Tabel 5.26. Rekapitulasi Selisih Perhitungan Loss Perusahaan Pertahun
No Loss Perusahaan Awal
Loss Perusahaan Usulan
1. Rp 269.319.600 tahun
Rp 219.067.200 tahun Selisih
Rp 50.252.400 tahun Kesimpulannya, pengurangan biaya ataupun selisih loss perusahaan
setelah dilakukan perbaikan adalah sebesar Rp 50.252.400 tahun.
5.2.3. Failure Mode and Effect Analysis
FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai resiko-resiko yang berhubungan dengan potensi kegagalan serta prioritas langkah perbaikan.FMEA
merupakan suatu prosedur terstruktur yang mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan failure mode.Mode kegagalan merupakan
semua yang termasuk dalam kecacatan dan kondisi di luar batas spesifikasi. Tahap-tahap dalam proses FMEA adalah sebagai berikut:
1. Penentuan Jenis Kegagalan Potensial
Jenis kegagalan potensial pada produksi minyak goreng berhubungan dengan loss perusahaan adalah kecacatan pada minyak goreng yaitu pada karakteristik
kadar air, karakteristik bau, karakteristik bilangan asam dan karakteristik warna.
2. Penentuan Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
Efek kegagalan ditentukan melalui wawancara terhadap bagian kepala produksi dan kepala quality control, dengan menggunakan acuan Tabel 5.27.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.27. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan
Severity Rank
Kriteria
None 1
Dapat terlihat oleh operator Proses. Mungkintidak terlihat oleh user Produk.
Very Slight
2 Tidak ada efek kegagalan pada proses berikutnya Proses.
Efek kegagalan dapat diabaikan Produk. Slight
3 User mungkin dapat memperhatikan efek kegagalan, namun
efek tersebut sangat kecil Proses dan Produk.
Minor 4
Proses lokal selanjutnya mungkin akan kena dampak Proses. User akan mengalami efek negatif yang minor
Produk. Moderate
5 Dampak akan terasa sepanjang proses selanjutnya Produk.
Performansi produk yang rendah, user kecewa Produk
Severe 6
Gangguan terhadap proses selanjutnya Proses. Produk akan mengalami degradasi seiring berjalannya waktu, user
kecewa Produk. High
Severity 7
Downtime yang signifikan Proses. Performansi produk terkena efek yang parah, user sangat kecewa Produk.
Very High Severity
8 Downtime yang signifikan dan dampak finansial yang besar
Proses. Konsumen akan merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas toleransi
Extreme Severity
9 Kegagalan berujung dampak yang berbahaya sangat
mungkin terjadi. Keselamatan dan peraturan menjadi perhatian Proses dan Produk.
Maximum Severity
10 Kegagalan berujung dampak yang berbahaya dapat
dipastikan akan terjadi Proses. Keselamatan dan peraturan terlanggar Produk.
Efek yang ditimbulkan oleh setiap kegagalan tersebut adalah dampak finansial yang negatif pada perusahaan. Berdasarkan hal yang ditimbulkan tersebut nilai
severity berada pada posisi 8.
Universitas Sumatera Utara
3. Penentuan Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control, dengan
menggunakan acuan Tabel 5.28.
Tabel 5.28. Penilaian Occurrence FMEA yang Disarankan
Occurrence Rank
Kriteria
Extremely Unlikely 1
Kegagalan sangat jarang terjadi Remote Likelihood
2 Kegagalan jarang terjadi
Very Low Likelihood 3
Kegagalan sangat sedikit terjadi Low Likelihood
4 Kegagalan sedikit terjadi
Moderately Low Likelihood
5 Kegagalan kadang-kadang terjadi
Medium Likelihood 6
Kegagalan yang terjadi secara moderat Moderately High
Likelihood 7
Kegagalan yang lumayan banyak terjadi High Likelihood
8 Kegagalan yang banyak terjadi
Very High Likelihood 9
Kegagalan yang sangat banyak terjadi Extremely Likely
10 Kegagalan yang hampir dapat dipastikan
akan terjadi
Penyebab kegagalan pada produk minyak goreng pada karakteristik kadar air adalah sebagai berikut:
a. Kadar persen bahan campuran pembasah sedikit terjadi perubahan.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality controldiketahui adanya pengaruh kadar persen bahan campuran pembasah
terhadap hasil produk minyak goreng, hal ini sedikit terjadi perubahan,
Universitas Sumatera Utara
yaitu 10 dalam 1000 liter proses produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
b. Suhu pemanasan pada mesin pemanas yang berubah-ubah. Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini kadang kadang terjadi, yaitu 11 dalam 1000 liter proses produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 8.
Penyebab kegagalan karakteristik pada bau dan karakteristik pada bilangan asam adalah sebagai berikut:
a. Suhu mesin SHE spiral heat exchanger yang berubah-ubah. Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini kadang kadang terjadi, yaitu 7 dalam 1000 liter proses produksi. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
b. Suhu mesin deodorize yang berubah-ubah Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini sering terjadi, yaitu 5 dalam 1000 liter proses produksi. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 6.
c. Suhu mesin PHE yang berubah-ubah Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini sering terjadi, yaitu 10 dalam 1000 liter proses produksi. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab kegagalan pada produk minyak goreng pada karakteristik warna adalah sebagai berikut:
a. Kadar persen bahan campuran kadang-kadang terjadi perubahan. Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control diketahui adanya pengaruh kadar persen bahan campuran terhadap hasil produk minyak goreng, hal ini kadang-kadang terjadi perubahan,
yaitu 5 dalam 1000 liter proses produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 6.
b. Suhu pemanasan pada mesin slurry tank yang berubah-ubah. Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini kadang kadang terjadi, yaitu 7 dalam 1000 kali pada proses produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
4. Identifikasi kontrol proses yang ada untuk mencegah dan mendeteksi
penyebab kegagalan yang ada, dengan menggunakan acuan Tabel 5.29.
Tabel 5.29. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan
Detection Rank
Kriteria
Extremely Likely 1
Kontrol dapat dipastikan akan mendeteksi kegagalan.
Very High Likelihood
2 Kontrol memiliki peluang yang tinggi untuk
mendeteksi kegagalan. High Likelihood
3 Kontrol memililki efektifitas yang tinggi untuk
mendeteksi kegagalan Moderately High
Likelihood 4
Kontrol memililki efektifitas lumayan tinggi untuk mendeteksi kegagalan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.29. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan Lanjutan
Detection Rank
Kriteria
Medium Likelihood
5 Kontrol memililki efektifitas menengah untuk
mendeteksi kegagalan Moderately Low
Likelihood 6
Kontrol memililki efektifitas lumayan rendah untuk mendeteksi kegagalan
Low Likelihood 7
Kontrol memililki efektifitas rendah untuk mendeteksi kegagalan
Very Low Likelihood
8 Kontrol memililki efektifitas yang sangat rendah
untuk mendeteksi kegagalan Remote
Likelihood 9
Kontrol memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendeteksi kegagalan.
Extremely Unlikely
10 Kontrol dapat dipastikan tidak akan mendeteksi
kegagalan.
Kontrol proses yang ada diidentifikasi dengan cara pengamatan dan diskusi dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control.
a. Terjadi kesalahan saat melakukan campuran bahan pembasahM
g
SO
4
dan NaNH
4
SO
4
. Menurut kepala produksi dan kepala quality control berdasarkan hasil
yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan lumayan tinggi dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai
detection diberikan nilai 7. b.
Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin pemanas.
Menurut kepala produksi dan kepala quality controlberdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan moderat dalam
Universitas Sumatera Utara
mendeteksi kesalahan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 8.
c. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
SHE spiral heat exchanger. Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakaukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 7.
d. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
deodorize. Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 6.
e. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
PHE plane heat exchanger. Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakaukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 7.
Universitas Sumatera Utara
f. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
slurry tank. Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 6.
g. Terjadi kesalahan saat melakukan campuran bahan H
3
PO
4
dan C
a
CO
3
. Menurut kepala produksi dan kepala quality control berdasarkan hasil
yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan lumayan tinggi dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai
detection diberikan nilai 7.
5. Perhitungan Risk Priority Number RPN.
Risk priortiy number adalah nilai yang merepresentasikan nilai severity, occuerence dan detection.
1. Karakteristik kadar air tahap fraksinasi a. Bahan Campuran kadar air
RPN = Severity x Occurence x Detection =8 x 7 x 7
= 392 b. Suhu Pemanas kadar air
RPN = Severity x Occurence x Detection
Universitas Sumatera Utara
= 8 x 8 x 8 = 512
2. Karakteristik bau atau bilangan asam tahap deodorization a. Suhu mesin SHE
RPN = Severity x Occurence x Detection =8 x 7 x 7
= 392 b. Suhu mesin deodorize
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 6 x 6
= 288 c. Suhu mesin PHE
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 7 x 7
= 392
Universitas Sumatera Utara
3. Karakteristik warna tahap bleaching a. Bahan Campuran warna
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 6 x 6
= 288 b. Suhu mesin slurry tank warna
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 7 x 7
= 392
Hasil rekapitulasi proses FMEA dan perhitungan risk priority number dapat dilihat pada Tabel 5.30.
Universitas Sumatera Utara
Hasil rekapitulasi proses FMEA dan perhitungan risk priority numberditunjukkan pada Tabel 5.30.
Tabel 5.30. Failure Mode and Effect Analysis
No Jenis Kegagalan
Potensial Efek yang Ditimbulkan oleh
Kegagalan S
Penentuan Penyebab Kegagalan
O Kontrol Proses
D RPN
1. Kecacatan
karakteristik kadar air tahap
fraksinasi Konsumen merasakan penurunan
kualitas yang berada diluar batas toleransi
8 Kadar persen bahan
campuran pembasah sedikit terjadi perubahan
7 Terjadi
kesalahan saat
melakukan campuran
bahan pembasah
M
g
SO
4
dan NaNH
4
SO
4
. 7
392
Suhu mesin pemanas yang berubah-ubah
8 Tidak
dilakukan proses inspeksi oleh
operator secara
berkala pada mesin pemanas.
8 512
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.30. Failure Mode and Effect Analysis Lanjutan
No Jenis Kegagalan
Potensial Efek yang Ditimbulkan oleh
Kegagalan S
Penentuan Penyebab Kegagalan
O Kontrol Proses
D RPN
2. Kecacatan
karakteristik bau dan bilangan
asam tahap deodorization
Konsumen merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas
toleransi 8
Suhu mesin SHE spiral heat exchanger yang
berubah-ubah 7
Tidak dilakukan
proses inspeksi oleh operator
secara berkala pada mesin
SHE spiral heat exchanger.
7 392
Suhu mesin deodorize yang berubah-ubah
6 Tidak dilakukan
proses inspeksi oleh operator secara
berkala pada mesin deodorize
6 288
Suhu mesin PHE Plane Heat
Exchanger yang berubah-ubah
7 Tidak dilakukan
proses inspeksi oleh operator secara
berkala pada mesin PHE
7 392
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.30. Failure Mode and Effect Analysis Lanjutan
No Jenis Kegagalan
Potensial Efek yang Ditimbulkan oleh
Kegagalan S
Penentuan Penyebab Kegagalan
O Kontrol Proses
D RPN
3. Kecacatan
karakteristik warna tahap
bleaching Konsumen merasakan penurunan
kualitas yang berada diluar batas toleransi
8 Kadar persen bahan
campuran kadang-kadang terjadi perubahan.
6 Terjadi kesalahan
saat melakukan campuran bahan
H
3
PO
4
dan C
a
CO
3
6 288
Suhu pemanasan pada mesin slurry tank yang
berubah-ubah 7
Tidak dilakukan proses inspeksi oleh
operator secara berkala pada mesin
slurry tank 7
392
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan FMEA yang telah diberikan pembobotan nilai, selanjutnya dilakukan pengurutan nilai berdasarkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah.
Urutan nilai risk priority number dapat dilihat pada Tabel 5.31.
Tabel 5.31. Urutan nilai Risk Priority Number
No. Deskripsi Proses
Mode Kegagalan RPN
1. Tahap
Deodorization karakteristik bil.
asam dan bau Suhu Mesin PHE yang
berubah-ubah 512
2. Tahap Fraksinasi
karakteristik kadar air
Suhu mesin pemanas yang berubah-ubah
512
3. Tahap Fraksinasi
karakteristik kadar air
Kadar persen bahan campuran pembasah sedikit terjadi
perubahan 392
4. Tahap Bleaching
karakteristik warna Suhu pemanasan pada mesin
slurry tank yang berubah-ubah 392
5. Tahap
Deodorization karakteristik bil.
asam dan bau Suhu mesin SHE spiral heat
exchanger yang berubah-ubah 392
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.31. Urutan nilai Risk Priority Number Lanjutan
No. Deskripsi Proses
Mode Kegagalan RPN
6. Tahap
Deodorization karakteristik bil.
asam dan bau Suhu mesin deodorize yang
berubah-ubah 288
7. Tahap Bleaching
karakteristik warna Kadar persen bahan campuran
kadang-kadang terjadi perubahan
288
6. Pareto Chart Risk Priority Number.
Pembuatan Pareto Chart digunakan untuk menentukan kegagalan yang akan dibuat rancangan perbaikannya. Perhitungan nilai persentase kumulatif RPN
ditunjukkan pada Tabel 5.32.
Tabel 5.32. Perhitungan Persentase Kumulatif RPN Kegagalan RPN
RPN Kumulatif
Persentase Kumulatif RPN
1 512
1024 31,1
2 512
1536 46,7
3 392
1928 58,6
4 392
2320 70,5
5 392
2712 82,4
6 288
3000 91,2
7 288
3288 100
Universitas Sumatera Utara
BAB VI ANALISIS DAN EVALUASI PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisis Pemecahan Masalah
6.1.1. Analisis Peta Kontrol
Peta kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah untuk melihat apakah proses produksi minyak goreng berada dalam pengendalian statistik. Data
peta kontrol diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata dan standar deviasi menunjukkan adanya variasi karakteristik. Setelah memetakan semua karakteristik
minyak goreng diperoleh bahwa terdapat variasi pada karakteristik minyak goreng. Selanjutnya hasil dari perhitungan standart deviasi tersebut akan
digunakan untuk perhitungan process capability.
6.1.2. Analisis Process Capability Index
Indeks kapabilitas proses digunakan sebagai tolak ukur kemampuan suatu proses dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan kebutuhansyarat
dari konsumen atau spesifikasi yang diharapkan. Rekapitulasi hasil perhitungan
indeks kapabilitas proses ditunjukkan padaTabel 6.1. Tabel 6.1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Indeks Kapabilitas Proses
Karakteristik Cp
Deskripsi Pencapaian Sigma
Warna 0,490
Belum kapabel 1.33 sigma
Bau 0,555
Belum kapabel 1.33 sigma
Bilangan Asam 0,488
Belum kapabel 1.33 sigma
Kadar Air 0,877
Belum kapabel 1.33 sigma
Universitas Sumatera Utara