Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo (Gnetum guemon L.) secara kualitatif dan kuntitatif dengan metode DPPH

(1)

KUANTITATIF DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Indah Kertawati

NIM : 098114039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

KUANTITATIF DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Indah Kertawati

NIM : 098114039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

“ T a k e d ou bt s a n d m ock er y a s a l ev er a ge t o st r en gt h en ou r w i l l a n d f i gh t w i t h ou r best a bi l i t y . Pr ov e t o p eop l e t h a t a l l

d r ea m s ca n com e t r u e”

“Ja d i k an k er a gu a n d a n ejek an sebaga i ca m bu k u n t u k m em per k u a t t ek a d d a n p er j u an gk a n d en ga n segen ap k em am p u a n y a n g a d a , bu k t i k an sem u a m i m pi d ap a t m en j ad i k en y a t a a n ” . T i da k a d a m i m pi y a n g m u st a hi l , sel am a j a l an u n t u k m en ca p ai n y a m asu k ak a l (A n d r i e W on gso)

" I a m i s t he onl y one cr eat or f or my own s t or y. . . And My God i s my best Edi t or ”

(Sa t z ch y W a n g)

Ka r y a il mia h ini Sa Ya per semba hk a n k epa da : Papa, M ama, Adik, dan keluarga besar saya (Keluarga besar Tjia dan Hoo), sebagai ungkapan rasa hormat dan bakt i saya.


(6)

v

Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata

Dharma :

Nama : Indah Kertawati

NIM : 098114039

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOLIK BUNGA

MELINJO (Gnetum gnemon L.) SECARA KUALITATIF DAN

KUANTITATIF DENGAN METODE DPPH”

berserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan

royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 9 Juli 2013 Yang menyatakan,


(7)

vi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Bunga Melinjo (Gnetum gnemon L.) Secara Kualitatif dan Kuantitatif dengan Metode DPPH” dengan baik. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat yang diwajibkan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu

Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis menyadari telah mendapat

banyak bantuan, bimbingan, dukungan, dan semangat dari berbagai pihak, baik

secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang

telah diberikan kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan banyak bantuan dan bimbingan kepada penulis mulai dari

saat penyusunan usulan tugas akhir, saat dilakukan penelitian, hingga

penyelesaian tugas akhir ini.

3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan


(8)

vii

memberikan banyak masukan, kritik dan saran dalam penulisan tugas

akhir ini.

5. Segenap laboran Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Laboratorium

Botani Farmasi, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Kebun

Tanaman Obat, dan Laboratorium Kimia Analisis Instrummental, atas

segala bantuan selama penulis melakukan penelitian di labotatorium.

6. Segenap Dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

7. Martina Sipayung, sebagai sahabat dan rekan satu tim yang berjuang

bersama dalam pengerjaan tugas akhir ini.

8. Sartika Laraswati, sebagai adik, motivator, dan orang terpenting bagi

penulis yang selalu mendorong dan memberi semangat sehingga tugas

akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Kakak Wang Mei Hua, sebagai kakak, sahabat, dan motivator terbaik

yang penulis miliki. Terima kasih atas segala dukungan, semangat dan

perhatian yang telah diberikan.

10. Ahn Chil Hyun, sebagai inspirator dan kekuatan terbesar bagi penulis

yang telah memberikan banyak inspirasi, motivasi dan semangat bagi

penulis.

11. Tante Hoo I Ing dan Hoo Kim Lan yang telah banyak memberikan

dukungan materil dan moril selama penulis menempuh pendidikan di


(9)

viii

terbaik yang penulis miliki. Terima kasih atas segala dukungan, semangat

dan kebersamaan yang selama ini kita lewati dalam menghadapi suka

duka dikehidupan universitas ini.

13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak

dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini masih

terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati

penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan, tidak lupa

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata penulis berharaap tugas akhir ini dapat bermanfaat untuk

berbagai pihak yang membutuhkan dan menjadi sumbangan bagi ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, Juli 2013

Penulis


(10)

ix

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini,

maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan


(11)

x

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6


(12)

xi

1. Keterangan botani ... 7

2. Deskripsi tanaman ... 7

3. Kandungan kimia melinjo ... 8

4. Kegunaan melinjo ... 8

B. Senyawa Fenolik ... 9

C. Antioksidan ... 11

1. Radikal bebas ... 11

2. Definisi antioksidan ... 12

3. Mekanisme antioksidan ... 13

4. Manfaat antioksidan ... 15

5. Metode pengujian aktivitas antioksidan ... 15

a. Kromatografi lapis tipis ... 16

b. Spektrofotometri visibel ... 20

D. Metode 1,1-Dyphenyl-2-Pycrylhydrazyl (DPPH) ... 23

E. Ekstraksi ... 25

F. Skrining fitokimia ... 29

1. Alkaloid ... 29

2. Flavonoid ... 29

3. Saponin ... 30

4. Tanin ... 30

5. Triterpenoid dan steroid ... 31


(13)

xii

2. Presisi ... 32

3. Linearitas ... 33

4. Spesifisitas ... 33

H. Landasan Teori ... 34

I. Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

B. Variabel ... 36

C. Definisi Oprasional ... 36

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 37

1. Bahan penelitian ... 37

2. Alat penelitian ... 37

E. Tata Cara Penelitian ... 38

1. Determinasi tanaman ... 38

2. Pengumpulan bahan ... 38

3. Pembuatan serbuk simplisia ... 38

4. Pembuatan ekstrak etanolik bunga melinjo ... 39

5. Pembuatan larutan DPPH, pembanding, dan uji ... 39

6. Skrining fitokimia ... 40

7. Uji kualitatif DPPH dengan Kromatografi Lapis Tipis ... 43

8. Uji kuantitatif DPPH dengan spektrofotometri visibel ... 45


(14)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 48

B. Hasil Pengumpulan Sampel ... 48

C. Hasil Preparasi Sampel ... 51

1. Pembuatan serbuk simplisia bunga melinjo ... 51

2. Pembuatan ekstrak etanolik bunga melinjo ... 53

D. Hasil Skrining Fitokimia ... 56

1. Pengujian alkaloid ... 57

2. Pengujian saponin ... 59

3. Pengujian flavonoid ... 61

4. Pengujian triterpenoid dan steroid ... 63

5. Pengujian tanin ... 63

E. Hasil Uji Kualitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Bunga Melinjo ... 68

1. Hasil identifikasi golongan flavonoid ... 70

2. Hasil identifikasi golongan tanin ... 72

F. Hasil Uji Kuantitatif ... 76

1. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan ... 76

2. Penentuan Operating Time (OT) ... 77

3. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum (λmaks) ... 79

4. Hasil validasi metode analisis pengujian aktivitas antioksidan ... 80


(15)

xiv

c. Linearitas ... 86

d. Spesifisitas ... 87

G. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ... 88

BAB V SARAN DAN KESIMPULAN ... 95

A. Saran ... 95

B. Kesimpulan ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 102


(16)

xv

Halaman

Tabel I. Kandungan gizi biji dan daun melinjo dalam 100 g

bahan (Haryoto, 1998) ... 8

Tabel II. Parameter-parameter aplikasi penotolan sampel yang

direkomendasikan (Adamovies, 1997) ... 18

Tabel III. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH ... 25

Tabel IV. Kriteria nilai akurasi yang masih dapat diterima

(APVMA 2004) ... 32

Tabel V. Kriteria nilai presisi yang masih dapat diterima

(APVMA 2004) ... 33

Tabel VI. Hasil skrining fitokimia simplisia bunga melinjo ... 56

Tabel VII. Hasil deteksi bercak dengan menggunakan sistim KLT

menggunakan beberapa eluen ... 73

Tabel VIII. Hasil scanning panjang gelombang maksimum DPPH ... 80

Tabel IX. Hasil pengukuran absorbansi seri baku rutin yang sudah

direaksikan dengan radikal DPPH ... 81

Tabel X. Hasil pengukuran absorbansi seri ekstrak etanolik bunga

melinjo yang sudah direaksikan dengan radikal DPPH ... 82

Tabel XI. Hasil % Recovery, SD, dan % CV uji aktivitas

antioksidan rutin ... 84

Tabel XII. Hasil % Recovery, SD, dan % CV uji aktivitas


(17)

xvi

dengan metode DPPH ... 91

Tabel XIV. Hasil aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga

melinjo dengan metode DPPH ... 91

Tabel XV. Hasil perhitungan IC50 rutin dan ekstrak etanolik

bunga melinjo ... 92

Tabel XVI. Tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji dengan


(18)

xvii

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia rutin ... 11

Gambar 2. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010) ... 24

Gambar 3. Reaksi uji mayer ... 57

Gambar 4. Hasil uji alkaloid ... 59

Gambar 5. Reaksi hidrolisis saponin dalam air ... 60

Gambar 6. Hasil uji saponin ... 60

Gambar 7. Hasil uji flavonoid ... 62

Gambar 8. Hasil uji triterpenoid dan steroid ... 63

Gambar 9. Hasil uji tanin dengan menggunakan larutan besi (III) amonium sulfat ... 64

Gambar 10. Hasil uji tanin dengan menggunakan FeCl3 1% ... 65

Gambar 11. Hasil uji tanin dengan menggunakan larutan gelatin 1% ... 66

Gambar 12. Hasil uji penggolongan senyawa tanin ... 68

Gambar 13. Kromatogram KLT uji kualitatif antioksidan ... 70

Gambar 14. Kromatogran KLT identifikasi senyawa flavonoid ... 71

Gambar 15. Kromatogram KLT identifikasi senyawa tanin ... 75

Gambar 16. Hasil uji pendahuluan aktivitas antioksidan ... 77

Gambar 17. Grafik hasil penentuan OT rutin ... 78

Gambar 18. Grafik hasil penentuan OT ekstrak etanolik bunga melinjo ... 78


(19)

xviii

dengan aktivitas antioksidannya ... 83

Gambar 21. Reaksi terbentuknya warna kuning oleh

senyawa antioksidan ... 90


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi tanaman melinjo ... 102

Lampiran 2. Gambar bunga melinjo dari daerah Ambal Kabupaten Kebumen ... 103

Lampiran 3. Perhitungan rendemen ... 103

Lampiran 4. Data penimbangan uji kualitatif aktivitas antioksidan ... 104

Lampiran 5. Data penimbangan pereaksi semprot ... 105

Lampiran 6. Data penimbangan bahan untuk uji antioksidan ... 106

Lampiran 7. Data perhitungan konsentrasi larutan DPPH, larutan uji, dan larutan pembanding ... 107

Lampiran 8. Scanning pengkoreksi ... 119

Lampiran 9. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan ... 110

Lampiran 10. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH ... 112

Lampiran 11. Perhitungan nilai IC50 ekstrak etanolik bunga melinjo dan rutin ... 113


(21)

xx INTISARI

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek buruk dari radikal bebas. Senyawa fenolik dan flavonoid merupakan sumber antioksidan alami yang biasanya terdapat pada tumbuhan. Melinjo merupakan salah satu tumbuhan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan sehari-hari. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam bunga melinjo dan melakukan pengujian aktivitas antioksidan untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanolik bunga melinjo dalam melawan radikal bebas sebagai antioksidan alami.

Uji pendahuluan dilakukan dengan cara skrining fitokimia, dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif yang terdapat dalam sampel bunga melinjo. Pengujian aktivitas antioksidan bunga melinjo (Gnetum gnemon L.) dilakukan secara kualitatif (secara KLT) maupun kuantitatif (menggunakan spektrofotometri visibel) menggunakan radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Prinsip metode ini adalah penurunan intensitas warna atau absorbansi larutan DPPH yang sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan. Hasilnya dinyatakan dengan nilai

Inhibition Concentration 50 (IC50) yang menunjukkan konsentrasi suatu senyawa

antioksidan yang menghasilkan penangkapan 50% radikal DPPH. Hasil uji pendahuluan (skrining fitokimia) dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sampel bunga melinjo mengandung senyawa saponin, alkaloid, tanin, dan flavonoid yang dapat berpotensi sebagai antioksidan alami. Hasil uji kualitatif dengan menggunakan DPPH menunjukkan bahwa sampel ekstrak etanolik bunga melinjo memiliki aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning pada pelat KLT setelah direaksikan dengan DPPH. Hasil uji kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanolik bunga melinjo memiliki aktivitas antioksidan yang lemah dengan IC50 sebesar 257,25 ± 0,35 µg/mL.

Kata Kunci : aktivitas antioksidan, skrining fitokimia, ekstrak etanolik bunga melinjo (Gnetum gnemon L.), KLT, DPPH.


(22)

xxi ABSTRACT

Antioxidants are compounds that can neutralize the effects of free radicals in human body. Phenolic and flavonoid are antioxidants that are found in plants. Melinjo is a one of plants that the flosses are consumed by people as a daily food. Therefore, it was necessary to investigate the active compounds of Melinjo floss and done some antioxidant activities test to find out the cability of ethanolic extract of melinjo floss as a natural antioxidant to against free radical activity.

The first test that was conducted in the research was the phytochemical screening, the purpose of this test was to find out the active compounds that contained in the melinjo floss extract. Antioxidant activity test of melinjo floss was performed in qualitative (using TLC system) and quantitative (using visible spectrophotometry) assays using 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) radical. The principle of the method is the reduction of color intensity or absorbance of DPPH solution which is proportional to the increasing of the concentration of antioxidant. The result was referred by Inhibition concentration 50 (IC50) level which indicated

the concentration of an antioxidant activity that produces 50% arrest of DPPH radical. The result of Phytochemical screening test showed that ethanolic extract of melinjo floss contain of tannin, saponin, alkaloid, and flavonoid. The compounds is potential as an antioxidant. Qualitative assay using DPPH method showed that ethanolic extract of melinjo floss has an antioxidant activity which is indicated by yellow color on TLC plates after sprayed with DPPH solution. The result of quantitative assay showed that ethanolic extract of melinjo floss was had a weak antioxidant activity with IC50 is 257,25 ± 0,35 µg/mL.

Key words: antioxidant activity, phytochemical screening, ethanolic extract of melinjo flos (Gnetum gnemon L.), TLC, DPPH.


(23)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tanpa disadari, dalam kehidupan sehari-hari tubuh manusia tidak dapat terbebas dari pengaruh radikal bebas. Secara alami, radikal bebas sudah terbentuk di dalam tubuh melalui berbagai mekanisme kompleks. Radikal bebas yang terbentuk ini merupakan hasil sampingan dari proses oksidasi, atau pembakaran sel pada saat bernafas, olahraga yang berlebihan, peradangan, atau ketika tubuh berhadapan dengan lingkungan di luar tubuh seperti polusi lingkungan, radiasi matahari, asap kendaraan bermotor, asap rokok, dan berbagai bentuk polusi lainnya (Syah, 2005).

Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil. Ketidakstabilan ini dapat terjadi karena dalam molekul radikal bebas terdapat satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk menjadi stabil, elektron-elektron yang tidak berpasangan ini akan berinteraksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron, reaksi ini kemudian akan memicu timbulnya berbagai reaksi berantai yang akan mengakibatkan timbulnya kerusakan jaringan (Elfita, Bahti, dan Dachriyanus, 2006). Radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh diketahui mampu memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler dan penuaan dini (Palmer dan Kitchin, 2010).

Secara normal, radikal bebas yang ada di dalam tubuh akan dinetralisir oleh antioksidan alami yang diproduksi secara normal oleh tubuh. Namun, akan menjadi


(24)

masalah jika kadar radikal bebas terlalu tinggi dan kemampuan antioksidan alami tubuh tidak memadai untuk menetralisir radikal bebas tersebut. Keadaan ini akan memicu timbulnya ketidakseimbangan antara kadar radikal bebas dan kadar antioksidan di dalam tubuh (Harjanto, 2004). Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah antioksidan di dalam tubuh adalah dengan memberikan asupan antioksidan yang berasal dari luar tubuh (eksogen) (Pangkalan, 2008).

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek buruk dari radikal bebas yang berada di dalam tubuh. Kegunaan utama dari antioksidan adalah untuk menghentikan atau memutus reaksi berantai dari radikal bebas dengan cara menyediakan dirinya untuk bereaksi dengan radikal bebas itu sendiri, dengan demikian dapat dikatakan bahwa antioksidan dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat serangan radikal bebas (Putra dan Verawati, 2011). Berdasarkan sumbernya terdapat 2 macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik (Dalimarta dan Sudibyo, 1999). Saat ini antioksidan alami yang berasal dari buah dan sayuran lebih diminati dibandingkan dengan antioksidan sintetik karena dinilai lebih aman dan memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan antioksidan sintetik. Antioksidan sintetik seperti BHT (Butylated Hidroxy

Toluene) dan BHA (Butylated Hidroxy Anisole) telah diragukan keamanannya karena

memiliki efek samping yang dapat menyebabkan kerusakan hati (Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005). Hal inilah yang memicu timbulnya penelitian-penelitian dan eksplorasi mengenai sumber antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan.


(25)

Salah satu sumber antioksidan alami dapat berasal dari tanaman melinjo. Di dalam biji dan daun tanaman melinjo terdapat kandungan flavonoid, tanin, dan saponin yang telah diketahui bahwa golongan senyawa tersebut memiliki aktivitas antioksidan. Dalam kehidupan sehari-hari tanaman melinjo biasanya dikonsumsi masyarakat sebagai sayuran atau diolah menjadi berbagai produk makanan lain. Selain dikonsumsi sebagai sayur, tanaman melinjo juga diketahui memiliki beberapa manfaat dalam bidang pengobatan, diantaranya digunakan sebagai peluruh air kencing (diuretik), pengobatan untuk penyakit mata, anemia, dan busung lapar (Hariana, 2008). Karena tanaman melinjo merupakan tamanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan sehari-hari, sehingga diharapkan konsumsi tanaman melinjo dapat menjadi sumber antioksidan alami bagi masyarakat.

Pengujian antioksidan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan prinsip penangkapan radikal bebas dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bedasarkan metode ini, pengujian secara kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya senyawa antioksidan dalam suatu senyawa dilakukan dengan menggunakan prinsip Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Teknik kromatografi lapis tipis ini banyak digunakan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa kimia karena murah, sederhana, serta dapat menganalisis beberapa komponen secara serempak (Hernani 1999). Uji kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan antioksidan suatu senyawa yang dinyatakan oleh nilai IC50. IC50 merupakan parameter konsentrasi


(26)

karena sederhana, cepat, sensitif, reprodusibel, dan paling sering digunakan pada pengujian antioksidan ekstrak tanaman (Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar, and Lakshman, 2005; Savatovic, Cetkovic, Canadanovic-Brunet, and Djilas, 2012).

B. Perumusan Masalah

1. Golongan senyawa apa saja yang terdapat di dalam ekstrak etanolik bunga melinjo yang teridentifikasi melalui uji skrining fitokimia?

2. Apakah ekstrak etanolik bunga melinjo mengandung senyawa antioksidan yang teramati melalui uji KLT?

2. Berapakah nilai IC50 ekstrak etanolik bunga melinjo terhitung melalui metode

DPPH?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai aktivitas antioksidan yang telah dilakukan dengan menggunakan bahan melinjo antara lain:

Penelitian mengenai aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak melinjo terhadap mikroba pembusuk.

Di dalam penelitian tersebut, bagian tanaman melinjo yang digunakan adalah akar, batang, daun, biji, dan pulp biji yang diekstrak menggunakan pelarut etanol. Analisis yang dilakukan meliputi uji total fenol dengan metode Folin-Ciocalteu, aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan uji aktivitas antimikroba dengan metode well diffusion (Chandra, 2011).


(27)

Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan terletak pada sampel yang digunakan, yaitu ekstrak etanolik bunga melinjo. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif yang tidak dilakukan pada penelitian sebelumnya. Sejauh pengamatan penulis, uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode DPPH belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan bukti ilmiah mengenai aktivitas antioksidan bunga melinjo dengan menggunakan radikal bebas DPPH.

2. Manfaat metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai tatacara pengujian aktivitas antioksidan bunga melinjo secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode DPPH.

3. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antioksidan bunga melinjo, dalam penangkapan radikal bebas sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pemeliharaan kesehatan manusia.


(28)

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui golongan senyawa yang terdapat di dalam ekstrak etanolik bunga melinjo.

b. Mengetahui golongan senyawa dalam ekstrak etanolik bunga melinjo yang berperan sebagai antioksidan.

c. Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan dengan IC50.


(29)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Melinjo

1. Keterangan botani

Melinjo (Gnetum gnemon L.) termasuk dalam famili Gnetaceae (Elevitch, dan Craig, 2006). Memiliki sinonim : G. gnemon var. sylvistris L., G. acutatum Miq.,

G. gnemon var. ovalifolium (Poir.) Blume, G. vinosum Elmer (Elevitch, dan Craig, 2006).

Nama daerah, diantaranya : Sunda: ki tangkil, mlinjo, sake, tangkil. Jawa: bagu, eso malinjo, trangkil, witgrintul. Aceh : mulieng. Belitung : manenjo, maninjo.

Makasar : bagu, poko sumba (Hariana, 2008).

Common name : Filipina :bago. Salomon Islands :dae, daefasia, daemalefo.

Inggris :gnetum, joint fir, Spanish joint fir, two leaf. Malaysia :maninjau. Singapura

: melindjo. Fiji : sikau, sukau, sukau buli, sukau motu. Kamboja : voe, khalet (Elevitch, dan Craig, 2006).

2. Deskripsi tanaman

Pohon melinjo dapat tumbuh hingga 10-15 m. Daun tanaman melinjo berwarna hijau gelap, mengkilap, halus, tajam pada kedua ujungnya. Berbentuk bulat panjang, lanset dan bulat telur, memiliki panjang 10-20 cm dan lebar 4-7 cm. Memiliki bunga jantan dan bunga betina. Buah berwarna kuning atau kuning kemerahan ketika matang. Berbentuk bulat telur dan memiliki panjang sekitar 1-3,5


(30)

cm. Kulit batang berwarna abu-abu dan memiliki akar tunggang yang kuat (Elevitch, dan Craig, 2006).

3. Kandungan kimia melinjo

Di dalam daun melinjo terdapat kandungan saponin, dan flavonoid, sedangkan bijinya mengandung tanin, flavonoid, dan saponin (Hariana, 2008). Kandungan gizi dari buah melinjo tua antara lain terdiri dari karbohidrat (63,23%), lemak (2,66%), protein (17,39%), dan sejumlah vitamin (Basrah, Dadang, Djakaria, 1993).

Haryanto (1998), telah menyampaikan kandungan kimia yang terdapat dalam biji melinjo dan daun melinjo dalam tabel I.

Tabel I : Kandungan Gizi Biji dan Daun Melinjo dalam 100 g Bahan Menurut Haryoto (1998)

Komposisi Biji Tua Daun

Kalori (kal) 66,00 99,00

Protein (g) 5,00 5,00

Lemak (g) 0,70 1,30

Karbohidrat (g) 13,30 21,30

Magnesium (mg) 163,00 219,00

Fosfor (mg) 75,00 82,00

Besi (mg) 2,8 45,00

Vitamin A (S.I) 1000,00 10.000,00

Vitamin B1 (mg) 0,10 0,09

Vitamin C (mg) 100,00 182,00

Air (g) 80,00 70,0

(Haryoto, 1998)

4. Kegunaan melinjo

Hampir seluruh tanaman melinjo dapat dimanfaatkan. Daun muda, bunga, kulit biji yang tua, dapat digunakan sebagai bahan makanan yang cukup popular di


(31)

masyarakat. Semua bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, selain karbohidrat juga mengandung lemak, protein, mineral, dan vitamin-vitamin (Sunanta, 1994). Bagian daun muda, buah yang masih muda, dan bunga dimanfaatkan sebagai bahan sayuran oleh masyarakat. Daun melinjo yang masih muda sangat baik untuk kesahtan mata karena memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi, yakni 10.000 S.I tiap 100 g bahan. Jumlah tersebut sedikit dibawah kandungan vitamin A pada wortel (12000 S.I) (Haryoto, 1998).

Selain itu, melinjo juga memiliki manfaat dalam bidang pengobatan tradisional. Kulit buah, buah, biji dan daun melinjo diketahui berkhasiat untuk meluruhkan air seni, menyembuhkan penyakit pada mata, anemia, dan busung lapar (Winarto, 2004). Tanaman melinjo juga dipercaya dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan sebagai antimikroba alami (Anonim, 2010).

B. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik merupakan suatu substansi organik yang terdiri dari senyawa aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen hidroksil (OH). Senyawa induknya adalah fenol, tetapi kebanyakan senyawa fenolik merupakan polifenol. Sumber senyawa fenolik sangat mudah dijumpai pada berbagai tanaman tetapi sangat jarang dijumpai pada hewan. Diantara berbagai golongan senyawa polifenol yang terdapat pada tubuhan, yang paling banyak ditemukan adalah


(32)

golongan senyawa flavonoid (Mann, Davidson, Hobbs, Banthorpe, dan Harbone, 1994).

Senyawa fenolik merupakan sumber antioksidan alami yang aman digunakan sehingga dapat berpotensi sebagai antioksidan alami bagi tubuh manusia. Aktivitas antioksidan dari senyawa fenolik didapatkan dengan cara mereduksi radikal untuk mencegah terjadinya reaksi samping yang merugikan. Mekanisme kerjanya yaitu melalui kemampuan gugus fenol menangkap radikal bebas dengan berperan sebagai donor hidrogen melalui proses transfer elektron, sehingga senyawa fenolik berubah menjadi radikal fenoksil. Radikal fenoksil ini terstabilkan oleh adanya efek resonansi (Bruneton, 1999; Marxen, Vanselow, Lippemeier, Hintze, Ruser, dan Hansen, 2007). Senyawa fenolik dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana, antrakuinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin, dan tanin (Harbone, 1987).

Flavonoid merupakan golongan terbanyak dari senyawa fenolik. Hal ini karena flavonoid mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid bersifat polar. Pada umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air dan lain-lain (Markham, 1988).

Salah satu senyawa fenolik yang sering diteliti adalah rutin, oleh karena itu rutin sering digunakan sebagai pembanding dalam pengujian aktivitas antioksidan bahan alam karena telah banyak diteliti mengenai aktivitas antioksidannya (Armala, 2009; Sunardi, 2007). Rutin (3’,4’,5,7-tetrahidroksiflavon-3β-D-rutinosida) atau vitamin P merupakan senyawa fenolik yang termasuk dalam golongan flavonoid.


(33)

Gugus O-dihidroksi pada cincin B, diasosiasikan dengan aktivitas antioksidan rutin (Lopez, Martinez, Del-Valle, Ferrit, dan Luque, 2003).

Gambar 1. Struktur kimia rutin (Dos Santos, Mazo, Cavalheiro, 2008)

C. Antioksidan

1. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau atom yang memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga bersifat sangat reaktif terhadap sel atau komponen sel disekitarnya (Evan, 2000). Adanya elektron yang tidak berpasangan ini, menyebabkan ketidakstabilan pada molekul radikal bebas. Untuk menjadi stabil, radikal bebas yang bersifat sangat reaktif akan menyerang dan mengikat elektron dari molekul di sekitarnya. Target utama dari radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh, lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari molekul-molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel sehingga


(34)

dinding sel manjadi rapuh, merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistim genetika, dan berlanjut pada pembentukan sel kanker (Winarsi, 2007).

Berdasarkan jenisnya, terdapat beberapa tipe radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas terpenting yang terdapat di dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species /ROS). Selain itu juga terdapat radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang berasal

dari oksidasi radikal molekul organik, radikal yang mengandung hidogen dari hasil penyerangan atom H, radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi pada oksidasi glutation menghasilkan radikal thiyl, dan ditemukan juga radikal yang mengandung nitrogen (Arief, 2006).

Radikal bebas yang ada di dalam tubuh manusia dapat berasal dari 2 sumber yaitu endogen dan eksogen. Radikal bebas dari sumber endogen merupakan radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh manusia itu sendiri misalnya melalui proses autoksidasi (produk dari proses metabolisme aerobik), oksidasi enzimatik, dan

respiratory brust (terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana

sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah besar selama fagositosis). Sedangkan radikal bebas yang berasal dari sumber eksogen merupakan radikal bebas yang berasal dari luar tubuh manusia itu sendiri, misalnya dapat berasal dari obat-obatan, radiasi, dan asap rokok (Arief, 2006).

2. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi yang diperantarai oleh oksigen. Senyawa antioksidan ini memiliki peran yang penting


(35)

dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit, hal ini disebabkan karena senyawa antioksidan mampu mencegah pengaruh buruk yang disebabkan oleh radikal bebas (Percival, 1998). Antioksidan dapat menghambat oksigen reaktif atau nitrogen reaktif dan juga radikal bebas (Anshory, 2006). Antioksidan juga merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul yang kecil tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas, sehingga kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi, 2007). Secara umum, antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa yang melawan oksidasi atau menghambat reaksi yang dipicu oleh oksigen atau peroksida (Huang, Ou, Prior, 2005). Berdasarkan sumbernya terdapat 2 macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik (Dalimarta dan Sudibyo, 1999). Saat ini, antioksidan alami yang berasal dari buah dan sayuran lebih diminati dibandingkan dengan antioksidan sintetik yang berasal dari hasil sintesis reaksi kimia. Hal ini karena antioksidan alami dinilai lebih aman dan memiliki efek samping yang lebih rendah jika dibandingkan dengan antioksidan sintetik (Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang telah digunakan secara luas oleh masyarakat antara lain Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propel galat, tert-Butil Hidroksi Quinon (tBHQ) (Fouad, 2005).

3. Mekanisme antioksidan

Secara garis besar, mekanisme kerja antioksiadan dalam menangkal radikal bebas dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu secara enzimatik dan secara


(36)

non-enzimatik. Antioksidan enzimatik secara alami dihasilkan oleh tubuh, sedangkan antioksidan non-enzimatik diperoleh dari luar tubuh. Antioksidan enzimatik terdiri dari superoxide dismutase (SOD), katalase, glutathione peroxidase, dan antioksidan jenis lain seperti retinoid dan albumin (Fouad, 2005).

Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja dengan empat cara yaitu sebagai berikut :

a. Penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E b. Pengkelat logam transisi misalnya EDTA

c. Inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen.

d. Kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation peroksidase (Huang et al.,2005).

Aktivitas senyawa polifenol (flavonoid) sebagai antioksidan meliputi tiga mekanisme sebagai berikut :

a. Aktivitas penangkapan radikal bebas seperti Reactive Oxygen Species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid dengan proses transfer elektron melalui atom hidrogen.

b. Mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis transisi metal seperti reaksi melalui khelasi metal.

c. Interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi dan penggabungan dengan antioksidan lainnya (Niki dan Noguchi, 2000).


(37)

4. Manfaat antioksidan

Kegunaan utama dari antioksidan adalah untuk menghentikan atau memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas dengan cara menyediakan dirinya untuk bereaksi dengan radikal bebas (Putra dkk, 2011).

Selain itu, antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas dan ROS sehingga mencegah timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, katarak, penurunan fungsi syaraf, serta penuaan dini (Mbata, 2010).

5. Metode pengujian aktivitas antioksidan

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Uji kualitatif bertujuan untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan. Uji kualitatif ini dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode pengujian dengan kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun.

Uji aktivitas antioksidan juga dapat dilakukan secara kuantitatif, yaitu dengan menggunakan spektrofotometri. Beberapa metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif antara lain : metode conjugated diene, metode penangkapan radikal hidroksil, metode Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP), metode Trapping Antioxidant Parameter (TRAP), dan metode DPPH (Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar, and Lakshman, 2005).


(38)

a. Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu bentuk kromatografi planar. Fase diam pada kromatografi lapis tipis berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau pelat pastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending).

1) Fase diam KLT

Fase diam yang digunakan pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µ m. Semakin kecil ukuran rata-rata fase diam, maka semakin baik kinerja KLT yang dihasilkan, baik dalam hal resolusi dan efisiensinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorbsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Lempeng KLT disiapkan dengan melapiskan penjerap ke permukaan lapisan kaca, gelas, atau alumunium dengan ketebalan 250 µ m (Gandjar, dan Rohman, 2007).

2) Fase gerak KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sifat dan komposisi kimia fase gerak ditentukan oleh jenis zat yang dipisahkan dan jenis fase diam yang digunakan. Komposisi fase gerak dapat berupa pelarut murni maupun campuran


(39)

kompeks dari beberapa pelarut (Touchstone dan Dobbin, 1983). Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

a) Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

b) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2 - 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

c) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut dan juga nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar kedalam pelarut non polar akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

d) Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam (Gandjar, dan Rohman, 2007).

3) Aplikasi (penotolan) sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis akan optimal hanya jika sampel ditotolkan dengan ukuran bercak yang sekecil dan sesempit mungkin. Jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resoluai. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Berdasarkan pada tujuan analisis, berbagai macam jumlah sampel telah disarankan untuk digunakan dan diringkas pada tabel II.


(40)

Tabel II. Parameter-parameter aplikasi penotolan sampel yang direkomendasikan Menurut Adamovies, (1997)

Tujuan Diameter bercak (mm) Konsentrasi

sampel (%) Banyaknya sampel (µ g) Densitrometri 2 mm untuk volume

sampel 0,5 µg 0,02-0,2

0,1-1 (untuk KLT-KT) 1-10 (konvensional) Identifikasi 3 mm untuk volume

sampel 1 µg 0,1-1 1-20

Uji Kemurnian 4 mm untuk volume

sampel 2 µg 5 100

Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µ l. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µ l. maka penotolan harus dillakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Gandjar, dan Rohman, 2007).

4) Pengembangan

Pengembangan dilakukan ketika sampel telah ditotolkan pada pelat KLT. Pengembangan sampel dilakukan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan uap fase gerak. Bagian bawah lempeng KLT yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak harus di bawah batas totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sesedikit mungkin, namun masih bisa mengelusi lempeng sampai ketinggian yang ditentukan. Untuk penjenuhan fase gerak, biasanya bejana kromatografi dilapisi dengan kertas saring sebagai indikator. Jika kertas saring telah basah sepenuhnya maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh sepenuhnya. Ada beberapa teknik pengembangan yang terdapat dalam kromatografi lapis tipis yaitu teknik pengembangan secara menaik (ascending), secara menurun


(41)

(descending), secara melingkar, maupun secara mendatar (Gandjar, dan Rohman, 2007).

5) Deteksi bercak

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara fisika, kimia, maupun biologi. Deteksi secara kimia dilakukan dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Pereaksi semprot yang biasanya digunakan dalam kromatografi lapis tipis ini dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

(a) Senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium peranganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat),

(b) senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatik-anisaldehid, vanillin, dan pereaksi Gibbs yang akan membentuk indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam kondisi basa),

(c) radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), dan

(d)Senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna. (Davidek, 1997)


(42)

Secara fisika dapat dilakukan dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar UV. Secara kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:

(a) Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna.

(b) Mengamati lempeng di bawah sinar UV pada panjang gelombang emisi 254 dan 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfuorosensi seragam.

(Gandjar, dan Rohman, 2007). Derajat retensi dinyatakan dengan niai Rf, nilai Rf ini digunakan untuk menyatakan posisi zat setelah pengembangan. Gugus–gugus yang besar dari senyawa–senyawa yang susunannya mirip sering kali memiliki harga Rf yang berdekatan satu dengan yang lainnya. Harga Rf dapat didefinisikan sebagai berikut :

Harga Rf = ( )

( )

(Sastrohamidjojo, 2007)

b. Spektrofotometri visibel. Spektrofotometri visibel merupakan suatu teknik analisis fisika-kimia yang mengamati tentang interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 380-780 nm. (Mulja dan


(43)

Suharman, 1995). Menurut Molyneux (2003), absorbansi DPPH terjadi dengan baik pada cahaya tanpak (visibel), oleh sebab itu digunakan spektrofotometri visibel untuk pengukuran absorbansinya.

Spektrofotometer UV-Vis ini hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa yang memiliki gugus kromofor. Kromofor adalah gugus fungsional yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan cahaya tampak jika gugus ini diikat oleh senyawa-senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom). Hampir semua kromofor mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (diena, dienon, benzen, dan lain-lain). Sedangkan auksokrom adalah gugus-gugus fungsional seperti –OH, -NH2, -NO2, -X,

yaitu gugus yang memiiki elektron tidak berpasangan dan tidak mengabsorbsi UV jauh (Dirjen POM, 1995).

Suatu kromofor pada senyawa dapat muncul atau memberikan serapan pada sepektrum serapan UV-Vis jika senyawa tersebut mmiliki panjang geombang maksimum yang lebih besar dari 190 nm dan daya serap molarnya lebih besar dari 1000 agar konsentrasi yang digunakan tidak terlalu besar. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dengan jangkauan 200-800 nm dan suatu alat yang sesuai untuk menentukan serapan. Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk analisa kualitatif dan terutama untuk analisa kuantitatif (Dirjen POM, 1995).

Interaksi antara senyawa-senyawa yang mempunyai gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik pada daerah UV-Vis (200-800 nm) akan menghasilkan


(44)

transisi elektromagnetik dan spektra absorbansi elektromagnetik. Jumlah radisi elektromagnetik yang diserap akan sebanding dengan jumlah molekul penyerapnya, sehingga absorbansi dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Fessenden dan Fessenden, 1995).

Ketetapan analisa oleh spektrofotometer UV-Vis ini dipengaruhi juga oleh spektrum serapan yang terbentuk. Spektrum serapan adalah suatu penampilan dalam bentuk grafik dari serapan atau fungsi dari serapan terhadap panjang gelombang atau fungsi dari panjang gelombang (Dirjen POM, 1995). Pembentukan spektrum serapan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

1) Jenis pelarut

Pelarut yang digunakan tidak boleh mengabsorbsi cahaya pada daerah panjang gelombang dimana dilakukan pengukuran sampel. Pelarut yang umum digunakan adalah air, etanol, metanol, dan n-heksan karena pelarut ini transparan pada daerah UV.

2) pH larutan

Cara pembuatan pelarut yang tidak sama dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis. Pada senyawa yang sangat sensitif terhadap pH, perubahan kecil pada pH dapat mempengaruhi panjang gelombang maksimum atau daya serapnya.

3) Kadar larutan

Jika konsentrasi tinggi akan terjadi polimerasi yang menyebabkan panjang gelombang maksimum berbeda sama sekali.


(45)

4) Tebal larutan

Jika digunakan kuvet dengan tebal yang berbeda maka akan memberikan spektrum serapan yang berbeda.

5) Lebar celah

Makin lebar celah (slit width), maka semakin lebar pula serapan (band width) dimana cahaya semakin polikromatis sehingga resolusi dan puncak-puncak kurva tidak sempurna.

D. Metode 1,1-Dyphenyl-2-Pycrylhydrazyl (DPPH)

Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat (Shivaprasad et al., 2005). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, sensitif, dan reprodusibel untuk pengujian aktivitas antioksidan (Savatovic et al, 2012). Tujuan dari metode ini adalah untuk mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50) (Molyneux, 2004)

Radikal DPPH merupakan suatu senyawa organik yang mengandung

nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λ max 517 nm dan berwarna ungu

gelap (Molyneuk,2003). Prinsip dari metode DPPH adalah reduksi larutan metanolik radikal bebas berwarna (DPPH) dengan cara penangkapan radikal bebas (Shivaprasad

et al., 2005). Adanya elektron yang tidak berpasangan dari DPPH memberikan

serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas (senyawa antioksidan), maka absorbansinya akan menurun


(46)

secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel, and Mohammad, 2009).

Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya kesempatan bagi elektron tersebut untuk beresonansi. Perubahan absorbansi yang terjadi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas (Dinis, 1994).

Gambar 2. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan Antioksidan (Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010)

Menurut Arianto cit Armala (2009), tingat kekuatan antioksidan senyawa uji dengan menggunakan metode DPPH dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50


(47)

Tabel III. Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan Metode DPPH

Intensitas nilai IC50

Sangat Kuat < 50 µg/Ml

Kuat 50 -100 µ g/mL

Sedang 101 – 150 µg/mL

Lemah > 150 µ g/mL

Pengujian antioksidan secara kualitatif dengan metode DPPH dilakukan secara kromatografi lapis tipis. Zat yang telah terelusi disemprot dengan reagen DPPH 0,4 mM dalam metanol untuk mendeteksi ada tidaknya senyawa antioksidan (Masoko and Eloff, 2007).

Berdasarkan beberapa sumber acuan, panjang gelombang yang dapat digunakan sebagai working wavelength adalah 515-520 nm. Waktu Operating Time

(OT) yang optimal adalah 30 menit, namun pada beberapa substrat yang berbeda dapat digunakan waktu yang lebih singkat (5 atau 10 menit) (Molyneux, 2004).

E. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi yang digunakan dalam suatu penelitian fitokimia sangat bergantung pada tekstur, kandungan air simplisia, dan jenis senyawa yang akan diisolasi (Kristanti, Aminah, Tanjung, dan Kurniadi, 2008). Ekstraksi atau penyarian juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan massa aktif yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (Trevor, 1995). Semakin banyak


(48)

permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari, maka proses ekstraksinya akan semakin baik (Harbone, 1987).

Ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Dirjen Pom, 1995). Untuk mendapatkan senyawa aktif dalam suatu tumbuhan, diperlukan metode ekstraksi yang cepat dan teliti. Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada sumber bahan alam dan senyawa yang akan diisolasi (Harbone, 1987).

Ekstraksi dapat dikelompokan menjadi 2 golongan, yaitu ekstraksi panas dan ekstraksi dingin. Yang termasuk dalam golongan ekstraksi dingin adalah sebagai berikut :

1. Maserasi

Prinsip : tercapainya keseimbangan konsentrasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Saat proses maserasi terjadi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan lingkungan di luar sel, akibatnya larutan yang pekat akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi secara terus-menerus sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Maserasi umumnya digunakan untuk simplisia yang tidak keras dan tidak kompak (Depkes RI, 1986). Maserasi kinetik merupakan maserasi yang mengalami proses pengadukan secara terus-menerus (kontinu),


(49)

sedangkan remasersi dapat didefinisikan sebagai proses pengulangan maserasi dengan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan pada maserat yang pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah terbasahi. Cairan penyari akan mengalir dari atas ke bawah melalui serbuk kemudian cairan penyari akan melarutkan zat aktif di dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi dibasahi terlebih dahulu dengan cairan penyari kemudian dimasukkan ke dalam perkolator sambil setiap kali ditekan. Serbuk kemudian ditutup dengan kertas saring dan kemudian cairan penyari dialirkan hingga di atas lapisan serbuk masih terdapat cairan penyari. Seteah 24 jam, kran dibuka dan diatur hingga kecepatan tetesannya 1 ml per menit. Akhir perkolasi ditentukan dengan pemeriksaan zat secara kualitatif pada perkolat terakhir (Depkes RI, 1986). Proses perkolasi terdiri atas tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahapan perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), secara terus-menurus hingga terbentuk ekstrak atau perkolat (Depkes RI, 2000).

Metode ekstraksi panas diantaranya: 1. Refluks

Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada suhu titik didih zat selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama


(50)

sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi yang sempurna (Depkes RI, 2000).

2. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik (maserasi dengan pengadukan kontinu) yang dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yang umumnya dilakukan pada temperatur 40 – 50°C (Depkes RI, 2000).

3. Infundasi

Metode ekstraksi menggunakan pelarut air pada penangas air mendidih (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih), pada suhu 96 - 98°C selama 15 – 20 menit (Depkes RI, 2000).

4. Dekoksi

Merupakan teknik ekstraksi yang memiliki prinsip yang sama dengan infundasi dalam waktu 30 menit (Depkes RI, 2000).

5. Sokletasi

Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru yang dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

Dalam pemilihan cairan penyari, seseorang harus mempertimbangkan banyak faktor, cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Murah dan mudah diperoleh, b. stabil secara fisika dan kimia, c. bereaksi netral,


(51)

d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, e. selektif,

f. tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat, dan

diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku (Depkes RI, 1986)

F. Skrining fitokimia

Skrining fitokimia merupakan proses pemeriksaan awal yang digunakan untuk mendeteksi kandungan kimia suatu bahan alam. Pengujian skrining fitokimia dilakukan dengan metode pereaksi warna dan dilakukan untuk mendeteksi golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan triterpenoid (Mustikasari dan Ariyani, 2010; Susmiati, 2010).

1. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia tanaman yang terbentuk dari hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Hampir semua alkaloid di alam memiliki keefektifan biologi tertentu, ada yang sangat beracun, ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya morfin, kuinin, stiknin, yang merupakan alkaloid dengan efek fisiologis dan psikotik. Alkaloid tidak memiliki tatanama yang sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan nama trivia yang berakhiran –in (Lenny, 2006).

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang larut air, dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air. Flavonoid merupakan senyawa fenol,


(52)

karena itu warnanya berubah dengan penambahan basa atau amonia. Flavonoid mengandung sistim aromatik yang terkonjugasi sehingga akan menunjukkan pita serapan yang kuat pada sinar UV dan sinar tampak (Harbone, 1987). Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan adalah untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia, flavonoid dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada jantung dan pembuluh darah kapiler (Sirait, 2007).

Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavonon, dan isoflavon. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi (Harbone, 1987).

3. Saponin

Saponin merupakan glikosida triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan senyawa bukan gula (aglikon). Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang menetap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan tumbuhan (Harbone, 1987).

4. Tanin

Tanin merupakan senyawa kimia yang terdapat secara luas pada tumbuhan berpembuluh. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk


(53)

dari kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana ialah, depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih gugus ester galoil. Pada jenis yang kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu asam heksahidroksidifenat, yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat (Harbone, 1987).

5. Terpenoid dan steroid

Terpenoid merupakan suatu senyawa yang tersusun atas isopren CH2=C(CH3)-CH=CH2. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti

monoterpen dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap, dan triterpen dan sterol yang tidak menguap.

Secara umum senyawa ini larut lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diekstraksi dengan menggunakan eter dan kloroform. Steroid merupakan senyawa triterpen yang terdapat dalam bentuk glikosida. Senyawa ini biasanya diidentifikasi dengan reaksi Lieberman-Bourchad (asetat anhidrat-H2SO4) yang memberikan warna hijau kehitaman sampai biru

(Harbone, 1987).

G. Validasi Metode Analisis

Validaasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian yang digunakan terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan di laboratorium, untuk


(54)

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam penggunaannya (Harmita, 2004). Parameter-parameter yang digunakan dalam validasi metode analisis antara lain :

1. Akurasi

Akurasi merupakan ukuran yang digunakan untuk menunjukkan adanya derajat kedekatan antara hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Untuk sampel dengan kadar yang kecil, persen perolehan kembali yang disepakati berkisar antara 90-110%, sementara untuk sampel dengan kadar yang lebih besar persen perolehan kembali yang disepakati berkisar antara 95-105 %, persen perolehan kembali yang maih bisa diterima berkisar diantara 80-120 % (Mulja dan Hanwar, 2003).

Tabel IV. Kriteria Nilai Akurasi yang Masih dapat Diterima Menurut APVMA (2004)

Kadar zat aktif (%) Nilai Recovery yang masih dapat diterima (%)

≥ 10 98-102

1-10 90-110

0,1-1 80-120

≤ 0,1 75-125

2. Presisi

Presisi atau keseksamaan merupakan ukuran yang digunakan untuk menyatakan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari ratarata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel -sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi dinyatakan dalam koefisien variansi (KV) (Harmita, 2004).


(55)

Tabel V.Kriteria Nilai Presisi yang Masih dapat Diterima Menurut APVMA (2004)

Kadar Zat Aktif (%) Nilai KV yang masih dapat diterima (%)

>10 < 2

1-10 < 5

0,1-1 < 10

< 0,1 < 20

3. Linearitas

Linearitas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuan dari suatu prosedur analisis (pada rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel (Mulja dan Hanwar, 2003).

Persyaratan data linearitas yang dapat diterima jika memenuhi nilai koefisien relasi (r) dari hasil analisis sebesar > 0,999 (Mulja dan Suharman, 1995).

4. Spesifisitas

Spesifisitas dalam suatu metode adalah kemampuan metode tersebut yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin terdapat dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil merupakan selisih dari hasil uji keduanya (Harmita, 2004).


(56)

H. Landasan Teori

Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau atom yang memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga bersifat sangat reaktif. Untuk menjadi stabil, radikal bebas akan menyerang dan mengikat elektron dari molekul disekitarnya, sehingga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif sel, yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai macam penyakit seperti kanker dan penuaan dini.

Oleh karena itu, diperlukan suatu senyawa antioksidan yang dapat berperan untuk menangkal efek buruk dari radikal bebas tersebut. Sumber antioksidan dapat berasal dari dua macam yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Saat ini antioksidan alami yang berasal dari buah dan sayuran lebih diminati dibandingkan dengan antioksidan sintetik karena dinilai lebih aman dan memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan antioksidan sintetik.

Bunga melinjo merupakan tamanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan sehari-hari. Di dalam daun dan biji melinjo terdapat kandungan flavonoid, tanin, dan saponin yang memiliki aktivitas antioksidan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian apakah bunga melinjo memiliki sifat antioksidan. Pengujian dilakukan dengan metode DPPH secara kualitatif (KLT) dan kuantitatif (spektrofotometri). Metode DPPH dipilih karena dianggap sederhana, cepat, sensitif, dan reprodusibel untuk pengujian aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan ditetapkan dengan nilai IC50.


(57)

Adanya elektron yang tidak berpasangan pada molekul DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning.

I. Hipotesis

1. Di dalam bunga melinjo terdapat senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai antioksidan.

2. Aktivitas antioksidan dari bunga melinjo melalui uji DPPH dalam penangkapan radikal bebas dapat diketahui dan dinyatakan dengan nilai IC50.


(58)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel

a. Variabel bebas berupa konsentrasi ekstrak etanolik bunga melinjo.

b. Variabel tergantung berupa aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo.

c. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, waktu pemanenan, umur tanaman, dan cara panen.

d. Variabel pengacau tidak terkendali berupa cahaya matahari, keadaan tanah, suhu, kelembaban udara, curah hujan, dan cuaca.

C. Definisi Operasional

a. Ekstrak etanolik bunga melinjo merupakan sari hasil proses maserasi bunga melinjo dengan pelarut etanol.

b. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan kemampuan ekstrak etanolik bunga melinjo untuk menangkap radikal DPPH.


(59)

c. Inhibition concentration 50 (IC50) merupakan nilai konsentrasi ekstrak

etanolik bunga melinjo yang dapat menghasilkan penangkapan 50% radikal bebas DPPH.

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : bunga melinjo (Gnetum

gnemon L.) yang diambil dari Kecamatan Ambal Kebupaten Kebumen, akuades

(Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), Bahan kualitas p.a E.Merck, yaitu: metanol, etanol. Asam klorida (HCl) 2N, Asam klorida (HCl), aseton, asam borat, asam oksalat, Natrium Sulfat (Na2SO4)

anhidrat, asam sulfat (H2SO4),asam asetat glasial, asam asetat anhidrat, asam asetat,

kloroform, Alumuniun klorida (AlCl3), selulosa, n-butanol, Besi III klorida (FeCl3),

amonia pekat, serbuk magnesium, logam Zn, besi (III) amonim sulfat, eter minyak tanah. Bahan kualitas p.a Brataco Chemica, yaitu: etil asetat, eter, pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, asam fosfomolibdat, pereaksi Hager. Bahan Kualitas p.a Sigma Chem.Co.,USA, yaitu: 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH), rutin, asam tanat. Bahan Kualitas teknis Asia Lab, yaitu: Formalin, etanol, yang didapatkan dari laboratorium farmakognosi fitokimia fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan adalah blender, maserator, sttirer, vacuum rotary evaporator (Junke & Kunkel), corong Buchner, oven, neraca analitik (Scaltec SBC 22, BP


(60)

160P), waterbath (labo-tech,Heraceus), alat pendingin balik, vortex (junke & kunkel), spektrofotometer UV-VIS (Perkin Elmer Lamda 20), tabung reaksi tertutup, pelat dan

chamber KLT, aluminium foil, kertas saring berlipat, kapas, almari asam,dan alat-alat

gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis (Pyrex-Germany dan Iwaki).

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman melinjo dilakukan di Laboratorium Farmakognosi -Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bunga melinjo diperoleh dari petani melinjo di Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen. Pengumpulan dilakukan pada musim penghujan bulan Januari 2013. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman sedang berbunga di saat pagi hari.

3. Pembuatan serbuk simplisia

Bunga melinjo yang telah dikumpulkan, dicuci hingga bersih dengan air mengalir, kemudian diiris kecil-kecil. Setelah dilakukan pengirisan, bunga melinjo dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 400C - 600C untuk proses pengeringan. Bunga melinjo yang telah kering (dikatakan kering jika bunga melinjo sudah dapat dipatahkan dengan tangan dan sudah tidak lembab), dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi serbuk simplisia bunga melinjo.


(61)

4. Pembuatan ekstrak etanolik bunga melinjo

Serbuk simplisia yang telah siap dimasukkan dalam bejana maserasi, ditambah etanol 70% hingga terendam sempurna, kemudian diaduk homogen. Campuran tersebut kemudian dimaserasi pada suhu ruang selama dua hari. Kemudian dilakukan penyaringan dengan corong Buchner dan diambil filtratnya (filtrat 1). Residu (ampas hasil penyaringan) kemudian diremaserasi dengan etanol 70% selama 2 hari dan kemudian dilakukan penyaringan dengan corong Buchner dan diambil filtratnya (filtrat 2). Filtrat pertama kemudian dicampur dengan filtrat kedua dan disaring kembali dengan corong Buchner. Keseluruhan filtrat yang diperoleh diuapkan pelarutnya melalui proses evaporasi dengan vacuum rotary evaporator

hingga didapatkan ekstrak etanolik bunga melinjo. Proses evaporasi dihentikan jika jumlah filtrat yang dievaporasi sudah mengalami penyusutan hingga tersisa filtrat dengan jumlah yang kecil.

5. Pembuatan larutan DPPH, pembanding, dan uji

a. Pembuatan larutan DPPH. Sebanyak 15,8 mg DPPH dilarutkan ke dalam 100 mL metanol p.a sehingga diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 0,4 mM. Larutan tersebut ditutup dengan alumunium foil dan harus dibuat baru.

b. Pembuatan larutan pembanding rutin. Sebanyak 2,5 mg rutin ditambah metanol hingga 10,0 mL sebagai larutan stok. Dari larutan stok diambil sebanyak 0,5; 1,0; 1,5; 2,0, dan 2,5 mL larutan, kemudian ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan pembanding rutin sebesar 12,5; 25; 37,5; 50; dan 62,5 µ g/mL.


(62)

c. Pembuatan larutan uji. Sebanyak 100,0 mg ekstrak etanolik bunga melinjo ditimbang dan ditambah metanol hingga 25,0 mL. Larutan tersebut diambil sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL dan ditambah metanol hingga 10 mL, sehingga diperoleh larutan uji 400,0; 800,0; 1200,0; 1600,0; dan 2000,0 µg/mL.

6. Skrining fitokimia

a. Uji alkaloida. Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g ditambah 1 mL HCl 2N dan 9 mL akuades, dipanaskan di atas waterbath selama dua menit.

Campuran didinginkan dan disaring. Filtrat kemudian dibagi menjadi tiga:

1) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol.

2) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat hingga hitam.

3) Jika terjadi endapan pada kedua percobaan, maka simplisia kemungkinan mengandung alkaloid. Sebaliknya, jika tidak terjadi endapan pada kedua percobaan, maka simplisia tidak mengandung alkaloid. Filtrat ke-3 digunakan untuk prosedur berikutnya.

Sisa filtrat dikocok dengan 3 mL amonia pekat dan 10 mL campuran eter : kloroform (3:1). Fase organik diambil, ditambah natrium sulfat anhidrat, dan disaring. Filtrat diuapkan di atas waterbath dan residu yang diperoleh dilarutkan dengan sedikit HCl 2N. Larutan diuji dengan:

a) Asam silikowolframat atau asam fosfomolibdat atau asam foswolframat b) Bouchardat atau Wagner


(63)

c) Mayer atau Dragendorff atau Marme d) Hager

Jika pada pengujian terdapat paling sedikit 2 golongan, maka simplisia positif mengandung alkaloid.

b. Uji saponin. Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah 10 mL akuades panas kemudian didinginkan. Campuran didinginkan dan dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk buih 1 – 10 cm, tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang pada penambahan HCl 2 N.

c. Uji tanin. Larutan besi (III) ammonium sulfat 0,5 N diencerkan dengan aquades 5 kali volume awal. Larutan tersebut diteteskan pada cuplikan simplisia. Tanin positif ditandai dengan warna hijau atau biru sampai hitam. Pengujian senyawa tanin pada ekstrak etanolik bunga melinjo dilakukan dengan mereaksikan ekstrak etanolik bunga melinjo dengan larutan :

1) Larutan Besi (III) Klorida 1%, hasil positif diketahui dengan terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tua.

2) Larutan gelatin 1%, hasil positif ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna putih.

3) Untuk membedakan golongan senyawa tanin dilakukan dengan menambahkan ekstrak etanolik bunga melinjo dengan formaldehid 3% : asam klorida (2:1), dan dipanaskan dengan waterbath pada suhu 900C. Jika terbentuk endapan merah muda maka merupakan tanin katekol (tanin terkondensasi). Filtrat dipisahkan dengan cara disaring dan


(64)

dijenuhkan dengan Na-asetat dan ditambah Besi (III) Klorida 1%, adanya tanin galat (tanin terhidrolisis) ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.

d. Uji triterpenoid dan steroid. Serbuk simplisia diekstraksi dengan etanol 70%, kemudian difiltrasi. Filtrat yang didapatkan kemudian dievaporasi hingga kering untuk kemudian diekstraksi kembali dengan kloroform. Hasilnya ditambah asam asetat anhidrat dan dilanjutkan dengan asam sulfat pekat. Steroid positif ditandai dengan terbentuknya cincin ungu hingga biru pada batas kedua cairan.

e. Uji flavonoid. Sebanyak 0,5 g serbuk diekstraksi dengan 10 mL metanol, menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. Cairan panas disaring menggunakan kertas saring berlipat, kemudian filtrat diencerkan dengan 10 mL aquades. Setelah dingin, larutan ditambah 5 mL eter minyak tanah, dikocok hati-hati, dan didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada suhu 40°C di bawah tekanan. Residu hasil evaporasi dilarutkan dalam 5 mL etil asetat dan disaring untuk mendapatkan larutan percobaan.

Larutan percobaan kemudian dibagi menjadi 3 bagian :

1) Sebanyak 1 mL larutan percobaan diuapkan hingga kering, residu sisa penguapan dilarutkan dalam 1-2 mL etanol 95%, kemudian ditambahkan 0,5 g serbuk seng (Zn) P, dan 2 mL HCl 2N, diamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes HCl pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif maka menunjukkan adanya flavonoid ( glikosida-3-flavonoid).


(65)

2) Sebanyak 1 mL larutan percobaan diuapkan diatas waterbath hingga kering, residunya dilarutkan dalam 1 mL etanol 95%, kemudian ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes HCl pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan flavonoid positif. Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.

3) Sebanyak 1 mL larutan percobaan diuapkan hingga kering, residu hasil penguapan kemudian dibasahi dengan aseton P, kemudian ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P, dan serbuk halus asam oksalat P, campuran kemudian dipanaskan dengan hati-hati diatas waterbath dan hindari pemanasan yang berlebihan. Campurkan sisa yang diperoleh dengan 10 mL eter P. Amati dibawah sinar UV 366 nm, Jika larutan berfluorosensi kuning intensif, maka menunjukkan adanya flavonoid.

7. Uji kualitatif DPPH dengan kromatografi lapis tipis

a. Pembuatan lempeng KLT. Ditimbang sebanyak 1,5 g serbuk selulosa/plate. Dilarutkan dalam 3,5 mL aquades/1 g bahan. Dilakukan pengadukan dengan bantuan sttirer hingga serbuk selulosa larut sepenuhnya dalam pelarut. Larutan selulosa yang telah siap dimasukkan ke dalam penggeser plate, dan kemudian dilakukan penggeseran plate pada lempeng kaca. Lempeng kaca yang sudah dilapisi selulosa dimasukkan ke dalam oven hingga kering dan siap digunakan.

b. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo. Sejumlah ekstrak etanolik bunga melinjo 1% dalam etanol, ditotolkan pada pelat KLT dengan fase diam selulosa menggunakan pipa kapiler. Sebagai pembanding, dilakukan pula


(66)

penotolan sejumlah larutan rutin pada pelat KLT menggunakan pipa kapiler. Kemudian, zat yang telah ditotolkan dielusi dalam chamber KLT menggunakan fase gerak n-butanol:asam asetat glasial:aquades (5:1:4 (v/v)) setinggi 10 cm. Setelah elusi selesai, pelat diangkat dan dibiarkan mengering.

Pelat KLT diperiksa dengan lampu UV 254 nm dan 365 nm untuk ditandai bercaknya dan dicatat warnanya. Pelat disemprot dengan larutan DPPH 0,4 mM pada almari asam. Latar belakang pelat akan berwarna ungu dan warna kuning pada bercak mencerminkan adanya aktivitas antioksidan. Lama tinggal warna kuning menandakan besarnya aktivitas antioksidan.

c. Identifikasi senyawa flavonoid. Sejumlah ekstrak etanolik bunga melinjo 1% dalam etanol, ditotolkan pada pelat KLT dengan fase diam selulosa menggunakan pipa kapiler. Sebagai pembanding, dilakukan pula penotolan sejumlah larutan rutin pada pelat KLT menggunakan pipa kapiler. Kemudian, zat yang telah ditotolkan dielusi dalam chamber KLT menggunakan fase gerak n-butanol:asam asetat glasial:akuades (4:1:5 (v/v)) setinggi 10 cm. Setelah elusi selesai, bercak dideteksi dengan pereaksi Alumunium Klorida 1%, hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna kuning pada lempeng KLT.

d. Identifikasi senyawa tanin. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan ekstrak etanolik bunga melinjo 1% dalam etanol, dan larutan pembanding asam tanat 0,5% dalam etanol. Larutan ekstrak etanolik dan larutan pembanding asam tanat ditotolkan pada jarak 2 cm dari tepi bawah plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler kemudian dikeringkan dan dielusi dengan beberapa sistim pelarut beritkut :


(1)

2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Spektra DPPH 0,016 mM

a. Spektra DPPH 0,048 mM


(2)

Lampiran 10. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH

% IC = ( ) × 100 %

Rutin Replikasi Konsentrasi Rutin (µg/mL) Absorbansi

Kontrol Absorbansi

Aktivitas antioksidan

(%IC)

Persamaan regresi linear

I

2,5

0,841

0,681 19,250 A = 5,1724 B = 5,7122 r = 0,99982 y = 5,7122x +

5,1724

5,0 0,556 33,888

7,5 0,433 48,514

10 0,315 62,545

12,5 0,201 76,099

Ekstrak etanolik bunga melinjo

Replikasi Konsentrasi Ekstrak etanolik (µg/mL) Absorbansi

Kontrol Absorbansi

Aktivitas antioksidan

(%IC)

Persamaan regresi linear

I

80,08

0,890

0,702 21,12 A = 9,0882 B = 0,1592 r = 0,99882 y = 0,1592x + 9,0882

160,16 0,568 36,18

240,24 0,476 46,52

320,32 0,357 59,88

400,4 0,240 73,03

Contoh perhitungan nilai % IC :

Rutin (Replikasi I, konsentrasi 2,5 (µ g/mL)

% IC = , ,

,

× 100 % = 19,025 %

Ekstrak etanolik bunga melinjo (Replikasi I, konsentrasi 80,08 (µg/mL)

% IC = , ,


(3)

Lampiran 11. Perhitungan nilai IC50 ekstrak etanolik bunga melinjo dan rutin

Bahan Uji

IC50 (µg/mL)

Rata-rata

(µg/mL) SD (%) CV (%)

Replikasi I

Replikasi II

Replikasi III

Rutin 7,8477 7,8641 7,5220 7,7446 0,1930 0,025

Ekstrak

etanolik 256,9837 257,7391 257,0204 257,2477 0,3477 0,0014 Persamaan regresi linear dari konsentrasi dengan % IC adalah y = Bx + A

y = Aktivitas antioksidan (%IC) x = Konsentrasi (µg/mL)

IC50 adalah nilai x pada saat y sebesar 50 % Contoh perhitungan nilai IC50 rutin (replikasi I)

y = 5,7122x + 5,1724 50 = 5,7122x + 5,1724 x = 7,8477 (µg/mL)


(4)

Lampiran 12. Uji statistik aktivitas antioksidan

a. Uji normalitas

Ho : Data %IC ekstrak etanolik bunga melinjo dan rutin terdistribusi normal.

H1 : Data %IC ekstrak etanolik bunga melinjo dan rutin tidak terdistribusi normal.

Pengujian distribusi normal dengan mmetode Shapiro-Wilk

Uji statistik

Kriteria uji : Ho diterima jika nilai P > 0,05 untuk taraf kepercayaan 95% Maka, Ho diterima. Data %IC untuk rutin dan ekstrak etanolik bunga melinjo

terdistribusi normal.

b. Pengujian Kesamaan Variansi

Ho : Sd12 = Sd22

H1 : Sd12≠ Sd22

α : 0,05

Uji Statistik F = ²

² F = , ²

, ²

= 3,393


(5)

Sd2 = Standar deviasi rutin

Ho ditolak jika F ≥ F α/2 (n2-1,n1-1)

F < F 0,05/2 (3-1, 3-1)

3,393 < F 0,025 (2,2) 3,393 < 39,0

Jadi, Ho diterima, sehingga sampel ekstrak etanolik bunga melinjo dan rutin memiliki variansi yang homogen atau tidak berbeda.

c. Uji T tidak berpasang

Ho : IC50 ekstrak etanolik ≥ IC50 rutin

H1 : IC50 ekstrak etanolik < IC50 rutin

Perhitungan uji T tidak berpasangan (one tail test)

(µ ₁ µ ₂)

√[ ( ) ² ( ) ][ ]

µ X1 = rata-rata IC50 ekstrak etanolik

µ X₂ = rata-rata IC50 rutin

S₁= standar deviasi ekstrak etanolik S₂ = Standar deviasi rutin

Untuk α = 0,05, dengan df = 4, maka nilai t tabel untuk one tail test adalah 2,132 Perhitungan nilai T hitung :

( , , )

√[ ( ) , ² ( ) , ][ ]

= 973,17

Uji statistik : Ho ditolak jika Thitung < -Ttabel

Ho diterima jika Thitung > -Ttabel

Hasil pengujian menunjukan bahwa Thitung > dari -Ttabel, maka Ho diterima, rata-rata


(6)

116

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Bunga Melinjo (Gnetum gnemon L.) secara Kualitatif dan Kuantitatif dengan Metode DPPH” memiliki nama lengkap Indah Kertawati. Penulis dilahirkan di kota Kebumen, 29 Maret 1992 dari pasangan Bapak Tjia Tjwan Hai dan Ibu Hoo Mie Ong. Penulis telah menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Pius Bakti Utama Kebumen pada tahun 1995-1997, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Pius Bakti Utama Kebumen pada tahun 1997-2003. Pada tahun 2003-2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Pius Bakti Utama Kebumen, kemudian pada tahun 2006-2009 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Pius Bakti Utama Bayan Purworejo. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009 hingga 2013. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis aktif dalam beberapa kegiatan diantaranya: Program Pengabdian Masyarakat bersama dosen yang diselenggarakan dalam rangka lustrum III Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2011, Anggota tim dalam program pelatihan dan pengabdian masyarakat dengan tema “Homeschooling Herbal Medicine” pada September-Desember 2011 di Ngangkah, Pangukrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Anggota tim dalam kegiatan pelatihan dan penyuluhan “Homeschooling Herbal Medicine” pada Juli-Desember 2012, di Desa Gadingan, Argomulyo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Anggota tim dalam program kreativitas mahasiswa pengabdian masyarakat yang dibiayai DIKTI “Pemberdayaan Penjual Jamu Gendong Dukuh Watu Desa Argomulyo Kabupaten Bantul Dalam Pengolahan Simplisia Empon-empon Dengan Metode Paikem” pada tahun 2012, serta menjadi peserta dalam beberapa seminar dan pelatihan.