Bidang Pendidikan Gambaran Umum Sosial Ekonomi Kabupaten Ponorogo

Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 23 tinggi rendahnya angka melek huruf. Angka buta huruf merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan antar wilayah, mengingat buta huruf selalu identik dengan keterbelakangan serta ketidakberdayaan yang umumnya menjadi ciri masyarakat marginal. Gambar 4. Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 92,88 83,26 88,03 Sumber : BPS Jawa Timur Statistik Kesra 2015 Persentase angka melek huruf di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 sebesar 88,03 persen atau dengan kata lain masih ada sekitar 11,97 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang buta huruf belum melek huruf. Secara umum, angka melek huruf penduduk laki-laki lebih tinggi dibanding angka melek huruf perempuan, yaitu 92,88 persen dibanding 83,26 persen. Tingkat melek huruf yang tinggi menunjukkan adanya sebuah sistem pendidikan dasar yang efektif danatau program keaksaraan yang memungkinkan sebagian besar penduduk untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan sehari- hari dan melanjutkan pembelajarannya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pencapaian program wajib belajar 9 tahun dapat dilakukan dengan cara mengakses seluruh fasilitas Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 24 pendidikan yang ada bagi penduduk usia sekolah. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemanfaatan atau jangkauan pendidikan, maka digunakan indikator Angka Partisipasi Sekolah APS. Angka Partisipasi Sekolah APS merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka partisipasi dapat menjadi indikator proses di bidang pendidikan yang menggambarkan proses partisipasi aktif penduduk usia belajar dalam proses belajar. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang yang lebih besar dalam mengakses pendidikan secara umum. Pada kelompok umur mana peluang tersebut terjadi dapat dilihat dari besarnya APS setiap kelompok umur. Gambar 5. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 SDMI 7 - 12 Thn SMPMTs 13 - 15 Thn SLTA sederajat 16 - 18 Thn Perguruan Tinggi 19 - 24 Thn 99,26 99,06 77,22 27,42 Sumber : BPS Jawa Timur Statistik Kesra 2015 Angka Partisipasi Sekolah APS usia 7-12 tahun yang mempresentasikan usia di tingkat sekolah dasarsederajat mencapai 99,26 persen pada tahun 2015, dengan APS laki-laki 100,00 persen lebih tinggi dibanding perempuan 98,55 persen. Sementara APS usia 13-15 tahun yang mempresentasikan usia sekolah Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 25 tingkat lanjutan pertama mencapai 99,06 persen dengan APS pada perempuan 100,00 persen lebih tinggi dibanding pada laki-laki 98,35 persen . Upaya peningkatan pendidikan dasar bagi masyarakat melalui program wajib belajar sembilan tahun setara SLTP telah membawa dampak meningkatnya angka partisipasi sekolah khususnya pada kelompok usia sasaran program ini hingga berada pada kisaran di atas 99 persen. Angka partisipasi sekolah kelompok usia 16-18 tahun yang mempresentasikan usia sekolah tingkat lanjutan atas pada tahun 2015 sebesar 77,22 persen dengan APS pada laki-laki 86,35 persen lebih tinggi dibanding perempuan 63,99 persen. Sementara APS untuk kelompok usia 19-24 tahun yang mempresentasikan usia sekolah tingkat perguruan tinggi pada tahun 2015 mencapai 27,42 persen, lebih tinggi dibanding APS Jawa Timur yang sebesar 21,95 persen. Bila dicermati menurut jenis kelaminnya, APS laki-laki pada kelompok ini mencapai 29,81 persen, lebih tinggi dibanding APS perempuan 24,93 persen. Hal ini memberikan gambaran bahwa di Kabupaten Ponorogo secara rata- rata pada setiap 100 anak usia 7-12 tahun SDMI sekitar 1 anak diantaranya sedang tidak bersekolah, dan untuk setiap 100 anak usia 13-15 tahun SMPMTs juga terdapat 1 anak diantaranya yang sedang tidak bersekolah. Sementara untuk usia 16-18 tahun SLTA sederajat terdapat 23 anak yang sedang tidak bersekolah, dan untuk usia 19-24 tahun perguruan tinggi terdapat 73 orang yang sedang tidak bersekolah. Angka APS tersebut menunjukkan tren penurunan seiring dengan kenaikan usia, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin rendah persentase penduduk yang sedang bersekolah. Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 26 Tabel 7. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan di Kabupaten PonorogoTahun 2015 u m Sumber : BPS Jawa Timur Statistik Kesra 2015 Persentase pendidikan yang ditamatkan dapat digunakan sebagai bahan acuan perencanaan pembangunan terutama untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja, dengan menyesuaikan kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah. Hal tersebut menunjukkan pula tingkat pendidikan pada suatu wilayah tertentu. Apabila dilihat menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, pada tahun 2015 hampir 29,83 persen penduduk Kabupaten Ponorogo usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan tertingginya minimal setingkat SD sederajat. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah masih terdapat penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak mempunyai ijazah SD mencapai 27,14 persen. Persentase penduduk perempuan yang tidak mempunyai ijazah SD mencapai 32,30 persen, lebih tinggi dibanding penduduk laki-laki yang sebesar 21,91 persen. No Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 1 Tidak punya ijazah SD 21,91 32,30 27,14 2 SDMISDLBPaket A 30,95 28,73 29,83 3 SMPMTsSMPLBPaket B 22,95 19,24 21,08 4 SMAMASMLBPaket C 13,87 11,79 12,82 5 SMKMAK 5,44 2,32 3,87 6 D1D2D3 1,13 0,89 1,01 7 D4S1 3,44 4,60 4,03 8 S2S3 0,31 0,14 0,23 Total 100,00 100,00 100,00 Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 27 Gambar 6. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas Tahun 2011- 2015 1 2 3 4 5 6 7 8 2011 2012 2013 2014 2015 6,45 6,57 6,86 6,91 6,96 Sumber : BPS Jawa Timur 2016 Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Lamanya sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir. Angka rata-rata lama sekolah merupakan kombinasi antara partisipasi sekolah, jenjang pendidikan yang sedang dijalani, kelas yang diduduki, dan pendidikan yang ditamatkan. Tetapi jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasus-kasus tidak naik kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia terlalu muda atau sebaliknya, sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi overestimate atau bahkan terlalu rendah underestimate. Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 28 Rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 untuk mengenyam pendidikan formal adalah 6,96 tahun. Apabila dihubungkan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan maka hal ini sejalan dengan banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Ponorogo yang menamatkan pendidikannya hanya sebatas SD sederajat. Selama kurun waktu lima tahun terakhir terjadi peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas dari 6,45 tahun pada tahun 2011 meningkat menjadi 6,96 tahun pada tahun 2015. Selain indikator mengenai angka melek huruf, angka partisipasi sekolah, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan rata-rata lama sekolah, informasi tentang banyaknya sarana pendidikan, tenaga pengajar, kelas, perpustakaan dan lain-lain mutlak diperlukan guna mengetahui sejauh mana ketersediaan fasilitas pendidikan yang ada. Walaupun informasi ini belum dapat mendeteksi kualitas dari sarana pendidikan tersebut. Untuk menggambarkan ketersediaan fasilitas pendidikan paling tidak digunakan dua indikator, yaitu rasio murid-guru dan rasio murid- sekolah. Rasio murid guru diperoleh dari perbandingan antara jumlah murid dan jumlah guru. Angka rasio ini digunakan untuk menggambarkan beban kerja guru dalam mengajar. Sedangkan rasio murid sekolah didapat dari perbandingan jumlah murid dan jumlah sekolah, dimana angka rasio ini dapat digunakan untuk memantau daya tampung sekolah. Pada tahun ajaran 20152016, angka rasio murid guru di Kabupaten Ponorogo cukup rendah. Secara rata-rata setiap guru pada setiap jenjang pendidikan mengajar 10 orang murid. Melalui hal ini diharapkan Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 29 pengawasan dan perhatian guru terhadap siswa didiknya dapat lebih fokus sehingga pada akhirnya mutu pengajaran di kelas akan meningkat. Tabel 8. Rasio Murid-Guru dan Murid-Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun Ajaran 20152016 Sumber : Dinas Pendidikan Departemen Agama Kabupaten Ponorogo Sementara untuk rasio murid terhadap sekolah, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar pula angka rasio murid-sekolah. Untuk SD sederajat rata-rata satu sekolah menampung 108 murid, SMP sederajat 234 murid, dan SMA sederajat sebanyak 274 murid. Rasio murid-sekolah merupakan cerminan perhatian pemerintah dalam menyediakan sarana belajar bagi anak usia sekolah. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk tentunya juga harus diiringi penambahan fasilitas belajar berupa sekolah selain juga perlu diperhatikan tingkat penyebaran guru dan sekolah yang seimbang antara daerah perkotaan dan perdesaan.

3.2.2. Bidang Kesehatan Masyarakat

Pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata, mudah dan murah. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif Jenjang Pendidikan Rasio Rasio Murid-Guru Murid-Sekolah 1 2 3 SD sederajat 10 108 SMP sederajat 10 234 SMA sederajat 9 274 Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 30 secara sosial dan ekonomis. Dengan kondisi sehat setiap orang dapat melakukan semua aktivitasnya untuk mencapai apa yang diinginkan. Tubuh yang sehat secara fisik memungkinkan seseorang untuk melakukan segala kegiatan sehingga mencapai hasil yang optimal dan mampu menjadi manusia berkualitas. Derajat atau tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku individu, keturunan, pelayanan kesehatan dan lingkungan. Mengingat pentingnya peranan kesehatan dalam investasi sumber daya manusia, maka upaya pemenuhan kesehatan perlu untuk semua penduduk, mulai dari usia dini bahkan saat dalam kandungan dan dilakukan secara berkesinambungan dalam arti yaitu bayi yang masih dalam kandungan, pasca kelahiran, masa balita, usia dewasa dan tua. Peningkatan derajat keseahtan masyarakat dapat dilaksanakan dengan tindakan nyata misalnya melalui penyediaan berbagai fasilitas kesehatan dilengkapi dengan peralatan medis yang memadai, yang diiringi ketersediaan tenaga medis berkualitas. Kesehatan reproduksi yaitu kesehatan pada ibu khususnya dan perempuan pada umumnya di masa usia subur 15-49 tahun juga perlu mendapat perhatian karena kesehatan bayi semasa dalam kandungan sangat bergantung pada kesehatan ibu yang mengandungnya. Usia perkawinan pertama seorang perempuan berpengaruh terhadap resiko melahirkan, karena semakin muda usia perkawinan pertama, maka semakin besar resiko keselamatan ibu maupun anak selama masa kehamilan maupun saat melahirkan. Hal ini antara lain disebabkan belum matangnya rahim untuk proses berkembangnya janin atau karena belum siapnya mental dalam menghadapi masa kehamilan maupun saat melahirkan. Analisis Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 31 4,42 19,07 65,85 10,66 17 tahun 17 - 18 tahun 19 -24 tahun 25 tahun ke atas Gambar 7. Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun Ke Atas yang Pernah Kawin menurut Umur Kawin Pertama di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 Sumber : BPS Jawa Timur Statistik Kesra 2015 Sebagian besar penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang pernah kawin di Kabupaten Ponorogo melakukan perkawinan pertama pada rentang usia 19-24 tahun. Namun masih ada sekitar 4,42 persen penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang melakukan perkawinan pertama di usia sangat muda kurang dari 17 tahun. Perkawinan di usia muda masih ada saat ini, mengingat ada sekitar 0,08 persen penduduk perempuan kelompok usia 10-14 tahun yang berstatus pernah kawin. Perkawinan pertama yang dimaksud dalam hal ini adalah umur pertama kali seorang perempuan melakukan hubungan suami istri. Semakin maraknya pergaulan bebas di kalangan pelajar yang masih berusia belia berpengaruh terhadap semakin rendahnya usia perkawinan pertama. Dalam proses kelahiran faktor penolong persalinan sangat mempengaruhi keselamatan ibu dan bayi. Kekeliruan penanganan baik pada saat melahirkan maupun pasca kelahiran akan berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi. Penolong persalinan yang dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga berpengalaman yang sudah dibekali dengan pengetahuan serta kemampuan kebidanan akan membantu kelancaran proses persalinan.