Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

(1)

KONSTRUKSI SOLUSI MULTI-INSTANTON

UNTUK GRUP GAUGE U(N)

TUGAS AKHIR

Diajukan ke departemen fisika ITB untuk memperoleh gelar sarjana sains

Oleh:

Franky A. M. Lumban Tobing NIM. 10200046

KELOMPOK BIDANG KEAHLIAN FISIKA TEORETIK DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


(2)

Kalau kamu tetap bertahan,

kamu akan memperoleh hidupmu.

(Lukas 21:19)

-

,

,

,

-

,

.

- - -

“ m et - m et ahu on, bahen ias roha on,

sasada ho Jesus, donganhu t ong- t ong” ,

am en.

Kupersembahkan untuk Ayah,

Ibu dan Adik-adikku.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Franky A. M. Lumban Tobing

NIM : 10200046

Judul tugas akhir : Konstruksi Solusi Multi-Instanton Untuk Grup Gauge U(N)

Sidang sarjana : 7 Juni 2004

Waktu : 14.00 – 16.30 WIB Dosen penguji : Dr. rer. nat. Bobby E. G.

Dr. rer. nat. Freddy H.

Bandung, Juni 2004

Telah diperiksa dan disetujui oleh, Dosen pembimbing:

Hans J. Wospakrik PhD NIP. 130676126


(4)

ABSTRAK

Dalam tugas akhir ini diberikan beberapa solusi klasik persamaan medan Yang-Mills SU(N), dalam ruang–waktu Euclidean, yang berkaitan dengan solusi instanton. Pertama dibahas medan Yang-Mills bersama penurunan persamaan geraknya dan dipaparkan konstruksi solusi instanton untuk grup gauge SU(2) dengan muatan topologi Q = 1. Solusi ini kemudian diperluas untuk mendapatkan solusi multi-instanton (Q > 1) SU(2) ‘t Hooft. Setelah itu diperkenalkan konstruksi instanton ADHM untuk sembarang grup gauge, yang dapat digunakan untuk memperoleh solusi instanton yang paling umum. Terakhir, dipecahkan kendala ADHM untuk memperoleh solusi umum instanton dengan muatan topologi Q = 2 dari grup gauge U(N).


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

DAFTAR ISI...iii

KATA PENGANTAR... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar belakang masalah... 1

1.1.1 Teori medan gauge...1

1.1.2 Instanton... 3

1.2 Sistematika penulisan... 5

BAB II MEDAN YANG-MILLS: TEORI GAUGE NON-ABELIAN... 6

2.1 Simetri global dan lokal Abelian... 7

2.2 Konstruksi invariansi gauge non-Abelian lokal... 10

2.3 Persamaan gerak dan muatan Noether medan Yang- Mills... 18

2.4 Rangkuman... 22

BAB III SOLUSI INSTANTON MEDAN YANG-MILLS... 24

3.1 Syarat batas untuk fungsi aksi S berhingga... 25

3.2 Konstruksi fungsi aksi S minimum... 27

3.3 Muatan topologi... 28

3.4 Self-dual dan antiself-dual... 32

3.5 Solusi eksplisit instanton BPST... 33

BAB IV SOLUSI MULTI-INSTANTON... 38

4.1 Solusi Q-instanton SU(2) 't Hooft... 38

4.2 Parameter total solusi Q-instanton... 41

4.3 Konstruksi Atiyah-Drinfeld-Hitchin-Manin (ADHM)... 42

4.4 Solusi Q-instanton SU(2) ADHM... 48


(6)

BAB V KONSTRUKSI ADHM UNTUK GRUP GAUGE U(N)... 53

5.1 Deskripsi solusi Q-instanton U(N) ADHM... 53

5.2 Parameter kendala Q = 2 instanton U(N) ADHM... 58

5.3 Kendala solusi Q = 2 instanton U(N) ADHM... 59

5.4 Solusi Q = 2 instanton U(N)... 66

BAB VI INTERPRETASI DAN APLIKASI FISIS INSTANTON... 74

BAB VII KESIMPULAN... 76

APENDIKS A... 77

APENDIKS B... 84

APENDIKS C... 90

DAFTAR PUSTAKA... 95


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang terbaik hamba panjatkan hanya bagi Yesus Kristus di surga, yang selalu setia menjagaku. Setelah melewati detik demi detik yang berharga, akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini, untuk meraih gelar pertamaku, SSi.

Pada saat pertama kali Pak Hans menantang saya untuk mengerjakan topik instanton, saya kurang tertarik, sebab dari dulu saya ingin mencoba relativitas umum. Namun beliau melalui cerita-ceritanya, meyakinkan saya bahwa topik ini sangatlah menarik, dan kenyataan bahwa belum ada mahasiswa yang pernah mengambil topik ini menjadi pemicu tambahan bagi saya. Seringnya mengabaikan nasehat “jangan pernah menunda pekerjaan”, membuat saya banyak menyiakan-nyiakan waktu untuk hal-hal yang menghambat proyek ini. Saya mulai bekerja keras untuk menyelesaikan tugas akhir ini pada bulan Maret dan dua bulan terakhir adalah saat-saat yang sangat menguras kekuatan dan penuh konsentrasi; sendirian di laboratorium sampai subuh menjadi kenangan yang tak terlupakan. Pada kesempatan ini, dari hati yang terdalam, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Hans J. Wospakrik PhD, selaku dosen pembimbingku. Saya hanyalah perpanjangan tangannya sehingga tugas akhir ini dapat tercipta. Beliau tidak hanya sekedar menjadi dosen pembimbing, tetapi lebih dari itu, kesabarannya, pengetahuannya yang luar biasa, dan gaya bahasanya yang khas, membuat saya betah untuk mendengarkan kuliahnya dan memberanikan diri untuk menanyakan segala hal yang tidak aku mengerti. 2. Dr. rer. nat. Bobby E. G., dan Dr. rer. nat. Freddy H., yang bersedia

meluangkan waktunya untuk menguji saya dalam sidang sarjana, serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tugas akhir ini.


(8)

3. Ayah dan Ibuku tercinta, atas kasih sayang yang diberikan dan didikannya yang menjadikan saya anak yang tangguh, serta adik-adikku tersayang: Lola, Ester, Tyson, Natal dan Ingot. Kalian adalah sumber kekuatan dan semangat bagiku.

4. Bapak Freddy F. Zen DSc., selaku ketua KBK fisika teoretik, atas penggunaan semua fasilitas di laboratorium.

5. Dosen-dosen yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk menjadi asisten mata kuliahnya yaitu: Bapak Dr. Eng. Alamta S., Doddy S. PhD, Hans J. W. PhD dan Ibu Siti N. K. MSc.

6. Bapak Satria Bijaksana PhD, yang baik. Beliau yang di setiap perjumpaan tak pernah lupa memberikan semangat dan meyakinkan saya, untuk mengejar wisuda Juli.

7. Suharyo S. (FSU), Hendra Kwee (WMC) dan Bapak Rahmat H, PhD (ITB), yang selama ini menjadi penolong untuk mencarikan paper-paper yang saya butuhkan.

8. Prof. E. F. Taylor (MIT), for a great discussion and also for his foc book. 9. Mahluk-mahluk sependeritaan di indekos: Brill, Paul, Sudi dan Rudi.

Kalian membuatku serasa dekat dengan keluarga. 10. Alex, saudara PA pertama, sebagai sahabat saya.

11. Rizal, saudara PA kedua, mauliate godang lae atas pinjaman printernya. 12. Elisa, Jong, Marojahan, dan Pahala sebagai sesama manusia yang

mengajariku bagaimana menjadi seorang teman yang baik.

13. Mahasiswa-mahasiswa yang bersamaku melewati masa-masa kuliah di fisika: Ferensa, Hengki, James, Willy, Yonan, Zainul, dll.

14. Himafi, khususnya himafi 2000, yang banyak membantu mengembangkan bakat sepakbolaku.

15. Teman-teman yang telah meluangkan waktunya untuk meramaikan sidang sarjanaku: Dhiaurahman, Hijrah, Reza, Ronggo, Topan dan Yudi.

16. Kolega mahasiswa di KBK fisika teori: Ardian, Pak Ari, Azrul, Sigit, dll. 17. Pak Lomo dan Ibu Silvi sebagai penguasa perpustakaan, yang banyak


(9)

18. Mr. Yeye dan pasukannya di TU Fisika ITB.

19. Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang memberikan Beasiswa TPSDP selama 2 tahun berturut-turut.

20. Musisi-musisi yang telah mengisi hari-hariku dengan lagu-lagu yang indah selama pembuatan tugas akhir ini.

21. Siapapun yang lupa disebutkan ☺.

Terakhir, harapanku ini bukanlah karya yang pertama dan terakhir, tetapi permulaan untuk menggapai cita-cita: AKU INGIN MENJADI SEORANG FISIKAWAN. Amin.

Bandung, Juni 2004 F. Ali Mallatang L. T.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

It’s a beginning. It’s an end.

I leave to you the problem of ordering your perceptions and making the journey from one to the other.

-- fro m Emp ire Sta r b y Sa mue l R. De la ne y

1.1 Latar belakang masalah 1.1.1 Teori medan gauge

Menurut teori medan kuantum, interaksi dua partikel berlangsung melalui pertukaran partikel perantara interaksinya. Ini seibarat dua anak kecil yang bermain riang dengan melempar-tangkapi sebuah bola (pejal). Semakin ringan bola, semakin jauh jarak lemparannya; sebaliknya, semakin berat bola, semakin pendek jarak lemparannya. Untuk interaksi elektromagnetik, partikel perantaranya disebut foton. Karena jangkauannya tak terbatas, maka sejalan dengan kias bola tadi, massa foton adalah nol. Sebaliknya, karena jangkauan interaksi lemah sangat pendek, maka massa partikel perantaranya sangat besar, sekitar 80 kali massa proton. Partikel perantara ini dinamai boson-vektor W (untuk weak: lemah). Gagasan partikel perantara W ini dikemukakan oleh fisikawan Swedia, Oscar Klein, pada tahun 1938.

Karena muatan listrik partikel yang berinteraksi secara elektromagnetik tidak berubah, maka foton tak bermuatan listrik. Sebaliknya, pada pemancaran sinar beta, yang dikendalikan oleh interaksi lemah, inti atom berubah nomor atom, berubah muatan listrik. Ini berarti, partikel W bermuatan listrik positif maupun negatif , yang berturut-turut disebut W-plus, dan W-min. Baik partikel W maupun


(11)

foton, ketiga-tiganya tergolong keluarga partikel boson vektor. Karena foton secara tunggal terumuskan melalui teori elektromagnetik Maxwell, direka bahwa partikel W pun demikian. Memadukan kedua partikel W ini ke dalam satu rumusan teori medan semirip elektromagnetik ternyata tidaklah semudah yang diperkirakan.

Upaya ini barulah membuahkan hasil pada tahun 1954 lewat tangan fisikawan AS keturunan Cina, Chen Ning Yang (1922-...) beserta rekannya, Robert Mills [4]. Dalam rumusan ini, partikel perantara A, semirip W, tersusun dalam suatu pernyataan matriks, yakni suatu susunan petak bilangan persegi. Untuk rumusan dengan matriks petak 2×2, medan boson vektornya paling sedikit berjumlah 3 buah: A-plus, A-min, dan A-netral. Teori ini kemudian dikenal sebagai teori medan Yang-Mills.

Baik teori medan elektromagnetik maupun Yang-Mills, kedua-duanya memiliki sifat kesetangkupan (simetri) gauge yang berarti, interaksi sistemnya tak berubah terhadap transformasi gauge medan foton, A, dan partikel yang berinteraksi. Ditilik dari sifat ini, kedua teori medan ini digolongkan dalam teori medan gauge. Teori medan gauge merupakan salah satu revolusioner dalam fisika, sebagai “tandingan” relativitas dan mekanika kuantum. Munculnya teori medan Yang-Mills, memberikan inspirasi untuk pertama kalinya kepada para fisikawan, bagaimana cara membangun teori yang lebih fundamental. Kesuksesan teori medan gauge Yang-Mills dalam memberikan gabungan interaksi lemah dan elektromagnetik – model Weinberg-Salam SU(2)×U(1), dan memberikan teori fundamental interaksi kuat – Kuantum Elektrodinamika berdasarkan grup gauge SU(3), membangkitkan kepercayaan umum bahwa medan gauge adalah konsep kunci dalam menjelaskan gaya fundamental dari alam ini. Kini dipahami, setiap interaksi alam diperantarai oleh suatu medan gauge.


(12)

1.1.2 Instanton

Persamaan yang mengatur medan gauge adalah non-linear dan dikenal sebagai persamaan Yang-Mills. Teori medan Yang-Mills memberikan kontribusi yang sangat banyak dalam perkembangan fisika partikel. Namun, pada saat ditemukan, orang jarang atau kurang tertarik untuk mencari solusi persamaan gerak Yang-Mills. Bahkan Yang dan Mills sendiri tidak “menoleh” untuk mencari solusi dari persamaan gerak medan yang mereka temukan itu. Dua puluh tahun berlalu, namun solusi dari persamaan ini masih belum ditemukan. Penantian lama ini, akhirnya terbayar dengan ditemukannya solusi dari persamaan gerak self-dual Yang-Mills Euclidean oleh Belavin, Polyakov, Schwartz dan Tyupkin (BPST) [2] pada tahun 1975. Oleh mereka solusi ini dinamakan pseudoparticle, yang oleh ‘t Hooft nantinya disebut instanton. Solusi BPST adalah solusi 1-instanton untuk SU(2) dengan 5 buah parameter. Tak lama setelah itu, mulai dari ‘t Hooft, Witten, serta fisikawan dan matematikawan besar lainnya terjun untuk menangani masalah ini. Di tahun yang sama, ‘t Hooft [1] pun memperoleh solusi Q-instanton (multi-instanton) untuk grup SU(N). Dia menemukan ansatz yang dapat melinearisasi persamaan gerak Yang-Mills, sehingga persamaannya dapat lebih mudah diselesaikan. Ansatz ini diperoleh dengan mentransformasikan gauge solusi BPST. Setahun kemudian, Edward Witten [7] juga menemukan solusi multi-instanton SU(N), yang invarian dibawah rotasi spasial (simetri bola) yang artinya semua instantonnya berkumpul pada satu titik. Akan tetapi, solusi ini kurang mendapat perhatian dibandingkan solusi ‘t Hooft yang lebih umum dan mudah.

Berbeda dari Witten, solusi ‘t Hooft adalah untuk Q-instanton, yang tersebar dalam ruang Euclidean, namun masih merupakan solusi khusus, karena jumlah parameter solusi yang disyaratkan oleh grup SU(2), yaitu sebanyak (8Q – 3) = 13 buah, untuk Q = 2 sebagai misal, belum dipenuhi. Karena, solusi ‘t Hooft hanya memiliki 10 buah parameter. Artinya ada kehilangan 3 buah parameter, yang tentunya hal ini disebabkan oleh keterbatasan ansatz yang diujikan. Solusi ini


(13)

kemudian diutak-atik oleh Jackiw dan Rebbi [5] pada tahun 1977 dengan memeriksa sifat konformalnya yang menghasilkan fungsi ansatz baru (generalisasi dari fungsi ansatz ‘t Hooft) yang memiliki 5Q + 4 = 14 buah parameter. Ternyata parameter yang didapat malah lebih banyak dari yang diharapkan. Solusi multi-instanton Witten ternyata bahkan lebih “parah” karena solusinya tidak menyertakan parameter posisi. Di sinilah letak permasalahan yang dihadapi dalam pencarian solusi instanton, yaitu bagaimana membangun solusi instanton untuk grup tertentu dan memenuhi jumlah parameter solusi yang disyaratkan. Solusi yang disinggung terakhir ini adalah “solusi umum” dari persamaan gerak medan Yang-Mills.

Selain solusi ‘t Hooft dan Witten di atas masih terdapat banyak solusi lain, namun dari kesemuanya ini tidak satupun yang memberikan solusi umum. Baru pada tahun 1978, matematikawan Atiyah, Drinfeld, Hitchin, dan Manin (ADHM) [13] mengusulkan konstruksi lengkap dalam membangun solusi instanton untuk semua medan Yang-Mills Euclidean self-dual. Secara khusus, mereka menemukan kumpulan lengkap medan gauge self-dual dari bermacam-macam muatan topologi Q. Konstruksi mereka, yang bekerja untuk bermacam-macam grup gauge SU(N), SO(N) atau Sp(N), tetapi tidak untuk grup tertentu, mereduksi persamaan Yang-Mills self-dual menjadi sekumpulan kondisi aljabar (kendala ADHM) yang lebih mudah untuk diselesaikan sebab hanya mengandung aljabar linear. Kecanggihan dari metoda ADHM terbukti, dimana dengan masukan tertentu (data ADHM), dapat diturunkan solusi multi-instanton ‘t Hooft di atas. Solusi ini jelas juga masih merupakan solusi khusus SU(2). Untuk mendapatkan solusi yang lebih umum dibutuhkan masukan untuk data ADHM yang lebih tepat sehingga parameter yang disyaratkan dapat terpenuhi. Inilah kendala yang sampai sekarang masih belum teratasi, yang mengimplikasikan bahwa, solusi umum dari persamaan gerak medan Yang-Mills belum ditemukan.


(14)

1.2 Sistematika penulisan

Secara umum tugas akhir ini terdiri dari 2 bagian besar, yaitu: yang pertama teori medan gauge non-Abelian (medan Yang-Mills), dalam Bab II; dan kedua solusi Euclidean (instanton) persamaan medan Yang-Mills yang akan dibahas dalam bab III-VI.

Bab I berisi pendahuluan dan sistematika penulisan, supaya pembaca dapat lebih mengerti permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini. Dalam bab II, kasus yang sudah dikenal yaitu teori elektromagnetik, digunakan sebagai pemandu pedagogis untuk pembangunan teori Yang-Mills. Selanjutnya diturunkan persamaan gerak untuk teori gauge non-Abelian dan dibahas beberapa kuantitas menarik dari teori Yang-Mills. Pembangunan solusi persamaan gerak medan Yang-Mills akan dimulai pada Bab III. Bab ini memuat konfigurasi medan Yang-Mills Euclidean lengkap dengan syarat batasnya dan konsep self-dual dan antiself-dual yang nantinya akan dimanfaatkan untuk menurunkan solusi 1-instanton untuk kasus grup SU(2) mengikuti solusi BPST.

Dalam Bab IV, akan dipaparkan solusi multi-instanton SU(2) yang diperoleh dari transformasi solusi instanton BPST pada bab II. Dalam bab ini juga, akan diperkenalkan deskripsi ADHM untuk membangun solusi multi-instanton dan sebagai contoh, dengan menggunakan metoda ini akan diturunkan kembali solusi multi-instanton SU(2) ‘t Hooft. Aplikasi lebih lanjut dari metoda ini dipaparkan dalam Bab V yang akan membahas konstruksi multi-instanton ADHM untuk grup U(N) dengan muatan topologi Q = 2 dan menurunkan secara eksplisit solusinya. Pada Bab VI dibahas beberapa aplikasi fisis dari solusi instanton. Bab VII yang merupakan bab terakhir, berisi tentang kesimpulan-kesimpulan tentang konstruksi multi-instanton.

Notasi-notasi umum yang digunakan dalam tugas akhir ini, serta penurunan yang lebih terinci dari perhitungan-perhitungan, akan diberikan pada bagian apendiks.


(15)

BAB II

MEDAN YANG-MILLS: TEORI GAUGE

NON-ABELIAN

We shall go on seeking [truth] to the end, so long as there are men on the earth.

We shall seek it in all manner of strange ways; some of them wise, and some of them utterly foolish. But the search will never end.

-- Arthur Ma c he n “ With the G o d s in Sp ring ”

Generalisasi dari invariansi gauge Abelian yang dikenal dalam teori medan elektromagnetik ke grup non-Abelian merupakan ide yang sangat menarik yang pertama kali diusulkan oleh C. N. Yang dan R. Mills pada tahun 1954 [4]. Mereka menunjukkan bahwa konsep invariansi fasa (parameter transformasi gauge) yang global tidak konsisten dengan prinsip yang mendasari teori medan interaksi lokal. Sebagai contoh, dalam formalisme spin isotopik untuk nukleon, terdapat dua keadaan isospin: “atas (up)” dan “bawah (down)”, yang masing-masingnya dikaitkan dengan proton (p) dan neutron (n). Kesimetrian isospin memberi kebebasan dalam memilih keadaan yang mana yang berkaitan dengan proton dan neutron. Menurut konvensi, isospin-atas dipilih untuk proton sedangkan neutron sebaliknya. Akan tetapi pemilihan ini bersifat global. Bila kesimetrian isospin ini diterapkan secara lokal, untuk sembarang titik ruang-waktu, maka konvensi tadi tak lagi berlaku, mengingat pengubahan fasa dalam ruang internal isospin kini bergantung pada titik-titik ruang-waktu. Dengan demikian konsep invariansi isospin global perlu diperluas menjadi invariansi isospin lokal.


(16)

2.1 Simetri global dan lokal Abelian

Untuk membahas generalisasi transformasi gauge global ke lokal ditinjau sebuah multiplet medan partikel yang terdiri atas n-komponen:

⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞

⎜⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ =

n 2 1

M . (2.1.1)

Untuk kejelasannya, berikut diambil sebagai sebuah medan spinor Dirac yang kerapatan Lagrangiannya adalah:

ψ ψ − ψ ∂ γ ψ = µ µ

m i

0

L ; µ = 0, 1, 2, 3 (2.1.2)

dimana µ adalah matriks Dirac (lihat apendiks A2)

µν µ ν ν

µγ +γ γ =η

γ dengan ηµν =diagonal(1 ,−1 ,−1,−1) (2.1.3) dan ψ =ψ+γ0 sedangkan m adalah massa partikel. (Dalam bahasan selanjutnya istilah Lagrangian dimaksudkan untuk rapat Lagrangian, kecuali ada penjelasan tambahan).

Lagrangian di atas invarian di bawah transformasi fasa global: {

) x ( e

) x ( )

x (

) x ( e ) x ( )

x (

ig fasa

ig '

' α +

+ +

α

ψ = ψ

→ ψ

ψ = ψ → ψ

(2.1.4)

dimana g adalah sebuah konstanta tak berdimensi, sedangkan α adalah parameter transformasi, yang tak bergantung pada koordinat ruang-waktu. Perhatikan bahwa dalam transformasi (2.1.4) semua komponen medan dikalikan dengan bilangan kompleks modulus satuan: Λ = eigα yang sama. Jenis transformasi ini disebut bersifat: Abelian. (Akan diperlihatkan kelak bahwa g berkaitan dengan konstanta kopling medan partikel dengan medan interaksi, sebagai misal: muatan listrik untuk kasus interaksi elektromagnetik).


(17)

Ide dasar dari gauging adalah merumuskan ulang Lagrangian di atas agar invarian di bawah transformasi fasa lokal untuk mana α bukan sebuah parameter global tetapi sebuah fungsi skalar yang bergantung pada koordinat ruang-waktu xµ, yaitu:

( ) (x)

e ) x ( )

x (

) x ( e ) x ( ) x (

x ig

) x ( ig '

' α +

+ +

α

ψ =

ψ → ψ

ψ =

ψ → ψ

. (2.1.5)

Di bawah transformasi pers. (2.1.5) didapatkan

) x ( )] x ( ig [ e ) x

( → ig (x) ∂ + ∂ α ψ

ψ

∂ α µ µ

µ

sehingga

) x ( ) x ( ) x ( g

m i

0

' ' ' '

' 0 0

α ∂ ψ γ ψ − =

ψ ψ − ψ ∂ γ ψ = →

µ µ

µ µ L L L

. (2.1.6)

Tampak bahwa Lagrangian L tak lagi invarian terhadap transformasi fasa lokal akibat adanya suku kedua pada pers. (2.1.6) yang mengandung ∂µ. Untuk

memulihkan invariansi Langrangian L, operator turunan ∂µ diperluas dengan

memperkenalkan operator turunan baru Dµ yang di bawah transformasi fasa lokal

bertransformasi secara kovarian sebagai berikut:

) x ( D e ) x ( D ) x (

Dµψ → 'µψ' = igα(x) µψ . (2.1.7) Operator Dµ ini dinamakan turunan kovarian. Dengan demikian, dalam operator

Dµ, Lagrangian awal L0 teralihkan menjadi:

ψ ψ − ψ γ ψ ≡

→ µ µ

m D

i

0 L

L , (2.1.8)

yang adalah invarian di bawah transformasi (2.1.5) dan (2.1.7). Operator Dµ di

atas didefinisikan melalui ansatz berikut:

) x ( igA

Dµ =∂µ + µ (2.1.9)

dimana Aµ(x) adalah sebuah medan kompensasi real yang diperkenalkan untuk

menghilangkan suku kedua pada pers. (2.1.6).

Dari persyaratan kovariansi pers. (2.1.7), yang secara terurai adalah:

[

]

[

]

[

]

{

∂ α ψ+∂ ψ+ ψ

}

=

[

∂ ψ+ ψ

]

ψ +

∂ =

ψ +

µ µ

α α

µ µ

µ

µ µ

α α

µ µ

) x ( igA e

e ) x ( igA )

x ( ig

) x ( igA e

e ) x ( igA

) x ( ig ) x ( ig '

) x ( ig ) x ( ig '

(2.1.10) diperoleh sifat transformasi untuk Aµ(x) sebagai berikut:


(18)

) x ( g ) x ( A ) x (

A'µ = µ − ∂µα . (2.1.11)

Dengan demikian Lagrangian (2.1.8), dalam Aµ(x), adalah:

[

]

) x ( A g

m ) x ( igA i

baru

µ µ

µ µ

µ

ψ γ ψ − =

ψ ψ − ψ +

∂ γ ψ =

L L

(2.1.12)

yang jelas invarian di bawah transformasi lokal simultan1:

) x ( g ) x ( A ) x ( A ) x ( A

e ) x ( )

x (

'

) x ( ig '

α ∂ − =

ψ =

ψ → ψ

µ µ

µ µ

α

. (2.1.13)

Perhatikan kemunculan konstanta g dalam pers. (2.1.12) pada suku interaksi antara arus partikel ψγµψ dengan medan gauge Aµ(x) yang memperlihatkan secara eksplisit perannya sebagai konstanta kopling.

Untuk merumuskan suku kinetik dari medan Aµ(x), yang mempertahankan

invariansi gauge pers. (2.1.13), didefinisikan besaran tensor antisimetri berikut:

µ ν ν µ ν µ

µν = [D ,D ]=∂ A −∂ A

ig 1

F (2.1.14)

yang adalah invarian terhadap transformasi gauge (2.1.13). Dengan demikian, Lagrangian baru untuk medan Aµ berbentuk sebagai berikut:

µν µν

− = F F

4 1

L (2.1.15)

Faktor 1/4 berkaitan dengan definisi suku kinetik LK =1 2(∂0Aµ∂0Aµ). Perhatikan bahwa Lagrangian (2.1.15) sesuai dengan Lagrangian teori elektromagnetik Maxwell (lihat apendiks A1).

Sekarang, dapat dibangun Lagrangian terpadu untuk interaksi antara medan potensial elektromagnetik Aµ (berspin 1) dan medan spinor Dirac (berspin ½),

yakni:

4 4

4 3

4 4

4 2

1 43 42

1 DIRAC

MAXWELL

m D

i F F 4 1

ψ ψ − ψ γ ψ + −

= µν µ µ

µν

L . (2.1.16)

1

Pers. (2.1.13) membentuk transformasi gauge U(1). Medan tak bermassa foton Aµ dikenal sebagai medan gauge untuk interaksi elektromagnetik yang harus diperkenalkan agar terhadap transformasi persamaan tetap invarian.


(19)

2.2 Konstruksi invariansi gauge non-Abelian lokal

Dalam pasal sebelumnya telah ditunjukkan bagaimana membangun Lagrangian yang invarian terhadap transformasi fasa (gauge) Abelian yang lokal. Sekarang prosedur yang sama dilakukan untuk grup simetri Lie yang non-Abelian. Tinjau kembali Lagrangian L yang secara terinci dituliskan sebagai berikut:

c c c

c

m iψ γ ∂ ψ − ψ ψ

= µ µ

L , (2.2.1)

dimana: c = 1, 2,..., n adalah indeks komponen multiplet (koordinat internal). Sekarang ditinjau transformasi fasa non-Abelian global, yang melibatkan komponen multiplet medan sebagai berikut:

k c k '

c c

U ) x ( )

x

( →ψ = ψ

ψ , (2.2.2a)

atau secara intrinsik:

ψ = ψ →

ψ(x) '(x) U , (2.2.2b)

dengan )U (Uc k

= adalah matriks (n×n). Agar Lagrangian (2.2.1) invarian di bawah transformasi global (2.2.2) maka U harus memenuhi sifat uniter:

1

U U 1 U U

UU+ = + = → + = − (2.2.3)

Dengan demikian, U adalah elemen grup uniter (lihat apendiks B), U(N) yakni

J JT ig i

e e

U= α ω (2.2.4)

dimana TJ adalah matriks Hermitian traceless sebanyak (N2 - 1) buah dari aljabar Lie SU(N), sedangkan J, adalah parameter berkaitannya, dan α adalah parameter subgrup U(1). Sekarang pers. (2.2.1) diperluas, untuk memasukkan invariansi di bawah transformasi lokal dalam bentuk pers. (2.2.2), yaitu,

) x ( ) x ( U ) x ( )

x

( →ψ' = ψ

ψ (2.2.5)

dengan

J J(x)T ig ) x ( i

e e ) x (

U = α ω . (2.2.6)

Karena U bergantung pada x, maka suku turunan ∂µψ tak lagi bertransformasi


(20)

) x ( ) x ( U

) x ( ) x ( U ) x ( )] x ( U [

)] x ( ) x ( U [ )] x ( [ ) x

( '

ψ ∂ ≠

ψ ∂ + ψ ∂

=

ψ ∂

= ψ ∂ → ψ ∂

µ

µ µ

µ µ

µ

. (2.2.7)

Sebagai akibatnya, Lagrangian di atas tak lagi invarian.

Sekarang bagaimana menggeneralisasi turunan ∂µψ agar invariansi L

dipertahankan. Sejalan dengan rumusan pada kasus Abelian, difinisikan turunan kovarian dengan syarat bahwa

) x ( D ) x ( U ) x ( ) x ( U D

) x ( D ) x ( U ) x ( D

) x ( D ) x ( U ] ) x ( D [ ) x ( D

'

' '

'

ψ =

ψ

ψ =

ψ

ψ =

ψ →

ψ

µ µ

µ µ

µ µ

µ

(2.2.8)

Dalam kasus ini perlu ditekankan bahwa Dµ adalah matriks n×nsehingga dalam

pernyataan komponen, pers. (2.2.8) adalah

[

D (x)

]

[

U(x)

]

ba(D )cb c(x)

a → ψ

ψ µ

µ . (2.2.9)

Jadi, Lagrangian baru yang invarian secara lokal di bawah U(N) adalah: ψ

ψ − ψ γ ψ = µ µ

m D

i '

L (2.2.10)

Masalah berikutnya adalah merumuskan pernyataan eksplisit dari Dµ. Karena Dµ

adalah generalisasi dari ∂µ, maka seperti pada kasus Abelian, diambil ansatz:

) x ( igA I

Dµ = ∂µ+ µ (2.2.11)

dimana Aµ(x) adalah matriks Hermitian2 N×N karena i∂µ adalah Hermitian. Jadi

Aµ(x) adalah elemen dari aljabar Lie U(N), sehingga dapat ditulis sebagai berikut:

J J(x)T A 1 ) x ( B ) x (

Aµ = µ + µ . (2.2.12)

Syarat kovariansi (2.2.8) mengimplikasikan bahwa

2

Kita perkenalkan medan vektor AJ(x)

µ sebanyak yang dibutuhkan untuk membangun rapat Lagrangian yang invarian di bawah transformasi gauge lokal yang ditentukan oleh sudut αJ(x).

Maka, AJ(x)

µ akan memberikan analogi foton ketika medannya dikuantisasi, namun karena struktur grup non-Abelian yang lebih rumit kita akan mendapatkan bahwa akan ada lebih dari satu medan gauge boson yang diperlukan (indeks J), dan itulah sifat dari “foton non-Abelian” yang kemungkinan akan sangat berbeda dari foton yang biasa.


(21)

[

]

[

]

[

∂ ψ+ ψ

]

= ψ +

ψ ∂ + ψ ∂

ψ +

∂ = ψ +

µ µ

µ µ

µ

µ µ µ

µ

) x ( iA U

) x ( A ) ( U ) U (

) x ( iA U

U ) x ( iA

' '

. (2.2.13) Bandingkan ruas kiri dan kanan pers. (2.2.13), dan gunakan sifat uniter (2.2.3), diperoleh:

[

U (x)

]

U(x)A (x)U (x) )

x ( iU ) x ( A

'µ =− ∂µ + + µ + . (2.2.14)

Dapat diperiksa bahwa medan Bµ(x) dan AJµ(x) bertransformasi secara terpisah.

Dengan mengambil trace dari pers. (2.2.14), kita peroleh

[

' J' J

]

{

[

]

}

[

J J

]

T ) x ( A 1 ) x ( B Tr ) x ( U ) x ( U iTr T

) x ( A 1 ) x ( B r

T µ + µ =− ∂µ + + µ + µ

(Tr TJ = 0) sehingga,

[

]

{

} [

]

[

]

{

U(x) U (x)

}

NB (x) iTr

) x ( NB

1 ) x ( B Tr )] x ( U )[ x ( U iTr 1

) x ( B Tr

' '

µ +

µ µ

µ +

µ µ

+ ∂

− =

+ ∂

− =

(2.2.15) atau

) x ( B )]} x ( U )[ x ( U { Tr N

i ) x (

B'µ =− ∂µ + + µ (2.2.16)

Pers. (2.2.16) dapat ditulis ulang sebagai berikut:

[

]

) x ( B ) x (

) x ( B ) x ( iN N

i ) x ( B'

µ µ

µ µ

µ

+ α −∂ =

+ α ∂ − − =

(2.2.17) yang tak lain adalah transformasi gauge Abelian U(1) yang diperoleh pada pasal

2.1.

Berikut tinjau “transformasi gauge” infinitesimal dari pers. (2.2.6) yakni: L

+ ω +

= J J

T i 1 ) x (

U (2.2.18)


(22)

(

) (

[

)

]

(

)

(

)

(

) (

[

)

]

(

)

[

]

[

T ,A (x)

]

A (x) i T T ) x ( A ) x ( A T i ) x ( A T T i T ) x ( A T T T ) x ( A i ) x ( A T i ) x ( A T i T i T i 1 ) x ( A T i 1 T i 1 T i 1 i ) x ( A K K B B K K K K J K J K K K J K J K K J J K K J J K K J J K K J J ' µ µ µ µ µ µ 〈〈 µ µ µ 〈〈 µ µ µ µ µ µ µ + ω + ω ∂ − = − ω + + ω ∂ ω − ω ∂ − = ω ω + ω − ω + + ω ∂ − ω + = ω − ω + + ω − ∂ ω + − = 43 42 1 3 2 1 jadi

( )

'

( )

( )

K K K

[

K

]

( )

2 O ) x ( A , T i T x A x A x

A = − = − ∂ ω + ω + ω

δ µ µ µ µ µ (2.2.19)

Kalikan pers. (2.2.19) dengan TL dan ambilkan tracenya memberikan

[

]

(

)

{

[

]

} ( )

(

K L

)

KL K K

{

[

K

]

L

} ( )

2

K 2 L K K K L K L K K L O T ) x ( A , T Tr i 2 1 T T Tr ) x ( A O T ) x ( A , T Tr i T T Tr T T ) x ( A T ) x ( B Tr ω + ω + ω ∂ δ − = δ ω + ω + ω ∂ − = δ + δ µ µ µ µ µ µ µ

Gunakan sifat trace

(

K L

)

KL

2 1 T T

Tr = δ , (2.2.20)

maka didapatkan transformasi infinitesimal dari Aµ sebagai berikut:

[

]

{

K L

} ( )

2

K L L O T ) x ( A , T Tr ) x ( i 2 ) x ( ) x (

A =−∂ ω + ω + ω

δ µ µ µ . (2.2.21)

Suku trace di ruas kanan dapat dihitung dengan menggunakan kenyataan bahwa TJ memenuhi aljabar Lie SU(N):

[

TJ,TK

]

=ifJKLTL, (2.2.22)

dimana fJKL adalah konstanta struktur. Dengan menggunakan sifat siklis dari trace yakni: ) LJK ( Tr ) KLJ ( Tr ) JKL (

Tr = = , (2.2.23)

maka

[

]

{

}

[

]

[

]

[

]

{

}

(

N M

)

LKM N K L L K K L L K L K L K T T Tr f ) x ( iA T , T ) x ( A Tr T T ) x ( A T T ) x ( A Tr T T ) x ( A T ) x ( A T Tr T ) x ( A , T Tr µ µ µ µ µ µ µ = = − = − = (2.2.24) atau


(23)

[

]

{

K L

}

AM(x)fLKM

2 i T ) x ( A , T

Tr µ = µ . (2.2.25)

Jadi, diperoleh:

( )

2 LKM

M K L

L(x) (x) (x)A (x)f O

A =−∂ ω −ω + ω

δ µ µ µ . (2.2.26)

Variasi δAµL

( )

x di atas dapat dituliskan dalam pernyataan turunan kovarian di bawah transformasi SU(n), yakni:

] , A [ i

Dµω=∂µω+ µ ω . (2.2.27)

Diuraikan dalam generatornya pers. (2.2.27) menjadi:

[

]

[

]

(

L K M KML

)

L

L KML M K L L

M K M K L L

M M K K L L L

T f A

T f iA T

T , T iA T

T , T A i T ]

D [

ω + ω ∂ =

ω + ω ∂ =

ω + ω ∂ =

ω +

ω ∂ = ω

µ µ

µ µ

µ µ

µ µ

µ

(2.2.28)

Bandingkan ekspresi pers. (2.2.26) dan (2.2.28) diperoleh

( )

≅− ω

δAµ' x Dµ (2.2.29)

yang menunjukkan bahwa meskipun Aµ(x) tidak bertransformasi di bawah SU(N)

oleh karena suku U∂µU+, namun perubahan infinitesimal iya sebab dapat

dinyatakan dalam suku turunan kovarian.

Sejauh ini Lagrangian telah diperluas supaya memiliki simetri U(N) lokal. Persyaratannya adalah diperkenalkannya N2 medan vektor baru Aµ(x) untuk

membangun turunan kovarian. Agar memberikan eksistensi untuk medan ini, suku kinetik Aµ(x) dan Bµ(x) harus dimasukkan, dimana diharapkan tidak merusak

simetri lokal awal. Kiat dalam membangun suku kinetik yang invarian di bawah pers. (2.2.14), sejalan dengan kasus Abelian, adalah dengan memperkenalkan besaran tensor antisimetri

] D , D [ ig

1

Fµνµ ν (2.2.30)


(24)

) x ( U ) x ( F ) x ( U ) x ( F ) x (

Fµνµν' = µν + . (2.2.31)

Dengan menggunakan ekspresi Dµ dalam representasi fundamental pers. (2.2.11)

dan mengabaikan medan Bµ(x), akan diperoleh

{

∂ −∂ +

}

ψ = ψ − ∂ − ∂ = ν ↔ µ − − ψ ∂ + ψ ∂ + ψ ∂ + ψ ∂ ∂ = ψ + ∂ + ∂ = ψ ν µ µ ν ν µ ν µ µ ν ν µ ν µ ν µ µ ν ν µ ν µ ν ν µ µ µν ] A , A [ ig A A ]} A , A [ g ) A A ( ig { ig 1 )} ( A A g igA )] ( A ) A [( ig { ig 1 ] igA , igA [ ig 1 F 2 2

Dari sini terbaca bahwa3:

] A , A [ ig A A

Fµν =∂µ ν −∂ν µ + µ ν (2.2.32) Karena Fµν(x) adalah matriks Hermitian N×N, maka dengan menggunakan

ekspansi medan Aµ menurut pers. (2.2.12) diperoleh:

[

] [

] [

]

J J L L K K J J J J T F 1 B T ) x ( A , T ) x ( A i T ) x ( A 1 B T ) x ( A 1 B F µν µν ν µ µ µ ν ν ν µ µν + = + + ∂ − + ∂ = (2.2.33) dengan µ ν ν µ

µν =∂ B −∂ B

B (2.2.34a)

) x ( A ) x ( A gf ) x ( A ) x ( A

FµνJ =∂µ νJ −∂ν µJ − JKL µK Lν . (2.2.34b)

Tensor Fµν adalah generalisasi Yang-Mills untuk tensor kuat medan

elektromagnetik.

Untuk bahasan selanjutnya akan ditinjau kasus grup gauge SU(N) untuk mana 0

Bµ = . Dalam hal ini ada beberapa catatan mengenai tensor Fµν, yaitu:

(a) Walaupun Fµν sendiri bukan invarian gauge, tetapi besaran

(

)

µν

µν µν

µν =

= J J

F F F F Tr 2

I adalah invarian gauge.

3


(25)

(b) Suku massa untuk medan Aµ, yakni Tr(AµAµ) tak diperkenankan karena

tidak invarian terhadap terhadap transformasi gauge lokal.

(c) Komponen F tidak semuanya bebas karena memenuhi identitas Bianchi: µν 0

F D F D F

Dµ ρσ + ρ σµ + σ µρ = , (2.2.35) dimana Dµ bekerja pada Fµν. Identitas ini dapat dipahami karena dari pers.

(2.2.27), Fµν bertransformasi menurut transformasi adjoin dari SU(N),

sehingga berlaku identitas Jacobi untuk turunan kovarian: 0 ]] D , D [ , D [ ]] D , D [ , D [ ]] D , D [ , D

[ µ ρ σ + ρ σ µ + σ µ ρ = . (2.2.36)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa rapat Lagrangian yang invarian di bawah transformasi gauge non-Abelian lokal, yang memiliki suku kinetik yang sesuai untuk Aµ(x), adalah:

(

)

µν µν

µν µν

− =

− =

J J 2 2 YM

F F g 4

1

F F Tr g 2

1 L

(2.2.37)

dimana telah digunakan pers. (2.2.20) untuk matriks TJ.

Lagrangian di atas menggeneralisasi Lagrangian Maxwell, dan dapat dilihat bahwa g tak berdimensi. Dengan menggunakan jabaran FµνJ dalam AµJ menurut pers. (2.2.34) maka Lagrangian (2.2.37) secara terurai adalah:

N M L K JMN JKL 2 J L K JKL

J J J

J 2

A A A A f f 4 g A A A gf

A A 2 1 A A 2 1 L g

ν µ ν µ ν

µ ν µ

µ ν ν µ ν

µ ν µ

− ∂ +

∂ ∂ + ∂ ∂ − =

(2.2.38)

Dua suku yang pertama dikenal memiliki tipe yang sama seperti Lagrangian Maxwell (kecuali untuk penjumlahan). Akan tetapi, 2 suku selanjutnya menunjukkan bahwa medan vektor memiliki interaksi kubik dan kuadratik nontrivial diantara mereka.


(26)

Dari Lagrangian medan Dirac (2.1.2) dan medan Yang-Mills (2.2.37), Lagrangian total untuk interaksi medan Yang-Mills dan Dirac diberikan oleh:

(

)

4 4 3 4

4 2 1 4 4 3 4

4 2

1 DIRAC

MILLS YANG

2Tr F F i D

g 2

1

ψ ψ ψ γ ψ + −

= µ µ

− µν

µν -m

L . (2.2.39)

Selain besaran invarian I = Tr(FµνFµν) pada poin (a) di atas, terdapat pula kuantitas

invarian lainnya, yakni:

ρσ µν µνρσ

=Tr F F

II (2.2.40)

sebagai kandidat untuk suku kinetik. Bahwa II tak diambil sebagai suku kinetik adalah karena ia merupakan suatu divergensi murni. Untuk melihat hal ini, tuliskan:

) A A A iA 2 A A ( Tr 4

)] A iA A )( A iA A [( Tr 4

II

σ ρ ν µ σ

ρ ν µ µνρσ

σ ρ σ ρ ν µ ν µ µνρσ

+ ∂ ∂ ∈

=

+ ∂ +

∂ ∈

=

(2.2.41) dimana suku AµAνAρA telah dieliminasi dengan menggunakan sifat siklik dari

trace. Sekarang

) A A A ( Tr 3

1 ) A A A (

Tr µ ν ρ σ ρ µνρσ µ ν σ

µνρσ =

∈ (2.2.42)

sehingga

⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎣ ⎡

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

+

∈ ∂

= µνρσ σ µ ν σ µ ν

ρ A A A

3 i 2 A A 4

II (2.2.43)

gunakan ∈µιρσ∂ρµAν =0. Maka akan sampai pada

ρ ρ ρσ

µν

µνρσ =

∈ Tr(F F ) 4 W (2.2.44)

dengan

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

+

=∈µνρσ σ µ ν σ µ ν ρ

A A A 3

i 2 A A Tr

W . (2.2.45)

Ini berarti dengan mengambil II sebagai suku kinetik dari Lagrangian, maka tidak dapat diturunkan persamaan gerak untuk potensial vektor Aµ karena II hanya


(27)

2.3 Persamaan gerak dan muatan Noether medan Yang-Mills

Dalam pasal ini akan diturunkan persamaan gerak dan muatan Noether4 dari fungsi aksi medan Yang-Mills SU(N), yang berdasarkan Lagrangian (2.2.37) adalah:

(

)

µν

µν

= d xTrF F g

2 1

S 4

2 . (2.3.1)

Pertama, akan diturunkan persamaan gerak dengan menggunakan metoda prinsip aksi ekstrim, S = 0. Variasi S adalah:

[

]

(

µν

)

µν

µν µν µν µν

δ −

=

δ + δ

− = δ

F F Tr x d g

1

) F ( F F ) F ( Tr x d g 2

1 S

4 2

4 2

(2.3.2)

dimana

) (

A igA A

A ig A

F =∂ δ + δ + δ − µ↔ν

δ µν µ ν µ ν µ ν

. (2.3.3) Substitusikan pers. (2.3.3) ke dalam pers. (2.3.2) dan gunakan sifat antisimetri dari Fµν, diperoleh

(

)

[

]

{

d xTr F A d xTrF (ig A A igA A )

}

g 2

S 4 4

2

ν µ ν

µ µν

ν µ

µν∂ δ + δ + δ

− =

δ

. (2.3.4)

Selanjutnya, integrasikan suku pertama secara parsial, dan membuang suku divergensi total, karena setelah ditransformasikan ke integral permukaan nilainya nol mengingat Aν = 0, maka pers. (2.3.4) menjadi:

(

µ ν

)

µν ν

µ µν ν

µν

µ δ + δ + δ

∂ − −

=

δ

d xTr F A igF A A igF A A

g 2

S 2 4 . (2.3.5)

Dengan memanfaatkan sifat siklis dari trace (2.2.22 ) diperoleh:

(

)

[

µ ν

]

µν ν

νµ µ ν

µν

µ δ δ δ

∂ − −

=

δ

d xTr F A igA F A igF A A

g 2

S 4

2 (2.3.6)

atau,

4

Teorema Noether mengatakan bahwa untuk setiap transformasi global yang membuat rapat Lagrangian invarian, terdapat sebuah kuantitas kekal, yaitu observabel yang nilainya tidak berubah terhadap waktu yang sering disebut sebagai muatan.


(28)

[

]

(

)

{

ν

}

µν µ µν

µ δ

∂ =

δ

d xTr F igA ,F A g

2

S 4

2 . (2.3.7)

Dari syarat S = 0, karena Aν sembarang, maka berlaku:

[

A ,F

]

0 ig

F + =

∂ µ µν

µν µ

(2.3.8)

yang merupakan persamaan gerak medan Yang-Mills yang dicari. Persamaan gerak ini dapat dinyatakan secara ringkas dalam turunan kovarian sebagai berikut:

0 F

µν= , (2.3.9)

yang menunjukkan bahwa ia kovarian.

Medan Fµν juga memenuhi identitas Bianchi, (sama halnya dengan Fµν dalam teori

elektromagnetik), yakni:

0 F ~

µν = , (2.3.10)

dimana

ρσ µνρσ

µν = ∈ F

2 1 F ~

(2.3.11)

adalah dual dari Fµν. Perhatikan bahwa pers. (2.3.10) bukanlah persamaaan gerak,

yakni bersifat kinematik, karena dapat diselesaikan secara trivial dengan menyatakan Fµν dalam suku potensial Aµ sebagaimana diberikan dalam pers.

(2.2.34b).

Dari persamaaan gerak (2.3.8) dapat didefinisikan arus jν berikut:

[

µ µν

]

µν µ

ν =−∂ F =igA ,F

j . (2.3.12)

Karena ∂µ∂νFµν =0, maka arus jν memenuhi persamaan kontinuitas: 0

j =

∂ν ν

. (2.3.13) Persamaan di atas dapat dituliskan secara terurai menjadi:

0 j t

j

0 j j

0

k k 0 0

= ⋅ ∇ − ∂ ∂

= ∂ + ∂


(29)

0 j s d x d j dt

d

0 j x d x d t j

s 3 0

3 3

0

= ⋅ −

= ⋅ ∇ −

∂ ∂

r r

r .

Dengan menganggap arus terbatas, maka berlaku syarat batas:

( )

r 0 j r → r

untuk rr →∞ (2.3.14) maka dengan mengambil jari-jari permukaan s suku permukaan menjadi nol, sehingga

kekal Q

0 dt

Q d

0 x d j dt

d 3

0

= → =

=

(2.3.15)

Dengan demikian, terdapat muatan kekal (disini dalam bentuk matriks QJTJ)

, F d

F x d

xj d Q

0 i i 2

0 i i 3

0 3

σ − =

∂ − = ≡

(2.3.16)

dimana integral yang terakhir meliputi permukaan pada ruang tak terhingga. Jelas, arus j tak bertransformasi secara kovarian di bawah transformasi gauge. ν Muatan Q , seperti dapat dilihat dari pers. (2.3.16), bertransformasi sebagai berikut:

+

σ − =

→Q

d UF U

Q ' 2 i i0 , (2.3.17)

dimana U berada pada permukaan batas di tak hingga. Untuk kasus U bernilai (matriks) konstan dalam ruang spasial di tak hingga, maka U dapat dikeluarkan dari dalam integral, sehingga jelas tampak bahwa Q bertransformasi secara kovarian. Dapat diperlihatkan bahwa arus jµ adalah arus Noether yang diperoleh melalui metoda kanonik.

Sistem Yang-Mills dapat dikopel dengan medan materi lain melalui penambahan suku berikut:


(30)

(

µ µ

)

d xTr A J g

2 4

(2.3.18)

pada fungsi aksi medan Yang-Mills (2.3.1), dimana E E

T ) x ( J ) x (

Jµ = µ adalah sumber

eksternal (dari materi). Dengan menerapkan prinsip aksi ekstrim, diperoleh persamaaan gerak berikut:

ν µν

µ =

J F

D . (2.3.19)

Dari persamaan ini, terlihat bahwa J harus bertransformasi secara kovarian: ν

+ µ µ

U UJ

J , (2.3.20)

agar mempertahankan kovariansi dari persamaan gerak. Karena DµDνFµν = 0,

maka J memenuhi persamaan kontinuitas kovarian: µ

[

A ,J

]

0 i

J J

µ =∂µ µ+ µ µ = . (2.3.21)

Perhatikan bahwa arus Noether bukanlah J tetapi gabungan arus berikut: µ

µ ρµ ρ µ =−∂ F +J

j . (2.3.22)

memenuhi persyaratan arus Noether. Suku tambahan pers. (2.3.18) pada umumnya tidak invarian di bawah transformasi gauge. Andaikan J µ bertransformasi secara kovarian, yakni: Jµ →Jµ +i[Jµ,ω], maka berlaku:

(

)

(

µ

)

µ µ µ µ

µ

∂ ω −

=

ω ∂ =

δ

J Tr d

J Tr d ) J A ( Tr d

4 4 4

(2.3.23)

yang berarti bahwa invariansi dapat dipulihkan jika sumber luar Jµ adalah kekal.

Dalam teori Maxwell persyaratan ini tak menimbulkan masalah, karena J tidak µ bertransformasi dibawah perubahan gauge. Tetapi dalam teori Yang-Mills pernyataan ∂µJµ tidaklah kovarian. Ini berati bahwa kopling (2.3.18) merusak invariansi. Invariansi gauge ini terpulihkan dengan menambahkan suku kinetik yang kovarian gauge, untuk medan yang membangkitkan arus J , mengikuti µ konstruksi awal pada pasal 2.2 untuk kasus interaksi medan Yang-Mills dan Dirac.


(31)

2.4 Rangkuman

Beberapa sifat umum penting dari medan Yang-Mills berdasarkan pembahasan sebelumnya:

1. Invariansi gauge global mengimplikasikan adanya arus kekal, menurut teorema Noether.

2. Seperti halnya invariansi gauge elektromagnetik U(1), simetri lokal mengharuskan adanya penambahan vektor gauge boson Aµ(x) massless, menentukan bentuk interaksi antara medan gauge Aµ(x) dan medan materi

ψ(x).

3. Bahkan untuk medan Yang-Mills murni (tanpa medan materi), rapat lagrangiannya L tetap mengandung interaksi sebab self-couplings dari medan gauge akan masuk melalui Fµν⋅Fµν5

4. Medan gauge non-Abelian bertransformasi menurut representasi-adjoint dari grup, sebab banyaknya medan gauge yang dibutuhkan sama dengan jumlah generator grupnya.

5. Hanya ada satu konstanta kopling gauge g yang muncul dalam formulasi Yang-Mills apabila simetri gauge grup G tidak dapat difaktorisasi menjadi produk langsung dari grup sederhana. Hal ini sangat ditentukan oleh sifat dasar dari medan non-Abelian: perumusannya tidak berjalan jika skala relatif operator dengan komutator terhingga diubah secara sembarang. Dengan demikian medan Yang –Mills bertransformasi di bawah beberapa grup G yang terkopel bersama kepada medan materi dan kepada dirinya, mengakibatkan G tidak dapat difaktorisasi menjadi suatu produk langsung. Hal ini tidak seperti halnya teori elektromagnetik U(1), dimana setiap medan materi dapat dikopel kepada Aµ dengan muatannya sendiri.

6. Jika grup G dapat difaktorisasi menjadi k buah produk langsung

k 1

1 G G

G

G= × ×K , (2.4.1)

5

). F F ( Tr 2 F F F

F j

j µν

µν µν

µν µν


(32)

maka akan terdapat k buah konstanta kopling gi yang saling bebas, yang

menentukan interaksi medan Yang-Mills dengan medan materi dan dengan dirinya sendiri. Pada teori tertentu, konstanta kopling tunggal dapat menggambarkan semua interaksi gauge.

6. Medan Yang-Mills haruslah medan vektor tak bermassa, karena adanya suku massa akan merusak gauge invariansi jika secara eksplisit dimasukkan di dalam Lagrangian.

Sejauh ini telah dibahas medan Yang-Mills, tanpa mempermasalahkan solusi persamaan geraknya. Hal ini akan diulas dalam bab III.


(33)

BAB III

SOLUSI INSTANTON MEDAN YANG-MILLS

If people do not believe that mathematics is simple,

it is only because they do not realize how complicated life is.

Jo hn Vo n Ne uma nn

Pada bab sebelumnya telah diturunkan persamaan gerak medan Yang-Mills yang ditunjukkan oleh pers. (2.3.8). Dengan menjabarkan persamaan tersebut secara eksplisit dapat dilihat bahwa persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial orde-2 non-linear terkopel. Solusi eksak dari persamaan seperti ini sangat sulit untuk diperoleh, karena belum terdapat metoda umum untuk menanganinya. Dalam hal ini, penanganannya ditinjau secara per-kasus dengan menerapkan metoda ansatz untuk memperoleh solusi berkaitan. Pada kenyataannya, hingga sekarang, hanya solusi khusus yang dapat diperoleh.

Menyelesaikan persamaan diferensial orde-dua jelas lebih sulit daripada yang orde-satu. Sangatlah baik apabila persamaan diferensial orde-2 ini dapat digantikan dengan persamaan setara berorde satu. Ini dapat dicapai dengan meninjau fungsi aksi medan Yang-Mills S dalam ruang waktu Euclidean (lihat apendiks A1), untuk mana berlaku syarat Bogomolnyi, yang mengalihkan persamaaan medan Yang-Mills orde-2 menjadi orde-1.

Dengan alasan di atas, dalam bab ini akan ditinjau solusi non-singular medan Yang-Mills tanpa sumber dalam ruang-waktu Euclidean, yang memiliki fungsi aksi S berhingga. Makna fisika dari solusi ini dapat ditafsirkan sebagai berikut. Ruang-waktu Euclidean adalah ruang Minkowski dengan waktu imajiner,


(34)

sedangkan evolusi dengan waktu imajiner, secara formal, menurut mekanika kuantum, berkaitan dengan efek tunnelling. Akan diperlihatkan bahwa syarat Bogomolnyi, memberikan konfigurasi medan Yang-Mills dengan nilai fungsi aksi yang minimum. Karena itu, solusi bersangkutan menyatakan tunnelling antara beberapa minima dari fungsi aksi, yang akan dijelaskan dalam bab VI. Solusi non-singular ini, oleh ‘t Hooft dinamakan instanton.

3.1 Syarat batas untuk fungsi aksi S berhingga

Sebagaimana disebutkan pada pengantar di atas, instanton adalah solusi persamaan medan Yang-Mills dengan fungsi aksi:

(

)

µν

µν

= d xTr F F g

2 1

SYMM 2 4 (3.1.1)

bernilai hingga. Salah satu cara untuk memperoleh fungsi aksi berhingga ini adalah dengan meninjau ruang-waktu Euclidean. Dalam hal ini, kooordinat ruang Euclidean6 4-dimensi dinyatakan oleh xµ(µ = 1, 2, 3, 4), yang dapat dipandang sebagai koordinat ruang-waktu Minkowski dengan kooordinat waktu x0 bernilai imajiner: x0 →ix4.

Untuk mendapatkan solusi instanton ini perlu diidentifikasikan terlebih dahulu syarat batas yang harus dipenuhi oleh sembarang konfigurasi medan Yang-Mills agar memberikan fungsi aksi S yang berhingga.

Sebagai langkah pertama, tinjau konfigurasi dengan aksi nol. Dari pers. (3.1.1) terlihat bahwa S = 0 jika dan hanya jika Fµν= 0. Hal ini memberikan tak terhingga

kemungkinan untuk medan Aµ yang dapat diperlihatkan sebagai berikut.

Perhatikan bahwa syarat Fµν= 0 adalah invarian gauge. Dengan demikian, kondisi

6

Mulai dari bab ini indeks ruang-waktu µ, ν, ρ, berjalan dari 1 sampai 4, kecuali ada beberapa pemberitahuan lebih lanjut.


(35)

ini tak hanya dipenuhi oleh Aµ = 0, tetapi juga oleh sembarang medan hasil

transformasi gauge yang diperoleh dari Aµ = 0. Medan ini dinamakan gauge

murni, yang diberikan oleh [lihat pers.(2.2.14)]

[

U(x)

]

U (x) , i

A~µ =− ∂µ + (3.1.2)

dimana )U(x , untuk setiap x, merupakan salah satu elemen dari grup SU(N). Bahwa pers. (3.1.2) menghasilkan Fµν = 0, dapat diperlihatkan sebagai berikut.

Substitusikan A~µ ke dalam persamaan kuat medan (2.2.32) menghasilkan:

( )

[

i( U)U

] [

ii( U)U

][

i( U)U

]

( )

) ( A~ A~ i A~ A~

F

ν ↔ µ − ∂

∂ + ∂

∂ =

ν ↔ µ − +

∂ =

+ µ + ν +

ν µ

ν µ ν µ µ µν

(3.1.3) Gunakan sifat berikut:

U ) U ( U

U+ µ µ +

µ ν ν µ

∂ − = ∂

∂ ∂ = ∂ ∂

(3.1.4)

maka terbukti:

( )

A~ 0

Fµν µ = . (3.1.5)

Sebaliknya pun berlaku, bahwa Fµν = 0 dipenuhi oleh µ =Aµ

~

A dalam pers. (3.1.2).

Berikut, ditinjau konfigurasi dengan aksi berhingga. Jelas terlihat pada pers. (3.1.1) bahwa syarat keberhinggan ini terpenuhi bila Fµν adalah nol pada batas

ruang Euclidean-4, yaitu pada permukaan bola dimensi-3 S3 dengan r→∞

dimana r≡ x =(x12 +x22 +x23 +x42)12 adalah jari-jari dalam ruang Euclidean berdimensi empat. Pada titik tak hingga (r→∞) kita menginginkan Fµν

berkurang secara asimtotik menuju nol, yakni: 0 ) x ( F

x B

∞ →

µν → (3.1.6)

Dengan demikian, pada kedudukan di tak hingga, medan Aµ mengambil


(36)

3.2 Konstruksi fungsi aksi minimum

Setelah diperoleh syarat batas untuk medan Yang-Mills dalam pasal 3.1, sekarang akan dibangun solusi dengan nilai fungsi aksi berhingga, mengikuti konstruksi Belavin, Polyakov, Schwartz and Tyupkin (BPST) [2].

Pertama perhatikan bahwa dalam ruang Euclidean berlaku pertidaksamaan berikut:

. 0 ) F ~ F ~ F ~ F 2 F F ( xTr d

0 ] ) F ~ F [( xTr d

4

2 4

≥ +

± ≥ ±

µν µν µν µν µν µν

µν µν

(3.2.1)

Gunakan

) F F ( xTr d ) F ~ F ~ ( xTr

d4 µν µν

4 µν µν

= , (3.2.2)

maka

) F ~ F ( xTr d ) F F ( xTr

d4 µν µν

4 µν µν

≥m . (3.2.3)

Integral pada ruas kanan dari pertidaksamaan (3.2.3) dapat dituliskan sebagai integral divergensi total-4 yaitu,

µ µ µν

µν

d4xTr(F ~F )=2 d4x∂ W , (3.2.4) dimana Wµ diberikan oleh pers. (2.2.45).

Ruas kiri pers. (3.2.3) berkaitan dengan fungsi aksi SYME medan Yang-Mills, sehingga dengan demikian ia memiliki nilai batas bawah, yakni:

∂µ µ = σµ µ

S 3 2 4

2 YM

E d W

g 1 W x d g

1

S . (3.2.5)

dimana telah digunakan pers. (3.1.1) dan pada ruas terkanan telah dilakukan transformasi ke integral permukaan. Perhatikan bahwa pada pers. (3.2.5), d3 µ

adalah elemen volume permukaan bola 3-dimensi S3, dengan jari-jari r→∞. Karena ruas kanan pers. (3.2.5) diintegrasikan pada permukaan di tak hingga


(37)

(Euclidean), maka nilai minimum aksi YM E

S akan bergantung kepada sifat medan gauge di tak hingga.

Dengan memberlakukan syarat batas pers. (3.1.5), maka di tak hingga, medan Aµ

mengambil konfigurasi gauge murni (3.1.2). Substitusikan pernyataan ini ke dalam Wµ yang diberikan oleh pers. (2.2.45), menghasilkan:

)} U ( U ) U ( U ) U ( U 3 2 ) U ]( U ) U ( [ U ) U ( U { Tr

)] U ( U ) U ( U ) U ( U 3 2 U U ) U ( U ) U ( U ) U ( U [ Tr W

0

+ σ + ρ + ν +

σ +

ρ +

ν µνρσ

+ σ + ρ + ν =

+ σ ρ + ν +

σ ρ + ν µνρσ

µ

∂ ∂

∂ − ∂

∂ − ∂

− =∈

∂ ∂

∂ − ∂ ∂ ∂

− ∂

∂ ∂ − =∈

43

42 1

atau,

(

) (

)

⎥⎦

⎢⎣

=∈ +

σ + ρ + ν µνρσ

µ U( U )U U U U

3 1 Tr

W (3.2.6)

dimana telah digunakan sifat antisimetri dari ρ dan serta UU+ = 1. Dengan demikian, pers. (3.2.6), menjadi

(

) (

) (

)

[

+

]

σ + ρ + ν µνρσ

µ

σ

d TrU U U U U U

g 3

2 S

S 3 2 YM

E (3.2.7)

yang bergantung seluruhnya kepada elemen grup U(x)! Hasil ini sungguh luar biasa yang memperlihatkan bahwa nilai minimum dari fungsi aksi Yang-Mills Euclidean hanyalah bergantung pada sifat elemen grup U(x) dan bukan pada konfigurasi detail dari medan potensial gauge pada kedudukan berhingga.

3.3 Muatan topologi

Bahasan berikut akan dikhususkan pada kasus grup SU(2) (lihat apendiks B). Setiap elemen grup SU(2), dalam representasi fundamental dapat dinyatakan sebagai berikut:

j j 4 4

i

G=ϕ σ + ϕσ , j = 1, 2, 3 (3.3.1) dimana 4 = I adalah matriks satuan (2×2), dan j adalah ketiga matriks Pauli (lihat apendiks A2).


(38)

Karena G∈SU(2), yakni G+G =I, maka keempat fungsi ϕµ, µ = 1,...,4, memenuhi kendala:

1 ) ( ) ( )

(ϕ1 2 + ϕ2 2 + ϕ3 2 = (3.3.2) yang menyatakan permukaan bola 3-dimensi, S3g (g = grup). Dengan demikian, setiap elemen SU(2) bergantung pada tiga buah parameter: φ12 ,danφ3.

Untuk kasus medan Yang-Mills yang ditinjau di sini, ketiga parameter tadi diambil bergantung pada x. Pada pers. (3.2.7), integrasi permukaan diambil untuk permukaan bola 3-dimensi S3, dengan jari-jari yang sangat besar (~ tak berhingga). Dengan demikian, U dapat dianggap sebagai pemetaan dari kedua koordinat sudut ruang yang melabel permukaan bola 3-dimensi S3 ke bola 3-dimensi S3g yang dilabel oleh ketiga parameter grup di atas:

3 g 3

S ) 2 ( SU S

:

U → ≈ . (3.3.3)

Sembarang pemetaan ini dikarakterisasi oleh kelas homotopi, yang berkaitan dengan jumlah peliputan bola S3 pada bola hasil pemetaan S3g. Singkatnya, kelas homotopi 1 berarti bahwa permukaan bola S3 hanya sekali meliput permukaan bola 3

g

S dari manifold grup SU(2). Secara umum, kelas homotopi Q menyatakan peliputan sebanyak n kali dari permukaan bola S3 pada pada bola hasil pemetaan

3 g S .

Kembali ke pers. (3.2.7), karena, U=U(φj), maka

+ µ

+

= µ

+

µ φ =∂ φ ∂

∂ ∂

φ ∂ =

U U

x

U j j

j 3

1 j

j

(3.3.4)

sehingga

(

) (

) (

)

[

+ + +

]

σ ρ ν µνρσ

µ φ φ φ

σ

d Tr U U U U U U

g 3

2

S j k l a b c

S 3 2 YM

E (3.3.5)


(39)

(

) (

) (

)

[

+ + +

]

σ ρ ν µνρσ

µ φ φ φ

σ

d TrU U U U U U

g 4

S 1 2 3 1 2 3

S 3 2 YM

E . (3.3.6)

Dalam pernyataan ini, terlihat jelas munculnya faktor Jacobian transformasi dari variabel yang melabel permukaan S3 dan parameter φi yang melabel 3

g S .

Dengan menyatakan U dalam pernyataan eksponensial terfaktorisasi:

3 3 2 2 1

1 Q

2 i 2 i 2 i

e e e

U= − φσ − φσ − φσ (3.3.7) dimana Q = 0, 1, 2,..., maka dengan perhitungan langsung, menggunakan sifat matriks Pauli, diperoleh:

(

) (

) (

)

[

]

φ =

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

σ σ σ φ

∂ φ ∂ φ ∂ ∈ σ =

∂ ∂

∂ φ

∂ φ ∂ φ ∂ ∈ σ

σ ρ ν µνρσ µ

+ +

+ σ

ρ ν µνρσ µ

3 g S

3

3 2 1 3 3 3 2 1 S

3

3 2

1 3

2 1 S

3

d 4 Q

Q 2

i Tr d

U U U U U U Tr d

(3.3.8)

Karena volume bola 3-dimensi S3g adalah 16π2, akhirnya diperoleh hasil menarik berikut:

(

) (

) (

)

[

+ + +

]

σ ρ ν µνρσ

µ φ φ φ

σ π

=

d TrU U U U U U

4 1

Q 1 2 3 1 2 3

S 3

2 (3.3.9)

yang menyatakan muatan topologi untuk pemetaan kelas homotopi Q. Berkaitan dengan pernyataan pers. (3.2.4) selanjutnya tersimpulkan bahwa

(

µν µν

)

µ µ

σ = π

π

= d xTrF F~

8 1 W d 4

1

Q 4

2 S

3

2 . (3.3.10)

Perhatikan bahwa ruas kanan adalah tak lain daripada indeks Pontryagin (atau kelas Chern kedua/ winding number). Jadi dapat disimpulkan bahwa muatan

topologi medan Yang-Mills Euclidean adalah tak lain daripada kelas Chern kedua. Batas bawah fungsi aksi medan Yang-Mills Euclidean ditentukan oleh muatan topologi Q, yakni:

Q g 8 S

2 2 YM E

π

≥ (3.3.11)


(40)

Dari pers. (3.2.3) dan (3.2.5) dapat dilihat bahwa batas bawah SYME =(8π2 g2)Q tercapai ketika,

(

)

(

)

(

µν µν

)

(

µν µν

)

µν µν µν µν µν

µν µν

µν

− = → =

= → −

= −

F F

~ F

F ~ xTr d F

F xTr d

F F ~ F

F ~ xTr d F

F xTr d

4 4

4 4

(3.3.12) yang memberikan

µν µν =±F

F ~

. (3.3.13) Persamaan (3.3.13) merupakan persamaan self-dual dan antiself-dual. Apabila

tanda positif yang dipilih, Fµν dikatakan solusi self-dual sedangkan tanda negatif,

antiself-dual. Oleh karena itu, melalui prinsip Hamilton medan self-dual atau antiself-dual mengekstrimasi aksi dan merupakan solusi dari persamaan Yang-Mills dalam setiap kelas Q. Sekarang permasalahan dalam mencari solusi eksak di atas tersederhanakan, sehingga hanya perlu untuk memandang solusi khusus yang memenuhi persamaan self-dualitas (3.3.13), dimana F~µν didefenisikan sebagai:

ρσ µνρσ

µν = ∈ F

2 1 F ~

(3.3.14)

µνρσ

∈ adalah standar tensor antisimetrik dan ∈1234=1. Solusi dari pers. (3.3.13) memenuhi dengan baik pers. (3.3.11). Solusi ini disebut instanton. Solusi untuk persamaan antiself-dual disebut anti-instanton.

Jika pers. (3.3.14) dipenuhi, maka persamaan medan akan otomatis dipenuhi sebab

DµFµν =±DµF~µν =0 (identitas Bianchi) (3.3.15) Dapat dibuktikan bahwa pers. (3.3.15) memenuhi persamaan Euler-Lagrange.


(41)

3.4 Self-dual dan antiself-dual

Perhatikan bahwa dual dari tensor medan dual adalah

αβ ρσαβ µνρσ

ρσ µνρσ µν

∈ ∈ =

∈ =

F 4

1

F ~ 2

1 F ~ ~

(3.4.1)

Dalam ruang Euclidean, berlaku sifat metrik berikut: ) (

2 µα νβ µβ να

ρσαβ

µνρσ∈ = δ δ −δ δ

∈ , (3.4.2)

sehingga pers. (3.4.1) menjadi:

µν νµ µν

µν = (F −F )=F

2 1 F ~ ~

(3.4.3)

Secara simbolik pers. (3.4.1) dapat ditulis menjadi: F F F ~

~=∈2 =

(3.4.4)

dari pers. (3.4.2) didapat nilai eigen dari operator yang didualisasi adalah ∈=±1; Oleh karena itu ~F=±F, yang menunjukkan bahwa konfigurasi self-dual dan antiself-dual dimungkinkan dalam ruang Euclidean.

Sebaliknya, jika metriknya Minkowskian, pers. (3.4.1) teralihkan menjadi:

F F ~ ~

F F

4 1 F ~ ~

− =

− = ∈

= αβ αβ αβ

ρσ ρσ µν µν

(3.4.5)

dimana sekarang nilai eigen dari operator terdualisasi menjadi ∈=±i sehingga F

F ~

±

≠ yang mana itu berarti bahwa konfigurasi self-dual dan antiself-dual tidak mungkin ada. Jadi instanton hanya terdefenisi dalam ruang Euclidean.


(42)

3.5 Solusi eksplisit instanton BPST

Setelah pada seksi sebelumnya dibentuk konfigurasi instanton lengkap dengan syarat batas berkaitannya, berikut dibangun solusi eksplisit dari instanton SU(2). Bertolak dari syarat batas (3.1.5), medan vektor Aµ untuk r berhingga dipilih

berbentuk sebagai berikut:

µ µ µ

µ = A , r =x x

~ ) r ( f

A 2 (3.5.1)

dimana A~µ medan gauge murni (3.1.2) serta f(r) memenuhi syarat batas f(∞)=1 dan 0f(0)= . Syarat batas kedua, dipilih untuk menjamin Aµ tak singular di r = 0.

Dengan mensubstitusikan pers. (3.5.1) ke dalam pers. (2.2.32) maka7

( )

( )

(

)

[

v

]

2 v

µ v

µ

µν A

~ , A~ if A~ A~

f A~ f A~

f

F = ∂ − ∂ν µ + ∂ −∂ν µ + µ (3.5.2)

Gunakan gabungan Fµν

( )

A~ =0 untuk suku ketiga, memberikan:

( )

( )

[

] [

]

( )

( )

(

)

[

v

]

2 v

µ

v 2

v v

µ

A~ , A~ f f i A~ f A~

f

A~ , A~ if A~ , A~ if A~ f A~

f F

µ Φ

µ ν

µ µ

µ ν µν

− − ∂

− ∂

=

+ −

∂ − ∂

=

µν

4 4

4 3

4 4

4 2

1 (3.5.3)

Dari pers. (3.5.1b), diperoleh:

r x x

r x

2 x

r r

2 µ µ µ = µ

∂ ∂ → =

∂ ∂

(3.5.4)

Jadi,

dr df r x x

r dr df

f µ µ

µ =

∂ ⋅ =

∂ . (3.5.5)

Karena U∈SU(2)maka dapat dituliskan sebagai berikut:

(

0,i j

)

, r x

U= ατα τα = σ σ j = 1, 2, 3 (3.5.6) atau, secara terurai:

(

0 j j

)

2 x ix

x 1

U= + σ (3.5.7)

7


(43)

dimana matriks σr bekerja dalam ruang SU(2), dan x x x

x2 = 20 +r⋅r (3.5.8)

Selanjutnya dari pers. (3.5.6) diperoleh,

U r x r 1 r x x r U 3 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − τ = τ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − δ = ∂ µ µ α µ α αµ µ (3.5.9)

dimana telah digunakan pers. (2.2.3). Dengan demikian,

( )

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − τ = ∂

= + µ +

µ + µ µ UU r x U r i U U i

A~ (3.5.10)

atau ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − τ

= + µ

µ µ r x U r i

A~ . (3.5.11)

Oleh karena itu,

( )

( )

(

+

)

µ ν + ν µ µ + µ ν ν + ν µ µ ν ν µ µν τ − τ ⋅ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − τ ⋅ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝

τ ⋅ = ∂ − ∂ = Φ U x U x dr df r i r x U r i dr df r x r x U r i dr df r x A~ f A~ f 2 (3.5.12)

Berikut ditinjau suku komutator:

[

]

( )

[

]

[

(

)

]

[

(

)

]

[

( )

]

(

)

[

]

[

(

)

]

+ µ ν + ν µ + µ ν + ν µ + µ + ν + ν + µ µ ν ν µ ν µ ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ − ∂ + ∂ − −∂ = ∂ ∂ − ∂ ∂ = − = U U U U U U U U U U U U U U i U U U U i A~ A~ A~ A~ A~ , A~ 2 2 (3.5.13)

dimana telah digunakan sifat uniteritas (2.2.3). Selanjutnya, dengan pernyataan (3.5.9) diperoleh:


(44)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

τ τ τ τ + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛τ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − τ = ∂ ∂ ν µ + ν µ ν + µ + ν µ + ν + ν µ µ + ν µ x x r 1 U x r 1 x U r 1 r 1 U r x U r x r 1 U U 2 2 2 (3.5.14) Dengan demikian,

[

]

(

)

+ µ ν + ν µ µ + ν ν + µ + µ ν + ν µ ν µ + µ ν µ + ν + µ ν ν µ + ν µ ν + µ + ν µ ν µ τ + τ − τ + τ − τ τ − τ τ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝

τ τ τ τ + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝

τ τ τ τ + = U x r 1 U x r 1 x U r 1 x U r 1 x x r 1 U x r 1 x U r 1 x x r 1 U x r 1 x U r 1 A~ , A~ r 2 2 2 (3.5.15)

Berikut, substitusikan sifat-sifat berikut:

(

)

+ ν ν + ν + µ µ α + µ α µα α + α µ + µ µα + µ α + α µ τ − = τ τ − = τ τ − δ = τ τ = τ δ = τ τ + τ τ U x 2 U U x 2 x 2 x U 2 (3.5.16)

ke dalam pers. (3.5.15), memberikan:

[

]

(

) (

)

(

)

+ µ ν + ν µ µ + ν ν ν + µ µ + µ ν + ν µ ν µ τ + τ − τ − + τ − − τ τ − τ τ = U r x U r x r x U x 2 r x U x 2 A~ , A~ r2 (3.5.17) atau

[

]

(

)

+ µ ν + ν µ + µ ν + ν µ ν

µ = τ τ −τ τ − τ + x Uτ

r 2 U x r 2 A~ , A~

r2 . (3.5.18)

Dengan hasil di atas, tensor kuat medan F dalam pers. (3.5.3) setelah µν disubstitusikan pers. (3.5.12) dan (3.5.18) menjadi:

(

) (

)

(

)

(

)

(

+

)

µ ν + ν µ + µ ν + ν µ + µ ν + ν µ µν τ − τ − + τ τ − τ τ − − τ − τ ⋅ = U x U x r 1 f f i 2 r 1 f f i U x U x dr df r i F 3 2 2 2 2 (3.5.19)


(45)

Gunakan sifat berikut:

(

)

(

)

r U x r

x x 2 r

U x r

x x 2

2 r

x x 2

r x x

r x x r

x x U

x U

x

+ µ ν µ ν + ν µ ν µ

+ α µ αµ α ν + α ν αν α µ

+ µ α α ν + ν α α µ + µ ν + ν µ

τ + −

τ − =

τ τ − δ −

τ τ − δ =

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎛ τ τ

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎛ τ τ =

τ − τ

(3.5.20)

dalam pers. (3.5.19) maka diperoleh pernyataan sederhana berikut:

(

)

(

)

(

)

(

+

)

µ ν + ν µ

+ µ ν + ν µ µν

τ τ − τ τ − −

τ − τ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜

= −

2 2 3

f f r

U x U

x f f 2 dr df r F ir

(3.5.21)

Karena, pada suku terakhir matriks µ ν+ - ν µ+ = µνdalam pers. (3.5.21) adalah

pernyataan self-dual sebagaimana diperlihatkan pada apendiks C3, maka agar F µν adalah self-dual, suku pertama dalam pers. (3.5.21) harus lenyap yaitu:

(

f f

)

0 2

dr df

r − − 2 = . (3.5.22)

Substitusikan

r ln

s= , (3.5.23)

maka pers. (3.5.22) teralihkan menjadi:

(

)

2ds f

1 1 f 1

df ⎟⎟=

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

+ . (3.5.24)

Integralkan, maka diperoleh

(

1 f

)

2s c

f

ln = +

− (3.5.25)

atau

c s

2 c s 2

e a , ae e

f 1

f = = =

+

. (3.5.26)

Jadi,

(

)

a

1 , r

r

f 2 2 2

2

= λ λ

+

= (3.5.27)


(46)

( )

+ µ

µ ⎟⎟∂

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

λ +

= U U

r r i A

2 2

2

(3.5.28)

dan kuat medan yang berkaitan,

(

)

,

ir f f

F 2

2

µ + ν ν + µ

µν τ τ −τ τ

− −

= (3.5.29)

Potensial pada pers. (3.5.28) memenuhi syarat pers. (3.1.5) untuk aksi yang berhingga (λ2 adalah konstanta). Persamaan kuat medan (3.5.29) memberikan muatan topologi Q = 1, sehingga nilai aksinya S = 8π2 [lihat apendiks C2]. Karena itu solusi ini disebut solusi satu instanton.

Perumusan (3.5.28) dapat ditulis menjadi:

( )

+ µ µ

µ

µ µ

µ ⎟∂

⎠ ⎞ ⎜

⎜ ⎝ ⎛

λ + −

= UU

) a x (

) a x ( i A

2 2

2

(3.5.30) yang memperlihatkan bahwa solusi ini mempunyai 5 parameter: 4 untuk posisi

(aµ) dan satu untuk parameter ukuran (“lebar”) λ. Akan diperlihatkan kemudian

bahwa jumlah parameter ini sesuai dengan karakteristik parameter solusi instanton yaitu:

p = 8Q - 3 (3.5.31)

yang mana untuk Q = 1 memberikan p = 5.

Solusi yang diperoleh di atas merupakan solusi eksak (khusus) untuk Q = 1. Sedangkan untuk memperoleh solusi instanton dengan sembarang Q, diperlukan konstruksi lain, yang lebih umum. Umum dalam hal ini berarti, konstruksinya dapat diaplikasikan untuk sembarang grup dan memenuhi parameter grup tersebut. Konstruksi ini akan dibahas dalam bab berikutnya.


(47)

BAB IV

SOLUSI MULTI-INSTANTON

In this day and age Mathematicians so blind But gauges have flaws The physicist sage Follow slowly behind God hems and haws Writes page after page With their clever minds As the curtain He draws On the current rage A theorem they’ll find O’er His physical laws The gauge Only written and signed It may be a lost cause

I. Sing e r

Sejauh ini telah diturunkan solusi eksak satu instanton. Selanjutnya dalam bab ini akan diulas solusi instanton untuk sembarang Q. Solusi banyak (multi) instanton8, pertama kali ditemukan oleh ‘t Hooft pada tahun 1976 [1], setelah dirinya menemukan ansatz yang dapat melinearisasi persamaan gerak YM. Solusi lain ditemukan oleh Witten [7], namun dalam bab ini yang akan dibahas hanya solusi ‘t Hooft karena lebih umum dan mudah dibanding solusi Witten.

4.1 Solusi Q-instanton SU(2) ‘t Hooft

Solusi instanton BPST dalam bentuk awalnya (3.5.28), tidak melinearisasi persamaan gerak Yang-Mills. Namun, solusi tersebut dapat dituliskan menjadi:

[

]

[

]

2 2

l jkl k j 0 j

2 2

2 j

2 2

j j 4

2 2

2 4

λ

r x x

U)U (

λ

r r A

r x U)U

(

λ

r r A

+ σ ∈ + σ = ∂

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

+ =

λ +

σ − = ∂

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

+ =

+ +

(4.1.1)

8

Secara umum dipercaya bahwa tidak ada solusi eksak yang menggambarkan satu instanton dan satu anti-instanton.


(1)

(

)

( ) {

(

)

∞ π π ∞ θ − π α α − π λ + λ π = ϕ θ θ ∫ α α λ + λ = π π π ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛α α π 0 4 2 2 3 4 2 2 2 0 0 cos 0 d 2 cos 1 2 1 0 2 4 2 2 3 4 r dr r 96 d d sin d sin r dr r 48 2 0 2 0 2 sin 2 1 2 1 0 43 42 1 43 42 1 43 42 1 4 4 4 3 4 4 4 2 1 4 4 4 3 4 4 4 2 1 misalkan: du dr 2 u

r2 = → = maka,

(

)

∞ + = 0 4 2 4 2 λ u udu λ 48π S integralkan secara parsial, diperoleh:

(

)

(

)

(

)

. 8π λ u 2 1 3 1 λ 48π λ u 3 du λ u 3 u λ 48π 2 6λ 1 0 2 2 4 2 0 3 2 0 0 3 2 4 2 4 = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + − ⋅ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + − − + − = ∞ ∞ = ∞

4 4 4 3 4 4 4 2 1 43 42 1

Hasil ini sesuai dengan pers. (3.3.11), untuk Q = 1, yang menunjukkan solusi 1-instanton.


(2)

C3. Ekspresi self-dual dan antiself-dual

Dengan fungsi matriks gauge U pada pers. (3.5.6), berikut dihitung pernyataan eksplisit self-dual dan antiself-dualnya. Pertama pandang ekspresi berikut,

+ µ ν + ν µ

µν =τ τ −τ τ

τ

• (C3.1)

dimana σ + ρ µνρσ ρ + σ σ + ρ µνρσ ρσ µνρσ

µν = ∈ τ = ∈ τ τ −τ τ =∈ τ τ

τ ( )

2 1 2

1

(C3.2)

Untuk µ = 0; ν = 1, ruas kiri pers. (C3.2) memberikan:

1 0 1 1 0 0 1 1

0τ −τ τ =(σ )(iσ ) −(−iσ )(σ ) =2iσ

τ + + + +

(C3.3)

sedangkan ruas kanan:

1 3 2 3 2 0123 2 3 0132 3 2 0123 i 2 ) i )( i ( 2 2 σ = σ − σ = τ τ ∈ = τ τ ∈ + τ τ ∈ + + + (C3.4)

Bandingkan pers. (C3.3) dengan (C3.4) diperoleh:

) ( 2 1 ρ + σ σ + ρ µνρσ + µ ν + ν

µτ −τ τ = ∈ τ τ −τ τ

τ (C3.5)

maka, DUAL SELF− → τ τ − τ τ = τ + µ ν + ν µ

µν . (C3.6)

Kemudian pandang ekspresi:

µ + ν ν + µ

µν =τ τ −τ τ

τ

•~ (C3.7)

dimana untuk µ = 0; ν = 1, ruas kanan dari persamaan di atas memberikan: 1 0 1 1 0 0 1 1

0τ −τ τ =(σ ) (−iσ )−(iσ )(σ )=−2iσ

τ+ + +

(C3.8)

sehingga dengan membandingkan pers. (C3.3) dengan (C3.8) diperoleh:

(

+ρ σ +σ ρ

)

µνρσ µ + ν ν +

µτ −τ τ =− ∈ τ τ −τ τ

τ 2 1 (C3.9) maka DUAL ANTISELF

~τ =τ τ τ τ

µ + ν ν + µ


(3)

C4. Operator proyeksi

Operator proyeksi adalah operator yang dibangun dari matriks ortogonal yang jika dikerjakan terhadap basis-basisnya akan menghasilkan basis tersebut kembali. Secara umum matriks

n m ), n m (

M= × > (C4.1)

tidaklah ortonormal, yakni:

2 n n M M M = × + 3 2

1 . (C4.2)

Matriks ortonormal berkaitannya adalah:

1

M M M M

Mˆ = = − (C4.3)

Ini dapat dilihat sebagai berikut:

I M M M M M M M ) M M ( ) M M ( Mˆ Mˆ 1 2 1 1 1 1 1 = = = = − − − + − − + − + (C4.4)

Sekarang dapat didefinisikan operator proyeksi sebagai berikut:

+ − + + − + − + − − + − − + = = = = = = M ) M M ( M M ) M ( M M M M M M M M ) M M )( M M ( Mˆ Mˆ P 1 1 2 2 1 1 1 1 (C4.5)

Bila dikerjakan pada matriks M, kita peroleh:

M MI M M ) M M ( M

PM= + −1 + = = (C4.6)

sebagaimana disebutkan di atas.

Karena operator proyeksi dibangun dari matriks ortonormal, maka ada n buah kolom/baris yang tidak nol, yang berarti bahwa rank dari P sama dengan n. Konsekuensinya: TrP = n.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

[1] A. Actor, Classical Solutions of SU(2) Yang-Mills Theories, Reviews of Modern Physics 51 (1979) 461.

[2] A. A. Belavin, A. M. Polyakov, A. S. Schwartz dan Yu. S. Tyupkin,

Pseudoparticle Solutions of the Yang-Mills Equations, Physics Letters B59

(1975) 85.

[3] A. S. Schwartz, Regular Solution of Euclidean Yang-Mills Equation, Physics Letters 67B (1977) 172.

[4] C. N. Yang dan R. L. Mills, Conservation of Isotopic Spin and Isotopic

GaugeInvariance, Physical Review 96 (1954) 191.

[5] C. Nohl, C. Rebbi dan R. Jackiw, Conformal Properties of Pseudoparticle

Configuration, Physical Review D15 , (1977) 1642.

[6] E. Corrigan, D.B. Fairlie, S. Templeton dan P. Goddard, A Green Function

for the General Self-Dual Gauge Field, Nuclear Physics B140 (1978) 31.

[7] E. Witten, Some Exact Multipseudoparticle Solutions of Classical

Yang-Mills Theory, Physical Review Letters 38 (1977) 121.

[8] F. Gross, Relativistic Quantum Mechanics and Field Theory, Wiley, 1993. [9] G. ‘t Hooft, Symmetry Breaking through Bell-Jackiw Anomalies, Physical

Review Letters 37 (1976) 8.

[10] M. F. Atiyah, N. J. Hitchin, I. M. Singer, Deformation of Instanton, Proc. Nat. Acad. Sci. 74 (1977) 2662.

[11] K. Huang, Quarks Leptons and Gauge Fields, World Scientific, 1982. [12] L.H. Ryder, Quantum Field Theory, Cambridge University Press, 1985. [13] M. F. Atiyah, N. J. Hitchin, V. G. Drinfeld dan Yu. I Manin, Construction

of Instantons, Physics Letters A65 (1978) 185.

[14] M. Guidry, Gauge Field Theories: An Introduction with Application, Wiley, 1980.


(5)

[15] M. J. Slater, M. P. Mattis dan V. V. Khoze, The Instanton Hunter’s Guide

to Supersymmetric SU(N) Gauge Theories, Nuclear Physics B536 (1998)

69 [arXiv:hep-th/9804009].

[16] M. P. Mattis, N. Dorey, T. J. Hollowood dan V. V. Khoze, The Calculus

of Many Instantons, Physics Report 371 (2002) 231

[arXiv:hep-th/0206063].

[17] N. B. Pomeroy, Response to ‘Comments on the U(2) ADHM

two-instanton’, arXiv:hep-th/0307164.

[18] N. B. Pomeroy, The U(N) ADHM Two-Instanton, Physics Letters B547

(2002) 85 [arXiv:hep-th/0203184].

[19] N. H. Christ, E. J. Weinberg dan N. K. Stanton, General Self-Dual

Yang-Millssolutions, Physical Review D18 (1978) 2013.

[20] P. Ramond, Field Theory : A Modern Primer, 2nd ed., Addison-Wesley, 1990.


(6)