EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA.

(1)

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DITINJAU DARI

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Imroatus Syarifah NIM 11301241041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

i SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Imroatus Syarifah NIM 11301241041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

v

perihnya kebodohan” ~Imam Syafi’i~

“Saat engkau merasa putus asa dan sudah tidak ada harapan sedikitpun, berhentilah sejenak, tengok ke lubuk hatimu yang paling dalam dan lihatlah. Disana masih ada api kecil yang dapat disulut kembali. Api itu adalah harapan dan semangat.”

~Anonim~

“Kesulitan tunduk pada orang yang berjuang. Kesuksesan takluk pada orang yang sabar. Kekuatan mengiringi orang yang ikhlas.” ~Jusuf Kalla~

“Dalam usaha itu ada dua opsi pilihan.

Kalah karena menyerah atau menang karena berjuang” ~Abdau Qur’ani~


(7)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur , karya ini saya persembahkan untuk Orangtua tercinta, Bapak Zaenal Arifin dan Ibu Nur Julita

yang tak henti-hentinya memberikan semangat, kekuatan, dan doa.

Terima kasih pula untuk sahabat-sahabat yang selalu mengingatkan, memberi dukungan, dan menemani selama proses menyelesaikan karya ini.


(8)

vii oleh Imroatus Syarifah NIM 11301241041

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA, mengetahui efektivitas pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA, dan mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain penelitian menggunakan desain tes kemampuan awal. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Purworejo dengan sampel penelitian diambil dua kelas secara acak yaitu kelas X-4 sebagai kelas kontrol dan kelas X-5 sebagai kelas eksperimen. Kelas kontrol dikenai pembelajaran dengan metode konvensional, sedangkan kelas eksperimen menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data adalah tes dan non-tes berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Validitas instrumen menggunakan validitas konstruk oleh para ahli (judgment expert) dengan hasil layak dengan revisi. Teknik analisis data yang digunakan meliputi analisis deskriptif, uji asumsi analisis, dan uji hipotesis berbantuan SPSS 16 for windows.

Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan α = 0,05 dapat disimpulkan bahwa : (1) Strategi pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA dengan nilai signifikansi 0,000; (2) Pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA dengan nilai signifikansi 0,003; dan (3) Strategi pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA dengan nilai signifikansi 0,022.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas X SMA” dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada.

1. Bapak Dr. Hartono, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas izinnya yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus Koordinator Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta atas izin menyusun skripsi dan telah memberikan pengarahan. 3. Bapak Drs. Tuharto, M.Si, dosen pembimbing yang telah membimbing,

membantu, memberikan arahan, dorongan, serta masukan-masukan yang sangat membangun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Nur Insani, M.Sc, dan Ibu Endah Retnowati, M.Ed., Ph.D selaku dosen ahli yang telah bersedia memvalidasi instrumen dalam penelitian ini.


(10)

ix

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang ikhlas membagi dan memberikan ilmunya.

7. Bapak Drs. Arif Arvianta, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 2 Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

8. Bapak Drs. Bunadi, M.M selaku guru pengampu matematika SMA Negeri 2 Purworejo yang telah membimbing selama melaksanakan penelitian

9. Siswa kelas X-4 dan X-5 SMA Negeri 2 Purworejo tahun pelajaran 2015/2016 yang telah bersedia membantu dalam penelitian ini.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis penulis selanjutnya. Semoga skipsi ini bermanfaat.

Yogyakarta, Februari 2017


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

MOTTO………... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… vi

ABSTRAK………... vii

KATA PENGANTAR ………... viii

DAFTAR ISI ……….. x

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah………. 8

C. Pembatasan Masalah………. 8

D. Rumusan Masalah………. 9

E. Tujuan Penelitian……….. 9

F. Manfaat Penelitian……… 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori………. 11

1. Kemampuan Komunikasi Matematika .………... 11

2. Pembelajaran Konvensional ... 15

3. Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray ……… 20

4. Hubungan Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa ……... 5. Materi Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Dimensi Tiga 24 27 B. Penelitian Yang Relevan……….. 31


(12)

xi

A. Jenis Penelitian……… 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian………. 35

C. Populasi dan Sampel Penelitian………... 35

D. Variabel Penelitian ………. 36

E. Definisi Operasional ……… 37

F. Desain Penelitian……….. 39

G. Instrumen Penelitian………. 40

H. Analisis Instrumen Penelitian………... 41

I. Teknik Pengumpulan Data………... 41

J. Teknik Analisis Data……… 42

K. Indikator Keberhasilan ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian……… 53

1. Deskripsi Pembelajaran………... 53

2. Deskripsi Data……… 59

3. Hasil Uji Asumsi Analisis……….. 60

4. Hasil Uji Hipotesis………... 66

B. Pembahasan……….. 68

1. Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Komunikasi Matematika Siswa.... 70

2. Efektivitas Pembelajaran Konvensional terhadap Kemampuan Matematika Siswa ………... 71

3. Perbedaan Keefektifan antara Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan Pembelajaran Konvensional terhadap Komunikasi Matematika Siswa ………... 73


(13)

xii BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan………... 75

B. Saran………. 75

DAFTAR PUSTAKA…... 77


(14)

xiii

Tabel 4.1. Deskripsi Data ... 60

Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas (Pretest) ... 61

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas (Posttest) ... 63

Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas ... 65

Tabel 4.5. Hasil Uji Kemampuan Awal (Pretest) ... 66

Tabel 4.6. Hasil Uji Hipotesis 1 (Posttest)... 68

Tabel 4.7. Hasil Uji Hipotesis 2 (Posttest)... 69


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tahap Penugasan pada Pembelajaran TSTS ... 55

Gambar 2 Tahap Tinggal dan Bertamu pada Pembelajaran TSTS ... 56

Gambar 3 Tahap Presentasi Kelompok pada Pembelajaran TSTS ... 57


(16)

xv

2.1. Lembar Observasi Kelas Eksperimen ... 80

2.2. Lembar Observasi Kelas Kontrol ... 86

2.3. RPP Kelas Eksperimen ... 89

2.4. RPP Kelas Kontrol ... 100

2.5. Lembar Kerja Siswa ... 107

2.6. Kisi-kisi, Soal, dan Kunci Jawaban Pretest ... 115

2.7. Kisi-kisi, Soal, dan Kunci Jawaban Posttest ... 129

Lampiran 3 Rekap Nilai ... 137

3.1. Rekap Nilai Lembar Observasi Eksperimen ... 137

3.2. Rekap Nilai Lembar Observasi Kontrol ... 138

3.3. Daftar Nilai Pretest ... 139

3.4. Daftar Nilai Posttest ... 141

Lampiran 4 Hasil Uji Penelitian ... 143

4.1. Hasil Uji Normalitas ... 143

4.2. Hasil Uji Homogenitas ... 145

4.3. Hasil Uji Kemampuan Awal ... 146

4.4. Hasil Uji Hipotesis ... 147

Lampiran 5 Kelengkapan Kelas Eksperimen ... 149

5.1. Daftar Kelompok Pembelajaran TSTS ... 149

5.2. Skema Bertamu Pembelajaran TSTS ... 150

Lampiran 6 Surat dan Validasi ... 151

6.1. Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 151

6.2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 152


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak dapat menghindari berbagai macam bentuk komunikasi karena dengan komunikasi manusia dapat membangun relasi yang dibutuhkannya sebagai makhluk sosial. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang ke orang lain dengan tujuan tertentu. Proses penyampaian pesan menggunakan cara yang efektif akan dapat mudah dipahami oleh penerima pesan. Penyampaian pesan ini dapat berupa isyarat, lisan, maupun tulisan. Dapat dikatakan bahwa dalam berkomunikasi dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik sehingga tujuan yang akan disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh si penerima pesan. Salah satu aspek yang membutuhkan kemampuan komunikasi yang baik adalah dalam bidang pendidikan atau dapat disebut dengan komunikasi pendidikan.

Menurut Pawit (2010 : 02), komunikasi pendidikan adalah kegiatan komunikasi yang dirancang secara khusus untuk tujuan meningkatkan nilai tambah bagi pihak sasaran, yang sebenarnya dalam banyak hal adalah untuk meningkatkan literasi pada banyak bidang yang bernuansa teknologi, komunikasi, dan informasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang telah mencakup segala macam aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang penting yaitu pendidikan kecerdasan yang bertujuan untuk mendidik anak mampu berpikir kritis, logis, dan kreatif. Kecerdasan tersebut dapat ditemukan dalam bidang kajian matematika.


(18)

Matematika merupakan suatu objek kajian yang abstrak. Seperti yang telah dijelaskan oleh R.Soedjadi (2000 : 13) bahwa matematika memiliki karakteristik, diantaranya : (1) Memiliki objek kajian abstrak; (2) Bertumpu pada kesepakatan;

(3) Berpola pikir deduktif; (4) Memiliki simbol yang kosong dari arti; (5) Memperhatikan semesta pembicaraan; (6) Konsisten dalam sistemnya. Objek

kajian abstrak berarti bahwa objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak, yang meliputi fakta, konsep, operasi atau relasi, dan prinsip. Keabstrakan ini menjadikan objek kajian matematika sulit untuk dipahami.

Matematika adalah ilmu dasar yang digunakan ke semua bidang ilmu, seperti kesehatan, perekonomian, perindustrian, dan ilmu-ilmu lainnya. Perhitungan matematika sederhana pun bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, misalnya bidang perdagangan. Meski matematika dibutuhkan dalam keseharian, banyak orang yang merasa tidak membutuhkan matematika dan cenderung tidak menyukainya. Begitu pun bagi siswa. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami. Untuk itu dibutuhkan kemampuan komunikasi matematika yang baik bagi siswa sehingga objek-objek kajian matematika dapat dipahami dengan baik.

Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan menyampaikan ide-ide matematika secara lisan maupun tulisan sehingga menjadi sarana bagi siswa untuk memperoleh informasi. Komunikasi matematika tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk berpikir, namun menjadi alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan singkat, padat, dan jelas. Apabila kita telah sepakat bahwa


(19)

3

matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasya, maka komunikasi menjadi hal penting dari mengajar, belajar, dan mengkases matematika. Tanpa komunikasi matematika maka kita akan mendapatkan sedikit keterangan, data, maupun fakta tentang pemahaman siswa dalam proses pembelajaran matematika. Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan yang disampaikan berupa isi atau ajaran yang ditujukan kedalam simbol-simbol komunikasi, baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal.

Menurut NCTM dalam Ali Mahmudi (2009 : 2), standar kemampuan

komunikasi matematika yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah (1) Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan

mengkomunikasikan kepada siswa lain; (2) Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya; (3) Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain; dan (4) Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika. Dengan memiliki kemampuan komunikasi matematika yang baik, maka siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika yang semestinya.

Kemampuan komunikasi matematika siswa merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan komunikasi menjadi penting karena matematika pada dasarnya adalah bahasa yang sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami oleh


(20)

siswa. Namun kenyataannya kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh siswa Indonesia di ajang TIMSS tahun 2007, terlihat bahwa hanya 14% siswa yang menjawab benar pada salah satu soal tentang membaca data dalam diagram, sedangkan di tingkat internasional terdapat 27% siswa yang menjawab benar. Aspek pada kemampuan komunikasi matematika tentang membaca data diagram yaitu aspek mengorganisasi pemikiran matematika dan aspek mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas. Itu menandakan bahwa komunikasi matematika siswa masih rendah.

Selain itu, Maryani (2011 : 24) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak dapat menuliskan solusi masalah dengan sistematis dan belum mampu bahasa matematika yang tepat. Padahal dalam menuliskan solusi masalah dengan sistematis membutuhkan kemampuan untuk mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika. Selain itu juga dibutuhkan kemampuan dalam menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika. Hasil penelitian tersebut menandakan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa masih perlu ditingkatkan.

Kurangnya kemampuan komunikasi matematika memperlihatkan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan semua pihak. Padahal terdapat beberapa tujuan dilaksanakannya pembelajaran di sekolah. Tujuan Pembelajaran Matematika menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006 yaitu :


(21)

5

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut NCTM (2000 : 29) dalam buku Principle and Standards for School Mathematics menyatakan bahwa standar pembelajaran matematika terdiri dari pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi matematika, keterkaitan dalam matematika, dan representasi.

Terlihat bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah siswa mampu mengkomunikasikan ide-ide matematika baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan komunikasi matematika. Selain itu, salah satu standar dalam pembelajaran matematika yaitu adanya komunikasi matematika.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa dapat menghambat tujuan pembelajaran. Agar kemampuan komunikasi matematika siswa dapat berkembang maka diperlukan pembelajaran yang menunjang dan mewadahi kebutuhan siswa dalam meningkatkan kemampuan tersebut.


(22)

Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Sedangkan pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

Pembelajaran matematika akan lebih tepat jika berpusat pada siswa, bukan pada guru. Belajar matematika merupakan proses mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya mentransfer ilmu secara pasif, namun siswa harus belajar aktif dan kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan matematika. Di sebagian besar pembelajaran matematika di sekolah, guru cenderung memberitahu konsep dan cara menggunakannya. Pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa hanya duduk, mendengarkan, menulis dan menjawab soal-soal latihan. Pembelajaran yang tidak efektif bagi siswa, namun menguntungkan bagi guru, sebab guru dapat menyelesaikan bahan pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide-ide dan melakukan aktifitas yang dapat mendorong siswa memahami materi yang diajarkan.

Kurangnya kemampuan komunikasi matematika memperlihatkan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan semua pihak. Agar kemampuan komunikasi matematika siswa dapat berkembang,


(23)

7

maka motivasi belajar matematika siswa juga perlu ditingkatkan. Karenanya, guru dalam memilih model pembelajaran perlu mempertimbangkan suasana belajar yang dapat memotivasi dan mendorong siswa untuk mencapai kemampuan tersebut. Mengingat pentingnya komunikasi matematika, maka diperlukan suatu pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray.

Pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tipe ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan siswa. Pembelajaran Two Stay Two Stray diawali dengan pembagian kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 siswa. Siswa dalam kelompok ini akan diberi penugasan oleh guru sehingga menuntut siswa untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang diberikan. Setelah proses diskusi di dalam kelompok masing-masing selesai, siswa dalam kelompok tersebut berbagi peran. Dua siswa akan menjadi tamu yang akan berkunjung ke kelompok lain. Saat berkunjung, siswa akan berdiskusi dan mencocokkan hasil pekerjaan kelompok masing-masing. Kemudian siswa dipersilahkan kembali ke kelompok masing-masing untuk mendiskusikan kembali hasil diskusi sebelumnya dengan hasil diskusi yang diperoleh dari kelompok lain. Kegiatan terakhir adalah perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Semua kegiatan dalam pembelajaran two stay two stray menuntut siswa untuk aktif berdiskusi sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematikanya, seperti aspek kemampuan menjelaskan


(24)

ide-ide matematika, kemampuan menganalisis permasalahan, maupun kemampuan menyelesaikan masalah matematika. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa tipe ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dan lebih memahami materi yang sedang diajarkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui tentang efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu :

1. Pembelajaran di sebagian besar sekolah masih menggunakan metode konvensional.

2. Kurangnya kemampuan komunikasi matematika siswa.

3. Pembelajaran Two Stay Two Stray dianggap mampu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika namun masih jarang digunakan.

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa permasalahan yang telah diidentifikasi, penelitian ini hanya dibatasi pada dalam hal efektivitas strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi metematika siswa pada


(25)

9

pembelajaran matematika materi Dimensi Tiga Kelas X semester genap SMA Negeri 2 Purworejo.

D. Rumusan Masalah

Dengan pembatasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA?

2. Apakah pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA?

3. Apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini berdasarkan rumusan masalah di atas sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui efektivitas strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.

2. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.


(26)

3. Untuk mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa

Meningkatkan kemampuan komunikasi matematika melalui pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan.

2. Bagi Guru

Digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.

3. Bagi Peneliti

Memahami pelaksanaan pembelajaran kooperatif secara praktek, tidak hanya sekedar teori.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya


(27)

11 BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Kemampuan Komunikasi Matematika

R. Soedjadi (2000 : 41) menyajikan beberapa definisi atau pengertian dari matematika sebagai berikut.

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistemik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Menurut Erman Suherman (2001 : 17), matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jala, atau pola berpikir, sedangkan Marsigit (2003 : 4) mengemukakan bahwa matematika adalah himpunan dari nilai kebenaran, dalam bentuk suatu pernyataan yang dilengkapi dengan bukti. Selanjutnya, Tinggih dalam Herman Hudojo (2005 : 35) mengemukakan bahwa matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Namun penunjukkan kuantitas seperti itu belum memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu yang ditujukan kepada hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Menurut Herman Hudojo (2005 : 123), matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau


(28)

struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat memahami struktur-struktur serta hubungan-hubungan, tentu saja diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika itu.

Sedangkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan dalam bidang matematika secara lengkap disajikan sebagai berikut.

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelasaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain.

5) Memilliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika tidak hanya berkutat pada bilangan, akan tetapi tentang pola, kajian, hubungan, struktur, dan nilai kebenaran yang memiliki kekonsistenan di dalam sistemnya. Untuk mempelajari hal tersebut, maka diperlukan suatu komunikasi.

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam matematika, NCTM (2000 : 63) menyatakan bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk :


(29)

13

b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.

c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain.

d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.

Lindquist (NCTM, 1996 : 71) menyatakan matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik di komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan mengakses matematika.

Menurut Sumarmo (2002 : 15), komunikasi matematika meliputi kemampuan siswa : (1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; (2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, grafik, dan aljabar; (3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematis tertulis; (6) Membuat konjengtur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan generalisasi; (7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang dipelajari.

NCTM dalam Ali Mahmudi (2009 : 2) disebutkan bahwa standar kemampuan komunikasi matematika yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut.

1) Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain.


(30)

2) Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya.

3) Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain.

4) Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika.

Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematika bagi siswa, Ujang Wihatmana (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa aspek yang digunakan untuk mengungkap kemampuan tersebut, diantaranya :

a. Kemampuan memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan. b. Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika.

c. Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan.

Berdasarkan beberapa uraian tentang kemampuan komunikasi di atas, dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan menyampaikan ide-ide matematika secara lisan maupun tulisan sehingga menjadi sarana bagi siswa untuk memperoleh informasi. Komunikasi matematika tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk berpikir, namun menjadi alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan singkat, padat, dan jelas. Komunikasi matematika merupakan aspek yang penting karena digunakan sebagai pondasi dalam pengetahuan matematika. Selain itu, pembelajaran matematika merupakan sarana bagi siswa dan guru untuk berinteraksi sehingga dibutuhkan komunikasi yang baik.


(31)

15

Aspek-aspek yang menandakan kemampuan komunikasi matematika dapat dinyatakan sebagai berikut.

a. Kemampuan menjelaskan ide-ide matematika.

b. Kemampuan menganalisis permasalahan matematika.

c. Kemampuan menyelesaikan masalah matematika dengan terorganisasi dan terstruktur.

2. Pembelajaran Konvensional

Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Sedangkan pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

Rombepajung (Thobroni dan Arif , 2013 : 18) berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Brown (Thobroni dan Arif , 2013 : 18-19) merinci karakteristik pembelajaran sebagai berikut.


(32)

2. Belajar adalah mengingat – ingat informasi atau keterampilan.

3. Proses mengingat melibatkan sistem penyimpanan, memori, dan organisasi kognitif.

4. Belajar melibatkan perhatian aktifsadar dan bertindak menurut peristiwa-peristiwa di luar serta di dalam organisme.

5. Belajar itu bersifat permanen tetapi tunduk pada lupa. 6. Belajar melibatkan berbagai bentuk latihan.

7. Belajar adalah suatu perubahan dalam perilaku.

Menurut Gagne dalam Ratna (2006 : 2), belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Gagne menambahkan bahwa terdapat lima bentuk belajar, yaitu : (1) belajar responden; (2) belajar kontiguitas; (3) belajar operant; (4) belajar observasional; dan (5) belajar kognitif. Pelaksanaan pembelajaran di kelas menggunakan berbagai macam pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang paling banyak digunakan di sebagian besar sekolah adalah pembelajaran konvensional.

Pembelajaran konvensional menurut Erman Suherman (2001 : 214) adalah pembelajaran yang pada umumnya digunakan guru dimana guru mengajar sejumlah siswa di dalam sebuah ruangan dan proses pembelajaran berpusat pada guru. Menurut Herminarto (2002: 65), dalam pembelajaran konvensional kegiatan pembelajaran dimulai dari uraian guru untuk dicatat oleh siswa, bertanya, guru menjawab dan diakhiri dengan latihan sebagai umpan balik. Ciri lain dari pembelajaran konvensional adalah penyampaian materi yang dilakukan secara lisan


(33)

17

oleh guru dan sedikit sekali siswa diberikan kesempatan untuk saling bertukar pendapat. Kegiatan tersebut merupakan pembelajaran dengan metode ceramah.

Mulyasa (2011 : 114-115) dalam bukunya menjelaskan bahwa metode ceramah merupakan metode dimana guru menyajikan bahan melalui penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru saat melaksakan metode ceramah dalam pembelajaran, diantaranya (1) Guru akan menjadi satu-satunya pusat perhatian; (2) Sebaiknya dimulai dengan menyampaikan tujuan pengajaran yang akan dicapai setelah kegiatan pembelajaran; (3) Sampaikan garis besar bahan ajar, baik secara lisan maupun tulisan; (4) Hubungkan materi pelajaran yang akan disampaikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh peserta didik; (5) Mulai dari hal umum menuju hal khusus; (6) Selingilah dengan contoh yang erat kaitannya dengan kehidupan peserta didik; (7) Arahkan perhatian pada seluruh peserta didik; (8) Gunakan media yang sesuai; (9) Kontrol pembicaraan supaya tidak monoton,; (10) Akhiri ceramah dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas; dan (11) Buatlah kesimpulan dan penilaian, jika perlu beri tugas atau pekerjaan rumah.

David A. Jacobsen (2009 : 215) menguraikan tentang beberapa hal yang dapat

dilakukan oleh guru kepada siswa melalui metode ceramah, diantaranya : (1) Membantu siswa memperoleh informasi yang tidak mudah diperoleh oleh

cara-cara yang lain; ceramah bisa menjadi efektif jika tujuannya adalah untuk memberi informasi yang sulit ditemukan siswa secara mandiri ; (2) Membantu siswa dalam


(34)

memadukan informasi dari sumber-sumber yang berbeda; dan (3) Menyingkapkan siswa pada cara pandang yang berbeda. Selanjutnya, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Beberapa kelebihan metode ceramah, yaitu (a) Ketika periode perencanaan terbatas untuk meyusun konten, ceramah justru sangat menghemat waktu dan tenaga; (b) Fleksibel, ceramah dapat digunakan untuk hampir semua bidang konten; (c) Relatif sederhana jika dibandingkan strategi-strategi pengajaran yang lain. Sedangkan kekurangan metode ini adalah (a) Tidak efektif untuk menarik dan mempertahankan perhatian siswa; (b) Tidak memungkinkan guru untuk memeriksa persepsi dan pemahaman siswa yang tengah berkembang; (c) Memaksakan sebuah muatan kognitif yang berat pada siswa sehingga informasi seringkali diabaikan

sebelum siswa menyimpannya dalam ingatan jangka panjang; dan (d) Menempatkan siswa pada peran yang pasif.

Iif Khoiru Ahmadi (2011 : 107) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran konvensional bakat siswa tesebar secara normal. Jika siswa diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar normal pula. Berikut beberapa hal yang menjadi kriteria pembelajaran konvensional.

a. Tingkat ketuntasan diukur dari performance siswa yang dilakukan secara acak. b. Satuan acuan pembelajaran dibuat untuk satu minggu pembelajaran dan hanya

dipakai sebagai pedoman guru. c. Kemampuan siswa dianggap sama.


(35)

19

d. Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal.

e. Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca. f. Orientasi pembelajaran pada bahan pembelajaran.

g. Guru sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa dalam kelas.

h. Kegiatan pembelajaran ditujukan kepada siswa dengan kemampuan menengah. i. Pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.

j. Penilaian mengandalkan tes objektif.

k. Guru membantu siswa dengan bentuk tanya jawab secara klasikal.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran konvensional dapat memberikan hasil belajar yang merata untuk seluruh siswa karena pembelajaran ditujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah. Selain itu, peran guru sebagai pusat pembelajaran dapat mengontrol keadaan kelas secara penuh sehingga peserta didik mudah terkondisikan. Namun, pembelajaran konvensional tidak memberikan ruang untuk bereksplorasi bagi siswa. Siswa hanya menerima materi yang dijelaskan oleh guru sehingga siswa tidak sepenuhnya memahami materi pembelajaran. Pembelajaran ini berjalan pasif yaitu siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan mengerjakan latihan soal. Kegiatan ini membosankan bagi siswa. Untuk itu diperlukan pembelajaran yang lebih kreatif sehingga siswa didik tidak hanya sebagai penerima materi pembelajaran.


(36)

3. Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray

Johnson dan Johnson (Thobroni dan Arif, 2013:285) mengemukakan bahwa Cooperative Learning atau yang biasa disebut Pembelajaran Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja sama secara berkelompok dengan maksud memperoleh pengalaman belajar yang sama dengan pengalaman individu maupun kelompok. Sedangkan menurut Slavin (Fitri, 2012) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.

Nurhadi (Thobroni dan Arif, 2013:286) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif mengandung makna multidimensi karena di dalamnya terdapat makna komunitas belajar, bertukar ide, diskusi, belajar kelompok, belajar kontekstual, dan sebagainya. Konsep komunitas belajar ini dimaksudkan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain.

Nurhadi (Thobroni dan Arif, 2013:287) menambahkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat ditarik suatu definisi bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara sadar dengan setting pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil dengan anggota yang


(37)

21

heterogen yang dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman belajar individu maupun kelompok.

Thobroni dan Arif (2013:287) mengemukakan unsur-unsur Cooperative Learning, yaitu :

a. Siswa memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”. b. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya. c. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang

sama.

d. Siswa harus membagi tugas dengan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok.

e. Siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan berpegaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

f. Siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

g. Siswa diminta mempertanggungjawabkan ssecara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Slavin (Thobroni dan Arif, 2013 : 288) mengemukakan enam karakteristik utama pembelajaran kooperatif, yaitu :

1) Adanya tujuan kelompok;

2) Adanya tanggung jawab perseorangan;

3) Adanya kesempatan yang sama untuk menuju sukses; 4) Adanya persaingan kelompok;


(38)

5) Adanya penugasan khusus;

6) Adanya proses penyesuaian diri terhadap kepentingan pribadi.

John dan Slavin dalam Miftahul Huda (2013:111) mengasumsikan bahwa yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang lebih besar daripada melaui lingkungan kompetitif individual.

Miftahul Huda (2013:113) mengungkap tentang peran guru dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai konselor, konsultan, dan terkadang sebagai pemberi kritik yang ramah. Pembelajaran ini sangatlah bermanfaat karena memadukan antara tujuan akademik, integrasi sosial, pembelajaran, dan proses kolektif.

Terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan dalam pembelajaran kooperatif (Miftahul Huda, 2013:12), yaitu :

Tahap 1 : Persiapan Kelompok

a. Guru memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif b. Guru menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok

c. Guru merangking siswa untuk pembentukan kelompok d. Guru menentukan jumlah kelompok

e. Guru membentuk kelompok - kelompok Tahap 2 : Pelaksanaan Pembelajaran

a. Siswa merancang team building dengan identitas kelompok b. Siswa dihadapkan pada persoalan


(39)

23

c. Siswa mengeksplorasi persoalan

d. Siswa merumuskan tugas dan menyelesaikan persoalan e. Siswa bekerja mandiri, lalu belajar kelompok

Tahap 3 : Penilaian Kelompok

a. Guru menilai dan menskor hasil kelompok b. Guru memberi penghargaabn pada kelompok

c. Guru dan siswa mengevaluasi perilaku anggota kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif pun memiliki beberapa tipe, salah satunya adalah tipe two stay two stray. Dalam pembelajaran menggunakan tipe ini, peserta dituntut untuk berdiskusi dengan siswa lainnya sehingga tercipta komunikasi aktif. Tipe pembelajaran ini membantu siswa untuk memahami topik atau konsep dengan cara yang lebih menyenangkan.

Langkah – langkah pembelajaran dengan menggunakan tipe two stay two stray adalah sebagai berikut :

1) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 orang.

2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.

3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.

4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.


(40)

Berdasarkan penjelasan di atas, secara teori, pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan kemandirian dalam belajar yang di dalamnya juga terdapat cara mereka tentang bagaimana dalam berkomunikasi saat belajar, khususnya mengkomunikasikan matematika. Kemudian, dengan tipe two stay two stray, siswa juga akan berperan aktif sehingga konsep akan lebih mengakar di benak mereka.

Two Stay Two Stray (TSTS) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model ini yaitu dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Sedangkan faktor penghambat dari model Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, guru membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

4. Hubungan Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa

Komunikasi diperlukan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang matematika. Selain untuk menemukan pola, matematika dapat dijadikan alat untuk menyampaikan ide/gagasan, dengan begitu dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik untuk menyampaikannya. Kemampuan komunikasi matematika dapat dikatakan baik apabila memenuhi aspek-aspek sebagai berikut.

a. Kemampuan menjelaskan ide-ide matematika secara tulisan. b. Kemampuan menganalisis permasalahan matematika.


(41)

25

c. Kemampuan menyelesaikan masalah matematika yang terorganisani dan terstruktur dengan baik.

Model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa adalah pembelajaran kooperatif, salah satunya yaitu dengan menggunaka tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Pembelajaran kooperatif tipe ini menuntut siswa untuk aktif melalui tahap-tahap, seperti (1) penugasan, (2) tinggal dan bertamu, (3) kembali ke kelompok, (4) berpikir ulang, dan (5) presentasi kelompok. Sebelum pelaksanaan tahap-tahap tersebut, siswa dibagi dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 orang.

Tahap pertama yaitu penugasan. Pada tahap ini, siswa diberi tugas oleh guru untuk memecahkan permasalahan matematika atau untuk menemukan suatu konsep matematika. Penugasan ini meuntut siswa untuk berinteraksi dan berdiskusi dengan teman sekelompoknya sehingga siswa dapat bertukar pikiran mengenai pemecahan masalah, menemukan konsep, maupun bertukar ide matematika sehingga kemampuan komunikasi matematika siswa pada aspek kemampuan menjelaskan ide-ide matematika, kemampuan menganalisis permasalahan matematika, maupun kemampuan menyelesaikan masalah matematika dapat ditingkatkan.

Tahap kedua pada pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah tinggal dan bertamu. Siswa berbagi peran menjadi tamu dan tuan rumah. Kedua peran ini menuntut siswa untuk dapat menjelaskan hasil diskusi kelompok. Peran ini dapat mengembangkan salah satu aspek komunikasi matematika yaitu pada aspek kemampuan menjelaskan ide-ide matematika, baik lisan maupun tulisan.


(42)

Tahap ketiga adalah kembali ke kelompok. Tuan rumah mempersilakan tamunya untuk kembali ke kelompok semula. Setelah siswa yang berperan menjadi tamu kembali, mereka ditugaskan untuk menceritakan hasilnya saat bertamu. Tahap ini memiliki fungsi yang sama pada tahap kedua, yaitu untuk mengasah kemampuan menjelaskan ide-ide matematika.

Tahap selanjutnya adalah berpikir ulang. Siswa dalam kelompok mendiskusikan kembali permasalahan matematika yang telah diberikan guru berdasarkan hasil diskusi dan hasil bertamu. Mereka akan memikirkan kembali solusi yang paling tepat untuk permasalahan yang ada. Berdasarkan tahap ini, siswa dapat mengembangkan aspek kemampuan menganalisis permasalahan matematika dan kemampuan menyelesaikan masalah matematika secara terstruktur.

Tahap terakhir pada pembelajaran Two Stay Two Stray adalah presentasi kelompok. Siswa dituntut untuk menjelaskan hasil diskusi kelompoknya kepada teman sekelasnya. Tahap ini membutuhkan kemampuan menjelaskan ide-ide matematika, yang merupakan salah satu aspek pada kemampuan komunikasi matematika.

Berdasarkan semua tahap tersebut, siswa akan memiliki kemampuan untuk menyampaikan ide-ide matematika secara jelas, seperti menyampaikan rasionalisasinya, mampu menganalisis permasalahan matematika, dan mampu menyelesaikan permasalahan matematika secara terstruktur dan terorganisir. Semua kemampuan itu merupakan aspek-aspek dari kemampuan komunikasi matematika.


(43)

27

5. Materi Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Dimensi Tiga a. Pengertian Titik, Garis, dan Bidang

1) Titik tidak memiliki ukuran seperti panjang maupun lebar, sehingga titik dikatakan berdimensi nol. Titik digambar dengan tanda noktah dan diberi nama menggunaka huruf kapital.

Contoh:

. .

A B

2) Garis merupakan kumpulan dari titik-titik yang berjajar memanjang. Garis memiliki ukuran panjang yang tak terbatas dan tidak memiliki lebar. Sebuah garis biasanya diberi nama dengan huruf kecil atau menggunakan dua titik ujungnya.

Contoh :

g

. .

A B

3) Bidang memiliki ukuran luas yang tak terbatas. Biasanya suatu bidang digambar dengan bidang segiempat. Nama bidang dituliskan di pojok bidang menggunakan huruf atau dengan menyebutkan titik-titik sudut dari wakil bidang itu.

Contoh :

D C

A B b. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Bangun Ruang


(44)

a) Titik terletak pada garis

Jika titik A dilalui oleh garis g, maka A terletak pada garis g.

.

g

A b) Titik di luar garis

Jika B tidak dilalui oleh garis h, maka titik B berada di luar garis h.

.

B h

2) Kedudukan Titik Terhadap Bidang a) Titik terletak pada bidang

Jika titik A dapat dilalui oleh bidang α, maka dikatakan titik A terletak pada bidang α.

.

α A b) Titik di luar bidang

Jika titik B tidak dapat dilalui oleh bidang , maka dikatakan titik B berada di luar bidang .


(45)

29

3) Kedudukan Garis Terhadap Garis Lain

Kemungkinan kedudukan sebuah garis terhadap garis lain dalam sebuah bangun ruang adalah berimpit, berpotongan, sejajar, dan bersilangan. a) Dua garis berpotongan

Dua buah garis g dan h dikatakan berpotongan jika kedua garis terletak pada sebuah bidang dan mempunyai sebuah titik persekutuan. Dalam geometri bidang, titik persekutuan itu disebut titik potong.

b) Dua garis berimpit

Dua buah garis g dan h dikatakan berimpit jika kedua garis terletak pada sebuah bidang dan berpotongan pada lebih dari satu titik.

c) Dua garis sejajar

Dua buah garis g dan h dikatakan sejajar jika kedua garis terletak pada sebuah bidang dan tidak mempunyai titik persekutuan.

d) Dua garis bersilangan

Dua buah garis g dan h dikatakan bersilangan jika kedua garis itu tidak terletak pada sebuah bidang. Garis g terletak pada bidang α dan garis h di luar bidang α. Garis h menembus bidang α di titik A, sedangkan titik A tidak terletak pada garis g, maka kedua garis tersebut dinamakan bersilangan.


(46)

4) Kedudukan Garis Terhadap Bidang a) Garis terletak pada bidang

Sebuah garis g dikatakan terletak pada bidang α jika garis g dan bidang α sekurang-kurangnya mempunyai dua titik persekutuan.

b) Garis sejajar bidang

Sebuah garis h dikatakan sejajar bidang jika garis h dan bidang tidak mempunyai satupun titik persekutuan.

c) Garis menembus bidang

Sebuah garis k dikatakan menembus bidang jika garis k dan bidang hanya mempunyai satu titik persekutuan yang kemudian disebut titik potong.

5) Kedudukan Bidang Terhadap Bidang Lain a) Dua bidang berimpit

Bidang α dan bidang dikatakan berimpit jika setiap titik yang terletak pada bidang α juga terletak pada bidang atau setiap titik yang terletak pada bidang juga terletak pada bidang α.

b) Dua bidang sejajar

Bidang α dan bidang dikatakan sejajar jika kedua bidang itu tidak mempunyai satu pun titik persekutuan.


(47)

31

c) Dua bidang berpotongan

Bidang α dan bidang dikatakan berpotongan jika kedua bidang itu tepat memiliki sebuah garis persekutuan. Garis persekutuan merupakan tempat kedudukan titik-titik persekutuan bidang α an bidang .

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang relevan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Fitria Ulfah (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa” dengan jenis penelitian quasi eksperimen yang dilaksanakan di MTs Al Falah Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu tentang hubungan pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan kemampuan komunikasi matematika. Jenis penelitian yang digunakan juga sama, yaitu penelitian quasi eksperimen. Yang membedakan adalah subjek penelitiannya. Dalam penelitian Fitria Ulfah, subjek penelitiannya adalah siswa MTs sedangkan dalam penelitian ini menggunakan subjek siswa SMA.


(48)

2. Dian Mayasari (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Komunikasi Matematika Tertulis Siswa Kelas XI IPA 5 SMA N 1 Purwosari Pasuruan” dimana hasilnya adalah metode pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu meneliti tentang pembelajaran kooperatif dengan komunikasi matematika, namun jenis penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian yang dilakukan Dian Maya Sari adalah penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian yang penulis lakukan menggunakan jenis penelitian quasi eksperimen.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk siswa mendapatkan pengetahuan secara utuh mengenai matematika. Matematika sesungguhnya suatu objek kajian abstrak yang sulit dipahami, sehingga dibutuhkan penyampaian informasi yang jelas kepada siswa supaya informasi yang diperoleh siswa tidak bias. Penyampaian inilah yang kemudian membutuhkan kemampuan dalam berkomunikasi.

Kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika tidak hanya sekedar penyampaian tentang simbol atau rumus yang telah ditemukan sejak bertahun-tahun yang lalu, akan tetapi bagaimana siswa dapat memahami konsep matematika. Konsep inilah yang kemudian dikemas supaya siswa lebih mudah dalam menerima


(49)

33

dan memahami. Namun, penyampaian konsep tidak harus disampaikan oleh guru. Guru dapat memantik siswa untuk memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan dalam matematika yang kemudian siswa mampu memahami konsep matematika. Ketika seorang siswa telah mampu memahami, maka siswa tersebut seharusnya mampu menjelaskan dengan baik kepada siswa lainnya, baik rasionalisasinya mauupun dalam bentuk matematikanya.

Pada kenyataannya, saat ini pembelajaran matematika hanyalah sebagai sarana untuk mencapai nilai yang baik, sehingga yang terjadi di kelas hanyalah transfer rumus atau materi, bukan untuk memahami matematika secara utuh. Siswa cenderung menerima apa yang diberikan oleh guru sehingga pemikiran siswa menjadi kurang kritis dan sulit memunculkan gagasan. Jika demikian, maka siswa akan terkungkung dalam zona nyamannya dan tidak akan mengembangkan ilmu yang telah diterima. Jika demikian, maka kemampuan komunikasi matematika siswa akan terhambat dan sulit berkembang.

Banyak model pembelajaran yang dapat digunakan untuk memahami matematika. Salah satu pembelajaran yang dapat digunakan untuk memahami matematika, terutama dalam pengembangan kemampuan komunikasi matematika, yaitu pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Tipe ini memaksa siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lainnya karena mereka dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam kelompok inilah siswa dituntut untuk berdiskusi dan mengeluarkan ide-ide matematikanya sehingga siswa akan saling melengkapi ide yang dimilikinya. Dari pembelajaran ini, diharapkan siswa dapat melatih


(50)

kemampuan komunikasinya, terkhusus untuk kemampuan komunikasi matematika sehingga pendekatan ini dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai dugaan awal hasil penelitian ini, yaitu:

1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.

2. Strategi pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.

3. Strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan strategi pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.


(51)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental research) yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen. Penelitian ini akan membandingkan bagaimana kemampuan komunikasi matematika siswa, antara kelompok eksperimen yang dikenai tindakan berupa penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dan kelompok kontrol yang melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konvensional.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Purworejo yang beralamat di Jalan Mayjend S.Parman, Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah. Sedangkan waktu penelitian pada bulan Mei - Juni 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Purworejo tahun pelajaran 2015/2016, yang terdiri dari kelas X-1 hingga X-6.


(52)

2. Sampel Penelitian

Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini diambil dua kelas dari populasi, yaitu kelas X-4 dan X-5. Pengambilan sampel ini menggunakan teknik simple random sampling dimana sampel diambil dari populasi secara acak tanpa memandang tingkatan ataupun peringkat dalam prestasi belajar. Dua kelas yang dijadikan sampel ini akan diberi perlakuan yang berbeda, dimana satu kelas dijadikan sebagai kelas kontrol yang tidak dikenai perlakuan khusus dan kelas lainnya dijadikan sebagai kelas eksperimen yang dikenai perlakuan khusus yaitu menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray.

D. Variabel Penelitian

Penelitian eksperimen semu memiliki variabel-variabel penting yang menjadi fokus penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah strategi pembelajaran, terdiri dari strategi pembeajaran kooperatif tipe two stay two stray dan pembelajaran konvensional.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.


(53)

37

E. Definisi Operasional

1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang dilakukan peneliti sebagai berikut.

a. Tahap Persiapan

1. Guru menentukan pokok bahasan

2. Guru membuat RPP untuk setiap pertemuan 3. Guru membuat LKS untuk setiap pertemuan

4. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang siswa dengan kemampuan yang heterogen yaitu berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan nilai matematika semester sebelumnya.

5. Guru menentukan posisi kelompok dan perpindahan siswa pada waktu pembelajaran.

b. Kegiatan Awal

1. Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran. 2. Memperkenalkan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. 3. Menjelaskan garis besar materi untuk tiap pertemuan.

c. Kegiatan Ini 1. Penugasan

Siswa diberikan tugas mendiskusikan materi yang dipelajari menggunakan LKS bersama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok


(54)

menyelesaikan soal-soal yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Pada tahap ini masing-masing anggota tiap kelompok diberi waktu oleh guru untuk memahami materi dan mempelajari bagaimana cara penyelesaian soal agar diperoleh hasil yang tepat.

2. Tinggal dan Bertamu

Dua dari empat anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu kekelompok yang lain, sementara dua anggota yang tinggal dalam tiap kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu.

3. Kembali ke Kelompok

Setelah memperoleh informasi dari anggota yang tinggal, maka tamu mohon diri dan kembali kekelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

4. Berpikir Ulang

Kelompok berpikir kembali dan mencocokkan jawaban mereka serta membahas hasil kerja mereka.

5. Presentasi Kelompok

Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan, maka salah satu kelompok yang dipilih secara acak mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan kepada kelompok lainnya serta meminta tanggapan dari kelompok lain.


(55)

39

d. Kegiatan Akhir

Guru membahas dan mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi.

2. Kemampuan Komunikasi Matematika

Kemampuan komunikasi matematika siswa dalam penelitian ini berperan sebagai variabel terikat. Kemampuan ini didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam menyampaikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan matematika yang kemudian dapat memecahkan suatu permasalahan matematika dan dapat menyampaikannya ke dalam bentuk uraian. Aspek-aspek yang menandakan kemampuan komunikasi matematika dapat dinyatakan sebagai berikut.

a. Kemampuan menjelaskan ide-ide matematika.

b. Kemampuan menganalisis permasalahan matematika.

c. Kemampuan menyelesaikan masalah matematika yang terorganisani dan terstruktur dengan baik.

F. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Desain Tes Kemampuan Awal. Kelas yang digunakan sebagai sampel akan diberi tes kemampuan awal yang kemudian disebut pretest sebelum diberi perlakuan yang kemudian akan diberi posttest setelah perlakuan.


(56)

Berikut desain penelitian yang dimaksud.

Group Pretest Treatment Posttest

R Eksperimen YE1 X YE2

R Kontrol YK1 - YK2

Keterangan :

X : terdapat treatment atau perlakuan khusus, yaitu menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray.

- : tidak mendapat treatment atau perlakuan khusus, yaitu menggunakan pembelajaran konvensional.

G. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang digunakan sebagai data yang akan diolah. Beberapa instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran berupa pernyataan dengan alternatif jawaban “Ya” dan “Tidak” serta terdapat kolom deskripsi. Lembar ini digunakan untuk membantu peneliti untuk memantau dan mengevaluasi keterlaksanaan pembelajaran.

2. Catatan Lapangan

Muhadi (2011 : 80) menjelaskan bahwa catatan lapangan merupakan catatan yang mencakup kesan dan penafsiran subjektif. Catatan ini berupa riwayat tertulis dan deskriptif tentang apa yang dilakukan perseorangan dalam kelas dengan jangka


(57)

41

waktu tertentu. Perhatian dalam catatan ini adalah persoalan yang dianggap menarik seperti perilaku yang kurang perhatian, pertengkaran, dan lain-lain.

3. Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematika

Soal tes pada penelitian ini berupa soal uraian yang dapat menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mengomunikasikan matematika secara tulisan.

H. Analisis Instrumen Penelitian

Soal tes kemampuan komunikasi matematika ini merupakan instrumen penelitian yang vital, karena digunakan sebagai alat ukur dimana yang diukur adalah kemampuan komunikasi matematika siswa. Soal tes kemampuan komunikasi matematika yang digunakan dalam penelitian ini akan diuji validitasnya terlebih dahulu sebelum digunakan.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Agar memperoleh validitas isi, maka instrumen ini dikonsultasikan kepada para ahli yang meliputi dosen pembmbing, dosen ahli (selain pembimbing) dari Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

I. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang akan diolah untuk memperoleh suatu kesimpulan dibutuhkan beberapa teknik. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut.


(58)

1. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan mengisi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dan membuat catatan lapangan.

2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematika

Terdapat dua jenis tes yang digunakan, yaitu pretest dan posttest. Pretest adalah tes yang dilaksanakan sebelum materi pelajaran diberikan untuk mengetahui sejauh manakah penguasaan siswa terhadap materi atau bahan ajar yang akan diberikan. Sedangkan posttest adalah tes yang diberikan di akhir pembelajaran untuk mengetahui apakah semua materi yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan baik oleh siswa atau belum.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berguna untuk melengkapi data dan memberi bukti bahwa penelitian dilakukan secara nyata. Dokumentasi dapat berupa foto.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh melalui instrumen yang dipilih akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis. Oleh sebab itu data perlu diolah dan dianalisis agar mempunyai makna guna pemecahan masalah.Tahap analisis dataakan mempermudah peneliti dalam memaknai hasil penelitian.Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut.


(59)

43

1. Analisis Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran

Data hasil observasi yang dimaksud di sini adalah data-data deskriptif tentang keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yang diperoleh berdasarkan pada lembar observasi pelaksanaan pembelajaran.Observasi ini dilakukan oleh observer pada setiap kali pertemuan.

Data hasil observasi dari lembar observasi pelaksanaan pembelajaran matematika dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ini akan dianalisis melalui teknik berikut ini :

Untuk jawaban "ya" akan diberikan skor 1, sedangkan untuk jawaban "tidak" akan diberikan skor 0. Yang selanjutnya akan digunakan untuk mengetahui persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan rumus :

100  

b a

x %

Keterangan :

x : persentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan a : jumlah skor yang diperoleh pada setiap pertemuan

b : jumlah skor maksimal pada setiap pertemuan

Kemudian setelah dilakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran untuk setiap pertemuan, selanjutnya dihitung rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran. Adapun cara menghitungnya yaitu dengan menggunakan rumus:

n x x


(60)

Keterangan :

x : rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran

x : persentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan n : jumlahtotal pertemuan tatap muka

Selanjutnya perolehan rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran ini akan dikategorikan ke dalam beberapa kualifikasi pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Kualifikasi Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran

No. Persentase Kualifikasi

1. 66,67% x100% Tinggi

2. 33,33% x66,67% Sedang

3. 0%x33,33% Rendah

2. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematika

Soal tes yang sudah divalidasi, kemudian digunakan di dalam kelas. Selanjutnya, dilakukan penskoran untuk masing-masing hasil pekerjaan siswa, dan pada akhirnya skor tersebut akan dikonversikan ke dalam bentuk nilai.

Tes yang dilakukan dianalisis dengan pedoman penilaian berdasarkan aspek-aspek untuk menunjukkan kemampuan komunikasi matematika siswa. Aspek-aspeknya adalah sebagai berikut.


(61)

45

Tabel 3.2. Aspek dan Indikator Kemampuan Komunikasi Matematika Aspek yang diukur Indikator Kemampuan Komunikasi

Matematika 1. Kemampuan menjelaskan

ide-ide matematika secara tulisan.

a. Menuliskan data atau informasi matematika yang terdapat dalam suatu soal.

b. Menuliskan masalah yang terdapat dalam suatu soal.

2. Kemampuan menganalisis permasalahan matematika.

a. Mendefinisikan suatu permasalahan matematika.

b. Menggunakan gambar atau tabel matematika untuk memodelkan permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kemampuan menyelesaikan masalah matematika dengan terorganisasi dan terstruktur.

a. Ketepatan dalam menggunakan strategi penyelesaian masalah matematika.

b. Menuliskan kesimpulan dari masalah yang telah diselesaikan menggunakan kalimat matematika yang tepat.

Perolehan nilai siswa selanjutnya dianalisis guna mengetahui jawaban dari hipotesis penelitian yang telah dirumuskan. Adapun analisis hasil tes kemampuan komunikasi matematika ini dilakukan dengan tahap-tahap berikut ini.

a. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah teknik analisis data untuk mendeskripsikan data yang terdapat dalam penelitian. Adapun data yang akan dianalisis dengan statistik deskriptif dalam penelitian ini adalah hasil pretest dan posttest siswa dari kelas


(62)

eksperimen dan kelas kontrol. Dalam analisis deskrtiptif akan dicari nilai rata-rata skor (mean), skor tertinggi, skor terendah, variansi, dan standar deviasi.

a) Mean

Mean adalah rata-rata perolehan skor siswa masing-masing kelas. Data perolehan skor siswa berupa data tidak berkelompok, maka mean ini dapat dicari dengan rumus :

�̅ = ∑ ���

Keterangan :

�̅ = Mean (Rata-rata skor siswa)

�� = nilaisiswa

� = banyaknya siswa

b) Skor tertinggi

Skor yang tertinggi diperoleh dengan cara melihat langsung dan mengidentifikasikan skor yang tertinggi yang diperoleh siswa.

c) Skor terendah

Skor yang terendah diperoleh dengan cara melihat langsung dan mengidentifikasikan skor yang terendah yang diperoleh siswa.

d) Variansi

Variansi di dapatkan melalui rumus :

� = � − ∑ ��− �̅ �

�=

Keterangan :

� = Variansi


(63)

47

�̅ = rata-rata skor siswa

� = banyaknya siswa

e) Standar Deviasi

Standar deviasi adalah akar dari variansi yang dapat menunjukkan seberapa besar simpangan baku dari data yang dianalisis. Cara menghitungnya yaitu :

� = √�

b. Uji Asumsi Analisis

Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kemampuan awal siswa.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data hasil pretest dan posttest yang diperoleh dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.

Rumusan hipotesis yang digunakan adalah:

� : Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes kemampuan komunikasi matematika berasal dari populasi yang berdistribusi normal

� : Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes kemampuan komunikasi matematika siswa berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal


(64)

Statistik uji yang digunakan adalah Uji Kolmogorov-Smirnov melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,025.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas ditujukan untuk mengetahui apakah variansi data pada populasi yang digunakan di dalam penelitian ini sama atau tidak.

Rumusan hipotesis yang digunakan adalah:

� : � = � Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes kemampuan komunikasi matematika siswa mempunyai variansi yang sama.

� :� ≠ � Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes kemampuan komunikasi matematika siswa memiliki variansi yang tidak sama /berbeda.

Statistik uji yang digunakan adalah Uji One Way ANOVA melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. dari Levene Statistic pada tabel Test of Homogenity of Variances kurang dari 0,025.

3) Uji Kemampuan Awal

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan awal dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol sama atau tidak. Adapun pengolahan pada uji kemampuan awal ini adalah dengan uji-t.


(65)

49

Rumusan hipotesis yang digunakan adalah

� : � = � kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang sama.

� : � ≠ � kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang tidak sama/berbeda.

Statistik uji yang digunakan adalah Uji independent samples melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. dari tabel Independent Samples kurang dari 0,025.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui jawaban dari rumusan masalah. Kriteria kefektifan dalam pengujian hipotesis ini adalah sebagai berikut.

1) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 1

Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa.

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

� : �� ≤ 7 ,99 : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray

tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa


(66)

� : �� > 7 ,99 : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray

efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa

Statistik uji yang digunakan adalah uji one samples melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05.

2) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 2

Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa.

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

� : �� ≤ 7 ,99 : pendekatan konvensional tidak efektif ditinjau dari

kemampuan komunikasi matematika siswa

� : ��> 7 ,99 : pendekatan konvensional efektif ditinjau dari kemampuan

komunikasi matematika siswa

Statistik uji yang digunakan adalah uji one samples melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05.


(67)

51

3) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 3

Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

� : �� ≤ �� : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray

tidak lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa

� : �� > �� : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray

lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa Statistik uji yang digunakan adalah uji independent samples melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05.

K. Indikator Keberhasilan

Penelitian ini dikatakan berhasil jika memenuhi indikator berikut.

1. Strategi pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dan konvensional dalam pembelajaran matematika dikatakan efektif jika rata-rata nilai posttest pada masing-masing kelas lebih tinggi dari KKM berdasarkan uji one samples yang telah dilakukan.


(68)

2. Strategi pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dikatakan lebih efektif daripada pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa jika hasil uji independent samples menunjukkan bahwa rata-rata nilai tes kemampuan komunikasi matematika akhir (posttest) pada kelas eksperimen lebih besar daripada rata-rata nilai tes kemampuan komunikasi matematika akhir (posttest) kelas kontrol.


(69)

53 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu untuk mengetahui keefektifan dua strategi pembelajaran ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa. Dua strategi pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional yang dikenakan pada kelompok kontrol.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Purworejo yang terdiri dari enam kelas untuk kelas X dan berisi siswa heterogen. Berasal dari enam kelas inilah kemudian diambil dua kelas secara acak, yaitu kelas X-4 sebagai kelas kontrol dan kelas X-5 sebagai kelas eksperimen. Peneliti bertindak sebagai guru untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan 2 kali pertemuan tiap minggunya dengan durasi 2 × 45 menit untuk tiap pertemuan. Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Dimensi Tiga.

1. Deskripsi Pembelajaran

Pembelajaran pada kelas eksperimen (X-5) menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) sedangkan pada kelas kontrol (X-4) menggunakan pembelajaran konvensional. Sebelum dikenakan pembelajaran, siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest yang digunakan untuk mengukur kemampuan awal siswa. Pada pertemuan berikutnya dilaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan kelas masing-masing seperti yang telah direncanakan pada RPP. Setelah


(70)

proses pembelajaran selesai, siswa diberi posttest untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika siswa. Berikut deskripsi pembelajaran untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

a. Pembelajaran Kelas Eksperimen

Kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen menyesuaikan RPP yang telah direncanakan. Pada pembelajaran ini, peneliti bertindak sebagai guru yang diamati oleh seorang observer yang bertugas untuk memantau proses pembelajaran dan mengisi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Secara umum, pembelajaran di kelas eksperimen terlaksana sesuai dengan RPP yang telah direncanakan. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang dicantumkan dalam lembar observasi yang terlihat pada Lampiran 2.1 halaman 80 dengan hasil analisis lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran yang mencapai 94,7 % yang masuk dalam kategori tinggi. Rekap penilaian hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 3.1 halaman 137.

Pembelajaran matematika di kelas eksperimen menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang berisi kegiatan-kegiatan dan permasalahan matematika yang harus didiskusikan oleh siswa. LKS berisi tentang materi Konsep dan Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Dimensi Tiga yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.5 halaman 107. Kegiatan-kegiatan pada LKS dilaksanakan siswa secara berkelompok.

Setiap pertemuan, pembelajaran matematika selalu diawali dengan berdoa bersama yang kemudian dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan motivasi. Setelah itu, peneliti yang berperan sebagai guru memberikan apersepsi kepada siswa


(71)

55

sebelum memasuki materi yang akan dipelajari. Kemudian untuk pertemuan pertama, siswa dikelompokan menjadi 8 kelompok yang masing-masing terdiri atas 4 siswa heterogen. Pengelompokkan ini berlaku selama penelitian berlangsung. Daftar kelompok dapat dilihat pada Lampiran 5.1 halaman 149. Sebelum memasuki kegiatan inti, guru memberikan peraturan pembelajaran menggunakan strategi kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).

Kegiatan inti diawali dengan pemberian tugas pada setiap kelompok yang telah diuraikan dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dibagi menjadi tiga kegiatan. LKS secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.5 halaman 107. Siswa melaksanakan kegiatan sesuai petunjuk pada LKS dan mendiskusikan permasalahan yang ada pada LKS yang kemudian mencari pemecahan atas masalah yang didapatkan. Tahap penugasan ini memaksa siswa untuk mengasah kemampuan dalam hal menganalisis masalah matematika dan menyelesaikan masalah matematika secara terorganisasi dengan baik. Selain itu, siswa harus menuliskan penyelesaian dalam LKS sehingga membutuhkan kemampuan menjelaskan ide-ide matematika secara tertulis. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan aspek-aspek yang menandakan kemampuan komunikasi matematika siswa.


(72)

Kegiatan selanjutnya yaitu tinggal dan bertamu. Siswa dalam masing-masing kelompok berbagi peran, dua orang menjadi tuan rumah dan dua orang menjadi tamu. Dua orang tamu dalam tiap kelompok mengunjungi kelompok lain yang telah ditentukan oleh guru. Aturan bertamu dapat dilihat pada Lampiran 5.2 halaman 150. Dua orang tamu ini diterima oleh tuan rumah kelompok lain. Tuan rumah bertugas menjelaskan pemecahan masalah hasil dari diskusi kelompoknya kepada tamu. Tamu menyimak dan diperkenankan bertanya kepada tuan rumah apabila terdapat hal-hal yang belum jelas. Tahap ini berguna untuk mengasah kemampuan siswa dalam menjelaskan ide-ide matematika secara lisan.

Gambar 2 Tahap Tinggal dan Bertamu pada Pembelajaran TSTS

Dua orang tamu dipersilakan kembali ke kelompoknya apabila penjelasan dari tuan rumah dianggap cukup. Pada tahap ini, dua siswa yang berperan menjadi tamu bertugas menceritakan hasil diskusi yang didapatkan dari kelompok lain ke kelompoknya masing-masing. Pada tahap ini, siswa juga diuji dalam hal kemampuan menjelaskan ide-ide matematika secara lisan kepada siswa lainnya.

Tahap selanjutnya berpikir ulang yaitu setiap kelompok memikirkan dan mendiskusikan kembali hasil pemecahan masalah yang telah didiskusikan sebelumnya


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa

1 4 202

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS)

6 25 59

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

EKSPERIMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY BERBASIS LKS DITINJAU Eksperimentasi Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Berbasis LKS Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Matematika Siswa ( Pada Siswa Kelas VII Sem

0 1 16

EKSPERIMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY BERBASIS LKS DITINJAU Eksperimentasi Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Berbasis LKS Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Matematika Siswa ( Pada Siswa Kelas VII Sem

0 2 15

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY-TWO STRAY (TS-TS) PADA MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X SMA.

7 41 314