PENINGKATAN SIKAP SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING TIPE ACTIVE KNOWLEDGE SHARING SISWA KELAS V SD N NGENTAKREJO.

(1)

i

PENINGKATAN SIKAP SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING TIPE ACTIVE KNOWLEDGE

SHARING SISWA KELAS V SD N NGENTAKREJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Rismawanti NIM. 12108244075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” (Aristoteles)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Atas berkat rahmat Allah SWT kupersembahkan karyaku ini untuk:

1. Bapak dan Ibuku tercinta terima kasih atas doa, dukungan, kasih sayang dan semua yang selama ini telah kalian berikan.

2. Almamaterku tercinta Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.


(7)

vii

PENINGKATAN SIKAP SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING TIPE ACTIVE KNOWLEDGE

SHARING SISWA KELAS V SD N NGENTAKREJO

Oleh Rismawanti NIM. 12108244075

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan sikap sosial siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo melalui penerapan pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas atau PTK. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo, dengan jumlah 20 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi, dan skala. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi dan skala sikap sosial. Uji validitas instrumen menggunakan jenis validitas isi dan validitas konstruk. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika sikap sosial siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo mengalami peningkatan dengan kriteria sangat baik, yaitu ≥ 76%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap sosial siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo dapat meningkat dengan pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing. Hasil skala sikap pra tindakan menunjukkan sikap sosial siswa sebesar 61,16% dan hasil observasi menunjukkan kurangnya interaksi dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Pada siklus I meningkat menjadi 83,06% dengan kemajuan proses pembelajaran berupa komunikasi dan kerjasama siswa yang mulai terlihat. Pada siklus II mencapai 92,83% diikuti peningkatan komunikasi, empati, keterbukaan, dan kerjasama pada proses pembelajaran. Sedangkan, persentase hasil observasi menunjukkan peningkatan proses pembelajaran dari siklus I sebesar 71,56% menigkat menjadi 84,60% pada siklus II. Dengan demikian penerapan pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing dapat meningkatkan sikap sosial siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, petunjuk, serta karunia-Nya sehingga peneliti dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “PENINGKATAN SIKAP SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING TIPE

ACTIVE KNOWLEDGE SHARING SISWA KELAS V SD N NGENTAKREJO”

ini disusun dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terima kasih setinggi-tingginya kepada berikut.

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan motivasi.

4. Ibu Dra. Murtiningsih, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu guna memberi arahan dan bimbingan dengan


(9)

ix

penuh kesabaran serta dukungan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama di bangku perkuliahan sebagai bekal di masa sekarang dan yang akan datang.

6. Bapak Kepala Sekolah Dasar Negeri Ngentakrejo yang telah memberi ijin untuk mengadakan penelitian.

7. Ibu Guru Kelas V SD Negeri Ngentakrejo yang telah memberikan bantuan dalam melakukan penelitian.

8. Siswa-siswi kelas V SD Negeri Ngentakrejo yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.

Yogyakarta, November 2016


(10)

x

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN TEORI A. Sikap Sosial ... 10

1. Pengertian Sikap Sosial ... 10

2. Hakikat Sikap Sosial ... 11

3. Komponen Sikap Sosial ... 13

4. Karakteristik Sikap Sosial ... 14

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Sosial ... 16

6. Pembentukan dan Perubahan Sikap ... 18


(11)

xi

8. Perkembangan Sikap Sosial Anak ... 22

9. Nilai-nilai Sikap yang Harus Diajarkan di Sekolah ... 24

B. Active Learning ... 28

1. Hakikat Active Learning ... 28

2. Active Knowledge Sharing ... 30

C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 32

D.Penelitian Yang Relevan ... 34

E. Definisi Operasional Variabel ... 35

F. Kerangka Pikir ... 36

G . Hipotesis Tindakan ... 37

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Desain Penelitian ... 39

C. Setting Penelitian ... 41

1. Tempat Penelitian ... 41

2. Waktu Penelitian ... 41

D. Subjek dan Objek Penelitian ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

1. Skala ... 42

2. Observasi ... 43

3. Dokumentasi ... 43

F. Instrumen Penelitian ... 43

1. Skala Sikap ... 44

2. Lembar Observasi ... 45

G. Validitas Instrumen ... 48

1. Pengujian Validitas Konten/Isi ... 49

2. Pengujian Validitas Konstruk ... 49

H. Teknik Analisis Data ... 49

I. Indikator Keberhasilan ... 51

BAB IV. Hasil dan Pembahasan A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52


(12)

xii

B. Deskripsi Kondisi Awal ... 52

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 53

D. Pembahasan ... 71

E. Keterbatasan Penelitian ... 74

BAB V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Kisi-kisi Skala Sikap Sosial Siswa dalam Pembelajaran dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing... 45 Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa dalam Pembelajaran dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing ... 46 Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi Guru dalam Pembelajaran dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing ... 48 Tabel 4. Kriteria Persentase Keberhasilan Tindakan ... 51 Tabel 5. Hasil Observasi terhadap Siswa dalam Pembelajaran dengan Model

Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing Siklus I ... 60 Tabel 6. Refleksi dari Siklus I dan Perbaikan Untuk Siklus II ... 62 Tabel 7. Hasil Observasi terhadap Siswa dalam Pembelajaran dengan Model

Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing Siklus II... 68 Tabel 8. Perbandingan Hasil Analisis Skala Keaktifan Siklus I dan Siklus II ... 69


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Desain PTK menurut Kemmis & Mc. Taggart ... 39 Gambar 2. Grafik Perbandingan Sikap Sosial Siswa pada Pembelajaran

Menggunakan Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing

pada Siklus I dan Siklus II ... 70 Gambar 3. Grafik Peningkatan Proses Pembelajaran Menggunakan Active

Learning Tipe Active Knowledge Sharing pada Siklus I dan Siklus II ... 71


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Kisi-kisi Skala Sikap Sosial Siswa dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing ... 81 Lampiran 2. Skor Skala Sikap Sosial Siswa ... 82 Lampiran 3. Skala Sikap Sosial Siswa Menggunakan Model Pembelajaran

Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing... 83 Lampiran 4. Kisi-kisi Lembar Observasi Guru dalam Pembelajaran dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing ... 86 Lampiran 5. Rubrik Penilaian Observasi Guru dalam Pembelajaran yang

Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing ... 87 Lampiran 6. Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa dalam Pembelajaran dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing ... 91 Lampiran 7. Rubrik Penilaian Observasi Siswa dalam Pembelajaran yang

Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing ... 92 Lampiran 8. Hasil Skala Sikap Sosial Siswa Kelas V Pra Tindakan ... 96 Lampiran 9. Hasil Skala Sikap Sosial Siswa Kelas V pada Siklus I

Pertemuan 1 ... 98 Lampiran 10. Hasil Skala Sikap Sosial Siswa Kelas V pada Siklus I

Pertemuan 2 ... 100 Lampiran 11. Hasil Skala Sikap Sosial Siswa Kelas V pada Siklus I

Pertemuan 3 ... 102 Lampiran 12. Hasil Skala Sikap Sosial Siswa Kelas V pada Siklus II

Pertemuan 1 ... 104 Lampiran 13. Hasil Skala Sikap Sosial Siswa Kelas V pada Siklus II

Pertemuan 2 ... 106 Lampiran 14. Hasil Skala Sikap Sosial Siswa Kelas V pada Siklus II

Pertemuan 3 ... 108 Lampiran 15. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan


(16)

xvi

Sharing Siklus I Pertemuan 1 ... 110 Lampiran 16. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan

Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge

Sharing Siklus I Pertemuan 2 ... 111 Lampiran 17. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan

Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge

Sharing Siklus I Pertemuan 3 ... 112 Lampiran 18. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan

Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge

Sharing Siklus II Pertemuan 1 ... 113 Lampiran 19. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan

Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge

Sharing Siklus II Pertemuan 2 ... 114 Lampiran 20. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan

Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge

Sharing Siklus II Pertemuan 3 ... 115 Lampiran 21. Dokumentasi Penelitian ... 116 Lampiran 22. Surat Perijinan Penelitian ... 118


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia yang mencakup pengetahuannya, nilai, serta sikapnya, dan keterampilannya (Wina Sanjaya, 2008: 10). Dari pernyataan tersebut dapat diuraikan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan seluruh kemampuan manusia dengan potensinya yang bermacam-macam. Pendidikan mampu memperluas wawasan dan pengetahuan manusia sehingga dapat diaplikasikan untuk memakmurkan kehidupannya. Selain menambah pengetahuan, pendidikan juga memberikan penanaman nilai luhur yang diperlukan oleh manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Nilai tersebut tercermin melalui sikap dan perilakunya sehari-hari. Melalui pendidikan, manusia juga dibekali keterampilan yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya sehingga dapat bertahan hidup menghadapi perkembangan jaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan mampu mengubah kehidupan mausia menjadi lebih bermarabat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bloom (Wina Sanjaya, 2008: 125-126) yang menyatakan bahwa bentuk perilaku yang harus dirumuskan dalam tujuan pendidikan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif untuk tujuan pendidikan yang berhubungan


(18)

2

dengan kemampuan intelektual, domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi, serta domain psikomotorik yang meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan.

Menurut Hera Lestari Mikarsa, dkk. (2009: 112) pendidikan pada hakikatnya juga memiliki tujuan untuk mengembangkan kehidupan siswa, khususnya sebagai anggota masyarakat yang dapat dicapai dengan upaya (a) memperkuat kesadaran untuk hidup bersama dengan orang lain; (b) menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial; (c) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan dalam kehidupan bermasyarakat.

Uraian di atas memiliki makna bahwa dengan pendidikan manusia akan memiliki sikap yang baik di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian pendidikan harus mampu menjadi wadah bagi pertumbuhan sikap dan karakter yang optimal sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapai hal itu digalakkan adanya pendidikan karakter di sekolah sebagai upaya penanaman karakter sejak dini. Ada 18 nilai yang dikembangkan dalam Sistem Pendidikan Nasional. Nilai-nilai tersebut yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut diidentifikasi dari sumber agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional (Kemendiknas, 2010: 8-10).


(19)

3

Sekolah bukan hanya tempat belajar mengajar namun juga sebagai tempat siswa menghabiskan sebagian waktu sehari-hari untuk mengenal teman baru, bermain, dan berinteraksi sosial. Di sekolah terjadi interaksi antara siswa dengan teman dan guru, apabila siswa tidak memiliki sikap yang baik maka siswa akan sulit untuk beradaptasi dan menjalin interaksi dengan orang lain dalam kehidupan sosialnya. Hal tersebut memiliki makna bahwa sekolah memegang tanggung jawab terhadap pembentukan karakter pribadi dan moral siswa, sehingga peran guru cukup besar untuk menjadikan siswanya cerdas dan berakhlak baik seperti yang diharapkan.

Di sekolah, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar melainkan juga sebagai pembimbing dan pelatih dalam pembelajaran siswa. Siswa tidak hanya pasif dalam proses pembelajaran, tetapi siswa aktif dalam bertanya, menjawab, dan menanggapi suatu pertanyaan atau permasalahan. Siswa dan guru sama-sama belajar sehingga akan saling berinteraksi memberi informasi dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap sosial dan tingkah laku siswa. Pendidikan belum dapat dikatakan berhasil apabila siswa hanya pintar dalam hal materi pelajaran saja namun masih belum memiliki sikap, akhlak, dan berbudi pekerti yang baik. Siswa tidak ada artinya pintar dan cerdas apabila tidak memiliki hati nurani, tidak peduli sesama, angkuh, sombong, dan menganggap orang lain tidak ada apa-apanya (Isjoni, 2006: 11).

Sikap sosial menjadi salah satu aspek yang dapat dilihat sebagai hasil dari proses pembelajaran. Siswa mulai mengenal dan menjalin interaksi satu sama lain di sekolah, sehingga siswa mulai berteman dengan siswa yang lain, dalam berteman siswa memilih teman yang disukai, siswa akan percaya diri apabila memiliki banyak teman yang sesuai dengan keinginannya. Sebaliknya, jika siswa dijauhi maka akan


(20)

4

menimbulkan rasa tidak peduli bahkan tidak suka terhadap sesama teman. Hal tersebut menghambat terjadinya interaksi yang menghambat pula perkembangan sikap sosial siswa. Sikap sosial merupakan suatu tindakan seseorang untuk hidup dalam masyarakatnya seperti saling membantu, saling menghormati, saling berinteraksi, dan sebagainya. Sikap sosial sangat dibutuhkan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari sehingga perlu dikembangkan karena dapat menciptakan suasana hidup yang damai, rukun, nyaman, dan tentram.

Sikap sosial siswa yang rendah terlihat dari pengamatan lapangan ketika observasi di SD N Ngentakrejo yaitu kurangnya kepedulian sosial siswa dengan teman serta kurangnya sosialisasi dan komunikasi antar siswa. Selain itu, masih banyak siswa yang saling mengejek, tidak mengetahui ada teman yang sedang sakit atau tidak berangkat sekolah, tidak mau meminjamkan pensil kepada teman yang tidak membawa, saling berebut ketika sedang bermain, ingin menang sendiri, dan masih sulit berbaur dengan teman sekelasnya. Pada proses pembelajaran berlangsung mereka masih saling mengejek dan menertawakan jika ada siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan guru.

Di SD N Ngentakrejo, pembelajaran yang disampaikan oleh guru masih didominasi dengan metode ceramah yang berorientasi pada keaktifan guru. Hampir setiap hari siswa mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Siswa belum diajak untuk melakukan pembelajaran yang menggali kemampuannya untuk menemukan konsep materi pelajaran. Akibatnya, lama-kelamaan siswa merasa bosan sehingga banyak yang mengobrol sendiri. Hal tersebut membuat keaktifan siswa


(21)

5

belum dapat berkembang secara maksimal sehingga proses sosial yang terjadi juga belum maksimal.

Ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menumbuhkan keaktifan dan mengembangkan sikap sosial siswa, salah satunya adalah Active Learning. Dalam Active Learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar (Mulyasa, 2004:241). Salah satu tipe Active Learning adalah Active Knowledge Sharing yang dapat merangsang siswa untuk berinteraksi sosial sehingga dapat mengembangkan sikap sosial siswa. Selain itu, Active Knowledge Sharing juga menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan cara bertukar pengetahuan atau saling membelajarkan. Dalam upaya meningkatkan sikap sosial siswa ini maka peneliti melakukan penelitian tentang peningkatan sikap sosial siswa dengan menggunakan model Active Learning tipe Active Knowledge Sharing. Dengan model ini diharapkan sikap sosial siswa dapat berkembang secara maksimal sehingga dapat memiliki sikap sosial yang baik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa masalah sebagai berikut.


(22)

6

1. Sikap sosial siswa SD N Ngentakrejo masih rendah. Kepekaan siswa terhadap lingkungannya masih kurang. Terdapat siswa yang tidak peduli dengan temannya yang belum memahami pelajaran.

2. Guru kurang menggali potensi siswa selama proses pembelajaran. Metode yang paling sering digunakan guru ialah ceramah. Guru jarang menggunakan media untuk membantu proses pembelajaran sehingga lama-kelamaan siswa terlihat bosan.

3. Siswa belum terlihat aktif dalam proses pembelajaran. Guru mendominasi dalam pembelajaran setiap harinya. Siswa hanya duduk memperhatikan dan ada yang justru tidak memperhatikan materi yang disampaikan. Terdapat siswa yang saling mengejek, menertawakan, dan mengganggu temannya selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

4. Model pembelajaran yang diterapkan guru berorientasi pada guru sehingga proses interaksi yang terjadi hanya satu arah. Guru mendoninasi di setiap proses pembelajaran. Guru belum menggunakan model pembelajaran Active Learning atau model pembelajaran lainnya yang merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti membatasi masalah seperti berikut.

1. Meningkatkan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing.


(23)

7

2. Meningkatkan sikap sosial siswa menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah peningkatan proses pembelajaran siswa kelas V SD N Ngentakrejo menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing?

2. Seberapa besar peningkatan sikap sosial siswa kelas V SD N Ngentakrejo dengan menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. meningkatkan proses pembelajaran siswa kelas V SD N Ngentakrejo menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing,

2. meningkatkan sikap sosial siswa kelas V SD N Ngentakrejo dengan menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing.


(24)

8 F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat praktis

a. Bagi siswa, menggambarkan sikap sosial yang ada di kelas mereka agar dapat lebih memahami siswa lain dan menumbuhkan sikap sosial.

b. Bagi guru, memberikan pengetahuan tentang sikap sosial siswa sehingga dapat memilih strategi yang tepat untuk membangun sikap sosial siswa serta menambah wawasan tentang pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing.

c. Bagi kepala sekolah, menggambarkan sikap sosial siswa dan memberikan masukan untuk mempersiapkan siswa menjadi pribadi yang berkarakter. d. Bagi peneliti, menambah pengalaman secara langsung dalam upaya

peningkatan proses pembelajaran dan sikap sosial siswa melalui pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing. Hasil penelitian ini adalah bagian dari pengabdian untuk terus dikembangkan dalam ilmu pengetahuan serta menjadikan pengalaman yang sangat berharga untuk menjadi bekal peneliti.

2. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi tambahan bagi praktisi pendidikan yang ingin mengetahui peningkatan sikap sosial siswa dengan menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing. Penelitian ini juga dapat menjadi bahan kajian lebih


(25)

9

lanjut terkait sikap sosial siswa Sekolah Dasar maupun model pembelajaran Active Learning khususnya tipeActive Knowledge Sharing.


(26)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sikap Sosial

1. Pengertian Sikap Sosial

Attitude (sikap) merupakan suatu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus-menerus untuk bertingkah laku atau untuk mereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain. (Chaplin, J. P., 2000: 43). Secara sederhana, Abu Ahmadi (2009: 151) mengemukakan bahwa sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Sikap adalah konsep yang membantu untuk memahami tingkah laku. Beberapa perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama.

Davidoff (Mari Juniati, 1991: 333) yang mendefinisikan “attitude atau sikap sebagai konsep evaluatif yang telah dipelajari dan dikaitkan dengan pola pikiran, perasaan, dan perilaku”. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Atkinson, dkk. (Nurdjannah Taufiq, 2008: 371) mengemukakan “sikap meliputi rasa suka dan tidak suka; mendekati atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok; dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya, termasuk gagasan abstrak, dan kebijakan sosial”.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk melakukan sebuah tindakan. Respon yang terjadi dalam sikap merupakan respon yang konsisten. Sikap tercermin dari perilaku atau perbuatan


(27)

11

dari setiap individu, jika seseorang berperilaku baik maka dapat dikatakan bahwa sikapnya pun baik.

2. Hakikat Sikap Sosial

Sikap sosial (social attitude) merupakan satu predisposisi atau kecenderungan untuk beringkah laku dengan satu cara tertentu terhadap orang lain. Selain itu dapat diartikan sebagai satu sikap yang terarah kepada tujuan-tujuan sosial, sebagai lawan dari sikap yang terarah kepada tujuan-tujuan-tujuan-tujuan prive (J. Chapplin, 2000: 469). Sikap sosial menunjuk pada predisposisi, sikap (kecenderungan berbuat atau tidak berbuat dalam situasi tersedia) yang dimiliki bersama dengan sejumlah orang-orang lain yang sama keyakinan, nilai-nilai, ideologi atau orientasi politik (Andi Mappiare A. T., 2006: 308).

Pengertian tentang sikap sosial juga dikemukakan oleh Sudarsono (1997: 216) yang menjelaskan bahwa sikap sosial merupakan perbuatan-perbuatan atau sikap yang tegas dari seseorang atau kelompok di dalam keluaraga atau masyarakat. Sedangkan, Abu Ahmadi (2007: 152) menyebutkan bahwa sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial ini tidak dinyatakan oleh seorang tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Contoh dari cara siswa menanggapi orang lain, khususnya di dalam kelas adalah cara mereka berbicara atau berkomunikasi dan sikap tolong-menolong. Pranowo (2012: 1) mengungkapkan bahwa dengan berbahasa secara santun, seseorang mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan menghormati orang lain. Menjaga harkat dan martabat diri adalah substansi dari kesantunan, sedangkan menghormati orang


(28)

12

lain bersifat perlokutif. Sedangkan, menurut Lickona (2012: 75) menyatakan bahwa sikap tolong-menolong dapat memberikan bimbingan untuk berbuat kebaikan dengan hati. Ini dapat membantu seseorang dalam menyelesaikan tanggung jawab terhadap etika yang berlaku secara luas. Salah satu dari wujud siswa dalam mementingkan tujuan-tujuan sosial daripada tujuan prive adalah peduli sesama. Selanjutnya, Lickona (2012: 76) berpendapat bahwa sikap peduli sesama dapat diartikan “berkorban untuk”. Sikap ini dapat membantu untuk tidak mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab kita, tetapi juga merasakannya.

Selain beberapa sikap yang telah disebutkan, cinta damai merupakan salah satu sikap individu dalam menanggapi orang lain. Cinta damai merupakan sikap, perkataan, tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadirannya. Contoh indikator di dalam kelas siswa SD adalah membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan, dan menjaga keselamatan teman dii kelas atau sekolah dari perbuatan jahil yang merusak (Kemendiknas, 2010: 29-38).

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dinyatakan bahwa sikap sosial merupakan tindakan spontan yang dilakukan oleh seseorang dalam menanggapi orang lain di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, sikap sosial dapat dilihat dari cara seseorang memeperlakukan orang lain saat melakukan interaksi.

Merujuk pada berbagai konsep sikap seperti telah dikemukakan di atas, makna sikap yang lebih operasional untuk dijadikan dasar dalam mengidentifikasi sikap sosial mahasiswa terkait dengan penelitian ini adalah pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli Psikologi Sosial, dengan tokoh-tokoh seperti


(29)

13

Breckler, Rejecki, Katz & Stotland (Dodo Sutardi, 2012). Mereka memandang sikap sebagai kombinasi reaksi kognitif, afektif dan perilaku terhadap suatu objek. Ketiga komponen itu secara bersama mengorganisasikan sikap individu. Pendekatan ini yang dikenal dengan triadic scheme, disebut juga pendekatan tricomponent. Dengan demikian sikap diwujudkan seseorang pada saat berhadapan dengan objek sosial individu atau kelompok yang membentuk kesatuan berdasarkan aturan-aturan, nilai-nilai yang dianut bersama. Nilai-nilai yang dimaksud diantarnya yaitu: (1) keterbukaan (berterusterang, jujur, tanggung jawab), (2) empati (menghindari menilai benar salah, hangat), (3) komunikasi (mendengarkan, berbicara, sopan), dan (4) kerjasama (bersahabat, peduli). Keempat aspek tersebut dapat menunjukkan keberhasilan perkembangan sikap sosial anak.

3. Komponen Sikap Sosial

Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen. Abu Ahmadi (2007: 151-152) mengemukakan bahwa Traves, Gagne, dan Cronbach sependapat sikap melibatkan 3 aspek atau komponen yang saling berhubungan yaitu sebagai berikut.

a. Aspek kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran, berupa pengetahuan, kepercayaan, atau pikiran yang didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan objek.

b. Aspek afektif yaitu menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, emosi yang berhubungan dengan objek berwujud proses yang menyangkut


(30)

perasaan-14

perasaan tertentu seperti senang, tidak senang, ketakutan, kedengkian, simpati, dan sebagainya.

c. Aspek konatif yaitu melibatkan salah satu predisposisi/kecenderungan untuk bertindak terhadap objek

Dengan demikian sikap seseorang pada suatu obyek sikap terdiri ketiga kompenen di atas yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap objek sikap.

4. Karakteristik Sikap Sosial

Menurut Brigham (Tri Dayakisni, 2009: 90) ada beberapa karakteristik atau ciri dasar sikap, yaitu sebagai berikut:

a. sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku,

b. sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target object dimana sikap diarahkan,

c. sikap dipelajari, dan

d. sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada suatu objek itu dengan suatu cara tertentu.

Abu Ahmadi (2009: 164-165) mengemukakan beberapa ciri-ciri dari sikap, yaitu sebagai berikut.

a. Sikap itu dipelajari (learnability)

Sikap merupakan hasil belajar yang berbeda dengan motif-motif psikologis lainnya. Misalnya lapar adalah motif psikologis yang tidak perlu dipelajari, sedangkan pilihan terhadap suatu jenis makanan adalah sikap. Sikap dapat


(31)

15

dipelajari dengan sengaja dan dilakukan dengan kesadaran individu, namun terdapat pula beberapa sikap yang dipelajari dengan tidak sengaja dan tanpa kesadaran individu.

b. Memiliki kestabilan (stability)

Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil melalui pengalaman. Contohnya perasaan suka atau tidak suka terhadap warna tertentu yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.

c. Personal-societal significance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, maka ia akan sangat berarti bagi dirinya.

d. Berisi kognisi dan afeksi

Komponen kognisi dari sikap adalah berisi informasi yang faktual. Misalnya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

e. Approach-avoidance diretionality

Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap suatu objek, maka akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya, bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable akan menghindarinya.

Dari karakteristik dan ciri sikap yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir namun memerlukan proses belajar baik terjadi secara sengaja maupun tanpa sengaja. Sikap selalu berhubungan dengan suatu objek.


(32)

16

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Sosial

Abu Ahmadi (2009: 157-158) membagi faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap antara lain sebagai berikut.

a. Faktor Intern

Faktor intern merupakan faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia. Misalnya orang yang haus akan lebih memperhatikan perangsang yang menghilangkan haus daripada perangsang-perangsang yang lain.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern merupakan faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia yang dengan hasil kebudayaan manusia manusia yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi. Dalam hal ini, Sherif (dalam Abu Ahmadi (2009:158) mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila:

1) Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia. 2) Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dari satu pihak.

Abu Ahmadi (2009: 158) juga mengemukakan bahwa pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Lingkungan yang terdekat dengah kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan. Ada tiga hal yang paling penting dalam pembentukan sikiap yang diperhatikan, yaitu:


(33)

17 a. media massa,

b. kelompok sebaya, dan

c. kelompok yang meliputi lembaga sekolah, lembaga keagamaan, organisasi kerja, dan sebagainya.

Dalam hal ini, lembaga sekolah memiliki tugas pula dalam membina sikap. Ini erat kaitannya dengan tujuan pendidikan di sekolah maupun luar sekolah adalah mempengaruhi, membawa, membimbing anak didik agar memiliki sikap seperti yang diharapkan oleh masing-masing tujuan pendidikan. Dengan demikian, sekolah memiliki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak didik menuju kepada sikap yang diharapkan (Abu Ahmadi, 2009: 159).

Salah satu hal yang bisa dikembangkan sekolah adalah adanya aturan. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (2000: 76) bahwa orang tua, guru, dan orang lain yang bertanggung jawab membimbing anak harus membantu anak belajar menyesuaikan diri dengan pola yang disetujui. Ini dilakukan dengan membuat peraturan yang ditentukan untuk tingkah laku sebagai pedoman. Peraturan berfungsi sebagai pedoman perilaku anak dan sebagai sumber motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan sosial.

Salah satu dari tiga faktor yang dikemukakan di atas adalah adanya kelompok sebaya. Di lingkungan sekolah siswa akan banyak bergaul dengan teman sekelasnya atau teman sebaya. Hal ini dapat menjadi pengaruh terhadap perkembangan siswa. Seperti yang disampaikan Jeanne Ellis Ormord (2012: 109) mengemukakan bahwa hubungan dengan teman sebaya, terutama persahabatan karib, memiliki sejumlah peran penting dalam perkembangan peribadi dan sosial


(34)

18

remaja. Sejalan dengan Rita Eka Izzaty (2008: 114-115) yang berpendapat bahwa teman sebaya pada umumnya adalah teman sekolah dan atau teman bermain di luar sekolah. Pengaruh teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan sosial anak baik yang bersifat positif maupun negatif. Teman sebaya juga memberikan pelajaran bagaimana cara bergaul di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Sedangkan faktor ekstern, berasal dari luar diri individu. Faktor ekstern dapat berasal dari mass media, kelompok sebaya dan kelompok yang meliputi berbagai lembaga. Kaitannya dengan sikap siswa maka lembaga yang dimaksud adalah lembaga pendidikan berupa sekolah.

6. Pembentukan dan Perubahan Sikap

Wina Sanjaya (2013: 277-279) membagi proses pembentukan sikap menjadi pola pembiasaan dan modelling.

a. Pola Pembiasaan

Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamakan sikap tertentu selama proses pembelajaran. Misalnya, siswa yang setiap kali menerima perlakuan yang tidak mengenakkan dari guru maka lama-kelamaan akan timbul rasa benci dari anak tersebut. Perlahan-lahan anak akan mengalihkan sikap negatif itu bukan


(35)

19

hanya kepada guru akan tetapi kepada mata pelajaran yang diasuhnya sehingga mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah. b. Modelling

Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan. Modelling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum yang perlahan perasaan kagum itu akan mempengaruhi emosinya dan akan meniru perilaku sama seperti apa yang dilakukan oleh idolanya. Proses penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui proses modelling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Modelling dapat digunakan ketika guru mengantarkan materi-materi yang berisi nilai-nilai moral. Kemampuan anak usia sekolah dasar untuk meniru apa yang mereka lihat cukup kuat. Oleh karena itu khususnya dalam pembelajaran nilai moral yang menjadi model utama di sekolah adalah guru. Maka guru di sekolah hendaknya memberikan contoh perilaku yang baik kepada siswanya. Model yang digunakan tidak selamanya berasal dari guru. Model yang lain dapat berupa (1) manusia, misalnya tokoh masyarakat, aparat pemerintahan, pemimpin negara, pahlawan bangsa. (2) non manusia, misalnya menggunakan kancil dalam cerita dongeng (Wuri Wuryandani dan Fathurrohman, 2012: 43-44).

Slameto (2003: 189-190) mengemukakan bahwa sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara lain sebagai berikut.


(36)

20

a. Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam.

b. Imitasi, peniruan dapat terjadi tanpa disengaja, dapat pula dengan sengaja. Dalam hal ini individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, di samping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang hendak ditiru; peniruan akan terjadi lebih lancar bila dilakukan secara kolektif daripada perorangan.

c. Melalui sugesti, disini seseorang membentuk suati sikap terhadap objek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas. Semata-mata karena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya.

d. Identifikasi, disini seseorang meniru orang lain atau organisasi/ badan tertentu didasari suatu keterkaitan emosional. Meniru dalam hal ini lebih banyak dalam arti berusaha menyamai.

Slameto (2003: 191) juga mengemukakan tentang beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk mengubah sikap sebagai berikut.

a. Mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberi informasi-informasi baru mengenai objek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas. Hal ini diharapkan akan merangsang komponen afektif dan komponen tingkah lakunya.

b. Mengadakan kontak langsung dengan objek sikap. Dengan cara ini komponen afektif turut pula dirangsang. Cara ini paling sedikit akan merangsang


(37)

orang-21

orang yang bersikap anti untung tidak berpikir lebih jauh tentang objek sikap yang tidak disenangi.

7. Pengukuran Sikap

Beberapa bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya penelitian sikap yang pertama yaitu pada tahun 1920. Subjek diminta untuk merespon objek sikap dalam berbagai cara. Abu Ahmadi (2007: 168-176) menyatakan bahwa pengukuran sikap diuraikan sebagai berikut.

a. Pengukuran sikap secara langsung

Pada umumnya digunakan tes psikolgi yang berupa sejumlah item yang telah disusun secara hati-hati, saksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi.

b. Pengukuran sikap secara tidak langsung

Di dalam teknik tidak langsung, subjek tidak tahu bahwa tingkah laku atau sikapnya sedang diteliti. Teknik tidak langsung khususnya berguna bila responden kelihatan tidak mau mengutarakan sikapnya secara jujur. Dalam hal ini peneliti mengamati responden kemudian mengisi tes sikap sesuai hasil pengamatannya.

Pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melakukan pengukuran sikap secara langsung karena peneliti menggunakan tes sikap berupa pernyataan dengan skala sikap yang diisi oleh responden.


(38)

22 8. Perkembangan Sikap Sosial Anak

Hurlock (2000: 250) mengatakan bahwa perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial. Untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat, memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain namun saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Ketiga proses yang dapat disebut proses sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Ini berarti setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima.

b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi.

c. Perkembangan sikap sosial. Untuk bermasyarakat/bergaul dengan baik anak-anak harus menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya, mereka akan berhasil dalam penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.

Kaitannya dengan siswa dapat diterima sebagai anggota kelompok sosial adalah siswa mampu menerima siapapun yang menjadi anggota dalam diskusi


(39)

23

kelompok. Sikap seperti ini mudahnya dapat disebut toleransi. Lickona (2012: 74) menyebutkan bahwa toleransi merupakan sebuah sikap yang memiliki kesetaraan dan tujuan bagi mereka yang memiliki pemikiran, ras, dan keyakinan berbeda-beda. Toleransi adalah sesuatu yang membuat dunia setara dari berbagai bentuk perbedaan.

Syamsu Yusuf (2001: 122) mengemukakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaiakan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Lusi Nuryanti (2008: 43-44) mengatakan bahwa pada aspek sosial tejadi perubahan yang dialami oleh anak yaitu sebagai berikut. a. Anak semakin mandiri dan mulai menjauh dari orang tua dan keluarga. b. Anak lebih menekankan pada kebutuhan untuk berteman dan membentuk

kelompok dengan sebaya.

c. Anak memiliki kebutuhan yang besar untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya.

Mengacu pada teori Erikson (Lusi Nuryanti, 2008: 44) tentang perkembangan psiko-sosial, masa kanak-kanak lanjut berada pada tahap 4, yaitu industry vs inferiority. Kejadian yang paling penting pada tahap ini adalah ketika mereka mulai masuk sekolah yang membuat mereka berhadapan dengan banyak hal baru yang harus dipelajari. Pengalaman berhasil akan membuat anak menumbuhan perasaan akan kompetensi dan keahlian yang dimiliki. Sebaliknya, kegagalan akan menghasilkan perasaan bahwa dirinya tidak mampu melakukan apa pun (Miller dalam Lusi Nuryanti, 2008: 44).


(40)

24

Salah satu tujuan pendidikan dasar adalah memberikan kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Upaya dalam mengembangkan siswa sebagai anggota masyarakat yaitu:

a. memperkuat kesadaran untuk hidup bersama dengan orang lain, b. menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial, dan

c. memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan dalam kehidupan bermasyarakat. (Hera Lestari Mikarsa, dkk., 2009: 112).

Berperilaku sesuai dengan tuntunan sosial salah satunya adalah dengan menunjukkan sikap disiplin, contohnya adalah tidak terlambat masuk ke sekolah. Hurlock (2000: 83) berpendapat bahwa fungsi pokok disiplin adalah mengajar anak menerima pengekangan yang diperlukan untuk membantu mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial anak merupakan hal yang perlu diperhatikan. Hal ini karena dalam perkembangannya siswa harus memiliki kesadaran untuk hidup bersama orang lain yang konsekuensinya harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bermasyarakat. Secara khusus anak harus memiliki sikap sosial yang baik. 9. Nilai-nilai Sikap yang Harus Diajarkan di Sekolah

Seberapa jauh kita peduli tentang bersikap jujur, adil, dan pantas terhadap orang lain sudah jelas mempengaruhi apakah pengetahuan moral kita mengarah pada perilaku moral (Lickona, 2012: 90). Selanjutnya, Lickona (2012: 74-76)


(41)

25

mengatakan bahwa terdapat nilai-nilai moral yang sebaiknya diajarkan di sekolah, yaitu sebagai berikut.

a. Kejujuran

Kejujuran adalah salah satu bentuk nilai. Dalam hubungannya dengan manusia, berarti adanya perilaku tidak menipu, berbuat curang, atau mencuri. Ini merupakan salah satu cara dalam menghormati orang lain.

b. Toleransi

Toleransi merupakan bentuk refleksi dari sikap hormat, sebuah sikap yang memiliki kesetaraan dan tujuan bagi mereka yang memiliki pemikiran, ras, dan keyakinan berbeda-beda. Toleransi adalah sesuatu yang membuat dunia setara dari berbagai bentuk perbedaan.

c. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan merupakan nilai yang dapat menjadikan kita menghormati diri sendiri. Misalnya, ketika seseorang menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan diri baik secara fisik maupun moral.

d. Disiplin Diri

Disiplin diri membentuk seseorang untuk tidak mengikuti keinginan hati yang mengarah pada perendahan nilai diri atau perusakan diri. Namun untuk mengejar apa-apa yang baik bagi diri kita, dan untuk mengejar keinginan positif dalam kadar yang sesuai. Disiplin diri dapat membentuk seseorang untuk tidak mudah puas terhadap apa yang telah diraih, dengan cara mengembangkan kemampuan, bekerja dengan manajemen waktu yang


(42)

26

bertujuan, dan menghasilkan sesuatu yang berarti bagi kehidupan. Semua itu bentuk dari sikap hormat.

e. Tolong-menolong

Sikap tolong-menolong dapat memberikan bimbingan untuk berbuat kebaikan dengan hati. Ini dapat membantu seseorang dalam menyelesaikan tanggung jawab terhadap etika yang berlaku secara luas.

f. Sikap Peduli Sesama

Sikap peduli sesama dapat diartikan “berkorban untuk”. Sikap ini dapat membantu untuk tidak hanya mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab kita, tetapi juga merasakannya.

g. Sikap Saling Bekerja Sama

Sikap saling bekerja sama mengenal bahwa “tidak ada yang mampu hidup sendiri di sebuah pulau (tempat kehidupan)” dan dunia yang semakin sering membutuhkan, kita harus bekerja secara bersama-sama dalam meraih tujuan yang pada dasarnya sama dengan upaya pertahanan diri.

h. Keberanian

Sikap berani akan membantu seseorang untuk menghormati diri sendiri agar dapat bertahan dalam berbagai tekanan. Sikap ini juga membentuk manusia untuk menghormati hak-hak orang lain ketika kita mengalami sebuah tekanan.

i. Demokrasi

Demokrasi pada gilirannya merupakan cara yang diketahui terbaik dalam menjamin keamanan dan hak asasi masing-masing individu (untuk memiliki


(43)

27

rasa hormat) dan juga mengangkat makna dari kesejahteraan umum (bersikap baik dan bertanggung jawab kepada semua orang).

Dari kesembilan nilai tersebut, dapat dikerucutkan menjadi 2 nilai pokok yaitu rasa hormat dan bertanggung jawab. Lickona (2012: 69) mengatakan bahwa kedua nilai tersebut menjadi dasar moralitas utama yang berlaku secara universal. Lickona (2012: 70) juga menyebutkan bahwa rasa hormat berarti menunjukkan penghargaan kita terhadap harga diri orang lain ataupun hal lain selain diri kita. Terdapat tiga hal yang menjadi pokok, yaitu penghormatan terhadap diri sendiri, penghormatan terhadap orang lain dan penghormatatn terhadap semua bentuk kehidupan dan lingkungan yang saling menjaga satu sama lain. Sedangkan Jamal Ma’mur Asmani (2012: 37) yang mengatakan bahwa bertanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, sebagaimana yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang diajarkan di sekolah bersumber dari rasa hormat dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut mengacu pada sikap sosial karena semuanya berkaitan dengan adanya obyek sikap dan membutuhkan penilaian dari banyak orang. Selain itu, terdapat 18 nilai pendidikan budaya dan karakter yang dapat dikembangakan di sekolah.


(44)

28 B. Active Learning

1. Hakikat Active Learning

Melvin L. Silberman menyatakan bahwa proses belajar memiliki sisi sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan. Belajar yang aktif mampu menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut mereka untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya. Hal tersebut merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (Active Learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.

Thorndike (Bimo Wagito, 1997) mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu: a. Law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat

memperlancar hubungan antara stimulus dan respons.

b. Law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar c. Law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih

baik jika dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.

Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam


(45)

29

pembelajaran akan mampu menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik, sehingga mereka akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memory (ingatan) nya. Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun. Active Learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi Active Learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.

Dalam metode Active Learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan


(46)

30

pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)

Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar anak didik tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-sama dengan anggta kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik Active Learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar siswa.

2. Active Knowledge Sharing

Active Knowledge Sharing merupakan salah satu tipe atau strategi dalam Active Learning yang cocok untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas. Menurut Mel Silberman (2009: 82) ini adalah cara yang bagus untuk menarik peserta didik dengan segera kepada materi pelajaran. Strategi ini dapat digunakan untuk beberapa pelajaran dan materi pelajaran. Tidak hanya tingkat pengetahuan yang dapat diukur ketika menerapkan strategi ini namun juga proses team building. Hal tersebut dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan interaksi dengan peserta didik lain.

Langkah-langkah atau prosedur dari Active Knowledge Sharing yaitu sebagai berikut.


(47)

31

a. Guru menyiapkan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.

b. Peserta didik menjawab berbagai pertanyaan sebaik yang mereka bisa.

c. Peserta didik diajak berkeliling ruangan dengan mencari peserta didik lain yang dapat menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab sendiri. Peserta didik didorong untuk saling membantu satu sama lain.

d. Guru mengumpulkan kembali seluruh siswa dalam satu kelas kemudian mengulas jawaban-jawabannya. Informasi yang diperoleh dari kegiatan tersebut digunakan untuk memperkenalkan topik-topik penting di kelas itu.

Kegiatan belajar model ini termasuk menyenangkan karena dilakukan sambil bermain berkeliling kelas bertukar pengetahuan. Prinsip belajar sambil bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar, karena dengan bermain, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya fantasi anak berkembang. Suasana demikian akan mendorong anak aktif dalam belajar (Ahmad Susanto, 2015:88). Hidayat dan Tatang (Zainal Arifin dan Adhi Setiyawan, 2012: 107) menyatakan beberapa pikiran yang mendasari perlunya penggunaan permainan dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut.

a. Permainan mampu menghilangkan kebosanan.

b. Permainan memberikan tantangan untuk memecahkan masalah dalam suasana gembira.

c. Permainan menimbulkan semangat kerjasama dan sekaligus persaingan yang sehat.

d. Permainan membantu siswa yang lamban dan kurang motivasi. e. Permainan mendorong guru untuk selalu kreatif.

Pembelajaran ini selain memberikan kesempatan siswa untuk menemukan jawaban yang tepat dari setiap soal juga mendorong siswa untuk aktif dalam


(48)

32

bertukar pengetahuan. Siswa dapat saling membelajarkan satu sama lain karena yang ditekankan dalam kegiatan ini bukan hasil dari jawaban yang didapatkan saja tetapi juga langkah-langkah dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa didorong untuk aktif berinteraksi dengan siswa lainnya sehingga dapat menumbuhkembangkan sikap sosial yang dimiliki oleh siswa.

C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Masa siswa sekolah dasar disebut juga masa anak. Pada masa ini anak sudah merasa besar dan tidak mau lagi dianggap sebagai kanak-kanak kecil seperti anak TK. Anak sudh mulai siap untuk memperoleh keterampilan-keterampilan baru dalam kehidupannya. Pada masa kanak-kanak akhir lingkungan pergaulannya sudah semakin luas seperti bergaul dengan orang-orang di luar rumah, yaitu tetangga dan teman di sekolah. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 104) mengatakan bahwa siswa sekolah dasar termasuk dalam masa kanak-kanak akhir. Masa ini dialami anak pada usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun.

Dalam masa perkembangan manusia, terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh masing-masing individu agar menjadi manusia yang utuh. Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir adalah: 1. belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain,

2. sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat mengenai diri sendiri,


(49)

33

4. mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita,

5. mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung,

6. mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari,

7. mengembangkan kata batin, moral dan skala nilai,

8. mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga, dan 9. mencapai kebebasan pribadi.

Adapun pendapat dari Collins (dalam Lina Nuryanti, 2009: 51) yang mengemukakan tugas perkembangan kanak-kanak sebagai berikut:

1. aspek fisik: meningkatkan kekuatan dan koordinasi otot, yaitu meningkatkan kemampuan beberapa aktivitas dan tugas fisik,

2. aspek kognisi: pada taraf operasional konkret, berfokus pada kejadian ‘saat ini’, menambah pengetahuan dan ketrampilan baru, mengembangkan perasaan mampu, dan

3. apsek sosial: a) mencapai bentuk relasi yang tepat dengan keluarga, teman, dan lingkungan; b) mempertahankan harga diri yang sudah dicapai; c) mampu mengkompromikan antara tuntutan individualitasnya dengan tuntutan konformitas; dan d) mencapai identitas diri yang memadai.

Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas perkembangan pada tahap masa kanak-kanak awal ditentukan oleh lingkungan keluarga, orang tua dan orang terdekat dalam keluarganya. Namun pada masa ini guru di sekolah sudah


(50)

34

memiliki andil yang besar dalam pencapaian tugas perkembangan dengan baik. Begitu juga dengan teman sebayanya di lingkungan sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai tugas perkembangan siswa usia sekolah dasar, maka penulis menyimpulkan bahwa dalam usia tersebut siswa mengalami perkembangan dalam aspek sosial yang dalam pencapaiannya dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah dan bahkan lingkungan teman sebayanya.

D. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siska Difki Rufaida yang berjudul “Pengembangan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Pendekatan PAKEM pada Pembelajaran IPS Kelas VB SD Negeri Mangiran, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul”. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sikap sosial siswa bisa ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan PAKEM. Hasil tes sikap pratindakan menunjukan sikap sosial siswa kelas VB mencapai 66%. Pada siklus pertama meningkat menjadi 71% dan pada siklus II mencapai 84%.

Penelitian selanjutnya dilakukan olah Sugiyono pada tahun 2013 dengan judul “Meningkatkan Sikap Sosial Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas V SD Mangunan”. Setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan metode tersebut, pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 72 dam persentase ketuntasan meningkat menjadi 62,50%. Demikian pula setelah dilakukan


(51)

35

perbaikan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang disertai pemberian dorongan untuk aktif bertanya, umpan balik, penguatan, pembagian kelompok yang heterogen, dan diselingi dengan permainan pada tindakan siklus II, nilai rata-rata sikap sosial kelasnya meningkat menjadi 76 dan persentase ketuntasan meningkat menjadi 78,19%.

Berdasarkan fakta di atas dapat disimpulkan bahwa sikap sosial merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Upaya pengembangan sikap sosial telah dilakukan dengan berbagai metode. Sikap sosial ini tidak dapat tumbuh dan berkembang dalam diri individu tanpa adanya faktor-faktor dalam diri individu yang mempengaruhi.

E. Definisi Operasional Variabel

Variabel yang digunakan sesuai dengan judul penelitian sebagai berikut. 1. Sikap sosial yang diukur dalam penelitian ini didasarkan pada indikator:

membentuk pendapat secara jelas, melakukan sesuatu dengan kerjasama, menunjukkan sikap peduli kepada teman, menunjukkan sikap terbuka pada teman, merasakan apa yang dirasakan teman, membangun suasana yang komunikatif, melaksanakan tanggung jawab, mendengarkan pendapat teman, menghargai orang lain, dan menunjukkan sikap suka menolong teman.

2. Pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing dalam penelitian akan dilaksanakan dengan beberapa metode yang bervariasi yaitu metode diskusi kelompok, bermain peran, ceramah bervariasi dan permainan agar proses pembelajaran siswa menjadi aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.


(52)

36 F. Kerangka Pikir

Masih banyak siswa yang memiliki sikap sosial rendah, siswa hanya bermain dengan teman-teman yang disukai seperti membuat gang/kelompok tanpa memperhatikan teman-teman yang lain. Siswa masih sering mengejek teman yang tidak disukai, kurang mempedulikan teman-teman yang lain dan masih sering bermusuhan. Hal-hal seperti itu terjadi bukan hanya di luar kelas saja, melainkan juga di dalam kelas saat pembelajaran.

Dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung, guru menggunakan metode ceramah yang belum divariasikan sehingga proses pembelajaran bersifat monoton dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Hal tersebut mengakibatkan siswa kurang aktif dan kurang bersosialisasi dengan teman yang lain sehingga dapat berpengaruh pada rendahnya sikap sosial siswa dalam proses pembelajaran.

Siswa harus merasa senang dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan mengembangkan sikap sosial yang dimiliki terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memilih model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan siswa untuk berkembang dan saling berinteraksi salah satunya dengan model pembelajaran aktif (Active Learning) tipe Active Knowledge Sharing.

Model pembelajaran ini membuat siswa belajar dengan cara bermain sehingga terjadi interaksi dengan teman satu kelas, menggunakan berbagai media, dan perangkat. Hal tersebut dapat menimbulkan kesenangan belajar pada siswa yang berdampak pada peningkatan sikap sosial siswa.


(53)

37

Dengan demikian Active Learning tipe Active Knowledge Sharing dan sikap sosial siswa mempunyai hubungan yang erat, karena model pembelajaran tersebut dapat berpengaruh dalam membangkitkan semangat dan terjalinnya suatu interaksi siswa dalam pembelajaran. Diharapkan proses pembelajaran akan efektif dan pada akhirnya dapat mengembangkan sikap sosial siswa pada setiap mata pelajaran.

G. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian tindakan ini adalah “Model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar dan sikap sosial siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo.


(54)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Suharsimi Arikunto, dkk. (2007: 3) mengemukakan penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Sejalan dengan pendapat tersebut, Wina Sanjaya (2010: 26) mengartikan penelitian tindakan kelas sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut. Hal tersebut berarti peneliti memberikan tindakan yang telah direncanakan dalam kegiatan pembelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian yang kolaboratif antara peneliti dan guru kelas. Suharsimi Arikunto (2007: 17) menjelaskan bahwa dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru kelas itu sendiri sedangkan yang melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti. Pendapat tersebut juga didukung oleh Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama (2010: 9) yang menyebutkan bahwa PTK merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerja guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk


(55)

39

mengembangkan sikap sosial siswa menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian model Kemmis dan Mc.Taggart (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2010: 21) yang terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Keterangan:

Siklus I: Plan (perencanaan), Act (tindakan), Observe (pengamatan), Reflect (refleksi) Siklus II: Plan (perencanaan), Act (tindakan), Observe (pengamatan), Reflect (refleksi)

Gambar 1. Desain Penelitian menurut Kemmis dan Mc. Taggart

Berdasarkan gambar di atas, kegiatan dalam setiap siklus terdapat empat komponen sebagai berikut.

1. Planning (Perencanaan)

Tahap perencanaan merupakan proses merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk mengembangkan sikap sosial siswa sekolah dasar kelas V SD Negeri Ngentakrejo. Perencanaan dalam penelitian ini meliputi:


(56)

40

a. Peneliti dan guru menentukan cara mengembangkan sikap sosial siswa dengan menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing.

b. Peneliti dan guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

c. Peneliti menyiapkan media pembelajaran tentang materi berdasarkan mata pelajaran yang akan diajarkan.

d. Peneliti menyusun format tes sikap dan lembar observasi mengenai aktivitas pembelajaran siswa.

2. Action (Tindakan)

Pelaksanaan tindakan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang mengacu pada RPP yang telah disusun oleh peneliti dan kolabolator. Guru melakukan perubahan dan perbaikan proses pembelajaran dengan menjadikan kelas aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga akan mengembangkan sikap sosial siswa ketika pembelajaran. Selama kegiatan pemberian tindakan kelas berlangsung, peneliti bertugas mengamati aktivitas siswa, perubahan perilaku dan sikap yang terjadi pada diri siswa. Data hasil pelaksanaan tindakan diperoleh dari pengamatan kepada siswa dan hasil tes sikap yang diisi siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.

3. Observing (Pengamatan)

Dalam kegiatan ini peneliti melakukan pengumpulan data serta mencatat setiap aktivitas siswa ketika pelaksanaan tindakan berlangsung. Observasi ini dilakukan peneliti dengan mengamati aktivitas siswa yang mengacu pada lembar observasi yang telah disusun. Observer mengukur sikap sosial siswa dengan


(57)

41

melakukan pengamatan dan memberikan tes sikap sosial kepada siswa. Hasil dari pengamatan dan tes sikap sosial tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data yang dimanfaatkan sebagai bahan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. 4. Reflecting (Refleksi)

Refleksi merupakan kegiatan untuk memahami proses dan hasil yang terjadi, yaitu berupa perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Refleksi merupakan kegiatan analisis terhadap semua informasi yang diperoleh saat pelaksanaan tindakan. Dalam kegiatan ini peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil dari tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul. Semua informasi yang terkumpul akan menghasilkan kesimpulan mengenai ketercapaian tujuan penelitian. Peneliti bersama kolabolator mendiskusikan hasil tindakan yang telah dilakukan, apabila tujuan penelitian belum tercapai, maka dilakukan tindakan penyempurnaan dan pengembangan pada siklus selanjutnya.

C. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri Ngentakrejo yang beralamat di Temben, Ngentakrejo, Lendah, Kulon Progo kelas V.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016 yaitu bulan Mei s.d. Juni 2016.


(58)

42 D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo, tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Objek penelitian ini adalah sikap sosial siswa kelas V SD Negeri Ngentakrejo.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa metode yaitu sebagai berikut.

1. Skala

Skala adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 2006: 150). Sejalan dengan pendapat tersebut, Eko Putro (2010: 45) mengemukakan tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam pembelajaran objek ini bisa berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi, dan sebagainya. Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Tes dapat juga diartikan sebagai sejumlah pernyataan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan orang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes.


(59)

43 2. Observasi

Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2010: 66). Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 157) observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan, dan

b. observasi non sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan untuk menggambarkan proses peningkatan sikap sosial siswa dengan model pembelajaran Active Learning.

3. Dokumentasi

Suharsimi Arikunto (2006: 158) menyatakan bahwa dokumentasi merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan benda-benda tertulis maupun tidak tertulis. Dokumen merupakan catatan peristiwa bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dari seseorang. Dalam penelitian ini, dokumen dijadikan sebagai bukti hasil dari penelitian. Dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil foto siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi


(60)

44

sistematis dan lebih mudah (Suharsimi Arikunto, 2010: 101). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes sikap dan lembar observasi aktivitas siswa. Instrumen tes sikap digunakan untuk mengetahui perkembangan sikap sosial siswa setelah melalui proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing. Instrumen lembar observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai sikap sosial siswa serta aktivitas kegiatan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Alat yang digunakan oleh peneliti sebagai alat pengumpul data seperti berikut.

1. Skala sikap

Skala sikap disebut dengan istilah skala sikap, yaitu alat yang digunakan untuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai sikap seseorang (Suharsimi Arikunto, 2006: 151). Skala sikap ini dilaksanakan untuk mengukur sikap sosial yang dimiliki siswa. Skala sikap diberikan pada akhir siklus yang digunakan untuk menunjukkan sikap sosial siswa terhadap kehidupan disekelilingnya sesuai bahan ajar yang disampaikan. Tes sikap ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perkembangan sikap sosial siswa setelah menerapkan model pembelajaran Active Learning. Skala sikap ini diisi oleh siswa secara individu. Skala sikap ini menggunakan skala likert yaitu sejumlah pernyataan untuk mengukur sikap dan responden diminta untuk menunjukkan tingkatan dimana responden setuju atau tidak setuju pada setiap pernyataan dengan 4 pilihan skala: untuk selalu bernilai 4, sering bernilai 3, kadang-kadang bernilai 2, dan tidak pernah bernilai 1. Kisi-kisi skala sikap terhadap sikap sosial siswa melalui model pembelajaran Active Learning tipe Active Share Knowledge adalah sebagai berikut.


(61)

45

Tabel 1. Kisi-kisi Skala Sikap Sosial Siswa

No

Aspek yang diamati

Sub Aspek Indikator Nomor Item Jumlah

Item 1. Sikap

Sosial Siswa

Keterbukaan Menunjukkan sikap terbuka pada teman

1, 2 2

Berterus terang pada teman

3, 4, 5 3

Bersedia untuk bersikap jujur

6, 7 2

Berempati Menunjukkan sikap peduli terhadap teman

8, 9, 10 3

Merasakan yang dirasakan teman

11, 12 2

Menunjukkan sikap yang hangat kepada teman

13, 14 2

Komunikasi Mendengar pendapat teman

15, 16 2

Membangun suasana yang komunikatif

17, 18, 19 3

Santun dalam berbicara

20, 21, 22 3

Kerjasama Menunjukkan kerjasama dengan teman

23, 24, 25 3

Menghargai orang lain

26, 27 2

Menunjukkan sikap suka menolong teman

28, 29, 30 3

2. Lembar Observasi

Penelitian ini juga menggunakan instrumen berupa lembar observasi. Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama proses


(62)

46

pembelajaran berlangsung, lembar observasi ini menggunakan indikator yang sama dengan tes sikap. Aspek yang diamati dalam lembar observasi ini sudah disesuaikan dengan indikator tes sikap sosial siswa. Proses observasi dilakukan setiap melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Active Learning. Lembar observasi disusun menurut pedoman observasi. Kisi-kisi lembar observasi aktivitas siswa pada proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Share Knowledge adalah sebagai berikut.

Tabel. 2 Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing

Variabel Aspek yang Diamati

Indikator Deskripsi No.

Item Penerapan

pembelajaran Active

Learning tipe Active Knowledge Sharing Proses Pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran Active

Learning tipe Active

Knowledge Sharing oleh siswa

Memperhatikan penjelasan guru terkait materi dan tujuan pembelajaran.

Siswa dapat memperhatikan penjelasan guru terkait materi dan tujuan pembelajaran.

1

Mencermati dan mengerjakan kartu daftar pertanyaan.

Siswa dapat mencermati dan mengerjakan kartu daftar pertanyaan.

2

Menyimak penjelasan guru terkait ulasan materi dan

langkah-langkah

Siswa dapat menyimak penjelasan guru terkait materi dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan.


(63)

47 kegiatan yang akan

dilaksanakan. Bertanya jawab terkait materi yang dipelajari.

Siswa dapat bertanya jawab terkait materi yang dipelajari.

4

Berkeliling kelas untuk bertukar

pengetahuan.

Siswa dapat berkeliling kelas untuk bertukar pengetahuan.

5

Melakukan kerja kelompok

Siswa dapat melakukan kerja kelompok.

6

Mengoreksi jawaban.

Siswa dapat mengoreksi jawaban dari pertanyaan tersebut

7

Selain melakukan pengamatan terhadap siswa, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap guru dalam melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Active Learning tipe Active Knowledge Sharing. Pengamatan terhadap guru didasarkan pada sintaks pembelajaran Active Knowledge Sharing dan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan proses pembelajaran dapat diamati. Selain itu, dapat diamati pula seberapa efektif penerapan pembelajaran Active Knowledge Sharing untuk meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar. Dengan demikian keberhasilan penerapan model pembelajaran tersebut dapat diamati dari guru dan siswa. Lembar observasi guru disusun berdasarkan kisi-kisi. Adapun kisi-kisi observasi terhadap guru adalah sebagai berikut.


(64)

48

Tabel. 3 Kisi-kisi Lembar Observasi Guru dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Active Knowledge Sharing

Variabel Aspek yang Diamati

Indikator Deskripsi No.

Item Penerapan

pembelajaran Active

Learning tipe Active Knowledge Sharing Proses Pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran Active

Learning tipe Active

Knowledge Sharing oleh guru

Menyampaikan materi pelajaran

dan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai.

Guru dapat

menyampaikan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

1

Membagikan kartu daftar pertanyaan.

Guru dapat membagi kartu pertanyaan untuk siswa.

2

Menjelaskan ulasan materi dan langkah-langkah kegiatan

yang akan

dilaksanakan.

Guru dapat menjelaskan ulasan materi dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan.

3

Bertanya jawab dengan siswa.

Guru dapat bertanya jawab dengan siswa terkait materi.

4

Memandu siswa berkeliling kelas untuk bertukar pengetahuan.

Guru dapat memandu siswa berkeliling kelas

untuk bertukar

pengetahuan.

5

Mengamati kerja setiap kelompok.

Guru dapat mengamati kerja masing-masing kelompok.

6

Mengajak siswa untuk mengoreksi jawaban bersama-sama.

Guru dapat mengajak siswa mengoreksi jawaban bersama-sama.

7

G. Validitas Instrumen

Validitas menurut Sugiyono (2009: 363) merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh


(1)

115

Lampiran 20. HASIL OBSERVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING TIPE

ACTIVE KNOWLEDGE SHARING SIKLUS II PERTEMUAN 3

No Nama

Aspek yang diamati

Memperhatikan penjelasan guru terkait materi dan

tujuan pembelajaran Mencermati dan mengerjakan kartu daftar pertanyaan Menyimak penjelasan guru terkait ulasan materi dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan Bertanya jawab terkait materi yang dipelajari Berkeliling kelas untuk bertukar pengetahuan Melakukan kerja kelompok Mengoreksi

jawaban Jumlah %

1. D 4 3 4 3 4 4 4 26 92,85714

2. DS 4 3 3 3 4 4 3 24 85,71429

3. IBP 4 3 3 3 4 4 4 25 89,28571

4. ADH 3 4 3 3 3 4 4 24 85,71429

5. TA 4 3 3 4 4 3 3 24 85,71429

6. A 4 3 4 3 4 3 3 24 85,71429

7. U 3 3 4 3 4 4 3 24 85,71429

8. AA 4 3 4 3 3 3 3 23 82,14286

9. DFD 3 4 3 3 4 4 3 24 85,71429

10. ADS 4 3 3 4 4 3 3 24 85,71429

11. NRR 3 4 3 3 4 4 3 24 85,71429

12. AS 4 3 3 3 4 3 3 23 82,14286

13. AEV 4 4 3 3 3 3 3 23 82,14286

14. R 4 3 4 4 3 4 2 24 85,71429

15. T 4 3 3 3 4 4 3 24 85,71429

16. VBA 3 3 3 3 4 3 4 23 82,14286

17. PLY 4 3 3 4 4 3 4 25 89,28571

18. ATW 3 4 4 3 3 3 4 24 85,71429

19. FNY 4 3 3 4 4 3 3 24 85,71429

20. RS 4 3 4 3 4 3 3 24 85,71429

Jumlah 74 65 67 65 75 69 65

Presentase 92,5 81,25 83,75 81,25 93,75 86,25 81,25


(2)

116

Lampiran 21. DOKUMENTASI KEGIATAN PEMBELAJARAN

Siswa berperan aktif dalam melakukan koreksi jawaban

Siswa melakukan diskusi


(3)

117

Guru memberi arahan kepada siswa yang belum paham

Siswa mengisi skala sikap yang telah disiapkan


(4)

118


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Active Knowledge Sharing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa di SMP Daar el Qolam

4 22 187

Pengaruh Penggunaan Model Active Knowledge Sharing Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Dunia Hewan

2 33 289

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI ACTIVE KNOWLEDGE Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Dengan Menggunakan Strategi Active Knowledge Sharing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran I

0 2 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI ACTIVE KNOWLEDGE Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Dengan Menggunakan Strategi Active Knowledge Sharing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran I

0 2 18

PENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING Peningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi Siswa Melalui Model Pembelajaran Active Knowledge Sharing (Saling Tukar Pengetahuan) Pada

0 1 15

PENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING Peningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi Siswa Melalui Model Pembelajaran Active Knowledge Sharing (Saling Tukar Pengetahuan) Pada

0 2 17

EFEKTIFITAS STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOSAKATA.

1 3 52

EFEKTIVITAS STRATEGI ACTIVE LEARNING MODEL ACTIVE KNOWLEDGE SHARING PADA PEMBELAJARAN JITSUYOU CHOUKAI I SJEP ARI e-2012.

0 0 57

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MENGGUNAKAN ACTIVE LEARNING TIPE TALKING STICK PADA SISWA KELAS VA SD N BACIRO.

0 4 238

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA AKSARA JAWA MENGGUNAKAN ACTIVE LEARNING TIPE INDEX CARD MATCH PADA SISWA KELAS V SD N KAREN.

0 2 246