kemudian diolah secara manual dengan melalui langkah-langkah berikut:
1. Editing (pengeditan).
Pengeditan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan isi kuisioner dengan tujuan agar data yang masuk menggambarkan masalah yang diteliti kemudian data dikelompokkan dengan aspek pengukuran.
2. Coding (pengkodean).
Setelah data diperoleh, penulis melakukan pengkodean untuk mempermudah analisis data.
3. Tabulating (tabulasi).
Data-data yang diperoleh dimasukan ke dalam distribusi frekuensi.
Data diperoleh dari hasil wawancara terhadap penjual gorengan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, kemudian diolah secara komputerisasi dan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan program SPSS. Kemudian hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
(48)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Kampus USU dan sekitarnya yaitu Jalan Jamin Ginting (Pintu Sumber - Simpang Kampus) dan sepanjang Jalan Dr. Mansyur. Kampus USU berlokasi di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru, Kampus Padang Bulan yang pada awalnya terdapat di pinggiran kota Medan, kemudian dengan perkembangan kota Medan sehingga sekarang berada di tengah-tengah kota. USU memiliki 14 fakultas yaitu Kedokteran, Hukum, Pertanian, Teknik, Kedokteran Gigi, Ekonomi, Sastra, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Psikologi, Keperawatan dan Pascasarjana.
Di kawasan Kampus USU dan sekitarnya terdapat cukup banyak penjual makanan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan pada tanggal 2 Mei 2011, total keseluruhan penjual makanan adalah 90 penjual makanan termasuk kantin, warung makanan dan penjual makanan jajanan. Di antara 90 penjual makanan tersebut, terdapat ada 31 penjual gorengan.
5.1.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dinilai dalam penelitian ini antara lain, umur, jenis kelamin, pendidikan dan penghasilan bersih dalam satu hari. Secara garis besar karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
(49)
Gambar 5.1. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Umur
Berdasarkan gambar 5.1 di atas, diketahui bahwa umur responden terbanyak adalah berusia antara 30-39 tahun, yaitu sebanyak 12 responden (38.7%), kemudian responden berusia 40-49 tahun dan diatas 50 tahun masing-masing dengan tujuh orang (22.6%). Hanya lima responden (16.1%) yang berusia diantara 20-29 tahun.
Gambar 5.2. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
16.1%
38.7% 22.6%
22.6%
20-29 30-39 40-49
≥50
35.5%
64.5%
Laki-Laki Perempuan
(50)
Berdasarkan gambar 5.2 di atas, diketahui bahwa untuk jumlah responden paling banyak berdasarkan jenis kelamin adalah responden perempuan yaitu sebanyak 20 orang (64.5%).
Gambar 5.3. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Berdasarkan gambar 5.3 di atas, dari 31 responden, diketahui bahwa 12 responden (38.7%) mempunyai tingkat pendidikan SMP/ Sederajat, kemudian SMA/ Sederajat sebanyak 10 responden (32.3%) dan diikuti SD/ Sederajat sebanyak sembilan responden (29%).
Gambar 5.4. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Penghasilan Bersih Sehari
29.0%
38.7% 32.3%
SD/ Sederajat SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat
35.5%
51.6% 12.9%
< Rp100.000
Rp100.000 - Rp250.000 > Rp250.000
(51)
Berdasarkan gambar 5.4 di atas, diketahui bahwa Penghasilan bersih responden dalam satu hari paling banyak adalah antara Rp100.000 – Rp250.000 sebanyak 16 orang (51.6%).
5.1.3. Informasi Penggunaan Minyak Goreng 5.1.3.1. Ketersediaan Informasi
Distribusi frekuensi responden menurut pernah atau tidak memperoleh informasi mengenai penggunaan minyak goreng di kawasan USU Medan pada tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.5. Sebaran Responden Menurut Ketersadiaan Informasi Tentang Penggunaan Minyak Goreng
Berdasarkan gambar 5.5 di atas dapat diketahui bahwa responden yang pernah memperoleh informasi tentang penggunaan minyak goreng sebanyak 20 orang (64.5%) dan sisanya 11 orang (35.5%) tidak pernah memperoleh informasi.
64.5% 35.5%
Pernah Tidak Pernah
(52)
5.1.3.2. Sumber Informasi
Distribusi frekuensi responden berdasarkan sumber informasi tentang penggunaan minyak goreng di kawasan USU medan tahun 2011 dapat disajikan melalui gambar berikut ini.
Gambar 5.6. Sebaran Responden Menurut Sumber Informasi
Berdasarkan gambar 5.6 di atas dapat diketahui bahwa sumber informasi yang paling banyak diperoleh responden adalah melalui media massa sebanyak 11 orang (55%) sedangkan sumber informasi yang paling sedikit diperoleh responden melalui petugas kesehatan sebanyak 2 orang (10%).
5.1.4. Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Minyak Goreng
Sebaran pengetahuan responden tentang penggunaan minyak goreng di kawasan USU Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
55.0% 35.0%
10.0%
Media Massa Teman/ Keluarga Petugas Kesehatan
(53)
Gambar 5.7. Sebaran Responden Menurut Pengetahuan
Berdasarkan gambar 5.7 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang berkategori baik tentang penggunaan minyak goreng yaitu berjumlah 21 orang (67.7%). Yang lain memiliki pengetahuan yang sedang yaitu sebanyak 10 orang (32.2%).
5.1.5. Sikap Responden tentang Penggunaan Minyak Goreng
Sebaran sikap responden tentang penggunaan minyak goreng di kawasan USU Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
32.3%
67.7%
Sedang Baik
(54)
Gambar 5.8. Sebaran Responden Menurut Sikap
Berdasarkan gambar 5.8 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang baik tentang penggunaan minyak goreng yaitu berjumlah 20 orang (64.5%). Sisa yang memiliki kategori sikap yang sedang yaitu sebanyak 11 orang (35.5%).
5.1.6. Tindakan Responden tentang Penggunaan Minyak Goreng
Sebaran responden menurut tindakan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan USU Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.9. Sebaran Responden Menurut Tindakan
35.5%
64.5%
Sedang Baik
3.2%
74.2% 22.6%
Kurang Sedang Baik
(55)
Berdasarkan gambar 5.9 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kategori tindakan yang sedang tentang penggunaan minyak goreng yaitu berjumlah 23 orang (74.2%). Sebagian kecil memiliki kategori tindakan yang baik yaitu sebanyak 7 orang (22.6%). Hanya satu orang (3.2%) yang memiliki kategori tindakan yang kurang.
5.1.7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Responden
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan responden bertujuan untuk melihat pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.1. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Pengetahuan
Sedang Baik Total
n % n % n %
SD/ Sederajat 4 44.4 5 55.6 9 100 SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat 4 2 33.3 20.0 8 8 66.7 80.0 12 10 100 100 Total 10 32.3 21 100 31 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang berpengetahuan baik, masing-masing ada delapan orang (38.1%) memiliki tingkat pendidikan SMA dan SMP. Dari 10 responden yang berpengetahuan sedang hanya dua orang (20%) di antaranya memiliki tingkat pendidikan SMA.
5.1.8. Hubungan Ketersediaan Informasi dengan Pengetahuan Responden
Hubungan antara ketersediaan informasi responden yang didapat dengan pengetahuan responden bertujuan untuk melihat ketersediaan informasi terhadap pengetahuan responden.
(56)
Tabel 5.2. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Ketersediaan Informasi
Pernah/ Tidak
Pengetahuan
Sedang Baik Total
n % n % n %
Ya Tidak 5 5 25.0 45.5 15 6 75.0 54.5 20 11 100 100 Total 10 32.3 21 67.7 31 100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang pengetahuan berkategori baik, 15 orang (71.4%) di antaranya yang pernah mendapatkan informasi mengenai penggunaan minyak goreng. Dari 10 responden yang pengetahuan berkategori sedang, 5 orang (50%) diantaranya yang pernah mendapatkan informasi mengenai penggunaan minyak goreng.
5.1.9. Hubungan Sumber Informasi dengan Pengetahuan Responden
Hubungan antara sumber informasi responden yang didapat dengan tingkat pengetahuan responden bertujuan untuk melihat sumber informasi terhadap tingkat pengetahuan responden.
Tabel 5.3. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sumber Informasi
Sumber Infromasi
Pengetahuan
Sedang Baik Total
n % n % n %
Media Massa Tema/ Keluarga Petugas Kesehatan 2 3 0 40.0 42.9 0.0 9 4 2 60.0 57.1 100 11 7 2 100 100 100
(57)
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 15 responden yang memiliki pengetahuan berkategori baik, sembilan orang (60%) di antaranya yang pernah mendapatkan informasi mengenai penggunaan minyak goreng dari media massa. Dari lima responden yang berpengetahuan sedang, dua orang (40%) diantaranya yang pernah mendapatkan informasi mengenai penggunaan minyak goreng dari media massa.
5.1.10. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden
Hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden bertujuan untuk melihat pengaruh variabel masing-masing. Hubungan dilihat dengan membuat tabulasi silang antara variabel tersebut.
5.1.10.1. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Responden
Hubungan antara pengatahuan dengan sikap responden bertujuan untuk melihat pengaruh pengetahuan dengan sikap responden.
Tabel 5.4. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sikap Responden
Pengetahuan
Sikap
Sedang Baik Total
n % n % n %
Sedang Baik 5 6 50.0 28.6 5 15 50.0 71.4 10 21 100 100 Total 11 35.5 20 64.5 31 100
Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang memiliki pengetahuan baik terdapat 15 responden yang bersikap baik dan enam responden yang memiliki sikap kategori sedang.
5.1.10.2. Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Responden
Hubungan antara pengatahuan dengan tindakan responden bertujuan untuk melihat pengaruh pengetahuan dengan tindakan responden.
(1)
Lampiran 7:
Frequencies Table
Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 11 35.5 35.5 35.5
perempuan 20 64.5 64.5 100.0
Total 31 100.0 100.0
Pendidikan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid SD 9 29.0 29.0 29.0
SMP 12 38.7 38.7 67.7
SMA 10 32.3 32.3 100.0
Total 31 100.0 100.0
Range Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 20-29 5 16.1 16.1 16.1
30-39 12 38.7 38.7 54.8
40-49 7 22.6 22.6 77.4
>50 7 22.6 22.6 100.0
(2)
Range Penghasilan Bersih
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <100000 11 35.5 35.5 35.5
100000-250000 16 51.6 51.6 87.1
>250000 4 12.9 12.9 100.0
Total 31 100.0 100.0
Informasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 20 64.5 64.5 64.5
tidak 11 35.5 35.5 100.0
Total 31 100.0 100.0
Sumber informasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 11 35.5 35.5 35.5
media massa 11 35.5 35.5 71.0
teman/ keluarga 7 22.6 22.6 93.5
petugas kesehatan 2 6.5 6.5 100.0
(3)
Tingkat Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid cukup 10 32.3 32.3 32.3
baik 21 67.7 67.7 100.0
Total 31 100.0 100.0
Tingkat Sikap
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid cukup 11 35.5 35.5 35.5
baik 20 64.5 64.5 100.0
Total 31 100.0 100.0
Tingkat Tindakan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang 1 3.2 3.2 3.2
cukup 23 74.2 74.2 77.4
baik 7 22.6 22.6 100.0
(4)
Crosstabs
Pendidikan responden * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation
Tingkat Pengetahuan
Total
cukup baik
Pendidikan responden SD Count 4 5 9
% within Pendidikan responden
44.4% 55.6% 100.0%
SMP Count 4 8 12
% within Pendidikan responden
33.3% 66.7% 100.0%
SMA Count 2 8 10
% within Pendidikan responden
20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 10 21 31
% within Pendidikan responden
32.3% 67.7% 100.0%
Informasi * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation
Tingkat Pengetahuan
Total
cukup baik
Informasi ya Count 5 15 20
% within Informasi 25.0% 75.0% 100.0%
tidak Count 5 6 11
% within Informasi 45.5% 54.5% 100.0%
Total Count 10 21 31
(5)
Sumber informasi * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation
Tingkat Pengetahuan
Total
cukup baik
Sumber informasi tidak Count 5 6 11
% within Sumber informasi 45.5% 54.5% 100.0%
media massa Count 2 9 11
% within Sumber informasi 18.2% 81.8% 100.0%
teman/ keluarga Count 3 4 7
% within Sumber informasi 42.9% 57.1% 100.0%
petugas kesehatan Count 0 2 2
% within Sumber informasi .0% 100.0% 100.0%
Total Count 10 21 31
% within Sumber informasi 32.3% 67.7% 100.0%
Tingkat Pengetahuan * Tingkat Sikap Crosstabulation
Tingkat Sikap
Total
cukup baik
Tingkat Pengetahuan cukup Count 5 5 10
% within Tingkat Pengetahuan
50.0% 50.0% 100.0%
baik Count 6 15 21
% within Tingkat Pengetahuan
28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 11 20 31
% within Tingkat Pengetahuan
(6)
Tingkat Pengetahuan * Tingkat Tindakan Crosstabulation
Tingkat Tindakan
Total
kurang cukup baik
Tingkat Pengetahuan cukup Count 1 8 1 10
% within Tingkat Pengetahuan
10.0% 80.0% 10.0% 100.0%
baik Count 0 15 6 21
% within Tingkat Pengetahuan
.0% 71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 1 23 7 31
% within Tingkat Pengetahuan
3.2% 74.2% 22.6% 100.0%
Tingkat Sikap * Tingkat Tindakan Crosstabulation
Tingkat Tindakan
Total
kurang cukup baik
Tingkat Sikap cukup Count 1 8 2 11
% within Tingkat Sikap 9.1% 72.7% 18.2% 100.0%
baik Count 0 15 5 20
% within Tingkat Sikap .0% 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 1 23 7 31