KEEFEKTIFAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY-TWO STRAY (TS-TS) PADA MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X SMA.

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two

Stay-Two Stray (TS-TS) pada Materi SMA Kelas X

a. Pengertian Pendekatan Saintifik

Nichols dan Stephens (2013: 3) menyatakan bahwa secara garis besar metode saintifik adalah rencana dasar ilmuan untuk mengikuti saat menjawab pertanyaan, mendefinisikan masalah, membentuk hipotesis, eksperimen dan melakukan pengamatan, menganalisis data dan membuat kesimpulan, dan mempublikasikan, menerima umpan balik, dan merevisi seperlunya. Sedangkan tujuan pendekatan saintifik menurut Majid dan Rochman (2015) adalah untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, serta informasi dapat diperoleh dari mana saja, kapan saja tidak bergantung dengan informasi yang didapatkan dari guru.

Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan saintifik pada pelaksanaan pembelajaran. Pendekatan saintifik memiliki beberapa tahapan yang bertujuan untuk membentuk pengalaman belajar siswa. Dengan adanya tahapan-tahapan dalam kegiatan pembelajaran tersebut diharapkan dapat terwujud peningkatan dan keseimbangan kemampuan antara soft skill dan hard skill yang terakumulasi dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan.


(2)

Menurut Daryanto (2014: 53), pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut.

1) Berpusat pada siswa.

2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam merekonstruksi konsep, hukum, atau prinsip.

3) Melibatkan prose-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4) Dapat mengembangkan karakter siswa.

Menurut Abidin (2014: 141), ada empat tahapan dalam saintifik proses. Keempat tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Identifikasi masalah

Pembelajaran hendaknya diawali dengan sejumlah masalah baik masalah yang disajikan guru dan yang lebih baik lagi adalah masalah yang dirumuskan oleh siswa sendiri. Pertanyaan (rumusan masalah) yang dibuat siswa merupakan pertanyaan pemandu pembelajaran yang harus siswa dapatkan jawabannya setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian pembelajaran.

2) Membuat hipotesis

Berdasarkan langkah kerja penelitian ini, dalam konteks model pembelajaran siswa harus menggunakan penalarannya baik secara induktif maupun deduktif untuk mampu merumuskan jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.


(3)

3) Mengumpulkan dan menganalisis data

Kegiatan pengumpulan data dapat dilakukan baik secara eksperimen maupun studi lainnya. Hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya diolah guna dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ataupun untuk membuktikan hipotesis.

4) Menginterpretasi data dan membuat kesimpulan

Kegiatan interpretasi merupakan aktivitas yang dilakukan siswa untuk memaknai hasil penelitian sederhana yang telah dilakukannya. Hasil interpretasi adalah simpulan yang dibuat oleh siswa dan selanjutnya menjadi pengetahuan yang benar-benar dikonstruksi oleh siswa sendiri sehingga diyakini akan meningkatkan tingkat retensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diperoleh siswa melalui kegiatan menyimak penjelasan guru.

Menurut Daryanto (2014: 59) langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta. Sedangkan menurut Hosnan (2014: 39) bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.

1) Mengamati (observing)

Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa atau dengan alat).


(4)

2) Menanya (questioning)

Mengajukan pertanyaan dari yang bersifat faktual sampai ke yang bersifat hipotesis, diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan).

3) Pengumpulan data (experimenting)

Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), dan mengumpulkan data.

4) Mengasosiasi (associating)

Menganalisis data dalam bentuk kategori, menentukan hubungan data/ kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data.

5) Mengkomunikasikan

Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, gambar, atau media lainnya.

Majid & Rochman (2015: 75-92) menyatakan bahwa pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran meliputi:

1) Mengamati

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran. Sehingga metode ini memiliki keunggulan terterntu, seperti menyajikan media objek secara nyata. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga kebermaknaan poses pembelajaran menjadi tinggi.


(5)

2) Menanya

Guru haruslah dapat menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan bertanya maka dapat membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan keingintahuan dalam pembelajaran. Sehingga sikap, keterampilan dan pemahaman dapat ditunjukam ketika mengajukan pertanyaan.

3) Menalar

Pada proses pembelajaran, peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran dalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Ada dua cara menalar yaitu induktif dan deduktif.

4) Mengolah

Peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada tahap ini, kewenangan dan fungsi guru adalah sebagai manajer belajar, sebaliknya peserta didik haruslah lebih aktif. Dalam situasi kolaboratif peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.

5) Mencoba

Agar memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik haruslah mencoba. Mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan.


(6)

6) Menyimpulkan

Menyimpulkan merupakan kegiatan menjawab pertanyaan pokok dari tujuan utama kegiatan/ proses pembelajaran.

7) Menyajikan

Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis. Pada tahap ini, walaupun tugas dikerjakan secara berkelompok, tetapi hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu, sehingga setiap peserta didik memiliki hasil pekerjaannya.

8) Mengkomunikasikan

Kegiatan mengkomunikasikan dapat dilakukan dengan cara tertulis maupun lisan. Baik secara berkelompok maupun individu, dengan mengkomunikasikan hasil pekerjaannya.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pendekatan saintifik meliputi beberapa kegiatan, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.

b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS)

Johnson, Johnson, & Holubec (2010: 4) menjelaskan bahwa kooperatif adalah bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif menurut Johnson, Johnson, & Holubec (2010: 4) adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan peserta didik bekerja secara bersama-sama di dalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain. Slavin (2005: 4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam model


(7)

pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Sama dengan Slavin, Huda (2012: 32) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.

Menurut Johnson, Johnson, & Holubec (2010: 43-60), pembelajaran kooperatif haruslah memenuhi komponen-komponen berikut.

1) Interdependensi positif, yaitu peserta didik memiliki dua tanggung jawab, yaitu mempelajari materi yang ditugaskan dan memastikan bahwa semua anggota kelompok mereka benar-benar mempelajari materi tersebut.

2) Interaksi promotif, yaitu merujuk pada para peserta didik yang saling memfasilitasi keberhasilan satu sama lain.

3) Akuntabilitas individu atau tanggung jawab individual, yaitu masing-masing anggota kelompok harus berkontribusi dan memberikan bagian yang adil kepada keberhasilan kelompok.

4) Keterampilan antar pribadi dan kelompok kecil, keterampilan ini dibutuhkan untuk menciptakan kolaborasi yang berkualitas tinggi dan termotivasi untuk menggunakannya.

5) Pemrosesan kelompok, yaitu perenungan terhadap sesi kerja kelompok untuk menggambarkan tindakan-tindakan anggota yang manakah yang membantu dan tidak membantu dan membuat keputusan tentang tindakan-tindakan manakah yang harus dilanjutkan atau dirubah.


(8)

Arends (2012: 6) menyebutkan ada enam fase atau langkah utama yang terlibat dalam model pembelajaran kooperatif.

1) Pelajaran dimulai dengan guru membahas tujuan-tujuan pembelajaran dan membangkitkan motivasi siswa.

2) Fase ini diikuti oleh presentasi informasi, seringkali dalam bentuk teks daripada ceramah.

3) Siswa kemudian diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok belajar. 4) Siswa dibantu oleh guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan

tugas-tugas interdependen.

5) Siswa mempresentasikan hasil akhir kelompok atau guru menguji segala yang sudah dipelajari siswa.

6) Memberikan pengakuan pada usaha kelompok maupun individu.

Pembelajaran kooperatif dipercaya sebagai pembelajaran yang efektif. Seperti yang diungkapkan Huda (2012: 5), individu-individu yang berkelompok dapat bekerja lebih efektif daripada individu-individu yang bekerja sendirian. Johnson, Johnson, & Holubec (2010: 4-5) menjabarkan bahwa usaha kooperatif ini akan membuat peserta didik berusaha untuk saling memberikan manfaat terhadap satu sama lain, sehingga semua anggota kelompok menerima manfaat dari usaha masing-masing anggotanya, mereka punya pandangan bahwa semua anggota punya nasib yang sama, mereka tahu bahwa kinerja salah satu dari mereka saling terkait dengan diri mereka sendiri dan teman-temannya, serta merasa bangga dan ikut merasa senang ketika salah satu anggota kelompok diakui atas pencapaiannya.


(9)

Huda (2012: 24-25) juga menambahkan bahwa ketika peserta didik bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kelompok, mereka sering kali berusaha untuk memberikan informasi, dorongan, atau anjuran pada teman satu kelompoknya yang membutuhkan bantuan. Selain itu, untuk mencapai pembelajaran kooperatif yang efektif, maka perlu adanya kelompok-kelompok yang produktif. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda sehingga dapat saling membantu antar anggota kelompoknya.

Terdapat beberapa tipe dari pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah Two Stay-Two Stray (TS-TS). Model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS atau dua tinggal dua tamu dikembangkan oleh Spencer Kagan. Struktur TS-TS memberikan kesempatan pada semua kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.

Lie (2008: 62) menjabarkan prosedur pembelajarannya sebagai berikut. 1) Peserta didik bekerja sama dengan kelompok berempat sebagaimana biasa. 2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok diminta

meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok yang lain.

3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas menbagikan informasi mereka ke tamu mereka.

4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan dari kelompok lain.


(10)

5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Menurut Huda (2011: 24) model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS terdapat beberapa tahapan yaitu:

1) pembagian siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 orang siswa

2) diskusi kelompok dalam mengerjakan permasalahan

3) berdiskusi saat menerima tamu (stay) atau bertamu (stray) dengan kelompok lain

4) berdiskusi dengan kelompok asal untuk mencocokan dan membahas hasil diskusi dengan kelompok lain

Saefuddin Berdiati (2014: 166), langkah pembelajaran TS-TS adalah 1) Peserta didik membentuk kelompok yang beranggotakan empat orang.

2) Guru memberikan topik permasalahan dan meminta siswa untuk berdiskusi di dalam kelompok berdasarkan topik yang dibahas.

3) Guru meminta dua orang tiap kelompok tinggal di kelompoknya, dan dua orang yang lain bergerak bertemu dengan kelompok lainnya.

4) Dua orang yang tinggal di kelompok bertugas mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, sedangkan dua orang yang mengunjungi kelompok lain mencari tahu hasil diskusi kelompok tersebut.

5) Guru meminta siswa kembali ke kelompok asal.

6) Siswa bersidiskusi kembali mencocokan dan membahas hasil kerja kelompok lain


(11)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS adalah salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada sebagian anggota kelompok untuk bertamu ke kelompok lain untuk mengetahui hasil kerja kelompok lain, serta memberi kesempatan kepada sebagian anggota kelompok yang lain untuk tetap tinggal di kelompoknya untuk membagiakan hasil kerja kelompok lain yang datang bertamu di kelompoknya. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan tipe TS-TS adalah:

1) Guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4 orang dengan tingkat kemampuan yang berbeda.

2) Siswa berdiskusi di dalam kelompok untuk menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan oleh guru

3) Setelah selesai, guru meminta dua orang anggota kelompok untuk tinggal (stay) di kelompoknya dan mengkomunikasikan hasil diskusinya

4) Dua orang anggota yang lain, bertamu (stray) ke kelompok lain dan mencari tahu dan bersidkusi mengenai hasil diskusi kelompok tersebut

5) Setelah selesai, guru meminta siswa kembali ke kelompok asal

6) Dua orang yang tinggal mengkomunikasikan hasil diskusinya dengan dua orang tamu yang berjung, begitu pula dua orang yang bertamu mengkomunikasikan hasil diskusinya dengan kelompok yang dikunjungi 7) Kelompok mempresentasikan hasil diskusinya secara lisan, tulisan, atau


(12)

c. Materi Trigonometri di SMA Kelas X

Trigonometri adalah salah satu topik atau materi matematika yang dipelajari di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasaran kurikulum 2013 hasil revisi 2016, materi ini disampaikan pada semester genap di kelas X. Sultan (2011: 53) menyatakan bahwa trigonometry is defined to be the study of triangles and the relationships between their sides and angles. Maknanya adalah trigonometri didefinisikan sebagai telaah tentang segitiga dan hubungannya antara sisi-sisi dan sudut-sudut pada segitiga tersebut.

Trigonometry is an area of the mathematics that ini fact, they will most probability use in their lifetime and whose applications are numerous (Sultan, 2011: 513). Trigonometri merupakan lingkup matematika yang pada kenyataannya, paling mungkin digunakan dan banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa bidang yang menggunakan konsep trigonometri adalah teknik, astronomi, dan fisika.

Topik-topik trigonometri yang diajarkan pada pembelajaran matematika SMA kelas X berdasarkan buku Matematika SMA/MA, SMK/MK Kelas X (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016) adalah ukuran sudut (derajat dan radian), perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku, nilai perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku, nilai perbandingan trigonometri pada sudut istimewa ( °, °, °, °, dan ° , relasi sudut, identitas trigonometri, aturan sinus dan kosinus, dan grafik fungsi trigonometri.


(13)

Gambar 2. Segitiga Siku-Siku 1) Ukuran Sudut

Ada dua ukuran yang digunakan untuk menentukan besar suatu sudut, yaitu derajat (°) dan radian (rad). Pada ukuran derajat, ° didefinisikan sebagai besarnya sudut yang terbentuk oleh

6 kali putaran, sedangkan 1 radian (1 rad) didefinisikan sebagai besar ukuran sudut pusat � yang panjang busurnya sama dengan panjang jari-jari.

Gambar 1. Ukuran Sudut

Hubungan antara derajat dan radian adalah sebagai berikut : ° = � rad atau ° = �

8 rad. 2) Perbandingan Trigonometri pada Segitiga Siku-Siku


(14)

Pada segitiga siku-siku dengan panjang sisi , , dan (Gambar 2), perbandingan trigonometri pada sudut dapat didefinisikan sebagai berikut :

sin = � � � ℎ� =

cos = � � � ℎ� � =

tan = � � � � � � =

sec = � � � ℎ� =

csc = ℎ�

� � � � =

cot = � � � � � � � =

3) Nilai Perbandingan Trigonometri pada Sudut Istimewa

Nilai-nilai perbandingan trigonometri yaitu: sinus, cosinus, tangen, cotangen, sekan, cosecan, dan cotangen pada sudut istimewa ( °, °, °, °, dan ° diperlihatkan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nilai-Nilai Perbandingan Trigonometri pada Sudut Istimewa

° ° ° ° °

Sin

√ √

Cos

√ √

tan

√ √ −

sec

√ √ −

csc − 2


(15)

4) Relasi Dua Sudut

Relasi dua sudut membahas mengenai hubungan nilai perbandingan trigonometri antar dua sudut. Relasi tersebut dapat dirangkum pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Relasi Sudut

sin Cos tan sec cosec Cot

° − � cos � sin � cot � csc � sec � tan �

° + � cos � −sin � − cot � − csc � sec � −tan �

° − � sin � −cos � −tan � − sec � csc � − cot � ° + � −sin � −cos � tan � − sec � − csc � cot � ° − � −cos � −sin � cot � − csc � − sec � tan � ° + � −cos � sin � − cot � csc � − sec � −tan � ° − � −sin � cos � −tan � sec � − csc � − cot �

° + � sin � cos � tan � sec � cot � cot �

5) Identitas Trigonometri

Identitas trigonometri yang dipelajari dapat dirangkum sebagai berikut: a) sin � + cos � =

b) − cot � = csc � c) tan � + = sec � 6) Aturan Sinus dan Kosinus

Untuk setiap segitiga ABC dengan panjang sisi-sisinya adalah BC = , AC = dan AB = dan besar sudut-sudutnya adalah A, B, dan C (Gambar 3), maka berlaku.


(16)

Gambar 3. Segitiga Sembarang ABC a) Aturan Sinus

sin = sin = sin b) Aturan Cosinus

1. = + − cos

2. = + − cos

3. = + − cos

7) Grafik Fungsi Trigonometri

Fungsi trigonometri merupakan suatu fungsi yang mengandung unsur trigonometri di dalamnya seperti � = sin � , � = cos � dan � = tan �. Suatu fungsi pasti memiliki domain atau daerah asal. Pada pelajaran ditingkat SMA, untuk menggambar grafik fungsi trigonometri domainnya dibatasi pada ukuran sudut dalam derajat.

Salah satu cara untuk menggambar grafik fungsi trigonometri adalah dengan menggunakan tabel yaitu dengan menentukan nilai fungsi dari beberapa sudut. Berikut adalah contoh gambar grafik fungsi trigonometri � = sin �, ° ≤ � ≤


(17)

Tabel 3. Nilai fungsi � � = ��� �, dengan , �° ≤ � ≤ ���°

� 0° 30° 60° 90° 120° 150° 180° 210° 270° 330° 360°

� 0 √ 1 √ 0 − − − 0

Gambar 4. Grafik fungsi � � = ��� �, �° ≤ � ≤ ���°

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) matematika wajib pada materi trigonometri berdasarkan kurikulum 2013 hasil revisi tahun 2016 dapat diperlihatkan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Trigonometri SMA Kelas X

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan

wawasan kemanusiaan,

kebangsaaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

3.7 Menjelaskan rasio trigonometri (sinus, cosinus, tangen, cosecan, secan, dan cotangen) pada segitiga siku-siku.

3.8 Menggeneralisasi rasio trigonometri untuk sudut-sudut di berbagai kuadran dan sudut-sudut berelasi.

3.9 Menjelaskan aturan sinus dan cosinus.

3.10 Menjelaskan fungsi trigonometri dengan menggunakan lingkaran satuan.


(18)

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

4.7 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan rasio trigonometri (sinus, cosinus, tangen, cosecan, secan, dan cotangen) pada segitiga siku-siku. 4.8 Menyelesaikan masalah kontekstual

yang berkaitan dengan rasio trigonometri sudut-sudut di berbagai kuadran dan sudut-sudut berelasi.

4.9 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan sinus dan cosinus.

4.10 Menganalisa perubahan grafik fungsi trigonometri akibat perubahan pada konstanta pada fungsi y = a sin b(x + c) + d.

d. Pembelajaran Saintifik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Two Stay-Two Stray (TS-TS)

Langkah-langkah pembelajaran saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dalam penelitian ini adalah:

1) Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengkondisikan kesiapan mental, emosional, spiritual, dan aktivitas-aktivitas belajar yang akan dilakukan selama pembelajaran. Kegiatan ini mencangkup: a) Apersepsi

Kegiatan apersepsi ditujukan untuk mengingat materi prasyarat sebelum mengajarkan materi baru untuk siswa.

b) Motivasi

Kegiatan ini sangat penting untuk mengingkatkan daya tarik, motivasi belajar, serta menimbulkan rasa ingin tahu siswa.


(19)

c) Menginformasikan tujuan pembelajaran

d) Guru membagi siswa kedalam kelompok yang berisi 4 orang siswa 2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan kegiatan yang paling banyak menentukan kualitas pembelajaran dan berpengaruh langsung dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan belajar siswa untuk mencapai kompetensi yang direncanakan. Kegiatan ini meliputi:

a) Mengamati

Siswa belajar secara berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah ditetapkan. Dalam kelompok mereka mengamati soal-soal yang diberikan.

b) Menanya

Siswa menanyakan kepada guru permasalahan terkait soal-soal yang diberikan.

c) Mengumpulkan Informasi

Siswa di dalam kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Setiap anggota ikut berdiskusi dan menyampaikan pendapatnya. Setelah selesai, kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa tersebut 2 orang diantaranya meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain. Sedangkan 2 orang siswa yang lain tetap berada di dalam kelompoknya. Dua orang siswa yang tinggal di kelompokknya serta dua orang yang bertamu di kelompok tersebut saling berdikusi mengenai jawaban masing-masing kelompok begitu juga dua orang yang bertamu di kelompok lain dan dua orang tuan rumah juga saling berdiskusi.


(20)

d) Menalar / Mengasosiasi

Dua orang siswa yang bertamu di kelompok lain kembali ke kelompok asal dan menyampaikkan hasil diskusinya dengan kelompok yang dikunjungi. Begitu pula dua orang yang tinggal di kelompok menyampaikan hasil diskusinya denga dua orang yang bertamu. Setelah itu, mereka memeriksa dan mengoreksi kembali jawaban mereka.

e) Mengkomunikasikan

Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Kelompok lain yang tidak presentasi memberi tanggapan kepada kelompok yang presentasi.

3) Kegiatan Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan. Kegiatan ini meliputi:

a) Menyimpulkan pelajaran yang baru dipelari b) Pemberian kuis

c) Pemberian tugas

2. Keefektifan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS)

a. Pengertian Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan kita sering mendengar istilah “pembelajaran”. Pembelajaran berasal dari kata dasar belajar. Menurut Burton dalam Sinegar (2011: 4) belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada individu akibat interaksi yang dilakukan terhadap individu lain maupun lingkungannya. Belajar


(21)

menurut Komalasari (2013: 2) adalah proses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terjadi akibat suatu proses yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal. Dengan kata lain, belajar merupakan aktivitas dimana di dalamnya terdapat perubahan perilaku maupun pola pikir akibat dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki dan berlangsung melalui proses dan jangka waktu yang lama.

Suprihatiningrum (2013: 75) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu siswa agar dapat menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melibatkan adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa dilakukan sebagai upaya untuk membelajarkan suatu hal kepada siswa dan memudahkan dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Suprihatiningrum (2013: 75) juga mengartikan pembelajaran sebagai serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar. Sedangkan menurut Sugihartono, dkk. (2013: 81) bahwa pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal


(22)

Pengertian lain pembelajaran menurut Permendikbud No 81A Tahun 2013 tentang Implementasi kurikulum mendeskripsikan bahwa pembelajaran sebagai proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran tidak hanya sebatas melibatkan interaksi antara guru dan siswa. Selain interaksi antara guru dan siswa, pembelajaran juga melibatkan interaksi lingkungannya.

Kamus besar bahasa Indonesia menuliskan bahwa matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan bilangan, hubungan yang ada antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bilangan. Kline menyatakan bahwa matematika tidak dapat sempurna tanpa bantuan orang lain, namum matematika dapat membantu manusia untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan alam (Suherman, dkk., 2003: 17). Menurut Soedjadi (2000: 3) matematika berisi mengenai hubungan, gagasan, serta ide yang tersusun secara logik sehingga matematika berkaitan erat dengan suatu konsep yang abstrak. Selain itu matematika juga dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang tersusun secara hierarki dan memiliki penalaran yang deduktif.

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan bilangan dimana di


(23)

dalamnya mempelajari suatu hubungan, struktur, dan gagasan mengenai suatu konsep yang abstrak dan membutuhkan penalaran deduktif serta tidak dapat berkembang sendiri dan dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Matematika dapat memasuki seluruh segi kehidupan manusia, sehingga sekolah perlu memberikan pelajaran matematika. Matematika yang diajarkan di sekolah disebut dengan matematika sekolah.

Ebbutt dan Straker (dalam Marsigit, 1996: 9) menyatakan bahwa hakikat matematika sekolah antara lain: “Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan; Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan; Matematika adalah kegiatan problem solving; Matematika adalah

alat komunikasi.” Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa membelajarkan matematika bukan sekedar untuk menyampaikan konsep-konsep matematika, namun lebih kepada bagaimana membangun dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa itu sendiri melui kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran matematika.

Oleh karena itu, pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai proses yang melibatkan interaksi antara guru, siswa, dan lingkungannya, untuk memperoleh pengetahuan matematika melalui berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan matematika sekolah.

b. Pengertian Keefektifan

Keefektifan berasal dari bahasa Inggris effective yang berarti berhasil, tepat, atau manjur. Mulyasa (2010: 173) mengemukakan bahwa efektivitas berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang


(24)

telah disusun sebelumnya atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Pembelajaran yang efektif merupakan salah satu tujuan yang harus diciptakan di setiap kegiatan pembelajaran.

Slavin (2006: 277) mengemukakan bahwa keefektifan pembelajaran ditentukan oleh 4 indikator, yaitu: kualitas pembelajaran, kesesuaian tingkat pembelajaran, insentif, dan waktu. Kesesuain berarti sejauh mana guru memastikan tingkat kesiapan siswa untuk mempelajari materi baru. Insentif berarti seberapa besar usaha guru memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas dan mempelajari materi.

Khusus dalam pembelajaran matematika, NCTM (2000: 16) menyatakan bahwa “effective mathematics teaching requires understanding what students know and need to learn and then challenging and supporting them to learn it well”. Pembelajaran matematika yang efektif membutuhkan pemahaman tentang apa yang diketahui dan yang dibutuhkan siswa untuk belajar serta tantangan dan dukungan mereka untuk mempelajarinya dengan baik.

Uno & Nurdin (2013: 173) mengungkapkan bahwa pembelajaran dianggap efektif apabila skor yang dicapai siswa memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran matematika dapat dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Keefektifan pembelajaran matematika pada penelitian ini dapat dilihat dari hasil tes kemampuan komunikasi matematis dan angket minat belajar siswa. Kemampuan komunikasi matematis dikatakan efektif apabila memenuhi kriteria


(25)

baik yaitu lebih dari sama dengan 75. Sedangkan, minat belajar siswa dikatakan efektif apabila memnuhi kriteria baik yaitu lebih dari 68. Pada penelitian ini, akan dilihat keefektifan dari pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika.

c. Hasil Belajar dengan Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS)

1) Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi merupakan bagian penting dan mendasar dari matematika dan pendidikan matematika. Wichelt (2009: 3) menyatakan “communication is not just vital for mathematics classroom, but in all classrooms” Artinya komunikasi tidak hanya penting bagi pembelajaran matematika, namun juga pada semua pembelajaran. NCTM (2000:60) menyatakan “Communications is an essensial part of mathematics and mathematics education. It is a way of sharing ideas and clarifying understanding. Through communication, ideas become objects of reflection, refinement, discussion, and amendment.” Maknanya adalah komunikasi merupakan bagian penting dalam matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara untuk berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman. Dengan komunikasi ide menjadi objek refleksi, perbaikan, diskusi, dan perubahan. Mallet (2008: 143) menyatakan bahwa untuk menjadi seorang ahli matematika di dunia nyata yang sukses maka penting untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam rangka: (a) memahami masalah orang lain; (b) menerjemahkan masalah ke dalam bahasa matematika; (c) menyadari kurangnya


(26)

pemahaman sendiri terhadap masalah; (d) mengajukan pertanyaan sebagai penyusun masalah selama fase pengerjaan solusi; (e) mengkomunikasikan solusi matematika dengan cara yang berbeda (belum tentu matematika). Sehingga komunikasi menjadi hal yang penting dalam kehidupan, dan guru perlu membekali para siswa dengan kemampuan komunikasi yang memadai.

Peranan komunikasi dalam matematika sangat besar karena pada saat peserta didik mengkomunikasikan ide, gagasan ataupun konsep matematika, mereka belajar mengklarifikasi, memperhalus dan menyatukan pemikiran. Komunikasi dalam matematika ini sering disebut dengan komunikasi matematis. Komunikasi matematis adalah kecakapan siswa dalam mengungkapkan ide-ide matematika secara lisan, tertulis, gambar, diagram, menggunakan benda nyata atau menggunakan simbol matematika. Siswa yang memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan ide atau gagasan matematisnya dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep yang dipelajari dan mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari (NCTM, 2000:61). Komunikasi matematis juga diartikan sebagai proses mengekspresikan ide-ide matematika dan pemahaman secara lisan, secara visual, dan secara tertulis, menggunakan angka, simbol, gambar, grafik, diagram, dan kata-kata (Ontario Ministry of Education, 2005: 17).

Menurut ILOs-The Intended Learning Outcomes (dalam Armiati, 2009), komunikasi matematika adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Kemampuan


(27)

komunikasi matematis juga diartikan sebagai kemampuan siswa yang meliputi kegiatan: mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram dan ekspresi matematis untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematis dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Sukendar, 2014). Selain kemampuan komunikasi matematis peserta didik merupakan refleksi dari pemahaman matematisnya, peserta didik juga dapat mengoptimalkan pemahaman matematisnya dengan cara mengkomunikasikan ide dan gagasan matematisnya. Seperti yang diungkapkan oleh Cotton (2008), peserta didik dapat mengoptimalkan pemahaman mereka terhadap suatu konsep matematis dengan cara berpikir dan bernalar kemudian mengkomunikasikan ide mereka, serta dengan cara mendengarkan penjelasan orang lain juga dapat mengoptimalkan pemahaman mereka. Mengkomunikasikan ide dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara lisan maupun tertulis. Peserta didik harus berusaha agar tidak menimbulkan kesalahpahaman ketika mengkomunikasikan suatu konsep matematis. Peserta didik dapat merenungkan dan mengklarifikasi ide-ide mereka, pemahaman mereka terhadap hubungan matematis, dan argumen matematis mereka melalui komunikasi (Ontario Ministry of Education, 2005).

Berdasarkan NCTM (2000: 60) standar kemampuan komunikasi matematis yang seharusnya dikuasai siswa adalah sebagai berikut.

a) Mengorganisasi dan menggabungkan pemikiran matematika melalui komunikasi


(28)

b) Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru dan lainnya

c) Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara mengukur pemikiran dan strategi siswa lain

d) Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika

Sedangkan menurut Ontario Ministry Of Education (2005: 23) mengemukakan kemampuan komunikasi matematis untuk siswa sekolah dasar dan menengah meliputi:

a) Mengekspresikan dan mengorganisasikan ide dan pemikiran matematis (contohnya : kejelasan ekspresi, pengorganisasian yang logis), menggunakan bentuk lisan, visual, dan tertulis (contohnya : gambar grafik, dinamik, numerik, bentuk aljabar, materi konkrit)

b) Mengkomunikasikan kepada orang lain (contoh: sesama teman, guru) dan tujuan (contoh: menyajikan data, memberikan alasan untuk suatu solusi, mengemukakan argumen matematika) dalam bentuk lisan, visual, maupun tulisan

c) Menggunakan konvensi, kosakata dan istilah matematis (contoh: istilah, simbol) dalam bentuk lisan, visual, maupun tulisan

Dengan membuat siswa mengkomunikasikan ide-ide dan pemikiran mereka, guru memiliki pemahaman yang lebih baik atas apa yang diketahui siswa dan apa yang tidak diketahuinya.


(29)

Adapun indikator mengenai kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika menurut NCTM,

a) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual

b) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya

c) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi

Berdasarkan beberapa uraian di atas, kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari dua aspek yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tertulis. Komunikasi lisan dapat berupa pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan matematis. Komunikasi lisan dapat terjadi melalui interaksi antar siswa misalnya dalam pembelajaran dengan setting diskusi kelompok dimana dalam penelitian ini diterapkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS. Sedangkan komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, notasi, gambar, tabel grafik dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah.

Begitu banyak kemampuan komunikasi matematis yang harus dimiliki siswa, untuk lebih memfokuskan penelitian ini maka indikator kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini, yaitu (1) menentukan


(30)

kebenaran/kesalahan sebuah pernyataan matematika; (2) menggunakan rumus untuk menyelesaikan permasalahan matematika; (3) mengubah sebuah pernyataan atau situasi ke dalam bentuk matematis (notasi aljabar, gambar, grafik). Dalam penelitian ini, penilaian untuk kemampuan komunikasi matematis menggunakan isntrumen berupa tes tertulis berupa tes pilihan ganda dan tes essay dengan memenuhi syarat subtansi, konstruksi, bahasa, dan validitas.

2) Minat Belajar Siswa

Siswa merupakan subjek belajar dalam proses pembelajaran. Siswa bukan hanya objek belajar yang diberi ilmu dan materi, namun mereka sendirilah yang mencari dan menemukan ilmu itu sendiri. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, tentu terdapat faktor-faktor yang mendorong mereka sehingga memiliki kemauan dalam belajar. Salah satu yang mendorong siswa belajar adalah minat siswa. Minat yang kuat akan memberikan dorongan kuat bagi diri siswa, sehingga ia menjadi lebih bersemangat untuk belajar dan terlibat dalam proses pembelajaran. Minat akan timbul dalam diri siswa, apabila ia memiliki ketertarikan akan suatu hal yang harus dipelajari dan ketika mereka sudah mempelajarinya, mereka akan merasa ada sesuatu yang bermakna dan berguna bagi dirinya.

Getzel dalam Mardapi (2012: 146) menyatakan bahwa minat adalah disposisi yang terorganisasir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh obyek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk mencapai tujuan. Hal yang perlu diperhatikan dalam minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.


(31)

Menurut Slameto (2003: 180), minat adalah kencenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang kegiatan yang diminati oleh seseorang, diperhatikan terus menerus dan disertai rasa senang. Minat pada dasarnya penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dan sesuatu dari luar. Jika hubungan tersebut makin kuat, maka minat seseorang juga akan semakin kuat begitupun sebaliknya.

Dengan adanya minat yang kuat, diharapkan hasil yang diperoleh juga akan jauh lebih baik dibandingan dengan hasil yang diperoleh tanpa adanya minat. Sedangkan menurut Winkel (1999: 188) minat adalah kecenderungan subjek untuk menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi tersebut. Antara perasaan senang dan minat terdapat hubungan timbal balik. Siswa yang mempunyai perasaan senang akan suatu hal, tentu ia akan berminat untuk mempelajari atau melakukan hal tersebut sedangkan siswa yang tidak senang maka ia akan kurang berminat untuk melakukan atau mempelajari sesuatu.

Menurut Usman (2006: 27) kondisi belajar yang efektif adalah dengan adanya minat dan perhatian dalam belajar mengajar. Minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar sehingga berpengaruh bagi tingkat pemahaman siswa. Minat berkaitan erat dengan aktivitas, jika siswa berminat akan belajar maka siswa akan melakukan aktivitas belajar tersebut.

Minat belajar sangat dibutuhkan bagi siswa agar dapat menunjang proses pembelajaran. Jika siswa mempunyai minat yang besar, tentu proses pembelajaran akan semakin lancar dan tingkat kepahaman siswa juga meningkat. Dengan


(32)

adanya minat belajar, maka peran siswa sebagai subjek belajar juga dapat dicapai karena siswa mampu belajar atas kemauan sendiri didorong dengan minat yang ada dalam dirinya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadinya minat disebabkan adanya dorongan dari persaan senang dan adanya perhatian terhadap sesuatu. Jadi, minat adalah suatu kecenderungan yang tetap berupa adanya perhatian, keingintahuan, rasa senang terhadap suatu objek untuk mengetahui dan belajar tentang suatu objek itu tanpa merasa terpaksa karena menarik perhatian. Sedangkan minat belajar adalah kecenderungan seseorang dalam belajar yang dilandasi oleh adanya perhatian, keingintahuan, dan perasaan senang terhadap pelajaran yang bermanfaat bagi dirinya. Berdasarkan penjelasan di atas, aspek minat belajar siswa dalam penelitian ini adalah (1) perasaaan saat belajar matematika; (2) perhatian terhadap pembelajaran matematika; (3) rasa ingin tahu terhadap materi pembelajaran matematika.

B. Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian

yang dilakukan oleh Anisah dari Universitas Negeri Yogyakarta dalam Judul: “

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Godean” menunjukan bahwa penerapan kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Mutiah Rahmatil pada tahun 2012 dengan


(33)

Teams Achievement Divisions (STAD) dan Two Stay-Two Stray (TS-TS) Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMP N 1 Tempel Sleman pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar”. Hasil dari penelitian ini mendeskripsikan bahwa baik model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) maupun Two Stay-Two Stray (TS-TS) efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu, hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan keefektifan antara model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Two Stay-Two Stray (TS-TS) jika ditinjau dari kemampuan komunikasi matematisnya.

C. Kerangka Berpikir

Minat belajar merupakan hal penting yang harus ada dalam diri siswa. Sebab, keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari adanya minat yang tinggi dari siswa terhadap pembelajaran matematika. Minat belajar siswa dikatakan baik jika siswa memiliki perhatian dan keingintahuan yang tinggi terhadap pembelajaran matematika.

Dalam pembelajaran matematika selain minat, kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang penting untuk dikuasai oleh setiap peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dipercaya dapat melatih dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik. Mulai tahun ajaran 2013/2014, Indonesia menerapkan Kurikulum 2013 yang menyarankan penggunaan pembelajaran saintifik untuk setiap pembelajaran.


(34)

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS merupakan salah satu pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran tersebut siswa dilibatkan dan berperan aktif dalam pembelajaran. Siswa dapat menemukan dan mengkontruksi pengetahuan yang telah dimiliki dengan pembelajaran barunya. Pembelajaran ini berpusat pada peserta didik. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS memungkinkan peserta didik untuk bekerja dalam kelompoknya dan memungkinkan bertukar informasi dengan kelompok lain yang kemudian dapat didiskusikan dengan kelompoknya kembali. Peserta didik diberikan kesempatan yang cukup untuk melatih kemampuan komunikasi matematisnya dengan banyaknya kesempatan berdiskusi pada pembelajaran ini. Selain meningkatkan komunikasi matematis peserta didik, minat belajar dari siswa juga akan mengalami peningkatan. Sebab, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS seluruh peserta didik diharapkan untuk berperan aktif di dalam kelompok maupun pembelajaran sehingga dapat membangkitkan sikap positif, kerja sama, empati, dan minat belajar siswa terhadap matematika.

Oleh karena itu, pembelajaran saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya dan meningkatkan minat belajar siswa. Sehingga, pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS)


(35)

diharapkan akan lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa.

D. Hipotesis Penelitian

1. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X SMA N 11 Yogyakarta.

2. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS efektif ditinjau dari minat belajar siswa kelas X SMA N 11 Yogyakarta.

3. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X SMA N 11 Yogyakarta.

4. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan minat belajar siswa kelas X SMA N 11 Yogyakarta.

5. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan saintifik ditinjau dari komunikasi matematis dan minat belajar siswa kelas X SMA N 11 Yogyakarta.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan metode kuantitatif. Tujuan metode kuantitatif menurut Sugiyono (2013: 14) adalah menunjukan hubungan antar variabel, menguji teori, serta mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif. Sedangkan tujuan penelitian kuasi eksperimen adalah memperoleh informasi yang merupakan perkiraan dari informasi yang dapat diperoleh dari eksperimen yang sesungguhnya dengan keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Suryabrata, 2013: 58). Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol merupakan kelompok yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik. Kelompok eksperimen yaitu kelompok yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model kooperatif tipe TS-TS.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Pretest-Posttest Group Design karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay - Two Stray (TS-TS) dan dibandingkan dengan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik. Berikut ilustrasi desain penelitiannya.


(37)

Gambar 5. Desain Penelitian Tahap tahap penelitian sebagai berikut:

1. Dua kelas dari seluruh kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta dipilih secara acak untuk dijadikan sampel penelitian.

2. Dari dua kelas tersebut, kemudian dipilih secara acak untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen.

3. Memberikan pretest untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa dan angket untuk mengukur minat belajar siswa sebelum diberikan perlakuan.

4. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS untuk kelas eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan saintifik untuk kelas kontrol.

Kelas Kontrol

Pretest Angket

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik

Posttest Angket

Kelas Eksperimen

Pretest Angket

Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik dengan model pembelajaran Kooperatif tipe

TS-TS

Posttest Angket


(38)

5. Memberikan posttest untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa dan angket untuk mengukur minat belajar siswa setelah diberikan perlakuan.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 11 Yogyakarta yang beralamat di jalan A.M Sangaji No.50, Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta. Penelitian dengan materi trigonometri pada kompetensi dasar 3.9 dan 4.9 tentang aturan sinus dan cosinus dilaksanakan pada tanggal 6 April - 4 Mei 2017. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian tercantum pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Materi Tanggal dan Waktu

X IPS 1 X IPS 2

1 Pretest 6 April 2017

10.30-12.00

6 April 2017 07.15-08.45

2 Aturan Sinus 18 April 2017

07.15-08.45

18 April 2017 10.30-12.00

3 Aturan Cosinus 20 April 2017

10.30-12.00

20 April 2017 07.15-08.45

4 Luas Segitiga 25 April 2017

07.15-08.45

25 April 2017 10.30-12.00 5 Penggunaan aturan sinus, cosinus

dan luas segitiga

27 April 2017 10.30-12.00

27 April 2017 07.15-08.45

6 Posttest 4 Mei 2017

10.30-12.00

4 Mei 2017 07.15-08.45 D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas. Satu kelas sebagai kelompok kontrol dan satu kelas sebagai kelompok eksperimen.


(39)

Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik undian kelas yaitu dari beragam kelas diambil dua kelas untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen yaitu X IPS 1 sebanyak 32 siswa dikenai perlakuan model pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan kelas X IPS 3 sebanyak 29 siswa dikenai pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dalam penelitian ini terdapat 3 jenis variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain atau menghasilkan akibat pada variabel lain. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran yang digunakan yaitu pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pembelajaran pada kelompok kelas eksperimen menggunakan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS (X1) dan

untuk kelas kontrol pendekatan saintifik (X2).

Variabel terikat merupakan variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi variabel bebas Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis (Y1), dan minat belajar siswa (Y2) sedangkan, variabel

kontrol dapat mempengaruhi variabel terikat selain variabel bebas. Jadi, variabel kontrol merupakan variabel yang dibuat konstan, sehingga tidak mempengaruhi


(40)

variabel utama yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabel kontrol yaitu materi pembelajaran, jumlah alokasi waktu pembelajaran. F. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari timbulnya perbedaan persepsi terhadap variabel penelitian yang digunakan, maka diuraikan definisi operasionalnya sebagai berikut:

1. Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TS-TS adalah pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah pembelajaran saintifik yaitu 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan) yang didalamnya terdapat kegiatan berkelompok dimana dalam kegiatan tersebut diberikan kesempatan kepada sebagian anggota kelompok untuk bertamu ke kelompok lain untuk mengetahui hasil kerja kelompok tersebut, serta memberi kesempatan kepada sebagian anggota kelompok yang lain untuk tetap tinggal di kelompoknya untuk membagikan hasil kerja kelompoknya kepada kelompok lain yang datang bertamu di kelompoknya.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan peserta didik dalam mengungkapkan ide-ide matematika secara lisan, tertulis, gambar, diagram, menggunakan simbol matematika untuk memperjelas suatu masalah matematis. Kemampuan komunikasi matematis hanya diukur dengan tes kemampuan komunikasi matematis berupa soal pilihan ganda dan uraian. 3. Minat belajar siswa adalah kecenderungan yang tetap berupa adanya


(41)

dan belajar tentang suatu objek itu tanpa rasa terpaksa karena menarik perhatian. Minat belajar siswa diukur menggunakan angket minat yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif.

G. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan untuk menunjang pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS diantaranya adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah pedoman dan langkah-langkah yang digunakan pendidik setiap kali pertemuan dikelas. Penelitian ini menggunakan 2 RPP, yaitu RPP untuk kelas eksperimen dan RPP untuk kelas kontrol. RPP untuk kelas eksperimen adalah RPP yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS, sedangkan RPP untuk kelas kontrol merupakan RPP yang digunakan untuk kelas kontrol dengan menggunakan pendekatan saintifik.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS merupakan salah satu alat bantu pembelajaran berupa lembaran kertas yang berisi informasi maupun pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS ini dikerjakan oleh siswa secara berkelas pada kelas eksperimen. LKS yang digunakan dalam penelitian ini merupakan LKS yang didesain oleh peneliti dan telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan validator.


(42)

H. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data secara tepat. Data dalam penelitian ini diperoleh peneliti dengan memberikan perlakuan kepada siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tentang kemampuan komunikasi matematis, minat belajar siswa dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Kemampuan Komunikasi Matematis

Pegumpulan data kemampuan komunikasi matematis menggunakan pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum perlakuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa, sedangkan posttest diberikan setelah perlakuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis akhir siswa. Tes komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda.

b. Data Minat Belajar

Angket minat diberikan dua kali pada saat siswa belum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan, angket minat ini digunakan untuk mengukur minat awal siswa dalam belajar matematika. Setelah diberikan perlakuan, angket minat digunakan untuk mengetahui tingkat minat siswa setelah pembelajaran berlangsung. Angket minat ini diberikan untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(43)

Dalam penelitian ini, bentuk angket yang digunkan untuk mengukur aspek minat siswa adalah skala Likert dengan 5 pilihan alternatif dari 5 kategori yaitu selalu (S), sering (SR) , jarang (Jr) , kadang-kadang (KD), dan tidak pernah (TP).

c. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran merupakan lembar pengamtan instrumen yang bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran matematika sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS yang sedang berlangsung. Lembar observasi ini juga untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan penelitian. Lembar observasi diisi oleh observer.

Lembar observasi diisi dengan cara memberikan tanda checklist pada kolom “ya” apabila aspek yang diamati terlaksana yang akan mendapatkan nilai 1 dan “tidak” apabila aspek yang diamati tidak terlaksana yang akan mendapatkan nilai 0. Selain kolom tersebut, terdapat kolom keterangan untuk saran-saran dari observer. Nilai yang didapatkan kemudian diubah dalam persentase keterlaksanaan pembelajaran sebagai berikut.

� = �ℎ �ℎ � � � �� � � × %

Adapun klasifikasi keterlaksanaan pembelajaran menurut Sudjana (2006: 118) tercantum pada Tabel 6 berikut.


(44)

Tabel 6. Klasifikasi Persentase Nilai Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Interval Persentase (%) Kriteria

� Sangat baik

� < Baik

� < Cukup

� < Kurang

� < Sangat Kurang

2. Instrumen Pengumpulan Data a. Instrumen Tes

Instrumen tes yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar (KD) dan kemampuan komunikasi matematis adalah instrumen tes dalam bentuk pilihan ganda dan essay. Soal tes ini diberikan pada kedua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Ada dua soal dalam instrumen tes pada penelitian ini yaitu soal pretest dan posttest. Pretest dilakukan sebelum diberikan perlakuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap KD yang akan dipelajari dan kemampuan awal komunikasi matematis siwa. Posttest dilakukan setelah diberikan perlakuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap KD yang telah dipelajari dan kemampuan akhir komunikasi matematis siwa. Pretest dan posttest dilakukan di kelas eksperimen dengan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dan kelas kontrol dengan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik. Jumlah soal pretes dan posttest yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda dan 1 soal essay. Klasifikasi skor tes kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.


(45)

Tabel 7. Klasifikasi Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

Interval Klasifikasi

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Berdasarkan tabel 7 dapat ditunjukkan bahwa siswa dapat dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis jika minimal memenuhi kriteria baik yaitu skor angket minat belajar siswa lebih dari sama dengan 75.

Adapun kisi-kisi pencapaian kompetensi dasar dan kemampuan komunikasi matematis tercantum pada Tabel 8 dan Tabel 9 dibawah ini. Sedangkan untuk instrumen tes tersebut dapat dilihat pada lampiran 4.2 dan 4.5.

Tabel 8. Kisi-Kisi Pencapaian Kompetensi Dasar

No Kompetensi Dasar Indikator

1 3.9 Menjelaskan aturan sinus kosinus

3.9.1 Menentukan aturan sinus

3.9.2 Menentukan panjang sisi suatu segitiga dengan menggunakan aturan sinus 3.9.3 Menentukan besar suatu sudut dalam

segitiga menggunakan aturan sinus 3.9.4 Menentukan aturan kosinus

3.9.5 Menentukan panjang sisi suatu segitiga dengan menggunakan aturan kosinus 3.9.6 Menentukan besar suatu sudut dalam

segitiga menggunakan aturan kosinus 2 4.9 Menyelesaikan

masalah yang berkaitan dengan aturan sinus dan kosinus

4.9.1 Menentukan solusi dari luas segitiga menggunakan aturan sinus

4.9.2 Menentukan solusi dari luas segitiga menggunakan aturan kosinus

4.9.3 Menentukan hasil dari masalah sehari-hari dengan aturan sinus

4.9.4 Menentukan hasil dari masalah sehari-hari dengan aturan kosinus

4.9.5 Menentukan hasil dari masalah terkait dengan aturan sinus dan kosinus


(46)

Tabel 9. Kisi-Kisi Kemampuan Komunikasi Matematis No Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

1 Menentukan kebenaran/kesalahan sebuah pernyataan matematika. 2 Menggunakan rumus untuk menyelesaikan permasalahan matematika 3 Mengubah sebuah pernyataan atau situasi ke dalam bentuk matematis

(notasi aljabar, gambar, grafik) b. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes yang digunakan untuk mengukur minat belajar siswa adalah angket. Menurut Nana (2012: 219), angket atau kuosioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden).

Angket minat belajar siswa dalam penelitian ini disusun dengan memuat 20 pertanyaan positif dan negatif dalam bentuk checklist yang mengungkap minat belajar. Angket minat belajar siswa digunakan untuk mengetahui bagaimana minat belajar siswa dalam pembelajaran matematika sebelum dan sesudah perlakuan. Adapun kisi-kisi angket minat belajar siswa tercantum pada Tabel 10 di bawah ini. Sedangkan untuk instrumen angket yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 4.8.

Tabel 10. Kisi-Kisi Instrumen Minat Belajar Matematika Indikator Rasa Senang Keingintahuan Perhatian

Aspek Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif

Matematika 6 12 13 4 20 12

Pembelajaran

Matematika 10 18 3 7 3 7

Tugas Matematika 5 11 1 14 9 14


(47)

Skor minimal angket adalah 20 dan skor maksimalnya adalah 100. Pemberian nilai hasil pada angket dilakukan dengan mengkonversikannya terlebih dahulu dalam rerata ideal dan simpangan baku. Klasifikasi skor angket minat belajar siswa ke dalam nilai pada skala lima seperti pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11. Klasifikasi Skor Angket Minat Belajar Siswa

Interval Skor Kategori Kriteria

x > Mi + 1,8 Sbi x > 84 Sangat Baik

Mi + 0,6 Sbi < x ≤ Mi +1,8 Sbi 68 < x ≤ 84 Baik Mi - 0,6 Sbi < x ≤ Mi - 0,6 Sbi 52 < x ≤ 68 Cukup Baik Mi – 1,8 Sbi < x ≤ Mi - 0,6 Sbi 36 < x ≤ 52 Kurang Baik

x ≤ Mi – 1,8 Sbi x ≤ 36 Tidak Baik

Keterangan:

Mi : rerata ideal = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) = =

Sbi : simpangan baku =

6 (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) =6 x : skor total

Berdasarkan tabel 11 dapat ditunjukkan bahwa siswa dapat dikatakan memiliki minat belajar jika minimal memenuhi kriteria baik yaitu skor angket minat belajar siswa lebih dari 68.

Skor yang diberikan terhadap pernyataan-pernyataan dalam angket minat belajar siswa matematika diberi dengan ketetuan seperti pada Tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12. Sistem Penskoran Angket Minat Belajar Siswa Jenis Pertanyaan Selalu Sering Jarang Kadang-

Kadang

Tidak Pernah

Pertanyaan Positif 5 4 3 2 1


(48)

I. Validitas dan Reliabilitas

Suatu instrumen penelitian sebaiknya dipastikan sudah valid dan reliabel terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengumpulkan data. Begitu pula untuk instrumen pada penelitian ini. Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen penelitian ini diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Jika instrumen dikatakan tidak valid atau tidak reliabel, maka instrumen akan diperbaiki hingga instrumen tersebut dapat dikatakan valid dan reliabel. Berikut penjelasan lebih lanjut terkait validitas dan reliabilitas.

1. Validitas Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2013: 121) suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas instrumen penelitian ini mengacu kapada validitas isi yang dilakukan oleh validataor ahli (expert judgement). Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat profesional judgement (Saifuddin, 2003: 45).

Kegiatan awalnya yaitu dengan menyusun instrumen berdasarkan kajian teori dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan selanjutnya dievaluasi oleh validator ahli. Validator ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen validator dan guru mata pelajaran matematika. Evaluasi instrumen dilakukan untuk mengatahui apakah setiap instrumen telah mewakili apa yang akan diukur. Apabila instrumen belum valid, maka direvisi kemudian dikonsultasikan kembali kepada ahli sehingga mendapatkan instrumen yang valid menurut validitas isi. Validator ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah


(49)

dosen validator dan guru mata pelajaran matematika. Hasil validasi dan masukan validator mengenai instrumen dapat dilihat pada lampiran 5.1 sampai dengan 5.3. 2. Reliabilitas Instrumen Penelitian

Reliabilitas instrumen yaitu konsistensi hasil perekaman data (pengukuran) kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang sama dalam waktu yang berlainan atau kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam waktu yang berlainan (Sumadi Suryabrata, 2013: 58).

Instrumen tersebut dapat dipercaya (reliable) atau dapat diandalkan (dependable) karena hasilnya yang konsisten itu. Reliabilitas dihitung menggunakan karena instrumen tes berupa soal uraian. Berikut rumus alpha (Cronbach).

= ( − ) −∑ �� � Keterangan :

= reliabilitas instrumen = banyaknya butir soal ∑ �� = jumlah variansi butir � = variansi skor soal

Perhitungan reliabilitas instrumen dapat diperoleh dengan bantuan program SPSS versi 21. Hasil estimasi reliabilitas pada soal pretest dan posttest serta pada angket sebelum dan setelah perlakuan didapatkan nilai r11 = 0,393 untuk pretest,

r11 = 0,541 untuk posttest, r11 = 0,788 untuk angket sebelum perlakuan, r11 = 0,626


(50)

J. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh bukti adanya keefektifan penggunaan pendekatan saintifik dengan model poembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dan pendekatan saintifik ditinjau dari komunikasi matematis dan minat belajar siswa matematika serta kemudian membandingkan keefektifan di antara keduanya maka perlu dilakukan berbagai macam analisis. Analisis yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan diatas dijabarkan seperti dibawah ini.

1. Analisis Deskriptif

Sebelum data dianalisis untuk menguji hipotesis, data perlu dideskripsikan terlebih dahulu. Data yang dimaksud disini adalah hasil pretest dan posttest. Deskripsi data yang dimaksud meliputi rata-rata, variansi, simpangan baku, nilai tertinggi, dan nilai terendah dari data tersebut. Perhitungan rata-rata, variansi, dan simpangan baku menggunakan bantuan SPSS versi 21.

2. Analisis Statistik a. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Normalitas univariat digunakan sebagai pendekatan untuk mencapai distribusi populasi yang mendekati normal. Pada penelitian ini, uji asumsi normalitas dilakukan menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov dengan bantuan SPSS versi 21. Hipotesis yang diajukan untuk mengukur normalitas data pada pengujian ini adalah sebagai berikut:

� : Data dari populasi berdistribusi normal � : Data dari populasi tidak berdistribusi normal


(51)

Kriteria pengujian yang digunakan untuk mengukur normalitas data dalam pengujian ini adalah H0 diterima (data berdistribusi normal) apabila nilai

signifikansi lebih dari tingkat alpha yang ditetapkan yaitu 5% sebaliknya H0

ditolak (data tidak berdistribusi normal) apabila nilai signifikansi kurang dari 5%. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 21.

b. Uji Homogenitas Multivariat

Uji homogenitas ditujukan untuk menguji kesamaan matriks kovarian skor hasil kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa. Uji homogenitas menggunakan uji Box’s M dan kesamaan varians masing-masing variabel terikat menggunakan Levene’s Test dengan bantuan SPSS versi 21 untuk menentukan kehomogenan skor kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa.

Hipotesis yang diajukan untuk mengukur homogenitas multivariat data pada pengujian ini adalah sebagai berikut:

1) Uji homogenitas matriks kovarians skor pretest kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

H0 : Matriks varians-kovarians pretest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

adalah homogen.

H1 : Matriks varians-kovarians pretest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol


(52)

2) Uji homogenitas matriks kovarians skor posttest kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

H0 : Matriks varians-kovarians posttest antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol adalah homogen.

H1 : Matriks varians-kovarians posttest antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol adalah tidak homogen.

Kesimpulan diambil pada taraf signifikansi 5% dengan kriteria pengujiannya adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima

dan H1 ditolak (data berasal dari populasi yang homogen), sebaliknya jika nilai

signifikansi kuran dari 0,05 maka data berasal dari populasi tidak homogen. Apabila data berdistribusi normal dan homogen maka dapat dilanjutkan uji kesamaan mean kedua kelas.

c. Uji Kesamaan Mean Kedua Kelas

Uji kesamaan mean ini untuk membuktikan bahwa kelas ekperimen dan kelas kontrol memiliki nilai kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar yang sama sebelum diberi perlakuan. Uji kesamaan vektor mean ini dilakukan dengan uji Hotelling’s Trace MANOVA. Untuk dapat melakukan uji kesamaan vektor mean antara kelas ekperimen dan kelas kontrol dengan uji Hotelling’s Trace MANOVA maka data-data yang diambil sebelum perlakuan ini harus

Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut. � : ���

�� = ��� ���


(53)

� : ��� �� ≠

��� ��� Keterangan

��� : Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen ��� : Rata-rata minat belajar siswa kelas eksperimen

��� : Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontrol ��� : Rata-rata minat belajar siswa kelas kontrol

Statistik uji:

� = ++ − − dengan

= + − ′ −

= ++

= [ ]

Keterangan:

= Hotelling Trace

= besar sampel dari kelompok eksperimen = besar sampel dari kelompok kontrol

− = matriks rata-rata

= invers matriks kovarian = banyaknya variabel terikat = matriks dispersi sampel

= matriks jumlah kuadrat dalam kelompok eksperimen = matriks jumlah kuadrat dalam kelompok kontrol

= varians sample minat

= varians sampel komunikasi matematis

= = kovarians sampel antara minat dan komunikasi matematis


(54)

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika Fhitung > Ftabel atau jika p-value

(sig) < 0,05. Uji kesamaan rata-rata pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS 21. Jika hasil dari pengujian tersebut adalah tidak terdapat perbedaan vektor mean antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa, maka selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis.

d. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini untuk menjawab lima rumusan masalah yang telah dirumuskan pada bab I. Keefektifan pembelajaran matematika pada penelitian ini ditentukan berdasarkan klasifikasi yang ada dengan kriteria baik. Untuk kemampuan komunikasi matematis, kriteria keefektifan pembelajaran ditetapkan jika rata-rata siswa mencapai skor lebih dari 75. Sedangkan, untuk minat belajar siswa kriteria keefektifan yang ditetapkan adalah jika rata-rata siswa mencapai skor lebih dari 68.

1) Hipotesis pertama

Analisis yang digunakan pada pengujian hipotesis pertama menggunakan uji one sample t-test. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut.

H0 : Pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS

tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

H1 : Pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS


(55)

Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut: H0 : ���

H1 : ��� >

Keterangan:

��� : rata-rata nilai posttest kemampuan komunikasi matematis dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS).

Taraf signifikansi (α) adalah 5%. Statistik uji:

ℎ� �� = ̅ − � /√ Keterangan:

̅ : rata-rata skor posttest kelas eksperimen

� : skor yang dihipotesikan untuk kemampuan komunikasi matematis (75) : simpangan baku

: banyaknya siswa

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika thitung > ttabel atau jika p-value

(sig) < 0,05. Uji hipotesis pertama pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS 21.

2) Hipotesis kedua

Analisis yang digunakan pada pengujian hipotesis kedua menggunakan uji one sample t-test. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut.


(56)

H0 : Pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS

tidak efektif ditinjau dari minat belajar siswa.

H1 : Pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS

efektif ditinjau dari minat belajar siswa.

Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut: H0 : ���

H1 : ��� >

Keterangan:

��� : rata-rata nilai angket akhir minat belajar siswa dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) Taraf signifikansi (α) adalah 5%.

Statistik uji:

ℎ� �� = ̅ − � /√ Keterangan:

̅ : rata-rata skor angket kelas eksperimen setelah perlakuan � : skor yang dihipotesikan untuk minat belajar siswa (68)

: simpangan baku : banyaknya siswa

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika thitung > ttabel atau jika

p-value (sig) < 0,05. Uji hipotesis kedua pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS 21.


(57)

3) Hipotesis ketiga

Analisis yang digunakan pada pengujian hipotesis ketiga menggunakan uji one sample t-test. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut.

H0 : Pendekatan saintifik tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi

matematis siswa.

H1 : Pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi

matematis siswa.

Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut: H0 : ���

H1 : ��� >

Keterangan:

��� : rata-rata nilai posttest kemampuan komunikasi matematis dengan pendekatan saintifik.

Taraf signifikansi (α) adalah 5%. Statistik uji:

ℎ� �� = ̅ − � /√ Keterangan :

̅ : rata-rata skor posttest kelas kontrol

� : skor yang dihipotesikan untuk kemampuan komunikasi matematis (75) : simpangan baku


(58)

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika thitung > ttabel atau jika p-value

(sig) < 0,05. Uji hipotesis ketiga pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS 21.

4) Hipotesis keempat

Analisis yang digunakan pada pengujian hipotesis keempat menggunakan uji one sample t-test. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut.

H0 : Pendekatan saintifik tidak efektif ditinjau dari minat belajar siswa.

H1 : Pendekatan saintifik efektif ditinjau dari minat belajar siswa

Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut: H0 : ���

H1 : ���>

Keterangan:

��� : rata-rata nilai angket akhir minat belajar siswa dengan pendekatan saintifik.

Taraf signifikansi (α) adalah 5%.

Statistik uji:

ℎ� �� = ̅ − � /√

Keterangan :

̅ : rata-rata skor posttest kelas kontrol


(59)

: simpangan baku : banyaknya siswa

Kriteria keputusannya adalah � ditolak jika thitung > ttabel atau jika p-value

(sig) < 0,05. Uji hipotesis keempat pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS 21.

Apabila hasil hipotesis menunjukan adanya keefektifan pada pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan minat belajar siswa maka dilanjutkan uji perbandingan keefektifan antara kedua model.

5) Hipotesis kelima

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis kelima menggnunakan uji

Hotteling’s Trace MANOVA.

Taraf signifikansi yang digunakan adalah α = 5%. Data diolah dengan bantuan SPSS. Rumusan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

H0 : Pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS

tidak lebih efektif daripada pembelajaran dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan minta belajar siswa. H1 : Pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS

lebih efektif daripada pembelajaran dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan minta belajar siswa

H0 : ������ = ������


(60)

Dengan:

� : rata-rata posttest kemampuan komunikasi matematis dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS)

� : rata-rata angket minat belajar siswa dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS)

� : rata-rata posttest kemampuan komunikasi matematis dengan pendekatan saintifik dengan pembelajaran langsung

� : rata-rata angket minat belajar siswa dengan pendekatan saintifik dengan pembelajaran langsung

Statistik uji:

� = ++ − − dengan

= + − ′ −

= ++

= [ ]

Keterangan :

= Hotelling Trace

= besar sampel dari kelompok eksperimen = besar sampel dari kelompok kontrol


(61)

= invers matriks kovarian = banyaknya variabel terikat = matriks dispersi sampel

= matriks jumlah kuadrat dalam kelompok eksperimen = matriks jumlah kuadrat dalam kelompok kontrol

= varians sample minat

= varians sampel komunikasi matematis

= = kovarians sampel antara minat dan komunikasi matematis

Kriteria pengujian yang digunakan untuk mengukur lebih efektif atau tidaknya model pembelajaran antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam pengujian ini adalah � ditolak jika Fhitung > Ftabel atau nilai p-value (sig.) < tingkat


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang dilakukan di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan empat kali pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) di kelas X IPS 1 dan pendekatan saintifik di kelas X IPS 3 terhitung sejak hari Kamis, 6 April 2017 sampai dengan Kamis 4 Mei 2017. Data dalam penelitian ini terdiri dari pretest dan posttest kemampuan komunikasi matematis dan data angket awal serta akhir minat belajar siswa. Data penelitian yang dikumpulkan berasal dari tahapan-tahapan sebagai berikut.

Penelitian diawali dengan pemberian pretest untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda dan 1 soal essay. Penelitian diakhiri dengan pemberian soal posttest untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa yang teridiri dari 20 soal pilihan ganda dan 1 soal essay.

Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi oleh seorang observer, yaitu teman sejawat dari Pendidikan Matematika UNY. Lembar observasi bertujuan untuk mengevaluasi keterlaksanaan setiap proses pembelajaran berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat. Berikut deskripsi pelaksanaan pembelajaran selama penelitian berlangsung.


(1)

303


(2)

304


(3)

305


(4)

306

Lampiran 6.3 Surat Ijin Penelitian


(5)

(6)

308


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray(Dua Tinggal Dua Tamu) Dengan Pendekatan Nilai Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya

0 6 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY(TS-TS) DAN SNOWBALL THROWINGTERHADAP HASIL BELAJAR Pengaruh Strategi Pembelajaran Two Stay Two Stray (Ts-Ts) dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Ke

0 2 19

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) DAN SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL Pengaruh Strategi Pembelajaran Two Stay Two Stray (Ts-Ts) dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar S

0 4 16

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY - TWO STRAY (TS-TS) DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZASION (TAI) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Pada Kelas V11 SMP Muhammadiyah 1 Surakarta).

0 1 8

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA Penerapan Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (Ts-Ts) Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII B SMP N

0 0 14

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA.

0 0 167

Efektivitas Pembelajaran Saintifik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dan Think Pair Square (TPS) Ditinjau dari Komunikasi Matematis Peserta Didik Kelas VII SMP.

0 1 63

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPA PESERTA DIDIK YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY-TWO STRAY (TS-TS) DENGAN TIPE

0 0 209