Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
10
Mulai abad ke-16, orang Bali menciptakan sastra mereka sendiri. Temannya masih tetap mengacu pada karya sastra Jawa Kuno, tetapi baru mulai abad
ke-18, penggunaan bahasa Bali dalam karya sastra mulai berkembang. Dan sejak tahun 1945, terutama setelah Indonesia merdeka, bahasa
Indonesia digunakan secara luas dalam karya sastra, seperti novel, cerita pendek, dan puisi. Pada umumnya karya sastra dapat dikelompokkan
menjadi prosa dan puisi. Disarikan dari Indonesian Heritage, jilid 10.
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi oleh para ahli sastra dianggap
sebagai pelopor perintis kesusasteraan Melayu baru. Masa itu merupakan masa peralihan sastra Melayu ke sastra Indonesia. Terbukti setelah itu
banyak karya sastra bangsa Indonesia diterbitkan oleh bangsa Indonesia sendiri, dalam hal ini Balai Pustaka. Maka Pujangga yang hidup setelah
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi disebut Angkatan Balai Pustaka. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia meskipun strukturnya tidak sama
dengan struktur bangsa Indonesia yang dipakai sekarang Yandianto, 2004.
a. Prosa
Karya prosa pada awalnya bersifat informatif dan menjadi buku pegangan dalam mempelajari agama. Karya prosa tradisional berisi
ungkapan-ungkapan suci, tata cara keagamaan, silsilah kitab undang- undang, peraturan desa, perbintangan, penanggalan, ilmu gaib, adu ayam,
serta cara memelihara kuda dan merpati. Karya sastra tradisional ditulis pada naskah daun tar, dengan maksud peruntukan dibaca oleh kelompok
tertentu, tidak untuk kaum awam. Bahasa yang digunakan pun berbeda. Karya sastra tentang agama dan tata cara keagamaan ditulis dalam bahasa
Jawa Kuna yang sukar dengan bahasa sangsekerta yang hanya dimengerti oleh sekelompok kecil anggota masyarakat. Karya sastra di luar itu ditulis
dalam bahasa Jawa kuna yang tidak rumit, seringkali dicampur dengan bahasa Bali, yang bisa dimengerti oleh kebanyakan orang.
Karya-karya prosa pada zaman Balai Pustaka sampai sekarang terus lahir melalui pujangga-pujangga Indonesia menurut zamannya.
Diantaranya adalah Marah Rusli dengan Siti Nurbaya, Nur Sutan Iskandar dengan Apa Dayaku Karena Aku Perempuan, Nur Sutan Iskandar dengan
cinta tanah air, dan sebagainya. Tema-tema yang diusung oleh prosa masa ini berkisar cinta anak manusia, kebijaksanaan orang tua, nilai-nilai
kejujuran dan kebenaran, pengorbanan dan kematian. Dalam tema-tema itu tercuat harapan dan impian rakyat Indonesia tentang kehidupan yang
lebih baik. Hal ini tidaklah mengherankan karena konteks sosial pada masa itu adalah kehidupan dalam penjajahan dan penderitaan.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Keragaman Bentuk dan Perkembangan Seni di Indonesia
11
b. Puisi
Pada masa sastra Melayu, puisi Indonesia berawal mula dari usaha- usaha untuk menerjemahkan syair-syair India ke dalam Bahasa Jawa dan
Bali atas permintaan Raja, Pangeran dan anggota kerajaan lainnya yang hidup pada masa itu. Pokok bahasan puisi berkisar pada tema kepahlawanan
India. Seiring dengan pergerakan waktu, orang Jawa dan Bali mulai menciptakan puisinya sendiri. Kisahnya bercerita mengenai tema cinta,
dongeng binatang, dan cerita yang mengisahkan kehidupan istana kerajaan.
Pada masa Balai Pustaka, Indonesia memiliki pujangga-pujangga yang melahirkan karya sastra berupa puisi yang sangat fenomenal dan
menjadi acuan hingga saat ini. Pujangga itu diantaranya adalah Amir Hamzah, Muh. Yamin, JE. Tatengkeng, Chairil Anwar, Dodong Jiwapraja,
dan ajip Rosidi. Tema-tema yang diusung puisi pada masa ini adalah keindahan alam, hasrat untuk merdeka, dan perjuangan.
Linguistik
Lingiustik adalah ilmu tentang bahasa dengan mempelajari bagaimana sifat-sifat bahasa dengan tujuan agar dapat membedakan
pemakaian kata bahasa. Seorang sastrawan selalu mempelajari ilmu ini agar karya yang diciptakan mampu menarik perhatian bagi
masyarakat penikmat seni. Akibatnya linguistik ini menjadi suatu dasar oleh seniman untuk menciptakan karya sastra. Bagi kelompok
sosial tertentu terutama antropolog linguistik tidak hanya menjadi sistem tanda bahkan menjadi lambang identitas sosial.
3. Seni Pertunjukan