ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo).
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Wonocolo)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Sayyida Aziza
0713010199/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2011
(2)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Wonocolo)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Diajukan Oleh :
Sayyida Aziza
0713010199/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(3)
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmad dan hidayah-Nya, sehingga tugas penyusunan Sripsi dengan judul
“ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
WAJIB PAJAK (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Wonocolo)” dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun maksud penyususnan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian
persyaratan agar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur di
Surabaya.
Dalam Penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan dorongan dari banyak pihak, maka melalui kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat dalam kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Drs. Ec. Rahman A. Suwaidi, Msi selaku Wakil Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi selaku Ketua Progdi Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5.
Ibu Dra. Ec. Siti Sundari, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan
kesabaran dan kerelaan telah membmbing dan memberi petunjuk yang sangat
berguna sehingga terselesaikannya skripsi ini.
6.
Ibu Dra. Ec Dwi Suhartini, MAks selaku Dosen Wali yang telah memberi
bantuan dan nasihat.
7.
KPP Pratama Surabaya Wonocolo, Segenap Staff KPP Pratama Surabaya
Wonocolo yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi ini.
(4)
8.
Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
9.
Bapak, Ibu, kakaku Rizka dan adikku Gigih yang telah memberikan doa,
kasih sayang, dukungan dan bantuannya secara moril maupun materil
sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studinya.
10.
Semua sahabatku Erma, Maybina, Dewi, Devi yang selalu saling memberikan
suport dalam menempuh kuliah terutama disaat-saat ujian dan untuk
teman-teman yang lainnya baik teman-teman-teman-teman dalam lingkup kampus UPN dan diluar
UPN.
11.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
do’a, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi
perbaikan dimasa datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi pembaca.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah berkenan membantu dalam
penyusunan skripsi ini, semoga sumbangan dan amal kebaikan yang telah
diberikan diterima oleh Allah SWT dan mendapat imbalan dari-Nya. Amin
Surabaya, Mei 2011
(5)
iii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ...
1
1.1. Latar Belakang …... 1
1.2. Rumusan Masalah ...
5
1.3. Tujuan Penelitian ...
6
1.4. Manfaat Penelitian ...
6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...
7
2.1. Penelitian Terdahulu ...
7
2.2. Landasan Teori ...
10
2.2.1. Dasar- dasar Perpajakan ...
10
2.2.1.1. Definisi Pajak ...
10
2.2.1.2. Fungsi Pajak ...
10
2.2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak ...
11
2.2.1.4. Tarif Pajak ...
12
2.2.1.5. Hambatan Pemungutan Pajak ...
12
2.2.1.6. Teori yang mendukung pemungutan Pajak ...
13
2.2.1.7. Jenis Pajak ...
15
2.2.3. Kepatuhan Wajib Pajak... ...
20
2.2.4. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak ... 21
(6)
2.2.6. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh...
24
2.2.7. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ...
26
2.2.8.Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak ...
28
2.2.9.Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ...
30
2.3. Kerangka Pikir ...
31
2.4. Hipotesis ...
33
BAB III : METODE PENELITIAN ...
34
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...
34
3.1.1. Definisi Operasional ...
34
3.1.2. Teknik Pengukuran Variabel ...
36
3.2. Teknik Penentuan Sampel ...
36
3.2.1. Populasi ...
37
3.2.2. Sampel ...
37
3.3. Teknik Pengumpulan Data ...
38
3.3.1. Jenis Data ...
39
3.3.2. Sumber Data ...
39
3.3.3. Pengumpulan Data ...
39
(7)
v
3.4.1. Uji Validitas ...
40
3.4.2. Uji Reabilitas ...
41
3.4.3. Uji Normalitas ...
41
3.4.4. Uji Asumsi Klasik ...
41
3.4.4.1. Uji Autokorelasi ...
41
3.4.4.2. Uji Multikolineritas ...
42
3.4.4.3. Uji Heteroskedastisitas ...
42
3.4.5. Teknik Analisis ...
43
3.4.5. Uji Hipotesis ...
43
3.4.5.1. Uji F ...
43
3.4.5.2. Uji t ...
44
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ...
46
4.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Wonocolo ....
46
4.1.2. Visi dan Misi KPP Pratama Surabay Wonocolo ...
49
4.1.2.1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wnocolo ...
49
4.1.2.2. Misi Kantor Pelayanan pajak Pratama Surabaya Wonocolo ...
49
4.1.3. Sejarah Berdirinya KPP Pratama Surabaya Wonocolo ...
49
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ...
52
4.2.1. Karakteristik Responden
...
52
(8)
4.3. Teknik dan Analisis Uji Hipotesis ...
62
4.3.1. Uji Kualitas Data ...
62
4.3.1.1. Uji Validitas ………...
62
4.3.1.2. Uji Reliabilitas...
65
4.3.1.3. Uji Normalitas ...
66
4.3.2. Uji Asumsi Klasik...
67
4.3.2.1. Autokorelasi ……….
67
4.3.2.2. Multikolinieritas ...
68
4.3.2.3. Heteroskedastisitas ...
68
4.3.3. Teknik Analisis ...
69
4.3.4. Uji Hipotesis ...
71
4.3.4.1. Uji F ………...
71
4.3.4.2. Uji t ……...
72
4.4. Pembahasan ...
75
4.4.1. Keterbatasan Penelitian... 81
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ...
82
(9)
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Perbedaan dan Persamaan Peneliti Terdahulu dengan Penelitian
Sekarang ...
9
Tabel 2 : Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan wajib pajak Luar Negeri ...
18
Tabel 3 : Tarif progresif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam
negri ... 19
Tabel 4 : Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ...
25
Tabel 5 : Batas Waktu Penyampaian Surat Perberitahuan (SPT) Tahunan... 25
Tabel 6 : Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Karyawan ...
53
Tabel 7 : Identitas Responden Berdasarkan Bidang Usaha Perusahaan ...
53
Tabel 8 : Identitas Responden Berdasarkan Bentuk Usaha Perusahaan ...
54
Tabel 9 : Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Pengetahuan Perpajakan yang
Dimiliki Oleh Wajib Pajak... ..
55
Tabel 10: Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Petugas Pajak
...
57
Tabel 11: Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Kriteria Wajib Pajak Patuh
...
59
Tabel 12: Rekapitulasi jawaban Responden untuk variabel Kepatuhan Wajib
pajak ...
61
Tabel 13: Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki
Oleh Wajib Pajak ...
62
(10)
Tabel 14: Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas
Pajak ...
63
Tabel 15: Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria
Wajib Pajak Patuh
...
64
Tabel 16: Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak ...
64
Tabel 17: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian ...
65
Tabel 18: Hasil Uji Normalitas ...
66
Tabel 19: Hasil Uji Multikolinieritas ...
68
Tabel 20: Hasil uji Heteroskedastisitas ...
68
Tabel 21: Hasil Estimasi Koefisien Regresi
...
69
Tabel 22: Hasil Uji F ...
71
Tabel 23: Niali Koefisien Determinasi
...
72
(11)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Diagram Kerangka Pikir
Gambar 2 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Wonocolo
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
I.
KUESIONER
II.
TABULASI DATA
III.
UJI VALIDITAS
IV.
UJI RELIABILITAS
V.
UJI NORMALITAS
VI.
UJI ASUMSI KLASIK
VII.
UJI KECOCOKAN MODEL
VIII.
TABEL DURBIN WATSON
(13)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo)
Oleh :
Sayyida Aziza
Abstraks
Saat ini di Indonesia salah satu penerimaan Negara yang sangat penting
adalah pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan
untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan
nasional dan ekonomi masyarakat. Pemerintah berupaya sedemikian rupa agar
pemungutan pajak dapat berjalan dengan lancar, upaya tersebut mengarah pada
satu hal yaitu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menunaikan kewajiban
perpajakannya. Banyak faktor yang menyebabkan Wajib Pajak enggan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya diantaranya masih minimnya pengetahuan
Wajib Pajak, pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak, persepsi wajib pajak
mengenai kriteria Wajib Pajak patuh, dan lain-lain. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai pengaruh pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh Wajib Pajak, persepsi Wajib Pajak mengenai
petugas pajak, dan persepsi Wajib Pajak mengenai kriteria Wajib Pajak patuh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data
yang diperoleh secara langsung dengan menggunakan teknik kuesioner yang
dibagikan kepada Wajib pajak. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis
regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa variabel Pengetahuan
Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Wonocolo, sedangkan variabel Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak,
dan Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo.
Key Words : Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak,
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak, Persepsi Wajib
Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh dan Kepatuhan Wajib
Pajak.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendapatan Negara merupakan sumber utama belanja negara disamping komponen pembiayaan APBN yang meliputi penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan Pajak merupakan penerimaan yang paling aman dan handal, karena bersifat kenyal atau fleksibel, lebih mudah untuk dipengaruhi dibandingkan penerimaan bukan pajak. Sebab penerimaan pajak sebagai salah satu instrumen dalam mengatur perekonomian negara, dapat dipengaruhi melalui kebijakan negara yang bersangkutan. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengenaan pajak mempunyai dua fungsi yaitu, sebagai sumber keuangan negara atau budgetair, alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Regularent). Peranan pajak dirasakan semakin penting sehingga setiap tahun target penerimaan pajak semakin ditingkatkan. Sedang bagi sektor publik pajak dipandang sebagai beban. Tekad pemerintah dalam membudayakan pajak untuk mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi sadar pajak rupanya sudah bulat. Hal ini dilaksanakan dalam rangka melanjutkan pembangunan nasional menuju kemandirian bangsa. Ujung tombak dari kesadaran dan kepatuhan wajib
(15)
karena penyuluhan pada hakekatnya memegang peranan penting. Tanpa pengetahuan dan pemahaman yang mendasar tentang pajak, maka wajib pajak tidak akan merespon adanya kebutuhan dan pembangunan yang berasal dari ketentuan peraturan perpajakan. Usaha meningkatkan penerimaan negara disektor pajak mempunyai banyak kendala yaitu antara lain tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah, sehingga wajib pajak berusaha untuk membayar kewajiban pajaknya lebih kecil dari yang seharusnya.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan peranan masyarakat dalam bidang perpajakan adalah melakukan pembaharuan pajak atau lebih dikenal dengan reformasi perpajakan. Melalui reformasi perpajakan diharapkan akan mampu meningkatkan peranan masyarakat dalam bidang perpajakan.
Sebelum diadakannya reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan yang diterapkan di Indonesia adalah official assessment, namun setelah reformasi perpajakan sistem pemungutan pajak berubah menjadi self assessment system. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sedangkan self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Mardiasmo, 2009:7). Dengan penerapan self assessment system, pemerintah mengharapan agar mampu meningkatkan
(16)
penerimaan dari sektor pajak melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Salah satu tolak ukur untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah tingkat kepatuhannya melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar dan tepat waktu. Semakin tinggi tingkat kebenaran dalam menghitung, memperhitungkan, ketepatan menyetor dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar dan tepat waktu, diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak
dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya. Namun, Tingkat
pengembalian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak badan di Surabaya relatif rendah dari 53.714 wajib pajak per Desember 2009 baru tercatat 24.038 yang telah menenuhi ketentuan (Bisnis.com, 23 Februari 2010).
Pemerintah memiliki kriteria tentang wajib pajak patuh. Dasar hukum penetapan kriteria wajib pajak patuh ini adalah Undang- undang No. 28 tahun 2007 mengenai ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. kriteria ini ditetapkan dengan tujuan untuk memotivasi para wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta meningkatkan jumlah wajib pajak patuh.
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya pengetahuan tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Pemerintah telah melakukan upaya
(17)
melalui penyuluhan, iklan-iklan di media masa maupun media elektronik dengan tujuan agar para wajib pajak lebih mudah mengerti dan lebih cepat mendapat informasi perpajakan. Informasi perpajakan tersebut tidak hanya berisi tentang kewajiban wajib pajak, namun juga terdapat penjelasan tentang pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara agar sekaligus dapat menimbulkan kesadaran dari dalam hati wajib pajak.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak juga menjadi peranan penting terhadap kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. “Petugas pajak dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat memupuk kesadaran tentang tanggung jawab membayar pajak (Gardian & Haryanto, 2006; 19). Pelayanan yang baik yang diberikan oleh petugas pajak diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak.
Gardina dan Haryanto (2006) dalam penelitiannya pada wajib pajak badan di KPP Ilir Timur Palembang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh, ada persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap petugas pajak, dan ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap kriteria wajib pajak patuh. Penelitian yang dilakukan oleh Supriati dan Nur Hidayati (2008) menunjukkan bahwa pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
(18)
Penelitian yang dilakukan oleh Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyadi, dan Ertambang (2009) menunjukkan bahwa pemahaman etika pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam peningkatan keputusan kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan preceived probability of audit). Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan (Nih Luh Supadmi 2009 : 13).
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, oleh karena itu penulis mengambil judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo)
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
Apakah pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?
(19)
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya Penelitian ini adalah :
Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh terhadap kepatuhan wajib pajak.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Wajib Pajak
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang perpajakan kepada masyarakat untuk lebih mengetahui tentang pajak, sehingga dapat meningkatkan kepatuahan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak.
2. Bagi KPP
Hasil penelitian dapat dijadikan sumber informasi bagi KPP dalam hal meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.
3. Bagi Peneliti
Melatih penulis untuk menerapkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah dan untuk menambah wawasan dalam hal perpajakan.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Trisna Gardina dan M. Y. Dedi Haryanto (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) apakah ada perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dengan yang tidak patuh?; 2) apakah ada perbedaan persepsi petugas pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh?; 3) apakah ada perbedaan persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh antara wajib pajak yang patuh dengan yang tidak patuh?. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh, ada persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap petugas pajak, ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap kriteria wajib pajak patuh.
Supriyati dan Nur Hidayati (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) apakah pengetahuan tentang pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?; 2) apakah persepsi terhadap petugas pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?; 3) apakah persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh memiliki pengaruh terhadap kepatuhan
(21)
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Keputusan Kepatuhan Pajak : Srategi Audit Random, Perceived Probability of Audit dan Pemahaman Etika Pajak”. Perumusan Masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah Strategi audit random berpengaruh positif terhadap peningkatan keputusan kepatuhan pajak?; 2)Apakah Perceived probability of audit berhubungan positif dengan perilaku keputusan kepatuhan pajak?; 3)Apakah Perceived probability of audit memediasi hubungan antara strategi audit random dan peningkatan keputusan kepatuhan pajak?; 4) apakah pemahaman etika pajak berpengaruh terhadap peningkatan keputusan kepatuhan pajak?; 5) apakah pemahaman etika pajak memoderasi hubungan antara perceived probability of audit dan keputusan kepatuhan pajak. Riset ini memberi simpulan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah tidak hanya memperhatikan faktor-faktor ekonomi seperti strategi audit dan perceived probability of audit tetapi juga perlu mempertimbangkn faktor psikologis seperti pemahaman etika pajak. Hasil riset ini menunjukkan bahwa pemahaman etika pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam peningkatan keputusan kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan perceived probability of audit).
Ni Luh Supadmi (2009) melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Kualitas Pelayanan.”
(22)
Kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1: Perbedaan dan Persamaan Peneliti Terdahulu dengan Penelitian Sekarang
Terdahulu Sekarang
Dilakukan
Oleh
Trisna Gardina dan M.Y. Dedi Haryanto (2006) Supriyati dan Nur Hidayati (2008) Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang (2009) Sayyida Aziza (2010)
Populasi KPP Ilir Timur Palembang
KPP Sidoarjo Timur
MahasiswaUGM KPP Pratama Wonocolo Surabaya Variabel yang digunakan Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak (X2) dan persepsi wajib pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh (X3). Kepatuhan wajib pajak (Y)
Pengetahuan tentang pajak (X1), persepsi terhadap petugas pajak (X2) dan persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh (X3). Kepatuhan wajib pajak (Y) Srategi Audit Random (X1), Perceived Probability of Audit (X2), dan
Pemahaman Etika Pajak (X3).Keputusan Kepatuhan Pajak (Y) Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2) dan persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3). Kepatuhan wajib pajak (Y)
Metode Penelitian
Analisis Uji beda rata- rata
Analisis Regresi Berganda
Analisis Path Analisis Regresi Berganda
(23)
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terletak pada metode penelitian yakni menggunakan analisis regresi berganda dan persamaan lainnya terletak pada variabel yang digunakan. Variabel bebas terdiri dari pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak (X2), dan persepsi wajib pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh (X3) sedangkan variabel terikatnya adalah kepatuhan wajib pajak (Y). Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah terletak pada tahun penelitian serta tempat dilakukannya penelitian.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Dasar – dasar Perpajakan 2.2.1.1. Definisi Pajak
Menurut Soemitro (1994, dalam Mardiasmono, 2009: 1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2.2.1.2. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
(24)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak ada 3 macam yakni : 1. official assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2. self assessemnt system
Adalah suatu sistem emungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. 3. with holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk memenuhi besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
(25)
2.2.1.4. Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak :
1. Tarif Sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap
3. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar.
2.2.1.5. Hambatan Pemungutan Pajak
Peran aktif dan kesadaran masyarakat membayar pajak sangat diperlukan dalam pembayaran pajak. Namun demikian, tidak jarang terdapat berbagai perlawanan dari masyarakat pembayar pajak terhadap pungutan pajak. Hal ini dikarenakan pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa. Hambatan pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi
(26)
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain :
a. Tax Avoidance, yakni usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang- undang.
b. Tax Evasion, yakni usaha meringankan beban pajak dengan cra
melanggar undang- undang (menggelapkan pajak).
2.2.1.6. Teori yang mendukung Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak diibaratkan
(27)
sebagai seuatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada kepentingan (Misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
a. Unsur objektif yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur subjektif yaitu memperlihatkan besarnya kebutuhan materil
harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dan rumah tangga mayarakat untuk rumah tanggan negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan
(28)
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
2.2.1.7. Jenis Pajak
1. Menurut Golongan
Jenis-jenis pajak menurut golongannya dibagi menjadi dua macam antara lain :
a. Pajak langsung, yaitu pembayaran pajak yang tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain . Sebagai contoh : pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya bisa
dilimpahkan kepada pihak lain, misalnya PPN
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya adalah Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(29)
Menurut Lembaga Pemungutannya, terbagi menjadi dua macam yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pajak negara, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai numah tangga negara. Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah :
a. Pajak Penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean. Yang dimaksud Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok atau barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
d. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
(30)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan.
f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemenntah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:
a. Pajak Daerah Tingkat I (propinsi), Contoh: Pajak Kendaraan
Bermotor, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (kotamadya/kabupaten), Contoh: Pajak
Pembangunan, Pajak Penerangan Jalan.
2.2.3. Pajak Penghasilan (Umum)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
(31)
2.2.3.1. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Menurut Mardiasmo (2006: 124), yang menjadi subjek pajak adalah :
1. Orang pribadi
2. Wrisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
3. Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan
nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan lainnya.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri
Tabel 2: Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)
1. Dikenakan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income)
2. Penghasilan yang dikenakan pajak
adalah penghasilan netto dengan tarif umum
3. Wajib menyampaikan SPT tidak
wajib menyampaikan SPT
1. Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2. Penghasilan yang dikenakan pajak
adalah penghasilan bruto dengan tarif sepadan, kecuali WPLN tersebut menjalankan usaha melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia dimana BUT memiliki kewajiban pajak yang sama dengan WPDN.
3. karena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Berdasarkan tabel di atas, maka perbedaan antara wajib pajak dalam negeri dengan wajib pajak luar negeri adalah pada penghasilan yang
(32)
dikenakan atas pajak, dasar pengenaan pajaknya, tarif pajak serta kewajiban dalam menyampaikan SPT.
2.2.3.2. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.
2.2.3.3. Tarif Pajak
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
Tabel 3 : Tarif progresif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5 %
Di atas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 250.000.000
15 % Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan
Rp. 500.000.000
25 %
Di atas Rp 500.000.000 30 %
Tarif pajak penghasilan pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 25%.
(33)
2.2.3. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (sebagaimana dikutip oleh
Kiryanto, 1999), kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Perilaku patuh seseorang merupakan interaksi antara perilaku individu, kelompok dan organsasi. Dalam hal pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan. Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan. (Kiryanto, 1999)
Menurut Zain, Mohammad (2008: 31), Misi utama dari instansi pajak adalah menciptakan dan mengembangkan iklim perpajakan yang bercirikan :
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan peraturan
perundang- undangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan tepat
3. Menghitung pajak dengan jumlah yang benar
4. Membayar pajak tepat pada waktunya.
Dari keempat misi tersebut diatas, satu sama lain saling terkait, tidak dapat berdiri sendiri jadi wajib pajak patuh tidak hanya karena satu tindakan saja melainkan beberapa tindakan yang merupakan kewajiban perpajakan wajib pajak seperti yang telah diuraikan yaitu wajib pajak memahami ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, mengisi formulir
(34)
pajak dengan tepat, menghitung pajak dengan jumlah yang benar dan membayar pajak tepat pada waktunya.
Apabila wajib pajak gagal memenuhi semua kewajiban di atas maka mereka dapat dianggap sebagai wajib pajak yang tidak patuh. Namun, ada perbedaan dalam menentukan derajat ketidakpatuhan apakah kesalahan wajib pajak itu atas kesengajaan untuk tidak memenuhi kewajiban atau karena ketidaktahuan atau juga karena perbedaan intepretasi dalam memandang peraturan yang berlaku.
Wajib pajak yang tergolong patuh dapat mencerminkan bahwa dalam diri wajib pajak telah tertanam jiwa kebangsaan yang kuat dalam mempertahankan kemaslahatan hidup manusia, sepanjang dalam membayar pajak tersebut tidak merasa adanya unsur paksaan, walaupun secara teori paksa merupakan unsur pengertian pajak. Penekanan jiwa kebangsaan dalam diri Wajib Pajak Patuh berkaitan dengan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan adalah hal wajar terlebih dalam era reformasi dan transparansi yang saat ini dituntut oleh semua pihak.
2.2.4. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak
“Menurut Gardina & Haryanto (2006 :19), secara teoritis untuk menumbuhkan sikap positif tentang suatu hal harus bermula dari adanya pengetahuan tentang hal tersebut, dalam hal ini adalah pengetahuan tentang pajak”. Jadi bisa dikatakan bahwa pengetahuan merupakan syarat utam dalam tercapainya tujuan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan
(35)
pajak. Hal tersebut sangat disadari oleh pemerintah, oleh karena itu pemerintah akan berupaya untuk menambah pengetahuan perpajakannya.
Dalam tahun belakangan ini, pemerintah aktif melakukan sosialisasi dalam bidang perpajakan kepada masyarakat umum. Sosialisasi yang dilakukan yakni dengan melalui berbagai media massa maupun media elektronik. Seminar dan penyuluhan tentang pajak juga telah dilakukan oleh pemerintah. Seminar tentang pajak tidak hanya diselenggarakan oleh pihak fiskus, berbagai kalangan intelektual dalam bidang perpajakan pun juga turut serta dalam mengadakan seminar tentang pajak. Hal ini pastinya akan menambah pengetahuan tentang perpajakan bagi para wajib pajak.
2.2.5. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), para petugas pajak hendaknya memiliki tujuan untuk mencapai reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil”. Tujuan ini sangat jelas dan sederhana. Dengan tujuan ini, diharapkan para wajib pajak respek terhadap petugas pajak, sehingga petugas pajak pun akan respek terhadap wajib pajak.
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), petugas pajak yang behubungan dengan masyarakat pembayar pajak, haruslah berkaliber tinggi, terlatih baik, bergaji baik, dan bermoral tinggi. Paling sedikit diperlukan lima kebijakan dasar kepegawaian sebagai berikut :
(36)
1. Untuk memperoleh petugas yang cakap, mereka harus dibayar dengan baik.
2. Agar mereka dapat melakukan tugasnya, sistem perpajakan harus
diorganisasikan dengan baik.
3. Petugas harus memperoleh latihan (training) yang memadai yang
diperlukan untuk mengembangkan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan.
4. Para petugas senior harus memahami apa yang menjadi sasarannya dan
merasa bebas untuk mencapainya dengan cara apapun sepanjang kebudayaan dan sistemnya mengizinkan.
5. Akhirnya, agar mereka dapat melaksanakan tugasnya,
kesulitan-kesulitan, pembatasan-pembatasan, dan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, harus dihilangkan.
Dari kelima kebijakan dasar diatas, antara yang satu dengan yang lainnya merupakan faktor yang sama-sama menunjang dalam membentuk aparatur perpajakan yang mampu meningkatkan kepuasan para wajib pajak sehingga mampu meningkatkan kepatuahan wajib pajak.
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), petugas pajak hendaknya menyadari bahwa semua tindakan yang dilakuknnya serta sikapnya terhadap pembayar pajak dalam rangka pelaksanaan tugasnya, mempunyai pengaruh langsung terhadap kepercayaan masyarakat akan sistem perpajakan secara keseluruhan.” Dengan demikian hendaknya para petugas pajak bersikap
(37)
positif dalam usahanya untuk mengembangkan hubungan yang baik dan menyenangkan dengan para pembayar pajak sehingga para wajib pajak memberikan reaksi yang positif terhadap sikap petugas pajak.
2.2.6. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh
Dasar hukum penetapan kriteria wajib pajak patuh ini terdapat pada Peraturan Mentri Keuangan No 192/PMK.03/2007. Wajib pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama tiga tahun berturut- turut, dan
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
Bagi wajib pajak yang dapat memenuhi kriteria tersebut, akan diberikan pembayaran restitusi di muka dan penghargan dari Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak dapat memperoleh hak atas restitusi dalam jangka waktu tiga bulan untuk pajak penghasilan (PPh) tanpa melalui
(38)
pemeriksaan oleh petugas pajak. pengembalian restitusi ini merupakan fasilitas yang akan diberikan kepada wajib pajak sehingga wajib pajak tidak perlu lagi menunggu menunggu hingga satu tahun untuk mendapatkan kembali restitusi pajak penghasilan.
Tabel 4: Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
Jenis Pajak Yang Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa
PPh Pasal 21 Pemotong pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 22 Impor, PPN dan PPnBM atas impor
Wajib Pajak 14 hari setelah berakhirnya
Masa Pajak
PPh pasal 23 Pemotong pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 25 Wajib Pajak yang
Punya NPWP
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 26 Pemotong PPh Pasal
26
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPN dan PPnBM Pengusaha Kena Pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Tabel 5: Batas Waktu Penyampaian Surat Perberitahuan (SPT) Tahunan
Jenis Pajak Yang Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang
mempunyai NPWP
Selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya)
PPh Pasal 21 tahunan Pemotong PPh Pasal
21
Selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak
Tabel di atas merupakan perincian mengenai batas waktu penyampaian SPT masa dan tahunan untuk masing- masing jenis pajak. Dari
(39)
batas waktu yang telah ditentukan oleh Pemerintah diharapkan agar wajib pajak dapat mematuhinya dan tidak sampai terjadi keterlambatan baik karena ketidaktahuan wajib pajak tentang batas waktu ataupun keengganan wajib pajak sendiri dalam melaporkan SPT masa maupun tahunan.
2.2.7. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki seorang wajib pajak, didukung oleh teori rangsang balas (stimulus-response theori) yang sering disebut juga dengan teori penguat (reinforcement-theory) (Srlito, 2002: 19). Teori ini menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu. Dengan demikian apabila pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak dianggap sebagai salah satu bentuk rangsangan atau stimulus, maka diharapkan mampu mendorong wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Selain teori rangsang balas, teori lain yang mendukung adalah teori- teori yang berorientasi kognitif. “Teori kognitif adalah teori yang menitikberatkan proses-proses sentral (misalnya: sikap, ide, harapan) (Sarlito, 2002:83)”. Terdapat empat istilah dasar dalam teori kognitif :
1. Kognisi dan Struktur Kognitif
Menurut Nieser (sebagaimana dikutip oleh Sarlito, 2002:85) Kognisi adalah proses mengubah, mereduksi, memperinci, menyimpan, mengungkapkan, dan memakai setiap masukan (input) yang datang dari
(40)
alat indra. Dengan demikian, sosialisasi perpajakan dari pemerintah yang merupakan masukan (input) bagi para wajib pajak, nantinya akan dipahami, dihafal/disimpan dalam memori wajib pajak yang selanjutnya akan diterapkan oleh wajib pajak dalam menjalani kewajiban perpajakannya.
2. Rangsang
“Menurut Sarlito (2002: 86), definis rangsang yang banyak dipakai adalah rangsang yang merupakan dalam bentuk fisiknya”. Sosialisasi perpajakan merupakan salah satu bentuk rangsang bagi wajib pajak. Motivasi yang ada pada diri wajib pajak tergantung pada sekuat apa rangsang tersebut, yakni sejauh mana sosialisasi perpajakan mampu menciptakan kesadaran wajib pajak sehingga mampu menjadi wajib pajak patuh.
3. Respons
“Menurut Sarlito (2002: 87), respons adalah proses pengorganisasian rangsang”. Setelah diberikan sosialisasi perpajakan, maka wajib pajak akan merespons hal- hal yang berkenaan dengan pajak, baik itu berupa respons positif maupun respon negatif. Respons positif berarti wajib pajak menjalankan kewajiban dan haknya sesuai dengan yang telah disosialisasikan oleh pemerintah, sedangkn respon negatif adalah wajib pajak masih enggan menjalankan kewajiban dan hak perpajakannya meskipun telah diberikan sosialisasi.
(41)
“Menurut Sarlito (2002: 87), Arti adalah hasil dari proses belajar yang berwujud gejala idiosinkratik. Dalam proses belajar, arti yang terpendam dalam simbol dikonversikan dalam isi kognitif yang berbeda-beda”. Setelah wajib pajak memahami kewajiban dan hak perpajakannya yang didapat melalui sosialisasi perpajakan kemudian wajib pajak akan mengambil inti dari yang telah ia pelajari.
Berdasarkan uraian teori diatas, pengetahuan perpajakan berjalan sesuai dengan runtutan yaitu diawali dengan proses kognisi dan struktur kognitif, rangsang, respons dan diakhiri dengan mengambil suatu arti atau inti dari yang telah dipelajari. Dengan demikian sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah diharapkan mampu untuk dipahami dan dipelajari oleh wajib pajak sehingga mampu menimbulkan rasa sadar akan pentingnya pajak dalam diri wajib pajak. Apabila wajib pajak telah sadar lalu menjalankan kewajiban perpajakannya, maka mampu menciptakan wajib pajak patuh.
2.2.8. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Teori rangsang balas (stimulus-response theory) (Sartilo, 2002:19) menjadi salah satu teori yang mendukung adanya hubungan antara pelayanan petugas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Pelayanan yang baik akan membuat wajib pajak bereaksi dengan baik pula sehingga
(42)
timbul dorongan dari dalam diri wajib pajak untuk selalu menjalankan kewajibannya.
Pelayanan yang diterapkan pemerintah merupakan sistem kontrol yang memiliki hubungan positif terhadap kepatuhan. Melalui pemberian sosialisasi, pelayanan, pengawasan maka akan mendorong individu berinteraksi dengan pemerintah, sehingga timbul kesadaran untuk patuh.
Teori lain yang mendukung adanya hubungan antara dua orang adalah teori hasil interaksi [Sarlito, 2002: 33]. Teori ini menjelaskan bahwa interaksi sosial hanya akan diulangi apabila kedua belah pihak memperoleh hasil yang positif. Pelayanan para petugas pajak terhadap wajib pajak akan memperoleh dampak yang positif apabila keduanya sama-sama menjalankan kewajibannya. Petugas pajak akan memperoleh gaji dari pemerintah atas pelayanan yang ia berikan sedangkan wajib pajak memperoleh imbalan dari pemerintah jika telah menjalankan kewajibannya.
Teori lain yang juga mendukung adalah teori inferensi korespondensi yang dikembangkan oleh Jones & Davis (1965). Teori ini menerangkan kesimpulan yang ditarik oleh seorang pengamat dari pengamatannya atas perilaku tertentu dari orang lain.
Berdasarkan uraian teori di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak dengan kepatuhan wajib pajak yakni pelayanan yang baik dari petugas pajak akan membuat wajib pajak bereaksi baik pula dalam melakukan kewajiban perpajakannya, begitu pula sebaliknya.
(43)
2.2.9. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Teori yang mendukung adanya hubungan antara persepsi wajib pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh dengan kepatuhan wajib pajak adalah teori rangsang balas yang sering disebut dengan teori penguat yang menyatakan tentang kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika ia menghadapi suatu rangsang tertentu (Sarlito,2002: 19)”.
Untuk menjadi wajib pajak patuh, kriteria yang telah ditentukan oleh pemerintah diharapkan bisa dipenuhi oleh wajib pajak meskipun kriteria wajib pajak patuh masih dirasa terlalu banyak. apabila kriteria wajib pajak patuh dipenuhi oleh wajib pajak, maka wajib pajak berhak mendapatkan imbalan beupa restitusi di muka.
Jika teori rangsang balas dihubungkan dengan kriteria wajib pajak patuh maka wajib pajak seharusnya bertingkah laku positif dalam arti wajib pajak bersifat aktif dalam upaya untuk menjadi wajib pajak patuh sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Dengan demikian apabila wajib pajak memiliki kelebihan atas pembayaran pajak, maka wajib pajak berhak mendapatkan imbalan berupa restitusi di muka tanpa adanya pemeriksan dari petugas pajak.
(44)
2.3. Kerangka Pikir
Di dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh. Sampel dalam penelitian ini adalah WP Badan yang berada di KPP Wonocolo.
Untuk menentukan kerangka dalam penelitian ini didukung oleh premis oleh penelitian terdahulu, yaitu :
Premis 1 :
Teori rangsang balas (stimulus-response theori) yang sering disebut juga dengan teori penguat (reinforcement-theory) (Sarlito, 2002: 19). Teori ini menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu.
Premis 2 :
Teori hasil interaksi (Sarlito, 2002: 33). Teori ini menjelaskan bahwa interaksi sosial hanya akan diulangi apabila kedua belah pihak memperoleh hasil yang positif.
Premis 3 :
Terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh, ada persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap petugas pajak, ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap kriteria wajib pajak patuh (Trisna Gardina dan
(45)
Premis 4 :
Pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Supriyati dan Nur Hidayati, 2008)
Premis 5 :
Pemahaman etika pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam peningkatan keputusan kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan Perceived probability of audit) (Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang, 2009)
Premis 6 :
Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan (Nih Luh Supadmi).
(46)
Dari premis yang ada, maka kerangka pikir yang digunakan oleh peneliti adalah :
Regresi Linier Berganda
Gambar 1: Diagram Kerangka Pikir
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, kerangka pikir di atas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
“Diduga bahwa pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak”
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib
pajak (X1)
Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
(X2)
Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib
pajak patuh (X3)
Kepatuhan wajib pajak (Y)
(47)
BAB III Metode Penelitian
3.1. Definis Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional
Definisi Oprasional merupakan pendefinisian konsep-konsep penelitian menjadi variabel- variabel penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan batasan dan menghindari perbedaan persepsi terhadap makna variabel penelitian.
Variabel serta definisi oprasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Bebas, yang terdiri dari :
1. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak (X1) Pengetahuan perpajakan wajib pajak merupakan ilmu atau wawasan yang berhubungan dengan pajak, baik asas- asanya, macam- macam pajak, tata cara perhitungan, dan tata cara pembayaran pajak yang dimiliki oleh wajib pajak.
Indikator dari variabel Pengetahuan Perpajakan yang dimiliki Wajib Pajak (X1)
adalah :
a. Pengertian pajak dan pentingnya pajak b. Sistem pajak dan prosedur perpajakan
(48)
c. Pemahaman menganai Undang-Undang Pajak dan Peraturan yang berlaku
(Gardina, Haryanto, 2006, dan dikembangkan)
2. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak (X2)
Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak merupakan tanggapan wajib pajak terhadap seberapa besar peran petugas pajak dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak (X2)
adalah :
a. Tangible (Bukti Langsung) b. Reliability(Keandalan) c. Assurance (Jaminan)
d. Empathy (Empati)
(Gardina, Haryanto, 2006 dan dikembangkan)
3. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh (X2)
Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh merupakan anggapan wajib pajak terhadap berbagai kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menjadi wajib pajak patuh apakah kriteria yang ditetapkan sudah sesuai ataukah belum sesuai dengan yang diharapkan oleh wajib pajak.
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak
(49)
a. Kriteria penyampaian SPT tepat waktu
b. Melakukan pembukuan menurut peraturan perpajakan.
(Gardina, Haryanto, 2006 dan dikembangkan) Variabel Terikat :
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan.
Indikator dari Kepatuhan Wajib Pajak (Y) adalah :
a. Menghitung dan memperhitungkan pajak yang terutang dengan lengkap, benar, dan jelas.
b. Membayar pajak yang terutang tepat waktu
(Undang-undang dan Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan)
3.1.2 Teknik Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini, Skala pengukuran yang dipakai untuk
mengukur variabel adalah dengan teknik Linkert yang menggunakan skala interval. Alternatif jawaban dalam penelitian ini adalah :
1 = Sangat tidak setuju 2 = Tidak setuju
3 = Ragu- ragu dan netral 4 = Setuju
(50)
5 = Sangat setuju
3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Pratama Wonocolo sebesar 10.498.
3.2.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah wajib pajak badan. Wajib pajak badan dapat berupa Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Komanditer (CV), UD (Usaha Dagang), ataupun organisasi lainnya. Untuk mendapatkan jawaban yang tepat, maka yang mengisi kuesioner ini adalah staf akuntansi dari perusahaan. Apabila pada perusahaan tersebut tidak terdapat staf akuntansi, maka kuesiner ini akan diisi langsung oleh pemilik perusahaan.
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan metode convenience sampling. Sampel convenience adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia menjadi responden di jadikan sampel (Cooper, 2006 : 139). Dalam penelitian ini yang digunakan dalam menentukan sampel adalah rumus Slovin :
n = N
(51)
Di mana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan
Ukuran sampel ditentukan dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10 % maka dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh sampel sebagai berikut :
n = 10.498
1 + 10.498 (0,1) 2 n = 99
3.3. Teknik pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua yaitu :
a. Data Primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti
dengan cara mendatangi langsung ke tempat lokasi wajib pajak berada dan memberikan kuesioner penelitian.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen- dokumen
perusahaan yang berkaitan dengan objek penelitian. Dalam hal ini data sekunder yang diperoleh adalah data jumlah wajib pajak badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo).
(52)
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber yaitu responden (wajib pajak badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Prataman Surabaya Wonocolo) dan langsung dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo.
3.3.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Kuesioner
Cara untuk mengumpulkan data dengan memberikan beberapa pernyataan yang tersaji didalam lembar kertas isian (kuesioner) yang tersedia untuk diisi. (Nazir, 1999 : 245).
b. Dokumentasi
Suatu cara untuk memperoleh data dengan mengutip data dari dokumen perusahaan yang ada kaitannya dengan penelitian.
3.4. Uji Kualitas Data 3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur itu (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid tidaknya alat ukur tersebut dapat diuji dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh oleh masing-masing butir pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dari
(53)
penjumlahan semua skor pertanyan. Dasar pengambilan keputusan yaitu apabila korelasi antara skor total dengan skor masing-masing pertanyan signifikan (ditunjukkan dengan taraf signifikan < 0,05), maka dapat dikatakan bahwa alat pengukur tersebut valid (Sumarsono, 2004 : 31).
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan derajat, ketepatan, ketelitian, atau keakuratan yang ditujukan oleh instrument pengukuran indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Analisis keandalan butir bertujuan untuk menguji konsistensi butir- butir pernyataan dalam mengungkap indikator. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan internal konsistensi dengan teknik analisis Alpha cronbach, yakni suatu instrumen dapat dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien keandalan atau Alpha > 0,6. (Ghozali, 2007:41).
3.4.3. Uji Normalitas
“Menurut Gozali (2007: 110) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal” . Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogrof Smirnov. Pedoman dalam mengambil keputusan adalah sebagai berikut :
a. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 5% maka distribusi adalah
(54)
b. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 5% maka distribusi adalah normal
3.4.4. Uji Asumsi Klasik 3.4.4.1. Uji Autokorelasi
“Menurut Gujarati (1995: 200), Autokorelasi berarti terdapatnya korelasi antar data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross sectional”). Adanya autokorelasi dalam regresi dapat diketahui dengan melakukan uji Durbin Watson. Dengan melihat table Watson dengan jumlah variable bebas (k) dan jumlah data (n) sehingga diketahui dL dan dU maka dapat diperoleh distribusi daerah keputusan ada atau tidak terjadi autokorelasi (Gujarati, 1995: 217).
3.4.4.2. Uji Multikolineritas
Tujuan dari Uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Uji multikolinearitas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antar independent variable. Menurut Ghozali (2007: 92), besarnya nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang digunakan acuan adalah nilai VIF di bawah 10, apabila nilai VIF lebih tinggi dari 10 maka akan terjadi Multikolinieritas”.
(55)
3.4.4.3. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak adanya kesamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Bila terjadi gejala heteroskedastisitas akan menimbulkan akibat varians koefisien regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar sehingga hasil uji signifikansi statistik tidak valid lagi. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat menggunakan korelasi rank spearman.
Jika nilai signifikan koefisien Rank Spearman untuk semua variabel bebas terhadap nilai mutlak dari residual lebih besar 5% maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas (Wahana Komputer, 2005 : 60)
3.4.5. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Model analisis yang digunakan dalam menguji hipotesis yang telah dirumuskan adalah regresi linear berganda adalah sebagai berikut
Y = a + b1x1 +b2x2 + b3x3 + e Keterangan :
Y = Kepatuhan wajib pajak
a = Konstanta
b1,b2,b3 = Koefisien Regresi
X1 = Pengetahuan perpajakan yang dimilikin oleh wajib pajak
(56)
X3 = Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh
e = kesalahan pengganggu (disturbance term), artinya nilai-nilai dari
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.
(Hasan, 2003: 254)
3.4.5. Uji Hipotesis 3.4.5.1. Uji F
Untuk menguji cocok atau tidaknya model regresi linier berganda yang dihasilkan digunakan uji F dengan prosedur :
1. Menyusun hipotesis
H0 : β1, β2, β3 = 0 (Model regresi linier berganda yang dihasilkan tidak cocok).
H0 : β1, β2,β3 0 (Model regresi linier berganda yang dihasilkan cocok).
2. Derajat pembilang digunaka nilai k-1, yaitu jumlah variabel dikurangi
1 Untuk derajad penyebut digunakan n-k, yaitu jumlah sampel dikurangi dengan jumlah variabel. Sedangkan untuk taraf signifikansi yang digunakan adalah sebesar 5%.
3. Kriteria keputusan
a. Jika nilai propabilitas ≥ 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak
yang berarti model regresi yang dihasilkan tidak cocok guna melihat pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau
(57)
persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
b. Jika nilai propabilitas < 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima
yang berarti model regresi yang dihasilkan cocok guna melihat pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
3.4.5.2. Uji t
Untuk mengetahui apakah variabel X1, X2, atau X3 berpengaruh
nyata atau tidak terhadap Y dengan melakukan uji-t. Beberapa langkah yang diperlukan adalah sebagi berikut :
1. Menentukan Hipotesis. Variabel bebas berpengaruh tidak nyata apabila
nilai koefisiennya sama dengan nol, sedangkan variabel bebas akan berpengaruh nyata apabila nilai koefisiennya tidak sama dengan nol (Suharyadi, 2004: 525). Berikut hipotesis lengkapnya :
a. H0 : β1, β2,β3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
(58)
b. H1 : β1, β2, β3 0 (Ada pengaruh yang signifikan pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
2. Derajat bebas yaitu n-k, level of signifikan () = 5%
3. Kriteria keputusan :
a. Jika nilai propabilitas > 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak
yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
b. Jika nilai propabilitas <0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima
yang berarti ada pengaruh yang signifikan pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
(59)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Wonocolo
Sebagai unit organisasi Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempunyai tugas yang cukup menentukan bagi kelangsungan pembangunan. Selain bertugas untuk menghimpun penerimaan dalam sektor pajak dengan target penerimaan yang terus menerus meningkat setiap tahun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga ditintut memberikan pelayanan pajak yang baik dan berkualitas bagi masyarakat Wajib Pajak.
Demi melaksanakan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membentuk unit organisasi dibawahnya yang meliputi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh Indonesia, guna lebih menyentuh target, yaitu masyarakat wajib pajak.
Dalam perkembangannya, tak henti-hentinya dilakukan perbaikan struktur organisasi dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satunya membentuk KPP baru yang diharapkan mampu mengakomodasi seluruh kepentingan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan masyarakat. Perbaikan struktur organisasi tersebut terakhir digunakan dalam surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor SE-575/PJ/2001 tanggal 23
(60)
Agustus tentang, sebagai bentuk pelaksanaan reorganisasi ditubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Akibat reorganisasi tersebut, maka untuk wilayah surabaya yang sebelumnya terdapat 6 (enam) Kantor Pelayanan Pajak, diperluas menjadi 10 (sepuluh) Kantor Pelayanan Pajak dengan pembagian wilayah yang ditetapkan. Penambahan jumlah tersebut diperoleh dengan pemecahan 4 (empat) kantor pelayanan pajak tersebut adalah Kantor Pelayanan Pajak Wonocolo yang mulai beroperasi bulan April 2002. Hal ini karena pemisahan kantor pelayanan tersebut memerlukan waktu yang cukup untuk memisahkan berkas administratif per wajib pajak, peralatan, fasilitas kantor dan pembenahan jaringn komputer sistem informasi perpajakan.
Sebagai unit organisasi terbawah dari Direktorat jenderal Pajak, Kantor Pelayanan pajak Pratama Surabaya Wonocolo mempunyai tugas untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana terhadap masyarakat wajib pajak di bidang pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan Keputusan Dirjen pajak No : KEP – 158/PJ./2007, tanggal 5November 2007 tentang penerapan organisasi tata kerja, dan saat mulai beroperasinya KPP Pratama dan KP2KP di lingkungan Kantor
(61)
Wilayah Direktorat Jenderal pajak Jawa Timur I adalah sebagai berikut (Tax Regulation, www.google.com) :
1. Tanggal 13 November 2007 meliputi :
a. KPP Pratama Surabaya Genteng
b. KPP Pratama Surabaya Gubeng
c. KPP Pratama Surabaya Krembangan
d. KPP Pratama Surabaya Pabean Cantikan
e. KPP Pratama Surabaya Rungkut
f. KPP Pratama Surabaya Sawahan
g. KPP Pratama Surabaya Simokerto
h. KPP Pratama Surabaya Mulyorejo
i. KPP Pratama Surabaya Sukomanunggal
j. KPP Pratama Surabaya Tegalsari
k. KPP Pratama Surabaya Wonocolo
l. KPP Pratama Surabaya Karangpilang
Lokasi KPP Pratama Surabaya Wonocolo berada di Jalan jagir Wonokromo No. 104 Surabaya dan berada di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I sedangkan wilayah kerjanya meliputi seluruh kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Wonocolo
(62)
Dalam mendukung dan membantu pelaksanaan tugas Kantor Pelayana pajak maka dilakukan pembagian tugas untuk masing-masing bagian/seksi. Hal ini agar tidak terjadi benturan dalam melaksanakan tugas masing-masing seksi. Untuk setiap seksi para pelaksana dikoordinasikan oleh beberapa koordinator pelaksana dalam rangka koordinasi tugas, dan dipimpin oleh Kepala Seksi yang ditunjuk.
4.1.2. Visi dan Misi KPP Pratama Surabaya Wonocolo
4.1.2.1. Visi Kantor Pelayanan Pratama Surabaya Wonocolo
Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.
4.1.2.2. Misi Kantor Pelayanan Pratama Surabaya Wonocolo
Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan APBN melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.
4.1.3. Struktur organisasi KPP Pratama Surabaya Wonocolo
Setiap organisasi atau departemen memiliki struktur organisasi. Keberadaannya sangat penting bagi kelancaran aktifitas organisasi atau departemen yang bersangkutan. Struktur organisasi ini menunjukkan tugas masing-masing individu, sehingga jelas batas-batasnya wewenang, dan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan.
(63)
(64)
1. Sub Bagian Umum
Melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan rumah tangga.
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e- dan e-Filling, serta penyiapan laporan kerja.
3. Seksi Pelayanan
Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
4. Seksi Penagihan
Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
5. Seksi Pengawasan dan konsultasi
Masing-masing seksi pengawasan mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil
(65)
Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi serta melakukan evaluasi hasil banding.
6. Seksi Pemeriksaan.
Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan pajak, administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya
7. Seksi Kelompok Jabatan Fungsional
Melakuakan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran dari keberadaan responden di daerah penelitian, Dalam penelitian ini, peneliti menyebarkan kuesioner sebanyak sembilan puluh sembilan (99) kuesioner kepada wajib pajak badan di ruang lingkup Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Wonocolo. Dari sembilan puluh sembilan kuesioner yang telah didistribusikan langsung oleh peneliti, sejumlah delapan puluh dua (82,8%) total kuesioner yang kembali dan dijawab dengan lengkap. Dan sisanya sebanyak tujuh belas kuesioner (17,2%) tidak kembali. Berikut ini merupakan identitas rsponden berdasarkan bentuk perusahaan.
(66)
1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jumlah Karyawan
Dintinjau dari jumlah karyawan, jumlah perusahaan sampel sebanyak enam puluh dua (75,61 %) dari perusahaan memiliki jumlah karyawan kurang dari sepuluh orang, sebanyak enam belas (19,51%) dari perusahaan memiliki jumlah karyawan antara sepuluh hingga lima belas orang, dan sebanyak empat (4,88%) perusahaan memiliki jumlah karyawan antara lima puluh hingga sembilan puluh sembilan orang.
Tabel 6 : Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Karyawan
Jumlah Karyawan Jumlah Persentase (%)
< 10 orang 62 75,61
10-15 orang 16 19,51
50-99 orang 4 4,88
>100 orang 0 0
Sumber: Kuesioner
2. Deskripsi Responden Berdasarkan Bidang Usaha Perusahaan
Ditinjau dari bentuk perusahaan, sebanyak enam belas responden (19,51%) bergerak di bidang jasa, sebanyak lima puluh sembilan (71.95%) dari responden bergerak di bidang dagang, dan sisanya sebanyak tujuh (8,54%) dari responden bergerak di bidang industri.
Tabel 7: Identitas Responden Berdasarkan Bidang Usaha Perusahaan
Bidang Usaha Jumlah Persentase (%)
Jasa 16 19,51
Dagang 59 71,95
Industri 7 8,54 Sumber: Kuesioner
(1)
patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. (Supriati dan Nur Hidayati, 2008:49).
Dari penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh Wajib Pajak mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak, hal ini dimungkinkan karena Wajib Pajak memahami akan pentingnya pajak. Sedangkan persepsi Wajib Pajak mengenai Petugas pajak, dan persepsi Wajib Pajak mengenai kriteria Wajib Pajak patuh tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, hal ini dimungkinkan Wajib Pajak berada pada Kantor Pelayanan Pajak yang sama sehingga mereka dilayani oleh petugas pajak yang berasal dari satu instansi sehingga mengakibatkan adanya persamaan pandangan terhadap petugas pajak. Kriteria Wajib Pajak Patuh juga dirasa tidak begitu penting oleh Wajib Pajak karena Wajib Pajak merasa apabila mereka menjadi Wajib Pajak patuh, mereka hanya menerima imbalan berupa restitusi di muka.
Selain Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak, Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak, Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh, masih ada faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhi kepatuhan Wajib pajak, yaitu sebesar 39,3%. faktor-faktor tersebut misalnya adalah perubahan peraturan perpajakan, persepsi Wajib Pajak mengenai sanksi, sistem pengendalian internal Wajib Pajak, dan tingkat pendidikan Wajib Pajak.
(2)
81
4.4.1. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian ini. Adapun batasan-batasan tersebut yaitu antara lain:
1) Adanya perbedaan persepsi di antara masing-masing responden (Wajib Pajak) di dalam memahami konteks pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner.
2) Jawaban responden di dalam kuesioner belum tentu mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
3) Populasi yang diambil hanya berasal dari satu tempat saja, yang juga akan mempengaruhi pengambilan sampel, sehingga jumlahnya sedikit.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tentang pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh Wajib Pajak, persepsi Wajib Pajak mengenai petugas pajak, dan persepsi Wajib Pajak mengenai kriteria Wajib Pajak patuh terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Surabaya Wonocolo adalah :
1. Model regresi yang dihasilkan cocok untuk menguji pengaruh Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Wajib Pajak, Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak, dan Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Surabaya Wonocolo.
2. Secara parsial variabel pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh Wajib Pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Pada KPP Pratama Surabaya Wonocolo.
3. Secara parsial variabel persepsi Wajib Pajak mengenai petugas pajak, dan persepsi Wajib Pajak mengenai kriteria Wajib Pajak patuh mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Surabaya Wonocolo.
(4)
83
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah diperoleh di atas, saran yang bisa diberikan adalah :
1. Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak dapat menunjang dalam membentuk aparatur perpajakan yang mampu meningkatkan kepuasan para Wajib Pajak sehingga mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Hendaknya Kantor Pelayanan Pajak memiliki kebijakan-kebijakan dasar kepegawaian sebagai berikut : (1) untuk memperoleh petugas yang cakap, mereka harus dibayar dengan baik; (2) sistem perpajakan harus diorganisasikan dengan baik; (3) petugas harus memperoleh latihan (training) yang memadai yang diperlukan untuk mengembangkan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan; (4) para petugas senior harus memahami apa yang menjadi sasarannya dan merasa bebas untuk mencapainya dengan cara apapun sepanjang kebudayaan dan sistemnya mengizinkan; (5) agar petugas pajak dapat melaksanakan tugasnya, maka kesulitan dan kelemahan yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan harus dihilangkan.
2. Bagi penelitian yang akan datang, perlu ditambahkan variabel-variabel lain yang juga mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak, misalnya : Variabel perubahan peraturan perpajakan, persepsi Wajib Pajak mengenai sanksi, sistem pengendalian internal Wajib Pajak, dan tingkat pendidikan Wajib Pajak. Sehingga penelitian ini bisa lebih dikembangkan di tempat yang berbeda.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Buku Teks :
Anonim, 2009, Pedoman Penyusunan Penelitian dan Skripsi Jurusan
Akuntansi, FE UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.
Anonim, 2008, Persandingan Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beserta
Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, Departemen Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak.
Cooper, Pamela S, 2006. Metode Riset Bisnis, PT Media Global Edukasi, Jakarta.
Ghazali, Imam, 2007, Aplikasi Analisis Multivariatif dengan Program SPSS,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Gujarati, Damodar, 1988, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Iqbal, Hasan, 2003, Pokok-pokok Materi Statistik 2 (statistik inferensif), Bumi
Aksara, Jakarta.
Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta.
Nazir, Mohammad, 2005, Metode Penelitian, Edisi keenam,
Salemba Empat,
Jakarta.
Sarwono, Sarlito Wirawan, 2005, Teori-Teoroi Psikologi Sosial, Edisi Revisi, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV. Alfabeta, Bandung.
Suharyadi, Purwanto S.K, 2004, Statistika: Untuk Ekonomi & Keuangan
Modern, Edisi Pertama, Jilid 2, Salemba Empat, Jakarta.
Sumarsono, 2004, Metodologi Penelitian Akuntansi : Beserta Contoh Interpretasi
Hasil Pengolahan Data, Edisi Revisi.
Umar, Husein, 1999, Metode Penelitian Untuk Sripsi dan Tesis Bisnis, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
(6)
Wahana Komputer, 2005, Pengembangan Analisis Multivariate dengan SPSS
12, Edisi Pertama, Salemba Infotek, Jakarta.
Zain, Mohammad, 2008, Manajemen Perpajakan, Edisi Ketiga, Salemba Empat,
Jakarta.
Jurnal :
Asnawi, Meinarni., dkk, 2009, Analisis Keputusan Kepatuhan Pajak : Strategi
Audit Random, Perceived Probability of Audit, dan Pemahaman Etika
Pajak (Studi Eksperimen Laboratorium), Simposium Nasional 12
Palembang 2009.
Gardina, Trisia & Haryanto, Dedi M. Y, 2006, Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.
12 No.1.
Kiryanto, 1999, Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak
Penghasilannya, Simposium Nasional Akuntansi II IAI-KAPd
Supadmi, Ni Luh, 2009, Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Kualitas
Pelayanan, Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol.4 No. 2
Supriyati dan Hidayati, Nur, 2008, Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Persepsi
Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Jurnal Akuntansi dan
Teknologi Informasi Vol. 7 No. 1