Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant.

(1)

Intisari

Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan variasi komposisi gelling agent (Carbopol®) dan humectant (sorbitol) bertujuan untuk memperoleh komposisi optimum dari gelling agent dan humectant agar didapat formula gel yang memiliki sifat fisik yang baik.

Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dengan dua faktor, yaitu Carbopol®-sorbitol dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula gel sunscreen menggunakan metode desain faktorial dengan membuat beberapa variasi kombinasi gelling agent dan humectant. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan. Parameter sifat fisik sediaan gel dianalisis dengan analisis statistik ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode optimasi desain faktorial dan Yate’s Treatment.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunir putih dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UVA–UVB, Carbopol® merupakan faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen. Diperoleh area optimum formula gel sunscreen berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas pada level yang diteliti. Optimasi formula menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas antara 250 – 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.

Kata kunci : ekstrak rimpang kunir putih, Carbopol®, sorbitol, desain faktorial


(2)

Abstract

The research about optimizing of sunscreen gel formula from Curcuma mangga Val. rhizome extract with variation of gelling agent (Carbopol®) and humectant (sorbitol) composition is purposed to get an optimum composition of gelling agent and humectant, so it can achieve gel formula which has good physical characteristic.

This research including pure experimental design with double experimental variable, with two factors that is Carbopol®–sorbitol and two levels that is high level–low level. Optimizing of sunscreen gel formula composition use factorial design method with make some variations of gelling agent and humectant. Optimizing is done to characteristic parameters including spreadability, viscosity, and alteration of viscosity of preparation during storage. The physical characteristic parameters and stability of gel preparation is analyzed with ANOVA statistic using α 95% which is using factorial design optimizing method and Yate’s Treatment.

Data analyze result shows that C. mangga rhizome extract can give absorption at UVA–UVB wavelength, Carbopol® is dominant and significant influential factor in determining spreadability, viscosity, and alteration of viscosity (stability) of sunscreen gel. Optimum area of sunscreen gel formula based on contour plot superimposed including spreadability, viscosity, and stability at the researched level has been found. Formula optimizing produce gel with spreadability less than 5 cm, viscosity between 250 – 260 dPa.s, and viscosity movement is less than 3%.

Key word : C. mangga rhizome extract, Carbopol®, sorbitol, factorial design


(3)

FORMULASI SEDIAAN SUNSCREEN EKSTRAK RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.) DENGAN CARBOPOL® 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN SORBITOL SEBAGAI HUMECTANT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Eva Nur Fitriana NIM : 038114096

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

I asked for strength

and God gave me difficulties to make me strong

I asked for wisdom

and God gave me problem to solve

I asked for prosperity

and God gave me brains to work

I asked for courage

and God gave me dangers to overcome

I asked for love

and God gave me troubled people to help

I asked for favours

and God gave me opportunities

I received nothing that I wanted

but I received everything that I needed

My prayer has been answered

Karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhanku yang Maha Kuasa, Allah SWT Bapak dan Ibu, my angels and my everythings

Kakakku, guru kehidupan yang hebat

CHEmistry 03, persahabatan yang tak mungkin terlupakan Almamaterku tercinta


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Sorbitol sebagai

Humectant. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Penulisan skripsi ini tidak pernah lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis sehingga skripsi ini akhirnya bisa terselesaikan.

3. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku dosen penguji atas waktu, bantuan, masukan, dan saran yang telah diberikan.

4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas waktu, bantuan, saran, dan kritiknya.

5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dan Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. yang telah banyak membantu dan memberikan referensi.


(8)

6. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt. atas semangat dan dukungan yang telah diberikan selama proses pembuatan skripsi.

7. Sunscreen team, Tirza dan Renny, atas doa, perhatian, dorongan, semangat, kepercayaan, dan kebersamaan selama menyelesaikan skripsi. 8. Pak Musrifin, Mas Wagiran, Mas Heru, Mas Andri, Mas Agung, Mas

Iswandi, dan Mas Otto atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran, saran, dan kritik sangat diharapkan. Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis


(9)

(10)

Intisari

Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan variasi komposisi gelling agent (Carbopol®) dan humectant (sorbitol) bertujuan untuk memperoleh komposisi optimum dari gelling agent dan humectant agar didapat formula gel yang memiliki sifat fisik yang baik.

Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dengan dua faktor, yaitu Carbopol®-sorbitol dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula gel sunscreen menggunakan metode desain faktorial dengan membuat beberapa variasi kombinasi gelling agent dan humectant. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan. Parameter sifat fisik sediaan gel dianalisis dengan analisis statistik ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode optimasi desain faktorial dan Yate’s Treatment.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunir putih dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UVA–UVB, Carbopol® merupakan faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen. Diperoleh area optimum formula gel sunscreen berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas pada level yang diteliti. Optimasi formula menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas antara 250 – 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.

Kata kunci : ekstrak rimpang kunir putih, Carbopol®, sorbitol, desain faktorial


(11)

Abstract

The research about optimizing of sunscreen gel formula from Curcuma mangga Val. rhizome extract with variation of gelling agent (Carbopol®) and humectant (sorbitol) composition is purposed to get an optimum composition of gelling agent and humectant, so it can achieve gel formula which has good physical characteristic.

This research including pure experimental design with double experimental variable, with two factors that is Carbopol®–sorbitol and two levels that is high level–low level. Optimizing of sunscreen gel formula composition use factorial design method with make some variations of gelling agent and humectant. Optimizing is done to characteristic parameters including spreadability, viscosity, and alteration of viscosity of preparation during storage. The physical characteristic parameters and stability of gel preparation is analyzed with ANOVA statistic using α 95% which is using factorial design optimizing method and Yate’s Treatment.

Data analyze result shows that C. mangga rhizome extract can give absorption at UVA–UVB wavelength, Carbopol® is dominant and significant influential factor in determining spreadability, viscosity, and alteration of viscosity (stability) of sunscreen gel. Optimum area of sunscreen gel formula based on contour plot superimposed including spreadability, viscosity, and stability at the researched level has been found. Formula optimizing produce gel with spreadability less than 5 cm, viscosity between 250 – 260 dPa.s, and viscosity movement is less than 3%.

Key word : C. mangga rhizome extract, Carbopol®, sorbitol, factorial design


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Kunir Putih ... 8

B. Kurkumin ... 10


(13)

C. Ekstrak ... 11

D. Gel ... 11

E. Gelling Agent ... 13

F. Humectant ... 14

G. Sinar Ultraviolet (UV) dan Sunscreen ... 15

H. Spektrofotometri UV–Vis... 19

I. Metode Desain Faktorial ... 22

J. Iritasi Primer ... 25

K. Landasan Teori ... 25

L. Hipotesis ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel dalam Penelitian ... 28

C. Definisi Operasional ... 29

D. Bahan dan Alat ... 30

E. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih ... 31

2. Pembuatan serbuk rimpang kunir putih ... 31

3. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih ... 31

4. Penetapan konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih dengan nilai SPF (Sun Protection Factors) 30 ... 32

5. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % ... 33


(14)

6. Optimasi proses pembuatan gel ... 34

7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih ... 35

8. Uji iritasi primer ... 36

F. Analisis Data dan Optimasi ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga Val.) ... 38

B. Penetapan Konsentrasi Ekstrak Rimpang Kunir Putih dengan Nilai SPF 30 ... 41

C. Pengukuran Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir Putih 10 % ... 45

D. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 47

E. Optimasi Formula Gel Sunscreen ... 58

F. Uji Iritasi Primer Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 71

BIOGRAFI PENULIS ... 101


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Desain Faktorial dengan Dua Level dan Dua Faktor ... 24

Tabel II. Formula Desain Faktorial ... 35

Tabel III. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit ... 36

Tabel IV. Kriteria Iritasi ... 36

Tabel V. Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 49

Tabel VI. Efek Carbopol® 3% b/v, Efek Sorbitol, dan Efek Interaksi Antar Keduanya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Sunscreen ... 50

Tabel VII. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Daya Sebar Gel ... 53

Tabel VIII. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Viskositas Gel ... 55

Tabel IX. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Pergeseran Viskositas Gel ... 58

Tabel X. Skor Indeks Iritasi Primer Gel Sunscreen pada Kelinci Albino ... 64


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kurkumin ... 10

Gambar 2. Struktur Umum Carbomer... 13

Gambar 3. Struktur Sorbitol ... 15

Gambar 4. Spektrum Serapan Sediaan Sunscreen ... 42

Gambar 5. Scanning Panjang Gelombang Ekstrak Rimpang Kunir Putih .... 43

Gambar 6. Scanning Panjang Gelombang Larutan Kurkuminoid Standar ... 46

Gambar 7. Ikatan Terkonjugasi (Kromofor) dan Gugus Auksokrom pada Struktur Kurkumin ... 47

Gambar 8. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Daya Sebar Gel Sunscreen ... 52

Gambar 9. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Viskositas Gel Sunscreen ... 54

Gambar 10. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen ... 57

Gambar 11. Contour Plot Daya Sebar Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 59

Gambar 12. Contour Plot Viskositas Gel SunscreenEkstrak Rimpang Kunir Putih ... 60

Gambar 13. Contour Plot Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 61


(17)

Gambar 14. Contour Plot Super Imposed Sifat fisik dan Stabilitas Gel

Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 63


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Konsentrasi C. mangga dengan Nilai SPF 30 ... 71

Lampiran 2. Kadar Kurkumin dalam Ekstrak C. mangga 10 % ... 74

Lampiran 3. Data Penimbangan, Notasi, dan Formula Desain Faktorial .... 78

Lampiran 4. Data Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 79

Lampiran 5. Perhitungan Efek Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 82

Lampiran 6. Analysis of Variance (ANOVA) dengan Metode Yate’s Treatment ... 84

Lampiran 7. Perhitungan Persamaan Regresi ... 89

Lampiran 8. Data Uji Iritasi Primer ... 94

Lampiran 9. Foto Tanaman dan Rimpang Kunir Putih (C. mangga) ... 96

Lampiran 10. Foto Serbuk dan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga) ... 97

Lampiran 11. Foto Perkolator dan Spectrophotometer UV-Vis GenesysTM 6 (THERMOSPECTRONIC–USA) ... 98

Lampiran 12. Foto Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 99

Lampiran 13. Foto Uji Iritasi Primer pada Kelinci Albino ... 100


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas manusia sehari-hari tidak pernah lepas dari paparan sinar

matahari, dimana di dalamnya terdapat sinar ultraviolet (UV). Sinar UVA dan

UVB memegang peranan utama bagi kesehatan manusia karena memiliki panjang

gelombang yang panjang mengakibatkan sinar ini dapat mencapai permukaan

bumi, sedangkan sinar UVC memiliki panjang gelombang yang pendek sehingga

sinar ini tertahan oleh atmosfer (Anonim, 2005a). Sinar UV (UVA dan 10%

UVB) selalu ada setiap hari meskipun saat cuaca mendung, lebih dari 80% sinar

UV mampu menembus atmosfer pada hari berawan. Sinar UV dapat dipantulkan

oleh kaca, air, permukaan metal, dinding berwarna terang, dan benda-benda

berwarna terang lainnya (Anonim, 2004a).

Sinar UV bermanfaat untuk membantu perubahan provitamin D

(7-dehydrocholesterol) menjadi vitamin D, dimana vitamin D sangat bermanfaat bagi tubuh. Manfaat vitamin D antara lain untuk melancarkan aliran darah dengan cara

menghambat proliferasi sel otot polos, menghindari terjadinya arterosklerosis

(pengerasan pembuluh darah karena penumpukan kolesterol pada dinding

pembuluh darah) dengan cara mengurangi jumlah kolesterol yang terdapat dalam

pembuluh darah, serta juga menghindari kerusakan tulang dengan cara mengatur

pembentukan Ca (kalsium) melalui peningkatan penyerapan Ca di usus (Lucas,

McMichael, Smith, dan Armstrong, 2006). Akan tetapi, paparan sinar UV yang


(20)

berlebihan dapat mengakibatkan sunburn yang menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, penuaan dini (skin aging), bahkan kanker kulit (Badmaev, Prakash, dan Majeed, 2005 ; Jellinek, 1970). Sinar UV yang secara biologis paling

aktif menyebabkan eritema dan hiperpigmentasi adalah sinar UV yang panjang

gelombangnya berkisar antara 290 – 320 nm (UVB) (Jellinek, 1970 ; Lu, 1995).

Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan pada kulit untuk mengurangi timbulnya

kerusakan karena radiasi sinar UV.

Penggunaan sunscreen merupakan salah satu cara untuk mengurangi bahaya yang timbul pada kulit akibat radiasi sinar UV yang berlebihan. Sunscreen

adalah senyawa kimia yang mengabsorpsi dan atau memantulkan radiasi sehingga

melemahkan energi UV sebelum terpenetrasi ke dalam kulit. Biasanya sunscreen

merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat

aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).

Saat ini produk sunscreen yang beredar di pasaran masih banyak yang mengandung bahan aktif berupa senyawa sintetik, seperti PABA (p-amino benzoic acid) dan turunannya, benzophenone dan turunannya, octyl methoxycinnamate, dan octyl salicylate. Senyawa sintetik jika masuk ke dalam jaringan tubuh dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit yang sensitif. Selain itu, beberapa senyawa

sunscreen sintetik seperti PABA dan benzophenone telah diteliti dan dinyatakan bahwa senyawa tersebut berbahaya karena dapat meningkatkan kemungkinan

timbulnya kanker kulit. Mekanismenya yaitu PABA dan benzophenone serta turunannya akan teraktivasi oleh energi UV, yang kemudian akan memecah ikatan


(21)

rangkapnya dan menghasilkan dua radikal bebas yang baru. Sifatnya yang sangat

larut lemak memungkinkan senyawa ini untuk menembus kulit dan membran sel,

serta dapat masuk ke dalam inti sel dimana terdapat DNA. Radikal bebas ini

kemudian akan bereaksi dan berikatan dengan DNA sehingga meningkatkan

resiko kanker kulit (Anonim, 2006a).

Penggunaan bahan alam lebih menguntungkan daripada senyawa sintetik

karena sebagian besar bahan alam dapat memberikan toleransi yang baik pada

kulit dan tidak menimbulkan iritasi berat karena alergi pada kulit yang sensitif.

Penelitian ini akan menggunakan zat aktif yang berasal dari bahan alam, yaitu

ekstrak rimpang kunir putih yang diketahui mengandung kurkumin yang mampu

mengabsorpsi UVA dan UVB (Hutapea, 1993 ; Anonim, 2004b). Oleh karena itu,

kurkumin yang berasal dari bahan alam dapat digunakan sebagai alternatif dalam

pembuatan sunscreen (Muller, 1996).

Pada umumnya sunscreen diaplikasikan dengan cara dioleskan pada permukaan kulit. Bentuk sediaan sunscreen yang sudah beredar di pasaran saat ini berupa krim dan lotion. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air (Anief, 2003). Minyak yang

terkandung dalam krim akan menimbulkan rasa tidak nyaman saat pemakaian dan

akan menjadi masalah pada orang dengan produksi kelenjar sebasea yang

berlebihan karena dapat merangsang timbulnya jerawat. Lotion adalah sediaan dengan viskositas yang lebih encer. Saat diaplikasikan, lotion lebih cepat mengering sehingga tidak dapat bertahan lama pada kulit dan efek


(22)

perlindungannya cepat berkurang. Oleh karena itu, perlu dikembangkan bentuk

sediaan lain yang lebih baik dan nyaman saat digunakan.

Sediaan sunscreen dengan bentuk sediaan gel akan dibuat dalam penelitian ini, dimana gel sunscreen belum banyak beredar di pasaran. Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sempurna untuk cara pemberian yang

beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda (Allen Jr.,

2002). Gel yang dibuat adalah hidrogel. Pemilihan bentuk sediaan ini didasarkan

pada penggunaan gel sunscreen di daerah tropis, seperti Indonesia, dimana hidrogel memberikan rasa nyaman (tidak terasa panas di kulit) saat digunakan

karena tidak menutup pori kulit dan kompatibilitasnya relatif baik dengan jaringan

biologis (Zatz dan Kushla, 1996). Selain itu, sediaan sunscreen dibuat dalam bentuk gel bertujuan agar zat aktif yang berperan sebagai penyerap UV tetap

berada di dalam gel (permukaan kulit) dan tidak dapat masuk ke dalam lapisan

kulit, dengan demikian zat aktif dapat tetap bekerja optimum dalam menyerap UV

(menahan UV agar tidak menembus dan masuk ke dalam kulit). Hidrogel cocok

sebagai salep tidak berlemak untuk kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang

berlebihan. Setelah kering, hidrogel akan meninggalkan suatu lapisan tipis

transparan elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat pori kulit, tidak

mempengaruhi respirasi kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).

Penelitian ini menggunakan Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant dalam formula gel sunscreen. Jumlah gelling agent

dan humectant yang digunakan perlu dioptimasi untuk mendapatkan formula gel


(23)

agent dan humectant dengan berbagai tingkat konsentrasi untuk mendapatkan sediaan sunscreen yang mampu mempertahankan efektifitas pemakaian dalam jangka waktu yang cukup lama. Sediaan sunscreen membutuhkan bahan tambahan humectant untuk mencegah timbulnya garis atau kerutan, kulit kering, dan efek jangka panjang lainnya karena paparan UV dari sinar matahari (Johnson,

2002). Sunscreen yang dihasilkan diharapkan memenuhi parameter kualitas sifat fisik sediaan gel yang meliputi daya sebar, viskositas, stabilitas fisik, maupun

efektivitas dan keamanannya sebagai sunscreen.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada range panjang gelombang UVA – UVB (290 – 400 nm)?

2. Apakah ditemukan area komposisi optimum yang diprediksi sebagai formula

optimum gel serta efek yang dominan dari gelling agent, humectant, dan interaksinya?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant

belum pernah dilakukan.

Penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan bahan alam sebagai

sunscreen adalah : Cross-regulin Composition of Turmeric-derived Tetrahydrocurcuminoids for Skin Lightening and Protection Against UVB Rays


(24)

(Badmaev, 2003), dimana penelitian ini menyatakan bahwa aktivitas kurkuminoid

dan THC (tetrahydrocurcuminoid) memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas enzim tyrosinase, melindungi kulit terhadap radiasi UVB serta terhadap iritasi kimia, fisika dan biologi (Badmaev, 2003).

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan bentuk sediaan sunscreen yang berasal dari bahan alam.

2. Manfaat Praktis

Mengetahui efek dominan dari gelling agent dan humectant dalam menentukan sifat fisik gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui serapan ekstrak rimpang kunir putih pada range panjang gelombang UVA – UVB (290 – 400 nm).

2. Mendapatkan formula optimum sediaan sunscreen dalam bentuk sediaan gel dengan bahan aktif yang berasal dari bahan alam, yaitu ekstrak rimpang kunir

putih (Curcuma mangga Val.).

a. Mengetahui yang lebih dominan antara Carbopol®, sorbitol, atau interaksi

keduanya sebagai gelling agent dan humectant dalam menentukan sifat fisik gel sunscreen kunir putih.


(25)

b. Mengetahui area komposisi optimum Carbopol® – sorbitol dari contour plot superimposed sifat fisik gel sunscreen yang diprediksi sebagai formula optimum gel.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kunir Putih 1. Sistematika

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledone Ordo : Zingiberales Familia : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma mangga Val.

(Hutapea, 1993)

2. Morfologi

Kunir putih berupa semak dengan tinggi 1 – 2 m. Berbatang semu, tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk rimpang. Daun tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, panjang ± 1 m, lebar 10 – 20 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga majemuk di ketiak daun, bentuk tabung, ujung terbelah, benang sari berwarna putih menempel pada mahkota, putik silindris, kepala putik bulat berwarna kuning, mahkota lonjong berwarna putih. Buah berbentuk


(27)

bulat berwarna hijau kekuningan. Biji berbentuk bulat berwarna coklat. Berakar serabut berwarna putih (Hutapea, 1993).

Umbi berbentuk seperti umbi jahe, berwarna kuning muda (krem), dalam keadaan segar baunya seperti buah mangga kweni, bila telah diekstrak atau dijadikan bubuk warnanya tetap kuning muda (krem) (Anonim, 2003).

3. Kandungan kimia

Rimpang kunir putih mengandung saponin, flavonoida (Hutapea, 1993), alkaloid, steroid, terpen dan minyak atsiri, juga mengandung senyawa aktif seskuiterpenalkohol yang terdiri dari zederon, zedoaron, furanodien, curzeron, currenon, furanodienon, isofuranodienon, curdion, curcumenol, procurcumenol, curcumol, curcumadiol, dehydrocurdion, dan curcumin (Anonim, 2004b).

4. Kegunaan

Rimpang kunir putih digunakan untuk mengobati demam, sebagai antipiretik, dan bersifat sebagai penenang. Rimpang ini juga dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan, memperbaiki pencernaan, peluruh angin atau kembung, penguat lambung, obat penyakit kulit, luka memar, keseleo, peluruh kencing, penawar racun, bronkhitis (Sayekti dan Ernita, 1994 ; Muhlizah, 1999). Selain itu, rimpang kunir putih juga berkhasiat sebagai anti kanker, penurun kadar kolesterol darah, asam urat, dan pencegahan osteoporosis (Anonim, 2003).


(28)

B. Kurkumin

HO O

OH O

O O

Gambar 1. Struktur kurkumin (Heinrich, Barnes, Gibbons, dan Williamson, 2004)

Kurkumin adalah komponen warna kuning dari turmeric. Strukturnya yang rigid dan planar (adanya sistem konjugasi) membuat afinitas kurkumin terhadap lipid bilayer menjadi besar, dan juga bertanggung jawab terhadap warna kuning yang ada (Nakayama, 1997).

Kurkumin dapat mengabsorpsi sinar UV yang diantaranya memiliki panjang gelombang antara 290 – 320 nm (UVB) karena adanya sistem terkonjugasi dan gugus auksokrom. Selain itu, kurkumin juga dapat menghambat aktivitas enzim tyrosinase, yaitu enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen kulit dan melanogenesis (Badmaev et al., 2005).

Kurkumin melindungi keratinosit dari kerusakan yang disebabkan oleh xantin oksidase dan dapat digunakan sebagai antioksidan pada sediaan topikal (Anonim, 2000a). Kurkumin mempunyai aktivitas sebagai antisiklooksigenase, antioedema, antilipooksigenase, antioksidan, dan antilipidperoksidasi, sehingga dapat digunakan sebagai obat anti radang (antinflamasi), antihepatotoksik (lever), ambien (wasir), anti alergi, asma, menghambat proses penuaan, dan juga sebagai anti kanker (Anonim, 2004b).


(29)

C. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter, atau cairan etanol-air (Anonim, 1979). Penyarian simplisia dengan etanol-air dapat dilakukan dengan infundasi, dekok, atau destilasi, sedangkan penyarian simplisia dengan pelarut organik dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi, dan sokhletasi (Silva, Lee, dan Kinghorn, 1998).

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit, sedangkan kerugian etanol adalah harganya yang mahal. Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil (Anonim, 1986).

Ekstrak rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil perkolasi rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 70%.

D. Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989).


(30)

Gel digolongkan berdasarkan 2 sistem klasifikasi. Sistem klasifikasi pertama membagi gel menjadi inorganik dan organik. Inorganik gel pada umumnya berupa sistem 2 fase, sedangkan organik gel berupa sistem 1 fase. Klasifikasi yang kedua membagi gel menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel mengandung bahan-bahan yang terdispersi sebagai koloid atau larut dalam air (Allen Jr., 2002), sedangkan organogel mengandung pelarut non aqueous sebagai fase kontinyu (Zatz, Berry, dan Alderman, 1996).

Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sempurna untuk cara pemberian yang beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda (Allen Jr., 2002). Gel dengan tujuan penggunaan topikal tidak boleh kasar (less greasy) (Zatz et al., 1996).

Hidrogel adalah sistem dimana air tidak bisa bergerak (immobilized) oleh adanya polimer tidak larut. Salah satu alasan disukainya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat dikarenakan kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologi. Polimer yang digunakan dalam hidrogel terhidrolisis lambat dan secara bertahap melepaskan obat bebas. Banyak polimer untuk tujuan ini telah disintesis (Zatz dan Kushla, 1996).

Hidrogel cocok sebagai salep tidak berlemak untuk kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang berlebihan. Setelah kering, hidrogel akan meninggalkan suatu lapisan tipis transparan elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat pori kulit, tidak mempengaruhi respirasi kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).


(31)

E. Gelling Agent H2

C HC

COOH n

Gambar 2. Struktur umum carbomer (Anonim, 2001)

Carbopol® (carbomer) adalah polimer sintetik asam akrilat yang memiliki berat molekul besar, berupa serbuk putih dan halus, memiliki bau yang khas, mudah terion, sedikit asam, higroskopis, terdispersi dalam air (menghasilkan pH 2,8 – 3,2) tetapi tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut (Anonim, 2001; Zatz dan Kushla, 1996). Carbopol® 940 memiliki sifat pengental yang baik pada konsentrasi tinggi serta menghasilkan gel yang jernih, sangat cocok digunakan pada kosmetik dan sediaan topikal (Anonim, 2006b).

Larutan carbomer memiliki sifat alir pseudoplastic, yaitu viskositas menurun seiring dengan kecepatan pencampuran yang meningkat (Zatz dan Kushla, 1996). Carbomer akan menghasilkan gel yang jernih dan stabil pada pH netral. Pada larutan asam (pH 3,5 – 4), carbomer membentuk sistem dispersi dengan viskositas rendah sampai sedang. Antara pH 5 – 10, polimer akan mencapai viskositas yang optimal saat membentuk gel. Pada pH di atas 10, struktur gel rusak dan viskositas menurun. Dispersi carbomer akan meningkat viskositasnya seiring dengan peningkatan konsentrasi polimer. Gel carbomer akan mengalami degradasi oksidatif jika terpapar cahaya matahari dan terkatalisis oleh logam. Penyerap UV ditambahkan ke dalam gel carbomer untuk mencegah oksidasi yang dapat mengakibatkan penurunan viskositas dan stabilitas gel (Anonim, 2001).


(32)

Carbomer digunakan sebagai pengental, suspending dan dispersing agent, stabilizer, dan emulsifier. Carbomer sebagai gelling agent akan membentuk sistem tiga dimensi, dimana medium pendispersi akan tertahan di dalam matriks gel. Carbomer biasa digunakan dalam kosmetik pada pH 6 sampai 9 dengan konsentasi di bawah 1%. Carbomer tidak diabsorpsi oleh jaringan tubuh karena memiliki berat molekul yang besar. Uji klinis menunjukkan bahwa carbomer memiliki potensial iritasi dan sensitisasi kulit yang rendah sampai pada konsentrasi 100%. Hal ini membuktikan bahwa carbomer aman digunakan sebagai bahan kosmetik (Anonim, 2001; Anonim, 2006b)

F. Humectant

Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001). Humectant merupakan senyawa higroskopis yang umumnya larut dalam air. Humectant tidak menutup kulit dan mudah hilang jika tercuci. Gliserol, propilen glikol, dan sorbitol biasa digunakan sebagai humectant dalam sediaan untuk mencegah penguapan dan pembentukan lapisan kering pada permukaan produk (Zocchi, 2001). Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit (Rawlings, Harding, Watkinson, Chandar, dan Scott, 2002).


(33)

Gambar 3. Struktur sorbitol (Anonim, 1979)

Sorbitol merupakan serbuk, granul, atau serpihan berwarna putih, bersifat higroskopik, berasa manis, biasanya meleleh pada suhu sekitar 96ºC. Satu gram sorbitol larut dalam 0,45 mL air, sedikit larut dalam alkohol, metanol, atau asam asetat (Anonim, 2000b). Sorbitol sangat tidak larut dalam pelarut organik. Sorbitol bersifat inert dan dapat bercampur dengan bahan tambahan lainnya (Loden, 2001). Larutan sorbitol berupa cairan seperti sirup yang tidak berwarna, jernih, berasa manis, tidak memiliki bau yang khas, dan bersifat netral. Larutan sorbitol tidak untuk diinjeksikan (Anonim, 2000b).

Sorbitol sifatnya tidak iritatif pada kulit, dan tidak toksik jika digunakan peroral sampai dosis 9 gram/hari. Pada umumnya sorbitol digunakan sebagai pemanis (Loden, 2001). Saat ini sorbitol sering digunakan dalam kosmetik modern sebagai humectant dan bahan pembengkak (thickener) karena sifatnya yang higroskopis (Anonim, 2005b). Sorbitol, di bawah kondisi 25ºC dengan kelembaban relatif 50%, memiliki higroskopisitas sebesar 1 mg H2O / 100 mg dan kapasitas menahan air sebesar 21 mg H2O / 100 mg (Rawlings et al., 2002).

G. Sinar UV dan Sunscreen

Sinar matahari terdiri dari tiga kategori yang dikelompokkan berdasarkan panjang gelombangnya, yaitu UV, sinar tampak, dan infra merah. UV dekat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu UVA (320 – 400 nm), UVB (290 – 320 nm),


(34)

dan UVC (200 – 290 nm). Sinar UVC umumnya tidak mencapai permukaan bumi karena memiliki panjang gelombang yang paling pendek sehingga terserap seluruhnya di lapisan ozon. Sinar UVB memiliki panjang gelombang yang lebih panjang daripada UVC sehingga masih dapat melewati lapisan ozon sekitar 10%. Apabila lapisan ozon menipis, sinar UVB yang dapat melewati lapisan ozon akan semakin banyak sehingga UVB yang mencapai permukaan bumi akan meningkat jumlahnya. Sinar UVA memiliki panjang gelombang yang paling panjang diantara sinar UV dekat lainnya sehingga sinar ini hampir seluruhnya dapat melewati lapisan ozon. Dengan demikian sinar UV yang paling banyak mencapai permukaan bumi adalah sinar UVA. (Anonim, 2005a ; Lucas et al., 2006).

Sinar UVB dapat memberikan efek positif dengan menginduksi produksi vitamin D di kulit. Sepuluh dari seribu kematian di US setiap tahunnya disebabkan oleh kanker akibat kekurangan UVB (kekurangan vitamin D). Kekurangan vitamin D juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dapat mengakibatkan sakit pada tulang, sulit menahan berat badan, dan terkadang patah tulang (Anonim, 2007a). Namun demikian, UVB merupakan sinar UV yang paling bertanggung jawab mengakibatkan sunburn di kulit. Sinar ini hanya mampu menembus kulit sampai pada lapisan epidermis, dimana pada lapisan ini terdapat keratinosit (sel kulit), sel basal, dan sel melanosit. Sel melanosit mensintesis enzim tirosinase dan pigmen melanin yang kemudian dipindahkan ke keratinosit dan menimbulkan warna di kulit. UVB akan merangsang sel melanosit untuk membentuk melanin lebih banyak, akibatnya kulit akan menjadi lebih gelap yang sering disebut terbakar, atau jika ukurannya sangat kecil biasa disebut titik


(35)

atau flek hitam (Anonim, 2005a). Selain itu, radiasi UVB akan menginduksi pembentukan radikal bebas, dimana jika tubuh sudah tidak mampu menahan radikal bebas yang jumlahnya sangat berlebih maka radikal bebas tersebut akan bereaksi dengan molekul yang ada di dekatnya sehingga akan merusak molekul dan struktur sel. Perusakan ini akan mendorong timbulnya kanker kulit seperti melanoma (Anonim, 2006c).

Sinar UV yang memiliki panjang gelombang paling tinggi adalah UVA. Sinar ini dapat menembus kulit sampai ke lapisan dermis, dimana pada lapisan ini terdapat kolagen, elastin, pembuluh darah, dan ujung saraf. Lapisan ini memberikan perlindungan bagi kulit. Paparan UVA dalam jangka panjang dapat merusak dan menyusutkan kolagen dan elastin, dengan demikian lapisan terluar (epidermis) akan mengkerut atau tidak terikat lagi dengan jaringan tubuh (Anonim, 2005a).

Radiasi UV berlebih yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan efek negatif seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Efek negatif lainnya adalah pengaruh radiasi UV terhadap sistem imun dan radikal bebas dalam tubuh. Efek lokal radiasi UV adalah menghentikan respon sel imun terhadap sel abnormal yang dapat mengakibatkan terbentuknya kanker kulit, sedangkan efek sistemiknya adalah menekan respon imun dari sel Thelper (Th)-1 yang dapat mengakibatkan timbulnya autoimmune disorder (gangguan autoimun), dimana tubuh mengenali sel-sel di dalamnya sebagai sel asing (Lucas et al., 2006).

Salah satu cara untuk melindungi kulit dari efek berbahaya sinar UV adalah menggunakan sunscreen setiap hari. Sunscreen adalah senyawa kimia yang


(36)

mengabsorpsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit. Biasanya sunscreen merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).

Sunscreen bekerja dengan 2 cara:

1.Memantulkan sinar (light scattering). Mekanisme tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan kecil kristal dari beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis yang kusam/buram pada permukaan kulit.

2.Mengabsorpsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu senyawa. Radiasi yang diabsorpsi kemudian dikeluarkan kembali sebagai panas oleh getaran deeksitasi pada keadaan eksitasi (Calder, 2005).

Tingkat perlindungan (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF (Sun Protection Factors). SPF dapat mengindikasikan lamanya seseorang yang menggunakan sunscreen dapat bertahan di bawah sinar matahari tanpa menimbulkan eritema sebagai salah satu akibat dari sunburn (Anonim, 2007b).

Uji nilai SPF menggunakan metode in vivo adalah membandingkan MED (Minimal Erythema Dose) antara seseorang yang menggunakan sunscreen dengan yang tidak (Walters, Keeney, Wigal, Johnston, dan Cornelius, 1997). MED adalah kuantitas energi yang efektif menimbulkan eritema (Joules/m2) yang dibutuhkan untuk menghasilkan penampakan pertama, reaksi kemerahan dengan batas yang jelas (Anonim, 1999).


(37)

SPF =

skin protected

-non in

skin protected in

MED MED

(Anonim, 1999) Metode in vitro untuk mencari nilai SPF merupakan hubungan antara SPF dan absorbansi yang ditunjukkan pada persamaan berikut :

A = – log10 SPF

1

= log10 SPF

(Walters et al., 1997) Produk sunscreen yang telah beredar di pasaran saat ini mengandung sunscreen agent antara lain PABA (para amino benzoic acid) yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 260 – 313 nm, oxybenzone yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 270 – 350 nm, octyl methoxycinnamate yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 280 – 310 nm, dan octyl salicylate yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 260 – 310 nm (Anonim, 2007c).

H. Spektrofotometri UV–Vis

Spektrofotometri UV–Vis adalah tehnik analisis fisika-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul yang memakai sumber radiasi elektromagnetik (REM) UV dekat (200 – 400 nm) dan sinar tampak (400 – 750 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet jauh (100 – 200 nm) tidak dipakai sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara (atmosfer) (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja dan Suharman, 1995).

Absorpsi cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi (peningkatan) elektron-elektron dari orbital keadaan


(38)

dasar (ground state) yang berenergi rendah ke orbital keadaan eksitasi yang berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap selanjutnya terbuang sebagai kalor, sebagai cahaya, atau tersalurkan dalam reaksi kimia (misalnya isomerisasi atau reaksi-reaksi radikal bebas) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Panjang gelombang dimana terjadinya eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi yang maksimum disebut sebagai panjang gelombang maksimum (λ maks) (Mulja dan Suharman, 1995).

Keadaan dasar suatu molekul organik mengandung elektron-elektron valensi dalam tiga tipe utama orbital molekul, yaitu orbital sigma (σ), orbital pi (π), dan orbital terisi tapi tak terikat (n). Transisi-transisi elektron mencakup promosi sutau elektron dari salah satu keadaan dasar (σ, π, atau n) ke salah satu keadaan eksitasi (σ* atau π*). Transisi elektron σ ke σ* memberikan energi yang terbesar dan terjadi pada daerah UV jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal. Transisi elektron π ke π* diberikan oleh ikatan rangkap dua atau tiga yang dapat terjadi pada daerah UV jauh (untuk ikatan rangkap menyendiri) dan UV dekat (untuk senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi). Transisi elektron n ke σ* atau n ke π* dapat terjadi pada senyawa yang memiliki gugus dengan satu atau lebih elektron bebas. Transisi elektron n ke π* membutuhkan energi yang lebih kecil daripada transisi elektron yang lain (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja dan Suharman, 1995 ; Silverstein, Bassler, dan Morril, 1991).

Sebelum dikembangkan teori transisi elektron, orang telah mengetahui bahwa beberapa tipe struktur organik menimbulkan warna, sedangkan tipe yang lain tidak. Struktur parsial yang perlu untuk warna (gugus tak jenuh yang dapat


(39)

menjalani transisi elektron π ke π* dan n ke π*) disebut kromofor, yang dalam bahasa Yunani berarti bertanggung jawab menimbulkan warna, contohnya C≡C,

C=C, C=O, N=N, dan N=O2. Disamping itu, pada senyawa organik dikenal juga gugus fungsionil yang mempunyai elektron bebas yang dapat mengintensifkan warna, dikenal sebagai gugus auksokrom, yang dalam bahasa Yunani berarti meningkatkan. Gugus auksokrom tidak dapat menjalani transisi elektron π ke π*, tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Gugus ini akan meningkatkan panjang gelombang dan intensitas absorpsi, contohnya ―OH, ―OR, ―NH2, ―NHR ―NR2, dan ―X (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja dan Suharman, 1995 ; Silverstein et al., 1991).

Analisis dengan spektrofotometri UV–Vis selalu melibatkan pembacaan absorbansi REM oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorbansi (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (T%). Lambert dan Beer membuat formula secara matematik hubungan antara transmitan atau absorbansi terhadap intensitas radiasi sebagai berikut :

T 1 log A

I I T

o t

= =

Dimana T adalah persen transmitan, Io adalah intensitas radiasi yang datang, It adalah intensitas radiasi yang diteruskan, dan A adalah absorbansi. Pembacaan A (0,2 – 0,8) atau %T (15% - 65%) akan memberikan persentase kesalahan analisis yang dapat diterima (0,5 – 1%) (Mulja dan Suharman, 1995).


(40)

Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Sampel yang berupa larutan perlu memperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang digunakan, yaitu pelarut yang tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya, tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis, dan memiliki kemurnian atau derajat yang tinggi untuk dianalisis (Mulja dan Suharman, 1995).

I. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental kuno yang dilakukan dengan meneliti efek dari suatu variabel eksperimental dengan menjaga variabel lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan. Signifikan ini berarti adanya perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada respon (Bolton, 1990).

Desain faktorial ini mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti meliputi level rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi


(41)

rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1990).

Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor (misal sifat alir dan viskositas) yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon. Desain faktorial dalam suatu percobaan dengan dua faktor memberikan pertanyaan sebagai berikut :

a.Apakah faktor A memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ? b.Apakah faktor B memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ?

c.Apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon? (Bolton, 1990).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan dua level desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :

Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b12(A)(B) ... (1) Keterangan :

Y = respon hasil yang diamati

A, B = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimum sampai maksimum

b0 = rata-rata dari semua percobaan


(42)

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor), yaitu (1) A dan B masing-masing pada level rendah, (a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, serta (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1990).

Tabel I. Desain faktorial dengan dua level dan dua faktor Formula Faktor A Faktor B Interaksi

(1) – – + a + – – b – + – ab + + + Keterangan :

– = level rendah + = level tinggi

Formula (1) = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang optimum (Bolton, 1990).

Besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek sebagai berikut :

{

} {

}

2 b -ab (1) -a A faktor

Efek = +

{

} {

}

2 a -ab (1) -b B faktor


(43)

{

} {

}

2

a -(1) b

-ab interaksi

Efek = +

(Bolton, 1990)

J. Iritasi Primer

Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali kuat, asam kuat, pelarut, dan deterjen. Beratnya bermacam-macam, dari hiperaemia (kelebihan zat kimia dalam darah), edema, dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan umumnya pada sentuhan pertama (Lu, 1995).

Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat yang mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama berhubungan. Organ tubuh yang terlibat terutama mata, hidung, tenggorokan, trakea, bronkus, epitel, alveolus, esophagus, dan kulit (Ariens, Simons, dan Mutschler, 1985).

K. Landasan Teori

Radiasi sinar UV yang masuk sampai ke permukaan bumi (UVA dan UVB) dapat menimbulkan kerusakan yang berbahaya bagi tubuh. Salah satu langkah untuk mengurangi kerusakan ini adalah dengan menggunakan sunscreen. Sunscreen bekerja dengan mengabsorpsi atau memantulkan sinar UV. Produk sunscreen yang beredar di pasaran saat ini masih banyak yang mengandung senyawa sintetik. Penelitian ini menggunakan zat aktif dari bahan alam, yang


(44)

diharapkan dapat mengurangi efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh senyawa sintetik. Bahan alam yang digunakan adalah rimpang kunir putih yang diketahui mengandung kurkumin yang dapat mengabsorpsi sinar UVA dan UVB.

Produk sunscreen yang baik seharusnya mudah dan praktis, nyaman, aman, dan efektif saat digunakan. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk sediaan yang memenuhi persyaratan mutu. Penelitian ini membuat sediaan sunscreen dalam bentuk gel berbasis senyawa hidrofilik. Sediaan gel memiliki konsistensi yang lembut, tidak terlalu berminyak, memberikan rasa dingin yang timbul karena terjadinya evaporasi etanol dan air, serta dapat membentuk lapisan tipis di permukaan kulit dengan daya lekat tinggi sehingga efek perlindungannya lebih stabil.

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan ekstrak rimpang kunir putih yang menggunakan Carbopol® sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant, dimana Carbopol® dan sorbitol dikombinasi untuk mendapatkan sediaan gel dengan sifat fisik yang baik. Gelling agent dan humectant merupakan bahan yang memegang peranan penting dalam sediaan gel sunscreen karena Carbopol® sebagai gelling agent membentuk matriks tiga dimensi yang akan menghasilkan gel dan sorbitol sebagai humectant yang bersifat higroskopis akan menahan air pada sediaan gel untuk mengurangi penguapan, selain itu penambahan humectant dalam sediaan sunscreen bertujuan untuk mencegah timbulnya garis atau kerutan pada kulit, kulit kering, dan efek jangka panjang lainnya karena paparan radiasi UV dari sinar matahari. Sifat fisik dan stabilitas formula dilihat dari formula yang memiliki viskositas tertentu, yaitu


(45)

memiliki konsistensi padat pada penyimpanan dan memiliki konsistensi cair sesaat setelah diaplikasikan pada kulit, serta memiliki daya sebar yang baik, dalam arti tanpa tekanan besar mampu menyebar secara merata sehingga menjamin pemerataan dosis (efektif). Nilai SPF didapatkan melalui pengukuran serapan ekstrak rimpang kunir putih menggunakan spektrofotometer UV dan untuk membuktikan keamanan pemakaian gel dilakukan uji iritasi primer dengan hewan uji kelinci albino.

L. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, diduga terdapat efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik, dan stabilitas gel, serta komposisi yang optimum antara Carbopol® sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memenuhi syarat mutu, yaitu aman (safe), manjur (effective), dan dapat diterima masyarakat (acceptable).

B. Variabel dalam Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi level gelling agent dan humectant, yaitu Carbopol® 940 dan sorbitol, masing-masing dengan level rendah dan tinggi.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama satu bulan).

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama, cahaya, dan wadah penyimpanan.

4. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu penyimpanan, suhu ruangan, dan kelembaban ruangan.


(47)

C. Definisi Operasional

a. Ekstrak rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil perkolasi rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 70% v/v. Hasil perkolasi ini diasumsikan sebagai ekstrak rimpang kunir putih dengan konsentrasi 100%. b. SPF ekstrak rimpang kunir putih adalah kemampuan ekstrak sebagai zat aktif

sunscreen untuk melindungi kulit dari paparan radiasi sinar UVB yang diukur berdasarkan serapannya pada panjang gelombang 300 nm dengan menggunakan Spectrophotometer UV.

c. Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang membentuk matriks tiga dimensi. Penelitian ini menggunakan Carbopol® 940 sebagai gelling agent. d. Humectant adalah bahan dalam kosmetik yang dimaksudkan untuk

meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar dengan cara mengambil lembab dari lingkungan. Penelitian ini menggunakan sorbitol sebagai humectant.

e. Sifat fisik gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas fisik gel, meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas untuk melihat stabilitas gel selama penyimpanan satu bulan.

f. Faktor adalah variabel bebas dalam penelitian, yaitu gelling agent (Carbopol® 3% b/v) dan humectant (sorbitol) yang digunakan.

g. Level merupakan nilai untuk faktor, yaitu level tinggi dan level rendah. Dalam penelitian ini, level tinggi Carbopol® adalah 38,33 g, level rendah Carbopol® adalah 28,33 g, level tinggi sorbitol adalah 20 g, dan level rendah sorbitol adalah 10 g.


(48)

h. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.

i. Contour plot menunjukkan profil dari respon sifat fisik gel yang diperoleh melalui persamaan desain faktorial.

j. Contour plot superimposed adalah penggabungan profil respon sifat fisik gel yang optimal dari contour plot masing-masing respon berdasarkan standar yang digunakan.

k. Komposisi optimum adalah area komposisi gelling agent dan humectant yang menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas 250 sampai 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.

l. Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia yang terjadi di tempat kontak dan umumnya pada sentuhan pertama.

D. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.), etanol (kualitas p.a.), etanol (kualitas teknis), sorbitol (kualitas farmasetis), Carbopol® 940 (kualitas farmasetis), aquadest, standar kurkuminoid E. Merck®, triethanolamine (TEA).

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas (PYREX-GERMANY), pipet mikro, mesin penyerbuk, ayakan, perkolator, mixer dengan kecepatan 700 rpm, Viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), Spectrophotometer UV–Vis GenesysTM 6 (THERMOSPECTRONIC-USA), oven (Laboratorium Farmakognosi Fitokimia USD), lemari pendingin (Refrigerator Toshiba).


(49)

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih

Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Kulonprogo. Rimpang dicuci dengan air mengalir kemudian dilakukan sortasi basah. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis (± 3 mm). Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 30 – 40ºC sampai rimpang kering, ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering.

2. Pembuatan serbuk rimpang kunir putih

Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk kemudian diayak dengan derajat kehalusan (20/30) (Anonim, 1986).

3. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih

Ekstrak rimpang kunir putih diperoleh dengan proses perkolasi serbuk rimpang kunir putih dengan cairan penyari berupa campuran etanol dan air dengan perbandingan 70 : 30 (etanol 70% v/v). Serbuk rimpang kunir putih sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam bejana dan dibasahi dengan cairan penyari sebanyak 1,5 L (sampai semua serbuk terendam), dimaserasi selama 24 jam. Serbuk yang telah dibasahi tersebut lalu dimasukkan ke dalam sebuah perkolator, kemudian ditambahkan sejumlah cairan penyari sehingga cairan penyari mulai menetes dan serbuk masih ditutupi dengan suatu lapisan cairan penyari. Cairan penyari dibiarkan menetes dan ditambahkan terus-menerus sampai diperoleh hasil perkolat tidak berwarna. Perkolasi 1 kg serbuk rimpang kunir putih membutuhkan pelarut etanol sekitar 7 L.


(50)

4. Penetapan konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih dengan nilai SPF 30 a. Scanning serapan pada panjang gelombang UV

Ekstrak rimpang kunir putih diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Dari range tersebut, diamati panjang gelombang yang memberikan serapan.

b. Pengukuran konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih

Berbagai konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih diukur absorbansinya pada panjang gelombang 300 nm. Absorbansi yang didapat kemudian dihitung sebagai nilai SPF. Konsentrasi yang mendekati nilai SPF 30 adalah konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk percobaan selanjutnya. Rumus konversi absorbansi menjadi nilai SPF :

T 1

SPF= (Stanfield, 2003)

T log I

I log A

0

− = −

= (Walters et al., 1997)

SPF 1 log A=−

A = log SPF SPF = 10A c. Pembuatan larutan baku kurkumin

Standar kurkumin E. Merck® dilarutkan dalam etanol p.a. sebagai larutan stok. Dibuat seri pengenceran menggunakan etanol p.a. dari larutan stok hingga diperoleh konsentrasi 4,0966 mg%, 5,1208 mg%, 6,1449 mg%,


(51)

7,1691 mg%, 8,7054 mg%, dan 9,2174 dan mg%. Larutan baku tersebut diukur serapannya pada λ 300 nm dengan spektrofotometer. Pembuatan seri larutan baku dan pengukuran serapan tersebut setiap konsentrasi diulangi sebanyak 3 kali, kemudian dibuat persamaan garis regresi linear kurva bakunya.

5. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % a. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum

Larutan baku kurkumin diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV– Vis pada panjang gelombang 200 – 700 nm. Panjang gelombang maksimum ditandai dengan nilai serapan yang paling besar.

b. Pembuatan larutan baku kurkumin

Standar kurkumin E. Merck® dilarutkan dalam etanol p.a. sebagai larutan stok. Dibuat seri pengenceran menggunakan etanol p.a. dari larutan stok hingga diperoleh konsentrasi 0,1792 mg%, 0,2560 mg%, 0,3328 mg%, 0,4097 mg%, dan 0,4865 mg%. Larutan baku tersebut diukur serapannya pada λ maks dengan spektrofotometer. Pembuatan seri larutan baku dan pengukuran serapan tersebut setiap konsentrasi diulangi sebanyak 3 kali, kemudian dibuat persamaan garis regresi linear kurva bakunya.

c. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak

Ekstrak rimpang kunir putih diambil 10 mL lalu diencerkan dengan etanol p.a. sampai 100 mL (konsentrasi ekstrak 10 % v/v), kemudian larutan tersebut diambil 5 mL lalu diencerkan dengan etanol p.a. sampai 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 5 % v/v. Ekstrak tersebut kemudian


(52)

diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer. Pembuatan ekstrak dan pengukuran serapan diulangi sebanyak 4 kali. Serapan yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis regresi linear kurva baku dan dikalikan dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh kadar kurkumin dalam ekstrak 10 % v/v. 6. Optimasi proses pembuatan gel

a. Formula

i. Formula gel sunscreen menurut A Formulary of Cosmetic Preparation (Ash dan Michael, 1977)

Ethanol (SD-40) 48,0

Carbopol® 940 1,0

Escalol 106 (Glyceryl-p-amino benzoate) 3,0

Monoisopropilamine 0,09

Aquadest 47,91 Parfum 9,5 ii. Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula dengan

berbagai konsentrasi gelling agent :

Carbopol® 940 (3 % b/v) 28,33 – 38,33 gram

Sorbitol 10 – 20 gram

Ekstrak rimpang kunir putih 10 gram

Aquadest 40 gram


(53)

Tabel II. Formula desain faktorial Formula Carbopol® 3 % (g) Sorbitol (g)

1 28,33 10

a 38,33 10

b 28,33 20

ab 38,33 20

b. Pembuatan gel

Ekstrak rimpang kunir putih dan sorbitol dicampur secara manual dengan pengadukan tanpa pemanasan sampai homogen (campuran 1). Carbopol® dan aquadest juga dicampur secara manual dengan pengadukan tanpa pemanasan sampai homogen (campuran 2). Campuran (1) dimasukkan ke dalam campuran (2) kemudian dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 10 menit. Setelah campuran homogen, tambahkan TEA sedikit demi sedikit sambil tetap dicampur mengunakan mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 5 menit.

7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih a. Uji daya sebar

Uji daya sebar sediaan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara : gel ditimbang seberat 1,0 gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya (Garg, Aggarwal, dan Singla, 2002). b. Uji viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04 dengan cara : gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable


(54)

viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah gel selesai dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan untuk uji stabilitas. 8. Uji iritasi primer

0,5 g gel diletakkan di bawah kasa berukuran 1 inci persegi yang ditempatkan di atas bagian kulit yang telah dicukur. Kasa diikatkan dengan cermat pada hewan selama 24 jam. Pada akhir periode, kasa diambil dan reaksi kulit diberi angka sesuai dengan tingkat (1) eritema dan (2) pembentukan edema. Reaksi kulit dibaca lagi setelah 48 jam dan 72 jam (Lu, 1995).

Tabel III. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)

Jenis Iritasi Skor

Tanpa eritema 0

Eritema hampir tidak tampak 1

Eritema berbatas jelas 2

Eritema moderat sampai berat 3

Eritema

Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak 4

Tanpa edema 0

Edema hampir tidak tampak 1

Edema tepi berbatas jelas 2

Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3

Edema

Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pejanan)

4

Tabel IV. Kriteria iritasi (Lu, 1995)

Indeks Iritasi Kriteria Iritasi Senyawa Kimia < 2 Kurang merangsang

2-5 Iritan Moderat


(55)

F. Analisis Data dan Optimasi

Data yang terkumpul dari uji sifat fisik dianalisis dengan analisis statistik Anova menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode desain faktorial untuk melihat besarnya efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel. Selanjutnya dibuat contour plot dengan menggunakan persamaan desain faktorial dari masing-masing sifat fisik, kemudian contour plot tersebut digabungkan menjadi contour plot superimposed untuk mencari area komposisi optimum gelling agent dan humectant serta prediksi formula optimum gel sunscreen pada komposisi gelling agent dan humectant yang diteliti.


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga Val.)

Tahap awal pembuatan ekstrak rimpang kunir putih adalah pengumpulan bahan baku rimpang kunir putih yang diperoleh dari Wates, Kulonprogo. Rimpang yang didapat kemudian disortasi, dibersihkan dari bahan organik asing atau kotoran-kotoran yang melekat, seperti tanah, daun, batang, dan rimpang tanaman lain. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku simplisia benar dan murni, berasal dari tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.). Rimpang selanjutnya dicuci dengan air mengalir untuk menekan angka kuman, kemudian ditiriskan agar kelebihan air mengalir. Rimpang yang sudah bersih lalu dirajang dengan tebal irisan ± 3 mm. Perajangan ini dilakukan untuk mempercepat dan memudahkan proses pengeringan simplisia. Irisan yang terlalu tebal dapat memperlama proses pengeringan dan kemungkinan dapat menyebabkan simplisia berjamur atau membusuk karena enzim yang terkandung masih aktif. Irisan yang terlalu tipis juga tidak baik karena mempermudah terjadinya perusakan kandungan kimia akibat reaksi oksidasi dan reduksi.

Irisan rimpang kunir putih kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dan dilanjutkan dengan dikeringkan menggunakan oven. Pengeringan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan oven karena kapasitas irisan rimpang yang dapat muat ke dalam oven hanya sedikit, sedangkan irisan rimpang yang akan dikeringkan jumlahnya sangat banyak. Pengeringan di bawah sinar


(57)

matahari dilakukan dengan menata irisan rimpang sedemikian rupa sehingga irisan rimpang tidak saling menumpuk agar rimpang lebih cepat mengering dan mencegah pertumbuhan kapang. Irisan rimpang ditutup dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan kimia karena radiasi sinar matahari dan debu. Pengeringan dilakukan agar simplisia tahan lama dalam penyimpanan karena terurainya kandungan kimia akibat pengaruh enzim dapat dihindari, selain itu juga bertujuan untuk menekan angka kapang. Irisan rimpang yang sudah cukup kering kemudian dilanjutkan pengeringannya dengan menggunakan oven pada suhu 30 – 40ºC sampai simplisia sudah benar-benar kering, ditandai dengan simplisia mudah hancur jika diremas atau mudah dipatahkan. Simplisia yang sudah kering kemudian disortasi kembali untuk memisahkan simplisia dari sisa-sisa kotoran dan simplisia yang rusak akibat proses sebelumnya. Simplisia selanjutnya diserbuk dengan mesin penyerbuk. Penyerbukan bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut, dengan demikian semakin halus serbuk simplisia makin baik ekstraksinya. Akan tetapi, penyerbukan yang terlalu halus menyebabkan banyak dinding sel pecah sehingga zat yang tidak diinginkan akan ikut dalam hasil penyarian, selain itu serbuk akan memadat atau merapat karena ukurannya yang terlalu kecil sehingga pelarut susah membasahi serbuk karena ruang antar sel berkurang. Oleh karena itu, serbuk simplisia yang didapat kemudian diayak dengan ukuran ayakan 20/30 agar ukuran serbuk lebih homogen dan pembasahan oleh pelarut lebih mudah.

Serbuk simplisia kemudian diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Etanol 70% digunakan sebagai pelarut karena penelitian ini merupakan studi


(58)

pendahuluan sehingga yang diharapkan akan diperoleh adalah seluruh ekstraknya. Pemilihan pelarut yang digunakan didasarkan pada kemampuannya melarutkan metabolit sekunder (selektif), mudah dipindahkan, murah dan mudah diperoleh, inert, tidak toksik, dan tidak mudah terbakar. Campuran etanol-air (etanol 70%) digunakan sebagai pelarut karena air murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan alamiah, sedangkan etanol dapat efisien berpenetrasi ke dalam membran sel, lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, absorbsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Etanol dapat melarutkan kurkumin yang terkandung dalam ekstrak kunir putih yang berkhasiat sebagai bahan aktif gel sunscreen (penyerap UV).

Ekstraksi serbuk rimpang kunir putih yang dilakukan adalah dengan cara perkolasi, yaitu cara penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia yang telah dibasahi ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari yang selalu baru dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya berat (gravitasi) dikurangi dengan daya kapiler. Pemilihan ekstraksi dengan cara perkolasi didasarkan pada cairan penyari yang selalu baru sehingga memungkinkan zat yang larut dalam pelarut akan tersari hampir seluruhnya, selain itu juga didasarkan pada tidak adanya pemanasan selama


(59)

proses. Hal ini ditujukan agar amilum yang terdapat dalam simplisia tidak mengembang karena amilum akan mengembang (swelling) dengan adanya panas (73 – 82ºC). Jika mengembang, butiran amilum akan menutup pori-pori serbuk sehingga senyawa lain yang berada di dalam serbuk tidak dapat tersari keluar (Majeed, Badmaev, Shivakumar, dan Rajendran, 1995). Namun demikian, kelemahan perkolasi adalah tidak dapat distandarisasi sehingga reprodusibilitasnya rendah. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi sebelumnya harus melalui proses pembasahan atau maserasi selama 24 jam terlebih dahulu untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya dengan perkolator. Perkolasi dilakukan sampai diperoleh tetesan yang jernih dari perkolator. Hal ini menunjukkan bahwa tetesan yang dihasilkan hanyalah pelarut yang tidak lagi mengandung ekstrak, dimana ekstrak yang tersari akan berwarna kuning karena kandungan kurkumin dalam rimpang kunir putih. Perkolasi 1 kg serbuk rimpang kunir putih membutuhkan pelarut etanol sekitar 7 L.

B. Penetapan Konsentrasi Ekstrak Rimpang Kunir Putih dengan Nilai SPF 30

Sediaan gel sunscreen rimpang kunir putih yang akan dibuat diharapkan memiliki nilai SPF 30. SPF merupakan nilai yang menyatakan kemampuan sunscreen melindungi kulit dari paparan radiasi sinar UV terutama UVB. SPF adalah perbandingan MED pada kulit yang sudah dilindungi sunscreen dengan MED pada kulit yang tidak menggunakan sunscreen. Pemilihan nilai SPF 30 ini


(60)

didasarkan pada penggunaannya oleh konsumen di Indonesia. Nilai SPF 30 merupakan nilai SPF yang optimal karena sudah cukup melindungi kulit selama waktu yang diperlukan. Indonesia termasuk negara tropis dimana matahari bersinar terus-menerus sepanjang tahun dan setiap harinya bersinar dalam waktu yang cukup lama. Akan tetapi, masyarakat Indonesia rata-rata berkulit sawo matang atau kuning langsat, dimana kandungan melanin dalam kulit cukup tinggi sehingga dapat menahan sinar UV lebih lama dibandingkan orang yang berkulit putih. Oleh karena itu, nilai SPF yang digunakan tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi. Nilai SPF yang terlalu tinggi memberikan efek yang tidak baik untuk kesehatan karena sinar matahari yang dibutuhkan oleh tubuh tidak dapat menembus kulit sama sekali.

Gambar 4. Spektrum serapan sediaan sunscreen

Gambar 4 menunjukkan perbandingan spektrum serapan sediaan sunscreen yang menggunakan bahan aktif avobenzone dengan nilai SPF yang berbeda-beda, yaitu nilai SPF 4, 30, dan 45. Sediaan sunscreen dengan nilai SPF 30 dapat menyerap UV dari panjang gelombang 290 – 400 nm dengan serapan yang lebih besar daripada produk dengan nilai SPF 4, sedangkan sediaan dengan nilai SPF 45 menyerap UV dari panjang gelombang 290 – 330 nm lebih banyak


(61)

daripada sediaan dengan nilai SPF 30, tetapi lebih sedikit menyerap UV dengan panjang gelombang 330 – 400 nm (Stanfield, 2003). Penggunaan sunscreen dengan nilai SPF 30 dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari 30 kali lebih lama daripada kulit yang tidak dilindungi sama sekali.

Konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih yang digunakan harus dapat memberikan nilai SPF 30 pada sediaan. Ekstrak rimpang kunir putih sebelumnya discanning terlebih dahulu untuk melihat serapannya pada range panjang gelombang sinar UV. Serapan yang dihasilkan oleh ekstrak rimpang kunir putih ditunjukkan pada Gambar 5, dan dari hasil scanning ini diketahui bahwa ekstrak rimpang kunir putih dapat menyerap panjang gelombang pada range sinar UVA – UVB, yaitu pada panjang gelombang 290 – 400 nm.

Gambar 5. Scanning panjang gelombang ekstrak rimpang kunir putih Ekstrak rimpang kunir putih dibuat dalam beberapa seri konsentrasi kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 300 nm. Penggunaan panjang gelombang 300 nm karena merupakan panjang gelombang pada range


(62)

UVB. Serapan (A) yang diperoleh kemudian dikonversikan menjadi nilai SPF dengan rumus :

A = log SPF SPF = 10A

Perhitungan nilai SPF pada masing-masing konsentrasi direplikasi tiga kali kemudian dirata-rata. Hasil perhitungan SPF dari beberapa konsentrasi ekstrak menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih semakin besar nilai SPF yang dihasilkan. Konsentrasi ekstrak 8% v/v memberikan nilai SPF 6,466, konsentrasi ekstrak 9% v/v memberikan nilai SPF 23,686, konsentrasi ekstrak 10% v/v memberikan nilai SPF 30,224, konsentrasi ekstrak 11% v/v memberikan nilai SPF 44,195, dan konsentrasi ekstrak 12% v/v memberikan nilai SPF 62,534. Dengan demikian, nilai SPF 30 diperoleh dari konsentrasi ekstrak 10% Konsentrasi ekstrak 10% memberikan serapan yang cukup besar (tidak memenuhi hukum Lambert-Beer, absorbansi yang dihasilkan lebih dari 0,8) untuk menghasilkan nilai SPF yang diinginkan (SPF 30) sehingga perlu dilihat linearitas antara absorbansi dengan konsentrasi menggunakan kurva baku.

Pembuatan kurva baku standar kurkuminoid dengan konsentrasi yang menghasilkan serapan yang sama dengan serapan seri konsentrasi ekstrak bertujuan untuk memastikan linearitas dari serapan yang diberikan oleh larutan baku standar kurkuminoid agar dapat digunakan untuk menghitung nilai SPF. Standar kurkumin yang digunakan adalah kurkuminoid dari E. Merck®. Hasil perhitungan analisis regresi linear memberikan persamaan kurva baku y =


(63)

0,1964x – 0,0084 serta menunjukkan bahwa nilai r hitung adalah 0,9938, dan nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai r tabel dengan derajat bebas 4 dan taraf kepercayaan 95% (r tabel = 0,811). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa kurva larutan baku standar kurkuminoid linear, dan dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan nilai SPF ekstrak rimpang kunir putih.

C. Pengukuran Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir Putih 10 %

Konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih 10% menghasilkan nilai SPF 30 dalam sediaan gel sunscreen. Salah satu kandungan di dalam ekstrak yang berperan dalam memberikan nilai SPF adalah kurkumin. Pengukuran kadar kurkumin yang terhitung sebagai kadar kurkuminoid dalam ekstrak bertujuan untuk mengetahui kadar senyawa identitas (kurkumin) dalam ekstrak rimpang kunir putih. Standar kurkumin yang digunakan adalah kurkuminoid dari E. Merck®. Standar kurkumin sebelumnya discanning pada panjang gelombang 200 – 700 nm untuk mendapatkan panjang gelombang maksimum kurkumin. Hasil scanning (Gambar 6) menunjukkan bahwa standar kurkumin memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 425, disamping itu juga dapat memberikan serapan pada range panjang gelombang UVA dan UVB.


(64)

Gambar 6. Scanning panjang gelombang larutan kurkuminoid standar Standar kurkumin dilarutkan dalam pelarut etanol p.a. kemudian dibuat seri pengenceran dengan beberapa konsentrasi berbeda untuk membuat larutan baku kurkumin dan masing-masing konsentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang 425 nm dengan spektrofotometer. Serapan pada larutan baku kurkumin yang didapatkan sebaiknya memenuhi hukum Lambert-Beer untuk meminimalkan kesalahan analisis.

Etanol p.a. digunakan sebagai pelarut karena memenuhi persyaratan pemilihan pelarut pada pengukuran dengan spektrofotometer. Penetapan kadar kurkumin dapat menggunakan spektrofotometer karena struktur kurkumin mengandung kromofor dan gugus auksokrom yang bertanggung jawab dalam penyerapan sinar UVA – UVB, ditunjukkan pada Gambar 7. Panjang gelombang 425 nm merupakan panjang gelombang maksimum dimana kurkumin memberikan serapan maksimum. Serapan yang diperoleh dari seri larutan standar kemudian dimasukkan ke dalam analisis regresi linear, sehingga dari hubungan konsentrasi dan serapan didapat persamaan kurva baku yaitu y = 1,5737x + 0,0034 serta diperoleh nilai r hitung yaitu 0,9972, dimana nilai tersebut lebih


(65)

tinggi daripada nilai r tabel dengan derajat bebas 3 dan taraf kepercayaan 95% (r tabel = 0,878). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa persamaan kurva larutan baku standar kurkuminoid tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih.

.

Keterangan : kromofor

— gugus auksokrom

Gambar 7. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada struktur kurkumin

Ekstrak rimpang kunir putih 10% memberikan hasil serapan yang terlalu besar (tidak masuk dalam range kurva baku dan tidak memenuhi hukum Lambert-Beer, absorbansi yang dihasilkan lebih dari 0,8). Oleh karena itu, ekstrak 10% v/v diencerkan menjadi 5% v/v. Ekstrak tersebut kemudian diukur serapannya dan direplikasi sebanyak empat kali. Serapan yang dihasilkan adalah 0,449; 0,426; 0,417; dan 0,420. Serapan yang didapat kemudian dimasukkan dalam persamaan kurva baku dan dikalikan dengan faktor pengenceran, dari perhitungan diperoleh kadar kurkumin (terhitung sebagai kurkuminoid) dalam ekstrak rimpang kunir putih 10% sebesar 5,3955 ± 0,1839 ppm.

D. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel

Masalah yang berhubungan dengan pembuatan produk topikal adalah kualitas farmasetis. Kualitas sediaan gel dapat dilihat dari sifat fisik dan


(66)

stabilitasnya. Sifat fisik gel meliputi daya sebar dan viskositas sediaan, sedangkan stabilitas gel dapat dilihat dari pergeseran viskositas setelah sediaan disimpan selama satu bulan.

Daya sebar merupakan sifat fisik yang penting pada formulasi dan berperan pada pemerataan dosis pada tempat aplikasi. Pengukuran daya sebar menggunakan metode parallel-plate, dimana metode ini paling sering digunakan untuk mengukur daya sebar pada sediaan semisolid. Gel diletakkan di antara dua buah piringan kaca yang di atasnya diberi beban. Keuntungan metode ini adalah sederhana, relatif murah, dan reprodusibilitas cukup baik. Daya sebar diukur setelah 48 jam dari pembuatan, gel ditimbang 1 g dan diletakkan di atas piringan kaca berskala, kemudian gel ditutup dengan piringan kaca dan di atasnya diberi beban sehingga berat total piringan kaca dan beban adalah 125 g. Diameter rata-rata dari lima kali pengukuran sebaran gel dilakukan setelah didiamkan selama satu menit. Nilai daya sebar yang baik untuk semistiff adalah kurang dari 5 cm (Garg et al., 2002).

Viskositas gel berperan dalam menentukan daya alir sediaan agar mudah dikeluarkan dari kemasan, kemudahan dalam pengaplikasian, dan penerimaan oleh konsumen. Pengukuran viskositas dilakukan sebanyak dua kali, yaitu segera setelah pembuatan untuk mengetahui kekentalan sediaan dan satu bulan setelah pembuatan untuk mengetahui pergeseran viskositas yang dapat menggambarkan stabilitas gel selama penyimpanan. Viskositas yang meningkat akan memperlama waktu tinggal sediaan di tempat aplikasi, tetapi relatif akan menurunkan daya


(67)

sebar (Garg et al., 2002). Gel dikatakan stabil apabila nilai pergeseran viskositasnya kecil.

Hasil pengukuran daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen :

Tabel V. Hasil pengukuran sifat fisik dan stabilitas gel Formula Daya Sebar

(cm)

Viskositas (dPa.s)

δ Viskositas (%) 1 4,277 ± 0,096 243,75 ± 10,897 5,487 ± 2,434 a 4,185 ± 0,083 268,75 ± 3,769 1,395 ± 0,741 b 4,248 ± 0,081 257,50 ± 5,839 2,487 ± 2,506 ab 4,217 ± 0,088 261,25 ± 4,330 1,967 ± 1,268

Pengaruh dominan dari Carbopol® 3% b/v, sorbitol, atau interaksi antar keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen dapat diketahui melalui beberapa cara, yaitu perhitungan efek dengan desain faktorial, grafik, dan analisis Yate’s Treatment.

Perhitungan efek dengan desain faktorial dari masing-masing faktor dan interaksi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap respon. Semakin besar efek yang diperoleh maka semakin dominan faktor tersebut mempengaruhi sifat fisik dan pergeseran viskositas gel. Efek yang dihasilkan dapat memberikan nilai positif maupun negatif terhadap respon. Efek dengan nilai positif menunjukkan bahwa faktor tersebut mempengaruhi peningkatan viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas semakin tinggi (perubahan viskositas akan meningkat). Efek dengan nilai negatif menunjukkan bahwa faktor tersebut mempengaruhi penurunan viskositas dan daya sebar, serta pergeseran viskositas semakin kecil (perubahan viskositas akan menurun).


(68)

Hasil perhitungan efek masing-masing faktor dan interaksi dalam mempengaruhi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen adalah sebagai berikut :

Tabel VI. Efek Carbopol® 3% b/v, efek sorbitol, dan efek interaksi antar keduanya dalam menentukan sifat fisik gel sunscreen

Faktor Daya Sebar Viskositas δ Viskositas Carbopol® 3% b/v | – 0,0615 | 14,375 | – 2,306 |

Sorbitol 0,0015 3,125 | – 1,214 |

Interaksi 0,0305 | – 10,625 | 1,786

Interpretasi grafik hubungan respon-Carbopol® 3% b/v dan grafik hubungan respon-sorbitol dapat memperlihatkan besar pengaruhnya masing-masing terhadap respon.

Analisis Yate’s Treatment bertujuan untuk menegaskan faktor yang dominan dalam mempengaruhi respon. Hipotesis alternatif (H1) ditentukan untuk mengetahui apakah suatu faktor benar-benar menentukan respon, yaitu terdapat regresi (hubungan) antara faktor Carbopol®, sorbitol, dan interaksi keduanya dengan respon, sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yaitu tidak terdapat regresi (hubungan) antara faktor Carbopol®, sorbitol, dan interaksi keduanya dengan respon. Nilai F yang diperoleh (F hitung) dari perhitungan dengan analisis Yate’s Treatment dibandingkan dengan nilai F tabel. H1 diterima dan H0 ditolak apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, yang berarti bahwa faktor berpengaruh secara signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari nilai Fα(numerator,denominator), dimana taraf kepercayaan yang digunakan pada analisis ini adalah 95%, derajat bebas faktor dan interaksi (experiment) sebagai numerator, yaitu 1, dan derajat bebas experimental error sebagai denominator,


(69)

yaitu 3, sehingga didapat F tabel untuk faktor dan interaksi pada semua respon adalah F0,05(1,3) dengan nilai 10,128.

1. Daya Sebar

Perhitungan efek Carbopol® 3% b/v, efek sorbitol, dan efek interaksi dengan analisis desain faktorial yang ditunjukkan dalam Tabel VI membuktikan bahwa Carbopol® 3% b/v paling dominan dalam menentukan daya sebar gel. Efek Carbopol® 3% b/v bernilai negatif yang berarti dominan menurunkan daya sebar gel. Peningkatan Carbopol® 3% b/v dari level rendah ke level tinggi akan menurunkan daya sebar. Efek sorbitol bernilai positif yang berarti berpengaruh meningkatkan daya sebar gel, tetapi efeknya tidak dominan dalam menentukan daya sebar gel. Peningkatan sorbitol dari level rendah ke level tinggi akan meningkatkan daya sebar gel. Efek interaksi antara Carbopol® 3% b/v dengan sorbitol bernilai positif yang berarti berpengaruh meningkatkan daya sebar gel. Efeknya lebih dominan daripada efek sorbitol dalam meningkatkan daya sebar gel, tetapi kurang dominan daripada efek Carbopol® 3% b/v dalam menentukan daya sebar gel.

Pengaruh peningkatan penggunaan Carbopol® 3% b/v sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant terhadap daya sebar gel dapat dilihat melalui grafik berikut :


(1)

Lampiran 9. Foto Tanaman dan Rimpang Kunir Putih (C. mangga)

Tanaman C. mangga


(2)

Lampiran 10. Foto Serbuk dan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga)

Serbuk rimpang C. mangga


(3)

Lampiran 11. Foto Perkolator dan Spectrophotometer UV-Vis GenesysTM 6 (THERMOSPECTRONIC–USA)

Perkolator


(4)

Lampiran 12. Foto Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih

Formula 1

Formula a


(5)

Formula ab

Lampiran 13. Foto Uji Iritasi Primer pada Kelinci Albino


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Eva Nur Fitriana, penulis skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Sorbitol sebagai Humectant, lahir di kota Bontang, Kalimantan Timur, pada tanggal 1 Juli 1985. Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Bapak Herry Tristinggarto dan Ibu Dwi Putraningsih, memiliki seorang saudara bernama Nur Afiat Tristiadhi. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK–1 YPK (Yayasan Pupuk Kaltim) Bontang pada tahun 1989 hingga tahun 1991 dan pendidikan dasar di SD–2 YPK Bontang pada tahun 1991 hingga tahun 1997. Penulis melanjutkan sekolah dengan menempuh pendidikan SLTP pada tahun 1997 hingga tahun 2000 di SLTP YPK Bontang, pendidikan SMU pada tahun 2000 hingga tahun 2003 di SMU YPK Bontang, dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2003 sampai tahun 2007.