EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) HIJAU MEMPERBAIKI PROFIL LIPID LEBIH BAIK DARIPADA EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) PUTIH PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA.

(1)

TESIS

EKSTRAK TEH (

Camellia sinensis

) HIJAU

MEMPERBAIKI PROFIL LIPID LEBIH BAIK

DARIPADA EKSTRAK TEH (

Camellia sinensis

) PUTIH

PADA TIKUS (

Rattus norvegicus

) JANTAN GALUR

WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA

ADELINE IVANA DEWI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

EKSTRAK TEH (

Camellia sinensis

) HIJAU

MEMPERBAIKI PROFIL LIPID LEBIH BAIK

DARIPADA EKSTRAK TEH (

Camellia sinensis

) PUTIH

PADA TIKUS (

Rattus norvegicus

) JANTAN GALUR

WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA

ADELINE IVANA DEWI NIM 1490761006

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) HIJAU MEMPERBAIKI PROFIL LIPID LEBIH BAIK DARIPADA EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) PUTIH PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR

DENGAN DISLIPIDEMIA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

ADELINE IVANA DEWI NIM 1490761006

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL ……….

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof. dr. IGM. Aman, SpFK Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes. M.Sc NIP 194606191976021001 NIP 196105051990022001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc, Sp.GK Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS (K)


(5)

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana

pada Tanggal………..

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No:……….

Tanggal ………

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. dr. IGM. Aman, SpFK

Sekretaris : Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes. M.Sc

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And 3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc, Sp.GK


(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Adeline Ivana Dewi

NIM : 1490761006

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Anti – Aging Medicine)

Judul : EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) HIJAU

MEMPERBAIKI PROFIL LIPID LEBIH BAIK

DARIPADA EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) PUTIH PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.

Denpasar,... Yang membuat pernyataan,


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama, penulis hendak mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan oleh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) HIJAU MEMPERBAIKI PROFIL LIPID LEBIH BAIK DARIPADA EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) PUTIH PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA dengan sebaik-baiknya. Tesis ini dibuat sebagai prasyarat menyelesaikan jenjang pendidikan untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Selama proses penelitian ini, penulis mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pengalaman berharga, baik dalam segi ilmiah maupun sosial, yang dapat berguna bagi hidup penulis. Semuanya itu tidak terlepas dari peran serta orang-orang di sekitar penulis yang senantiasa mendukung dan membantu penulis pada saat-saat yang sulit. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan dengan baik oleh karena bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengenyam pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. 2. Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengenyam pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana.

3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK yang banyak memberikan penulis masukan yang kritis dan bermanfaat dalam penyususan tesis ini.

4. Prof. dr. IGM. Aman, SpFK yang dengan sabar dan perhatian selalu membantu penulis ketika menghadapi kesulitan dalam menyusun tesis


(8)

ini, serta atas segala masukan beliau dalam penyusunan dan perbaikan tesis ini.

5. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes. M.Sc atas segala perhatian, kesabaran, dan kesediaannya untuk dihubungi setiap saat ketika penulis mengalami kesulitan, meluangkan waktu untuk membimbing penulis, serta atas masukan-masukan yang berguna dalam penyusunan dan perbaikan tesis ini.

6. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And, FAACS yang dengan sabar memberikan banyak masukan, pengetahuan, serta bimbingan dalam perbaikan tesis ini.

7. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And yang telah memberikan dorongan, semangat, koreksi dan masukan yang sangat berguna bagi perbaikan tesis ini.

8. Pak I Gede Wiranatha yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, serta memberikan banyak pengajaran dan bimbingan kepada penulis dengan sabar.

9. Ferbian, S.KH yang telah banyak membantu penulis dalam membaca data dan mengolah statistik penelitian, serta memberikan masukan dan saran ilmiah terutama dalam hal statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam penyusunan tesis ini.

10.Seluruh dosen Pascasarjana Biomedik Universitas Udayana yang telah membimbing penulis dan memberikan banyak pengajaran dari awal hingga selesainya tesis ini.

11.Seluruh staf Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti-Aging Medicine Universitas Udayana yang selalu siap membantu dan menyemangati ketika penulis mengalami kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan tesis. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Edy, Geg Wah, Geg Eni, Mbok Amie, Mbok Yethi, dan seluruh staff lainnya atas kebaikan dan keramahan yang diberikan kepada penulis.


(9)

12.Kedua orang tua, kakak, tunangan, serta seluruh keluarga dan sahabat penulis atas semua dukungan, semangat, doa, pengertian, kesabaran, dan kasih yang tiada habisnya kepada penulis selama masa pendidikan hingga penyelesaian tesis ini.

13.dr. Astrid Tanumihardja, dr. Cheria Valentina, dr. Sissy Yunita, dr. Monica Pranoto, dr. Magdalena Mercyana, dr. Astrid Karina, dr. Ivonne Kurniawan, dr. Ellen Destrisa, sebagai sejawat sekaligus sahabat yang berjuang bersama sejak awal kuliah hingga selesainya tesis ini dan senantiasa selalu memberikan semangat kepada penulis. 14.Teman sejawat mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik

Kekhususan Anti-Aging Medicine angkatan IX atas kekompakan, perhatian, semangat, dan dukungan yang tiada hentinya untuk satu sama lain.

15.Semua pihak lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah turut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak sangatlah penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran terutama di bidang Anti-Aging Medicine (AAM) dan bagi masyarakat luas. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkat dan rahmat Nya kepada kita semua.

Denpasar, 10 Juli 2016


(10)

ABSTRAK

EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) HIJAU MEMPERBAIKI PROFIL LIPID LEBIH BAIK DARIPADA EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) PUTIH PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR

DENGAN DISLIPIDEMIA

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi tidak sehat, sehingga menyebabkan terjadinya dislipidemia yang ditandai dengan penumpukan lemak berlebih di dalam tubuh. Upaya pencegahan dan penanganan sangat penting untuk menurunkan risiko terjadinya penyakit. Salah satu bahan alami yang dapat membantu memperbaiki kondisi dislipidemia berasal dari tanaman teh. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efek teh hijau dan teh putih dalam memperbaiki profil lipid pada tikus jantan galur wistar dengan dislipidemia.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan metode Pretest-Posttest Control Group Design. Data dikumpulkan dari 20 ekor tikus jantan galur wistar dislipidemia. Semua tikus diambil darahnya pada awal dan akhir penelitian untuk diperiksa kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan Trigliserida. 20 ekor tikus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan 1 dan 2, masing-masing terdiri dari 10 ekor tikus. Kelompok perlakuan 1 diberikan esktrak teh hijau 7,2 mg/200 gr tikus sebanyak 3 kali sehari dan kelompok perlakuan 2 diberikan ekstrak teh putih 7,2 mg/200 gr tikus sebanyak 3 kali sehari. Perlakuan tersebut diberikan selama 14 hari.

Hasil penelitian menunjukkan perbaikan profil lipid yang lebih baik pada pemberian ekstrak teh hijau, yaitu kadar kolesterol total dari 222,7 mg/dl menjadi 98,64 mg/dl; kadar trigliserida sebelum perlakuan 159,43 mg/dl menjadi 77,25mg/dl; kadar HDL sebelum perlakuan 22,82 mg/dl meningkat menjadi 67,93 mg/dl; dan kadar LDL sebelum perlakuan 92,08 mg/dl menjadi 26,52 mg/dl. Pada pemberian ekstrak teh putih, kadar kolesterol total dari 218 mg/dl menjadi 111,52 mg/dl; kadar trigliserida sebelum perlakuan 160,51 mg/dl menjadi 86,31 mg/dl; kadar HDL sebelum perlakuan 23,17 mg/dl meningkat menjadi 59,92 mg/dl; dan kadar LDL sebelum perlakuan 94 mg/dl menjadi 35,26 mg/dl.

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak teh hijau lebih baik dalam memperbaiki profil lipid pada tikus jantan galur wistar yang dislipidemia dibandingkan dengan pemberian ekstrak teh putih. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dari penelitian klinis pada manusia, yang dapat digunakan sebagai terapi dalam mengatasi kondisi dislipidemia.


(11)

ABSTRACT

GREEN TEA EXTRACT IMPROVE LIPID PROFILE BETTER THAN WHITE TEA EXTRACT IN DYSLIPIDEMIC MALE WISTAR RAT

(Rattus norvegicus)

The development of science and technology have been change our life style and diet becoming unhealthy, these condition causes dyslipidemia which are marked by excess fat inside our body. The prevention of this condition is very important to decrease the risk of diseases. One of natural ingredients which be able to help fixing dyslipidemia condition is from the tea family. The purpose of this research is to compare green tea and white tea effect in order to fix lipid profile on male wistar rat with dyslipidemia.

This research was experimental research with Pretest-Posttest Control Group Design method. The data has collected from 20 dyslipidemic male wistar

rats. The rat’s bloods taken before and after the research to examine the total

cholesterol content, LDL, HDL, and Triglycerides. These rats divided into two groups, treatment group 1 and treatment group 2, with 10 rats for each groups. Group 1 has given 7,2 mg/200 gr rat green tea extract three times daily and group 2 has given 7,2 mg/200 gr rat white tea extract three times daily as well. This treatment goes on 14 days.

The result showed better lipid profile improvement on green tea extract, which was the total cholesterol content from 222,7 mg/dL to 98,64 mg/dL; triglycerides content before treatment was 159,43 mg/dL become 77,25 mg/dL; HDL content before treatment 22,82 mg/dL risen to 67,93 mg/dL; and LDL content dropped from 92,08 mg/dL to 26,52 mg/dL. On white tea extract, total cholesterol content dropped from 218 mg/dL to 111,52 mg/dL; triglycerides content dropped from 160,51 mg/dL to 86,31 mg/dL; HDL content risen from 23,17 mg/dL to 59,92 mg/dL; and LDL content dropped from 94 mg/dL to 35,26 mg/dL.

From this research, it can be concluded that green tea extract was better in order to fixing lipid profile in dyslipidemic male wistar rat, compare to white tea extract. This result was expected to become the base of medical research for human, to help fixing their dyslipidemia condition.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

LEMBAR PERSYARATAN GELAR MAGISTER ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Ilmiah ... 8


(13)

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Proses Penuaan ... 10

2.2 Diet Tinggi Lemak ... 11

2.3 Hubungan Dislipidemia dengan Penuaan ... 14

2.3.1 Definisi Dislipidemia ... 14

2.3.2 Penyebab Dislipidemia ... 17

2.3.3 Diagnosis Dislipidemia ... 18

2.3.4 Penatalaksanaan Dislipidemia ... 19

2.3.5 Komplikasi Dislipidemia ... 21

2.4 Lipid ... 21

2.4.1 Trigliserida ... 22

2.4.1.1 Hidrolisis Trigliserida ... 23

2.4.2 Kolesterol ... 23

2.4.2.1 Biosintesis Kolesterol ... 24

2.4.3 Lipoprotein ... 25

2.4.3.1 Kilomikron ... 26

2.4.3.2 Very Low Density Lipoprotein ... 27

2.4.3.3 Intermediate Density Lipoprotein ... 27

2.4.3.4 Low Density Lipoprotein ... 28

2.4.3.5 High Density Lipoprotein ... 28

2.5. Metabolisme Lemak ... 29

2.6 Transportasi Lemak ... 31

2.6.1 Jalur Endogen ... 31

2.7 Teh (Camellia Sinensis) ... 33


(14)

2.7.2 Jenis-Jenis Teh ... 33

2.7.3 Kandungan Kimia dalam Teh ... 36

2.8 Teh Hijau ... 41

2.9 Teh Hijau dan Dislipidemia ... 43

2.10 Teh Putih ... 46

2.10.1 Manfaat Teh Putih ... 49

2.10.2 Komposisi Kimia Teh Putih ... 50

2.11 Teh Putih terhadap Dislipidemia ... 50

2.12 Hewan Percobaan ... 53

2.12.1 Tikus Putih Jantan Galur Wistar sebagai Hewan Coba 53 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 58

3.1 Kerangka Berpikir ... 58

3.2 Konsep Penelitian... 60

3.3 Hipotesis Penelitian ... 61

BAB IV METODE PENELITIAN ... 62

4.1 Rancangan Penelitian ... 62

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 63

4.2.1 Tempat Penelitian ... 63

4.2.2 Waktu Penelitian ... 64

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 64

4.3.1 Kriteria Sampel ... 64

4.3.1.1 Kriteria Inklusi ... 64

4.3.1.2 Kriteria Dropout ... 64


(15)

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 66

4.4 Variabel Penelitian ... 66

4.4.1 Identifikasi Variabel ... 66

4.4.2 Klasifikasi Variabel ... 66

4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 67

4.4.4 Hubungan Antar Variabel ... 68

4.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 69

4.5.1 Alat Penelitian ... 69

4.5.2 Bahan Penelitian... 69

4.6 Prosedur Penelitian ... 70

4.7 Alur Penelitian ... 74

4.8 Analisis Data ... 75

BAB V HASIL PENELITIAN ... 76

5.1 Analisis Deskriptif ... 76

5.2 Uji Normalitas Data ... 77

5.3 Uji Komparabilitas Data ... 78

5.3.1 Analisis Komparabilitas Antar Kelompok Sebelum Perlakuan (pretest) ... 78

5.3.2 Analisis Komparabilitas Antar Kelompok Sesudah Perlakuan (posttest) ... 80

5.4 Analisis Efek Perlakuan Pemberian Ekstrak Teh Putih dan Teh Hijau ... 81

5.5 Analisis Rerata Perbedaan (difference) Profil Lipid Sebelum dan Setelah Perlakuan ... 83

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 86


(16)

6.2 Normalitas Data Hasil Penelitian ... 87

6.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Teh Hijau dan Ekstrak Teh Putih Terhadap Perbaikan Profil Lipid pada Tikus Jantan Galur Wistar yang Dislipidemia ... 87

6.4 Pengaruh Ekstrak Teh Hijau dan Ekstrak Teh Putih dalam Memperbaiki Profil Lipid berdasarkan Berat Badan dan Sisa Pakan ... 90

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 92

7.1 Simpulan ... 92

7.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

LAMPIRAN ... 104

DAFTAR TABEL


(17)

Tabel 2.1 Pedoman Klinis untuk Menghubungkan Profil Lipid dengan Risiko

Terjadinya Penyakit Kardiovaskular ... 16

Tabel 2.2 Penyebab Dislipidemia ... 17

Tabel 2.3 Hasil Analisis Flavonoid, Total Fenol, Tanin, Saponin, Kapasitas Antioksidan, dan IC50% ... 42

Tabel 2.4 Perbedaan Teh Varietas Sinensis dan Varietas Assamica ... 47

Tabel 2.5 Efek Protektif Potensial dari Teh Putih ... 49

Tabel 2.6 Data Biologis Tikus Wistar ... 55

Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif ... 77

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data ... 78

Tabel 5.3 Rerata Nilai Variabel antar Kelompok Sebelum Perlakuan ... 79

Tabel 5.4 Rerata Nilai Variabel antar Kelompok Sesudah Perlakuan ... 80

Tabel 5.5 Rerata Nilai Variabel Masing-Masing Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan ... 82 Tabel 5.6 Komparasi Selisih Profil Lipid Pretest-Posttest Antar Kelompok 84


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Adiposapathy ... 13

Gambar 2.2 Adiposit dan Jaringan Adiposa pada Keadaan Adiposapathy 14

Gambar 2.3 Interpretasi Kadar Lipid Plasma ... 19

Gambar 2.4 Biosintesis Kolesterol ... 25

Gambar 2.5 Partikel Lipoprotein ... 26

Gambar 2.6 Sumber Kolesterol Hati dan Jalur Kolesterol Keluar dari Hati 30 Gambar 2.7 Metabolisme Lipid ... 31

Gambar 2.8 Jalur Metabolisme Lipoprotein Eksogen dan Endogen ... 32

Gambar 2.9 Daun Tanaman Teh ... 33

Gambar 2.10 Teh Putih, Teh Hijau, Teh Merah, Teh Hitam ... 35

Gambar 2.11 Skema Representasi Proses Pembuatan Teh ... 36

Gambar 2.12 Skema Proses Pengolahan Teh Hijau ... 41

Gambar 2.13 Teh Hijau ... 43

Gambar 2.14 Seduhan Teh Hijau ... 43

Gambar 2.15 Teh Putih ... 47

Gambar 2.16 Seduhan Teh Putih ... 48

Gambar 2.17 CETP ... 51

Gambar 2.18 EGCG dan Profil Lipid ... 52

Gambar 2.19 Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) ... 54


(19)

Gambar 4.2 Alur Penelitian ... 74 Gambar 5.1 Grafik Perubahan Profil Lipid Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Antar Kelompok ... 83 Gambar 5.2 Grafik Perbedaan Rerata (difference) Profil Lipid Antar

Kelompok ... 85

DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN

AAM : Anti-Aging Medicine

ACAT2 : Acyl-CoA: Cholesterol O-Acyltransferase 2 ASCVD : Arteriosclerotic Cardiovascular Disease

C : Catechin

CAD : Coronary Artery Disease

CETP : Cholesteryl Ester Transfer Protein CVD : Cerebro - Vascular Disease CYP7A1 : Cholesterol 7-alpha-hydroxylase

EC : Epicatechin

ECG : Epicatechin 3-gallate EGC : Epigallocatechin

EGCG : Epigallocatechin 3-gallate FFA : Free Fatty Acid


(20)

HDL : High Density Lipoprotein

HL : Hepatic Lipase

HMG-CoA : Hidroxy Methyl Glutaryl-Coenzyme A HMGCR : 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl CoA Reductase IDL : Intermediate Density Lipoprotein

IPB : Institut Pertanian Bogor IPP : Isopentenyl Pyrophospat

LCAT : Lecithin Cholesterol Acyltransferase LDL : Low Desinty Lipoprotein

LPL : Lipoprotein lipase

MUFA : Monounsaturated Fatty Acids

NO : Nitric Oxide

PKV : Penyakit Kardiovaskular PUFA : Polyunsaturated Fatty Acids SAFA : Saturated Fatty Acid

TG : Trigliseride

TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α VLDL : Very Low Density Lipoprotein


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 104

Lampiran 2. Hasil Analisis Fitokimia Teh Hijau dan Teh Putih... 105

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Profil Lipid ... 106

Lampiran 4. Tabel Sisa Pakan dan Berat Badan ... 107

Lampiran 5. Analisis Statistik ... 108

Lampiran 6. Analisis Statistik Berat Badan dan Sisa Pakan ... 117


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dunia ini, terdapat suatu siklus kehidupan yang harus dijalani oleh setiap manusia. Siklus tersebut dimulai dari proses pembuahan, pembentukan janin, kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan anak hingga mencapai usia dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal. Seperti yang diketahui, proses penuaan ini merupakan suatu hal yang alamiah terjadi pada setiap individu.

Dalam proses penuaan, terjadi penurunan berbagai fungsi tubuh, baik sel-sel, jaringan-jaringan, maupun organ-organ tubuh, yang menyebabkan terjadinya berbagai perubahan fisik maupun mental pada individu. Perubahan-perubahan inilah yang menyebabkan kualitas hidup seseorang menurun.

Proses penuaan memang suatu hal yang alamiah, tetapi bukan berarti prosesnya tidak dapat diperlambat dan kerusakan-kerusakan serta penyakit-penyakit yang dihasilkan dari proses penuaan tersebut tidak dapat dicegah dan diobati. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dilakukanlah berbagai upaya untuk memperlambat proses penuaan tersebut, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang yang sudah memasuki usia lanjut. Upaya-upaya inilah yang kemudian menjadi dasar berkembangnya ilmu Anti-Aging Medicine (AAM) dengan konsep konsep proses penuaan diperlakukan sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Dengan demikian, manusia tidak lagi harus


(23)

2

membiarkan dirinya menjadi tua dengan segala keluhan dan mendapat pengobatan yang belum tentu benar (Pangkahila, 2007).

Dengan berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan dan teknologipun semakin berkembang pesat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi tidak sehat. Pola makan tinggi lemak seperti itulah yang menyebabkan penumpukan lemak berlebih di dalam tubuh, dimana akan menimbulkan kelainan metabolisme lemak yang dikenal dengan istilah dislipidemia (Halim, 2006).

Kelainan metabolisme lemak ini dapat terjadi karena adanya asupan lemak yang berlebihan yang menyebabkan suatu keadaan adiposapathy, dimana terjadi peningkatan TNF-α yang mengakibatkan terjadinya peningkatan dan atau penurunan profil lipid di dalam darah. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, atau kombinasi ketiganya dan biasanya disertai dengan penurunan kadar kolesterol HDL. Keadaan ini dapat mempercepat terjadinya proses penuaan dan dapat menimbulkan masalah pada kondisi kesehatan tubuh seseorang.

Semakin lama kondisi dislipidemia ini dibiarkan pada seseorang, akan semakin banyak penyakit yang ditimbulkan di kemudian hari, antara lain arteriosklerosis dan penyakit jantung koroner (Brown dan Goldstein, 2009). Kondisi ini akan semakin buruk dan semakin banyak risiko yang ditimbulkan dengan adanya sindrom metabolik yang sering mengikuti keadaan dislipidemia, bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kematian. Upaya pencegahan dan penanganan terhadap dislipidemia sangatlah penting, karena penurunan kadar


(24)

3

kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) sebesar 1 mg/dl saja dapat menurunkan risiko kardiovaskular sebesar 1% dan peningkatan kadar kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) dapat menurunkan risiko kardiovaskular sebesar 2-3% (Adam, 2011).

Penatalaksanaan non farmakologis pasien dislipidemia dapat dilakukan dengan melakukan diet ketat rendah kalori, rendah kolesterol, rendah lemak, mengurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok, mengkonsumsi makanan yang kaya omega 3 dan lemak tak jenuh, olahraga secara teratur, dan mengatur pola hidup. Jika semua penatalaksanaan non farmakologis tersebut tidak berhasil, maka dapat diberikan obat anti hiperlipidemia (ACC/AHA, 2013).

Para ilmuwan sedang melakukan banyak penelitian untuk mencari alternatif pengobatan lain yang berasal dari bahan-bahan alami atau tumbuh-tumbuhan. Salah satu bahan alternatif untuk dislipidemia yaitu berasal dari tanaman teh.

Teh termasuk dalam spesies Camellia Sinensis. Selain nikmat, harum, dan sangat disukai oleh masyarakat di seluruh dunia, teh juga mengandung berbagai zat atau senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Komponen utama dalam teh ialah katekin dari golongan fenol yang berfungsi sebagai antioksidan, sekaligus menentukan rasa, warna, dan aroma pada teh. Senyawa katekin terdiri atas catechin (C), epicatechin (EC), epicatechin 3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), epigallocatechin 3-gallate (EGCG), dan gallocatechin (GC).


(25)

4

Katekin dan senyawa-senyawa pitonutrien yang terkandung di dalam teh tersebutlah yang menjadikan teh dapat berfungsi sebagai antioksidan (Almajano et al., 2008; Xiao et al., 2008; Yang dan Wang, 2011; Forester dan Lambert, 2011), anti inflamasi, anti virus, anti kanker (Butt dan Sultan, 2009), anti kolesterol, peluruh lemak, anti obesitas, dan anti diabetes (Auvichayapat et al., 2008; Rain et al., 2011).

Di dunia ini, kita mengenal ada empat jenis teh, yaitu Teh Hitam, Teh Merah (Teh Oolong), Teh Hijau, dan Teh putih (Seeram et al., 2008). Dari keempat jenis teh tersebut, teh hijau dan teh putih mempunyai kandungan antioksidan yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan kedua jenis teh lainnya.

Teh hijau berasal dari pucuk daun teh yang masih muda dan mengalami sedikit pemrosesan. Teh hijau ini sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh, khususnya dalam memperbaiki profil lipid. Hal ini ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina bekerja sama dengan Departemen Gizi Masyarakat FEMA Institut Pertanian Bogor (IPB) tentang penurunan profil lipid, menemukan bahwa pemberian teh hijau dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Beberapa sumber lain juga menyatakan, bahwa teh hijau juga bagus dalam menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida, serta meningkatkan kadar kolesterol HDL. Selain tinggi akan flavonoid, teh hijau juga mengandung total fenol, tannin, saponin, dan kapasitas antioksidan yang tinggi pula (Rusak et al., 2008; Unachukwu et al., 2010; Pereira et al., 2014).

Flavonoid telah terbukti dapat memperbaiki profil lipid darah dan memiliki efek vasoprotektif (Shipp dan Abdel-Aal, 2010), karena dapat


(26)

5

menginhibisi CETP sehingga menyebabkan penurunan kadar kolesterol LDL dan peningkatan kadar kolesterol HDL (Qin et al., 2009), serta dapat menginhibisi TNF-α yang dapat menghambat sintesis kolesterol oleh sel hepar (Karlsen et al., 2007). Tannin pada teh hijau terbukti meningkatkan penyerapan glukosa pada jaringan adiposit tikus GLUT4 (Hayashi et al., 2002) dan menurunkan proliferasi adiposit. Saponin di dalam teh hijau memiliki efek antihiperlipidemia dengan cara menghambat HMGCR dan ACAT2 (Shi et al., 2014), serta meningkatkan ekspresi CYP7A1 sehingga dapat mengurangi kadar kolesterol total dalam serum dan hati (Del-Bas et al., 2005).

Berbeda dengan teh hijau, teh putih berasal dari pucuk tanaman teh (Camellia Sinensis) yang masih menggulung dan pada saat proses pemetikan harus terlindung dari sinar matahari (Alcazar et al., 2007). Teh putih juga berkhasiat untuk kesehatan tubuh, sama seperti teh hijau. Khasiat teh putih yang sedang banyak diteliti antara lain, efek antioksidan yang tinggi (Thring et al., 2009; Almajano et al., 2011; Lopez et al., 2011; Perez-Jimenez et al., 2011; Perez-Jimenez et al., 2012; Thring et al., 2011) dan efek antitumorigenik (Wang et al., 2008; Kumar et al., 2012).

Kandungan terbanyak dalam teh putih adalah polifenol, dimana polifenol utama pada teh putih ialah katekin dan derivatnya. Interaksi sinergis dari EGCG dan kafein diduga dapat meningkatkan termogenesis dan mengurangi penyerapan lemak di dalam tubuh, sehingga dapat mencegah terjadinya dislipidemia. EGCG juga menurunkan TNF-α sehingga menyebabkan terjadinya inhibisi sintesis asam lemak dan meningkatkan regulasi reseptor enzim yang berperan terhadap beta


(27)

6

oksidasi asam lemak di hepar dan meningkatkan sensitivitas insulin. Sensitivitas insulin yang meningkat akan meningkatkan pula aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL) dan menurunkan Free Fatty Acid (FFA), menghambat aktivitas Cholesteryl Ester Transfer Protein (CETP) (Kersshaw dan Flier, 2004), dan meningkatkan ekskresi lemak di feses (Teixeira et al., 2012).

Beberapa penelitian sebelumnya pada binatang ditemukan bahwa secangkir teh putih mempunyai kadar antioksidan yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan jenis teh lainnya, karena konsentrasi katekin terbesar ada di dalam tunas segar, utuh, dan daun teh termuda, dengan tanpa adanya pemrosesan. Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa teh putih dapat menurunkan stres oksidatif dan kadar trigliserida pada tikus obes (Teixeira et al., 2012).

Mengingat hasil yang tidak konsisten antara teh hijau dan teh putih tersebut, dimana keduanya mempunyai kandungan antioksidan yang tinggi dan sama-sama dapat memperbaiki profil lipid, maka dilakukan penelitian yang membandingkan efek dari ekstrak teh hijau dan ekstrak teh putih terhadap perbaikan profil lipid pada tikus wistar jantan dengan dislipidemia. Teh hijau yang digunakan adalah teh hijau Gambung dan teh putih yang digunakan adalah teh putih Gambung.


(28)

7

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pemberian ekstrak teh hijau menurunkan kadar kolesterol total pada tikus jantan galur Wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih?

2. Apakah pemberian ekstrak teh hijau menurunkan kadar kolesterol LDL pada tikus jantan galur Wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih?

3. Apakah pemberian ekstrak teh hijau menurunkan kadar trigliserida pada tikus jantan galur Wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih?

4. Apakah pemberian ekstrak teh hijau meningkatkan kadar kolesterol HDL pada tikus jantan galur Wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek ekstrak teh putih dan ekstrak teh hijau terhadap profil lipid secara umum pada tikus (Rattus Norvergicus) jantan galur wistar dengan dislipidemia.


(29)

8

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan pemberian ekstrak teh hijau menurunkan kadar kolesterol total pada tikus jantan galur wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih.

2. Untuk membuktikan pemberian ekstrak teh hijau menurunkan kadar kolesterol LDL pada tikus jantan galur wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih.

3. Untuk membuktikan pemberian ekstrak teh hijau menurunkan kadar trigliserida pada tikus jantan galur wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih.

4. Untuk membuktikan pemberian ekstrak teh hijau meningkatkan kadar kolesterol HDL pada tikus jantan galur wistar dislipidemia lebih banyak daripada ekstrak teh putih.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmiah tentang teh hijau dan teh putih, dimana keduanya dapat memperbaiki profil lipid. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(30)

9

1.4.2 Manfaat Aplikasi

Dengan hasil penelitian bahwa teh hijau dapat memperbaiki profil lipid lebih baik dibandingkan dengan teh putih, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar uji klinis terhadap manusia, sehingga nantinya dapat diasosiasikan kepada masyarakat sebagai alternatif untuk memperbaiki kondisi dislipidemia.

Mendukung adanya penelitian-penelitian lain yang menggunakan bahan-bahan alami dalam pengobatan terhadap dislipidemia, sebagai upaya untuk mencegah dan memperlambat proses penuaan, bahkan kematian akibat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan dislipidemia.


(31)

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Proses Penuaan (Aging Process)

Penuaan (aging) merupakan proses fisiologis yang dialami oleh setiap manusia (Wibowo, 2003). Proses penuaan didefinisikan sebagai penurunan progresif kemampuan tubuh untuk mempertahankan, melindungi, dan memperbaiki diri agar dapat bekerja secara efisien. Ditandai dengan penurunan fungsi organ-organ tubuh yang menyebabkan ketidakmampuan akibat adanya penurunan fungsi fisik maupun mental. Penurunan fungsi ini akan menyebabkan menurunnya kualitas hidup manusia (Arora, 2008). Menua atau menjadi tua tidak pernah dapat dihindari oleh siapapun, betapapun canggihnya kosmetika dan teknologi dalam dunia kedokteran modern (Santoso dan Ismail, 2009).

Setelah mencapai usia dewasa, seluruh komponen tubuh tidak berkembang lagi. Sebaliknya, terjadi penurunan fungsi-fungsi tubuh karena adanya proses penuaan tersebut. Umumnya, manusia tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit, dan pada akhirnya meninggal. Manusia hanya menganggap menjadi tua merupakan suatu proses yang memang harus terjadi, sudah ditakdirkan, dan semua masalah yang muncul harus dialami. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa usia setiap orang sudah ditentukan oleh Tuhan, dimana usia manusia yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Manusia tidak mengetahui bahwa ternyata ada banyak faktor dalam proses penuaan yang menyebabkan seseorang menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal.


(32)

2

Pada dasarnya, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi proses penuaan ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan tubuh yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress, dan kemiskinan. Karena berbagai faktor itulah seseorang dapat mengalami proses penuaan, yang menyebabkan orang tersebut menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Jika faktor-faktor penyebab itu dapat dihindari, maka proses penuaan dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan.

Permasalahan tersebut mendasari berkembangnya anti-aging medicine, yang bertujuan untuk mencapai atau memperpanjang usia harapan hidup, serta meningkatkan kualitas hidup manusia dengan mencari penyebab penuaan tersebut dan memberikan terapi yang tepat (Pangkahila, 2011), yaitu dengan pola makan (diet) yang baik, olahraga yang cukup, konsumsi antioksidan secukupnya, dan terapi hormonal apabila diperlukan (Arora, 2008).

2.2 Diet Tinggi Lemak

Pola makan yang baik mengandung nutrisi yang sehat dan seimbang, dengan komposisi: 50% karbohidrat dengan indeks glikemik rendah, 30% lemak (60% berupa monounsaturated fatty acids (MUFA) dan 10% polyunsaturated fatty acids (PUFA)), dan 20% protein. Kenyataannya, seringkali manusia mempunyai pola makan yang tidak seimbang karena terlalu banyak mengandung


(33)

3

karbohidrat dengan indeks glikemik yang tinggi, seperti roti-rotian, gula, makanan penutup, dan juga tinggi lemak hewani, serta terlalu sedikit makanan yang berserat dan buah (Pangkahila, 2011).

Seiring kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi pun berkembang dengan pesat. Teknologi komunikasi yang canggih dan alat-alat lain yang mempermudah pekerjaan manusia pun semakin banyak diciptakan, seperti kendaraan bermotor, lift, handphone, laptop, eskalator, remote TV, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan gaya hidup yang sedentari dan membuat aktivitas fisik manusia semakin berkurang. Ditambah lagi dengan konsumsi energi tinggi melalui konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi, akan menyebabkan menumpuknya lemak sehingga menyebabkan kelebihan kalori dan lemak di dalam tubuh. Kelebihan lemak tersebut akan disimpan sebagai cadangan energi di dalam sel lemak dan jaringan lemak (adiposit dan jaringan adiposa) dalam bentuk trigliserida dan kolesterol.

Banyaknya lemak yang disimpan di dalam adiposit dan jaringan adiposa menyebabkan terjadinya hipertrofi adiposit dan akumulasi jaringan adiposa membentuk adiposit patogenik dan efek jaringan adiposa, yang disebut adiposapathy. Hal ini menyebabkan peningkatan TNF-α, sehingga mengakibatkan meningkatnya sirkulasi lipid. Patogenesis ini yang sekarang dipercaya sebagai landasan teori relasi kelebihan lemak tubuh dan dislipidemia (Bays et al., 2013).


(34)

4

Gambar 2.1 Adiposapathy: hubungan patogenik jaringan adiposa, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskular (Bays et al., 2013)


(35)

5

Gambar 2.2 Adiposit dan jaringan adiposa pada keadaan Adiposapathy (pada diet tinggi lemak) (Bays et al., 2013)

2.3 Hubungan Dislipidemia dengan Penuaan (Aging)

Penuaan berkaitan dengan disfungsi multipel dan sistemik dari tubuh dan bersamaan dengan gangguan metabolisme lipid dan status inflamasi kronik yang berperan dalam atherosclerotic CVD (ASCVD) (Liu et al., 2014). Angka kejadian terjadinya dislipidemia ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dimana fungsi tubuh dan organ-organnya sudah mengalami penurunan.

2.3.1 Definisi Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid di dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol HDL (Gordon, 2003).

Dislipidemia bukanlah penyakit, melainkan lebih tepat disebut sebagai kekacauan metabolik akibat sekunder dari beberapa macam penyakit yang kemudian akan berdampak pada terjadinya aterosklerosis dan selanjutnya akan


(36)

6

menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskular (Gordon, 2003). Dislipidemia biasanya tidak menimbulkan gejala, namun kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan beberapa penyakit, seperti xanthelasma kelopak mata, arcus cornea, dan penumpukan LDL pada tendon achilles, siku, dan tendon lutut, serta sendi metakarpofalangealis yang bila penumpukan ini terjadi dalam jangka panjang, dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Sedangkan kadar trigliserida yang tinggi (>1000mg/dl) dapat menyebabkan pankreatitis akut (Bays et al., 2013).

Dislipidemia pada manusia bila terdapat kadar level plasma, total kolesterol > 240 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, trigliserida > 200 mg/dl, atau HDL < 40 mg/dl. Pada tikus, kadar normal kolesterol total adalah 10-54 mg/dL (Kusumawati, 2004). Kadar normal kolesterol LDL tikus adalah 17-22 mg/dL dan kadar normal HDL tikus adalah 77-84 mg/dL (Margareth, 2014), sedangkan kadar normal trigliserida tikus adalah 26-145 mg/dL (Nichols, 2003). Jadi, tikus dapat dikatakan dislipidemia bila terjadi kenaikan berat badan > 20% atau kadar kolesterol serum > 200 mg/dL (Hardini et al., 2007).

Kolesterol plasma akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan insiden kejadian coronary artery disease (CAD). Angka patokan kadar lipid yang memerlukan penatalaksanaan, penting dikaitkan dengan terjadinya komplikasi kardiovasular ini. Dari berbagai penelitian jangka panjang yang dilakukan di negara-negara Barat, yang dikaitkan dengan besarnya risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular, terdapat beberapa patokan kadar kolesterol sebagai berikut:


(37)

7

Tabel 2.1

Pedoman Klinis untuk Menghubungkan Profil Lipid dengan Risiko Terjadinya Penyakit Kardiovaskular (PKV) (Anwar, 2004)

Diinginkan (mg/dl)

Diwaspadai (mg/dl)

Berbahaya (mg/dl)

Kolesterol Total <200 200 – 239 >240

Kolesterol LDL

- Tanpa PKV <130 130 – 159 >160

- Dengan PKV <100

Kolesterol HDL >45 36 – 44 <35

Trigliserida

- Tanpa PKV <200 200 – 399 >400

- Dengan PKV <150 250 – 499 >500

Di Indonesia sendiri, prevalensi kejadian dislipidemia semakin meningkat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso pada tahun 2004 terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Padang, didapatkan bahwa keadaan dislipidemia berat (total kolesterol >240 mg/dl) pada orang berusia di atas 55 tahun, paling banyak terdapat di Padang dan Jakarta (>56%), kemudian Bandung (52,2%), dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian tersebut juga didapatkan bahwa prevalensi dislipidemia lebih banyak terjadi pada wanita (56,2%) dibandingkan pria (47%). Dan dari keseluruhan wanita yang menderita dislipidemia tersebut, didapatkan prevalensi dislipidemia terbesar terjadi pada wanita dengan rentang usia 55 – 59 tahum (62,1%) bila dibandingkan dengan rentang usia 60 – 69 tahun dan usia di atas 70 tahun (52,6%).


(38)

8

2.3.2 Penyebab Dislipidemia

Penyebab dislipidemia dibagi menjadi 2, yaitu: (AACE, 2012) A. Dislipidemia Primer

Berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein yang terlibat di dalam metabolisme lipoprotein maupun reseptornya.

B. Dislipidemia Sekunder

Karena adanya suatu penyakit atau keadaan yang mendasari. Tabel 2.2

Penyebab Dislipidemia

Lipid Penyebab

Kolesterol total dan kolesterol LDL

- Hipotiroid - Sindrom nefrotik - SLE, multiple myeloma

- Progestin, pengobatan anabolik steroid - Penyakit hati obstruktif, sirosis

- Protease inhibitor pada pengobatan infeksi HIV

Trigliserida dan

kolesterol VLDL

- Gagal ginjal kronik - DM tipe 2

- Obesitas - Alkohol - Hipotiroid

- Obat anti hipertensi (Tiazid, Beta Bloker)

- Terapi kortikosteroid ( steroid endogen akibat stres berat)

- Estrogen oral, kontrasepsi oral, kehamilan


(39)

9

2.3.3 Diagnosis Dislipidemia

Ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium, antara lain: 1. Pemeriksaan penyaring

Dianjurkan pada setiap orang dewasa berusia lebih dari 20 tahun. Kadar lipid plasma yang diperiksa meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida. Apabila ditemukan hasil yang normal maka dianjurkan pemeriksaan ulangan setiap 5 tahun.

2. Cara pemeriksaan

Persiapan pemeriksaan untuk pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL dengan menggunakan cara direk tidak perlu berpuasa. Sebaliknya, untuk pemeriksaan kadar trigliserida diharuskan berpuasa 12-16 jam, agar mendapatkan kadar trigliserida endogen (bukan dari makanan). Oleh karena untuk pemeriksaan penyaring mutlak diperiksa keseluruhan profil lipid, maka pasien dianjurkan agar berpuasa 12-16 jam pada malam sebelumnya.

3. Kadar lipid normal dalam plasma

National Cholesterol Education Program, Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III), pada tahun 2001 membuat suatu batasan kadar lipid plasma yang sampai saat ini masih digunakan.


(40)

10

Gambar 2.3 Interpretasi Kadar Lipid Plasma (National Cholesterol Education Program, 2001)

2.3.4 Penatalaksanaan Dislipidemia

Terdiri atas terapi non farmakologis dan farmakologis. A. Terapi Non Farmakologis

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki profil lipid ialah mengurangi asupan kolesterol dan asam lemak jenuh, pemilihan makanan yang berhubungan dengan aturan makan untuk mengurangi LDL serta peningkatan asupan serat larut, penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik atau berolahraga. Terapi non farmakologis ini hendaknya menjadi terapi utama untuk dislipidemia, kecuali untuk pasien dengan dislipidemia bawaan (genetik mempunyai kelainan metabolisme lipoprotein/kolesterol) atau hiperlipidemia gabungan yang bersifat familial, penanganan terapinya dengan pengaturan makanan dan terapi obat dapat dimulai secara bersamaan (Grundy, 2006).

Secara khusus, terapi non farmakologis dapat dibagi menjadi terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik.


(41)

11

a. Terapi nutrisi medis

Sebelumnya perlu dilakukan anamnesis nutrisi, pengukuran status nutrisi, dan diagnosis nutrisi. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang tinggi dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak (saturated fatty acid/SAFA), dan meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda (mono and poly unsaturated fatty acid). Pada pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi, perlu adanya pengurangan asupan karbohidrat, alkohol, dan lemak.

b. Aktivitas fisik

Kegagalan penatalaksanaan non-farmakologis terutama karena kurangnya kepatuhan pasien dalam mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan, demikian juga dengan aktivitas fisik. Pada prinsipnya, pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien, serta melakukan aktivitas fisik secara rutin dan teratur.

B. Terapi Farmakologis

Dengan pemberian obat anti-dislipidemia yang bertujuan untuk memperbaiki kadar lemak di dalam darah. Obat ini diberikan, apabila dengan terapi diet dan olahraga, kondisi pasien tidak merespon dengan baik (Illingworth, 2007). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat tersebut ialah kemampuan obat-obatan tersebut dalam mempengaruhi kolesterol HDL, trigliserida, fibrinogen, kolesterol LDL, dan juga perlu diperhatikan pengaruh atau


(42)

12

efek samping daripada obat-obatan tersebut. Beberapa golongan obat anti-dislipidemia yang ada saat ini ialah: (ACC/AHA, 2013)

1. Golongan statin (HMG-CoA Reductase Inhibitor: simvastatin, atorvastatin, dan lain-lain)

2. Derivat asam fibrat (gemfibrozil, fenofibrat) 3. Asam nikotinat (niacin)

4. Golongan resin (sequestran)

5. Kolesterol absorbsi inhibitor (ezetemibe) 2.3.5 Komplikasi Dislipidemia

Keadaan dislipidemia yang dibiarkan, dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain:

1. Aterosklerosis

2. Penyakit jantung koroner 3. Stroke

4. Kelainan pembuluh darah lainnya

5. Pankreatitis akut (bila kadar trigliserida > 1000 mg/dl)

2.4 Lipid

Lemak atau lipid adalah suatu zat yang kaya energi dan berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari dua sumber, yaitu lemak yang berasal dari asupan makanan sehari-hari dan lemak yang dibentuk oleh tubuh sendiri (hasil produksi organ hati), yang disimpan di


(43)

13

dalam sel-sel lemak (adiposit) dan jaringan adiposa sebagai cadangan energi (Nugroho, 2009).

Fungsi utama jaringan adiposa ialah menyimpan trigliserida sampai tubuh memerlukannya untuk pembentukan energi. Fungsi tambahan jaringan adiposa ialah untuk menyediakan penyekat panas untuk tubuh. Secara umum, fungsi lemak ialah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut dalam lemak, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas, dan memelihara suhu tubuh (Nugroho, 2009). Lemak tersusun atas berbagai komponen penting, antara lain fosfolipid, trigliserida (lemak netral), kolesterol, dan asam lemak (Lichtenstein et al., 2006). 2.4.1 Trigliserida

Suatu ester gliserol yang terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Trigliserida merupakan lemak pada daging, produk susu, minyak goreng, dan sebagai sumber energi utama bagi tubuh. Trigliserida juga ditemukan dalam simpanan lemak di dalam tubuh dan berasal dari pemecahan lemak di hati. Sama dengan kolesterol, trigliserida juga merupakan lemak yang bersirkulasi di dalam darah.

Di alam ini, sebagian besar lemak dan minyak terdiri atas trigliserida (97%), sisanya berbentuk kolesterol dan fosfolipid. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas, serta melepaskannya ke dalam pembuluh darah (Mahan et al., 2012).


(44)

14

2.4.1.1 Hidrolisis Trigliserida

Tahap pertama dalam penggunaan trigliserida untuk energi ialah hidrolisis dari trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Kemudian, asam lemak dan gliserol ditranspor ke jaringan aktif dimana keduanya dapat dioksidasi untuk menghasilkan energi.

2.4.2 Kolesterol

Kolesterol adalah salah satu lemak tubuh, bisa berada dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk kolesterol dengan asam lemak atau ester kolesterol, serta merupakan komponen utama selaput sel otak dan saraf (Murray et al., 2003).

Kolesterol ini sangat diperlukan dalam berbagai proses metabolisme tubuh, antara lain (Murray et al., 2003):

1. Sebagai bahan pembentuk dinding sel.

2. Membuat asam empedu untuk mengemulsikan lemak. 3. Untuk membentuk vitamin D.

4. Berperan sebagai bahan pembuat hormon-hormon seks dan kortikosteroid atau hormon yang dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot, serta kekebalan tubuh.

Delapan puluh persen kolesterol dihasilkan dari dalam tubuh (dibentuk oleh hati) dan 20% sisanya berasal dari luar tubuh, yaitu dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Kolesterol merupakan produk khas dari hasil metabolisme hewan dan produk olahannya, seperti kuning telur, daging, hati, otak, susu, keju, mentega, dan lain-lain. Kolesterol yang berasal dari makanan ini jarang dalam


(45)

15

bentuk kolesterol bebas, biasanya dalam bentuk kolesterol dengan asam lemak atau sering disebut ester kolesterol.

2.4.2.1Biosintesis Kolesterol

Hati mensintesis kolesterol dengan menggunakan asetil Koenzim-A (Asetil KoA) yang merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, protein, atau lemak. Biosintesis kolesterol ini terbagi menjadi empat tahap. Tahap pertama, melibatkan perubahan asetil koA menjadi 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG-KoA) yang dikatalisis oleh enzim HMG-KoA sintase, kemudian dilanjutkan sintesis HMG-KoA menjadi Mevalonat yang diubah menjadi molekul dasar isoporen yaitu isopentenyl pyrophospat (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO2. Tahap ketiga ialah terjadinya proses polimerisasi enam molekul isoprenoid untuk membentuk molekul skualen. Tahap paling akhir ialah proses terbentuknya inti steril dari skualen yang kemudian diubah menjadi kolesterol (Koolman, 2005).


(46)

16

Gambar 2.4 Biosintesis Kolesterol (Koolman, 2005) 2.4.3 Lipoprotein

Lemak bersifat tidak dapat larut dalam air, berarti lemak juga tidak dapat larut dalam plasma darah. Agar lemak dapat diangkut ke dalam peredarah darah, maka lemak akan berikatan dengan protein spesifik di dalam plasma darah, membentuk suatu kompleks makro molekul yang larut di dalam air. Ikatan yang terbentuk antara lemak (kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid) dengan protein disebut dengan lipoprotein (Mahley et al., 2003).


(47)

17

Gambar 2.5 Partikel Lipoprotein (Fauzi, 2012)

Fungsi utama lipoprotein ialah mengangkut komponen-komponen lipid di dalam darah (mentranspor kolesterol dan fosfolipid). Lipoprotein densitas sangat rendah mengangkut trigliserida yang disintesis di dalam hati terutama ke jaringan adiposa, sedangkan lipoprotein yang lain penting dalam tahap-tahap transpor fosfolipid dan kolesterol yang berbeda dari hati menuju jaringan perifer atau dari jaringan perifer kembali ke hati.

Berdasarkan komposisi, densitas, dan mobilitasnya, lipoprotein dibedakan menjadi beberapa macam: kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan High Density Lipoprotein (HDL). Setiap jenis lipoprotein ini memiliki fungsi yang berbeda dan dipecah serta dibuang dengan cara yang berbeda pula (Rader dan Hobbs, 2005).

2.4.3.1Kilomikron

Bertugas mengangkut lemak menuju hati, dibentuk di usus halus dengan komposisi asam lemak dari trigliserida. Kilomikron merupakan lipoprotein dengan berat molekul terbesar dan lebih dari 80 persen nya terdiri dari trigliserida yang berasal dari makanan dan kurang dari 5 persen nya terdiri dari kolesterol


(48)

18

ester. Pada saat masuk ke dalam darah, kilomikron akan berinteraksi dengan LPL (Lipoprotein Lipase) yang terdapat pada permukaan endotel kapiler, jaringan lemak, dan otot, sehingga trigliserida dapat dilepaskan dari kilomikron dan diangkut oleh HDL ke hati untuk dimetabolisme. Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, dan membawa kolesterol makanan ke hati (Rader dan Hobbs, 2005).

2.4.3.2Very Low Density Lipoprotein (VLDL)

Trigliserida endogen dengan densitas sangat rendah. Lipoprotein ini terdiri dari 60 persen trigliserida endogen dan 10 – 15 persen kolesterol. Dibentuk dari asam lemak bebas di hati dan berfungsi sebagai alat transportasi lemak dari hati ke jaringan. Bagian terbesar dari VLDL ialah trigliserida dan ukuran VLDL ditentukan dari jumlah trigliserida yang ada (Rader dan Hobbs, 2005).

Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL) dan diubah menjadi VLDL remnan (Mahley et al., 2003). VLDL remnan dapat ditangkap kembali oleh hati melalui reseptor atau tetap berada di dalam sirkulasi, dan setelah diambil komponen trigliseridanya, akan dihidrolisis oleh hepatik lipase (HL) menjadi partikel IDL dan LDL (Rader dan Hobbs, 2005), sehingga dapat terjadi peningkatan kadar LDL serum mengikuti penurunan hipertrigliserida.

2.4.3.3Intermediate Density Lipoprotein (IDL)

IDL kurang mengandung trigliserida (30 persen), lebih banyak kolesterol (20 persen), dan relatif lebih banyak mengandung apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL.


(49)

19

2.4.3.4 Low Density Lipoprotein (LDL)

LDL ialah lipoprotein dengan densitas rendah yang merupakan alat transportasi kolesterol yang utama, mengangkut sekitar 70 – 80 persen dari kolesterol total yang merupakan metabolit VLDL. Mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol sebanyak 60%. Fungsi LDL ialah membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer, termasuk ke sel otot jantung, otak, dan lain-lain agar dapat berfungsi dengan baik (untuk sintesis membran plasma dan hormon steroid).

2.4.3.5 High Density Lipoprotein (HDL)

HDL merupakan lipoprotein protektif yang menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Efek protektifnya diduga karena mengangkut kolesterol dari perifer untuk dimetabolisasi di hati dan menghambat modifikasi oksidatif LDL melalui paraoksonase, suatu protein antioksidan yang bersosialisasi dengan HDL. HDL berfungsi untuk membawa kolesterol dari jaringan perifer ke hati untuk dimetabolisme dan dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam empedu, sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang. HDL terdiri dari 13 persen kolesterol, kurang dari 5 persen trigliserida, dan 50 persen protein. Kadar HDL yang tinggi berhubungan dengan menurunnya insiden penyakit dan kematian akibat aterosklerosis.

Fungsi HDL antara lain:

1. Mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan ekstrahepatik dan sel pembersih (scavenger cells), dan setelah berinteraksi dengan enzim LCAT (Lecithin Cholesterol Acyl Transferase) akan melepaskan


(50)

20

kolesterol ke VLDL remnan dan hati, yang kemudian akan dikeluarkan ke dalam empedu.

2. Sebagai sumber apoprotein untuk metabolisme VLDL remnan dan kilomikron remnan.

3. Diduga sebagai sumber bahan pembentukan prostasiklin yang bersifat anti trombosis.

4. Meningkatkan sintesis reseptor LDL.

Inti dari HDL ialah kolesterol ester, yang dibentuk di dalam sirkulasi melalui pengambilan kolesterol di jaringan perifer dengan pertolongan enzim LCAT (Rader dan Hobbs, 2005).

2.5 Metabolisme Lemak

Terjadi di hati. Fungsi utama hati dalam metabolisme lemak antara lain:  Memecahkan asam lemak menjadi senyawa kecil untuk energi.

 Mensintesis trigliserida, terutama dari karbohidrat tetapi juga dari protein dalam jumlah yang lebih sedikit.

 Mensintesis lipid lain dari asam lemak, terutama kolesterol dan fosfolipid.

Sel hati selain mengandung trigliserida juga mengandung sejumlah besar fosfolipid dan kolesterol, yang secara kontinu disintesis oleh hati. Sel hati juga lebih mampu mendesaturasi asam lemak daripada jaringan lain sehingga trigliserida hati secara normal lebih tidak jenuh daripada trigliserida dari jaringan adiposa. Kemampuan hati untuk mendesaturasi asam lemak secara fungsional


(51)

21

penting untuk semua jaringan tubuh, sebab banyak struktur bagian dari seluruh sel mangandung jumlah asam lemak tidak jenuh yang cukup banyak, dan sumber utamanya adalah hati. Desaturasi ini dilakukan oleh enzim dehidrogenase di dalam sel hati.

Gambar 2.6 Sumber Kolesterol Hati (influx) dan Jalur Kolesterol Keluar dari Hati (efflux) (Ferrier, 2014)

Hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan ialah asam lemak dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak akan mengalami esterifikasi, yaitu pembentukan ester dengan gliserol menjadi trigliserida yang berfungsi sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tidak tersedia sumber energi dari karbohidrat, asam lemak kemudian akan dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun dari cadangan trigliserida jaringan.


(52)

22

Gambar 2.7 Metabolisme Lipid (Lichtenstein dan Jones, 2006)

2.6 Transportasi Lemak

Di dalam darah, lemak diangkut dengan dua cara, yaitu melalui jalur eksogen dan jalur endogen. Yang berperan pada jalur eksogen ialah kilomikron, sedangkan pada jalur endogen ialah VLDL, IDL, dan HDL (Mayes et al., 2003). 2.6.1 Jalur Endogen

Hati mensintesis trigliserida dan kolesterol, kemudian diangkut melalui jalur endogen dalam bentuk VLDL kaya trigliserida. VLDL akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi VLDL remnan. VLDL remnan kemudian diambil oleh hati atau diubah menjadi IDL (Intermediate Density Lipoprotein). Partikel IDL ini akan diambil oleh hati atau mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi produk akhir yaitu LDL. LDL


(53)

23

akan diambil oleh reseptor LDL di hati, kemudian mengalami katabolisme. HDL bertugas untuk mengambil kolesterol bebas di jaringan perifer. Kolesterol bebas di dalam HDL kemudian diesterifikasi oleh enzim LCAT (Lecithin Cholesterol Acyl Transferase) menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester akan mengalami perpindahan dari HDL ke VLDL atau IDL, begitu juga dengan trigliserida yang terdapat pada partikel VLDL dan IDL, dipindahkan ke partikel HDL melalui enzim CETP (Cholesterol Ester Transfer Protein) sehingga terjadi kebalikan arah transpor kolesterol (reverse cholesterol transport) dari perifer menuju hati untuk dikatabolisasi, lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam empedu, dan penimbunan kolesterol di perifer akan berkurang. Aktivitas ini mungkin berperan dalam sifat antiaterogenik.

Gambar 2.8 Jalur Metabolisme Lipoprotein Eksogen dan Endogen (Harrison’s Principles of Internal Medicine, 2011)


(54)

24

2.7 Teh (Camellia Sinensis)

2.7.1 Klasifikasi Teh (Anonim (a), 2014) Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Ericales

Famili : Theaseae

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis

Gambar 2.9 Daun Tanaman Teh (Handoko, 2007) 2.7.2 Jenis-jenis Teh

Berdasarkan proses pembuatannya, teh dibedakan menjadi empat jenis: 1. Teh Hitam (Black Tea)

Didapat dari hasil penggilingan yang menyebabkan daun teh terluka dan mengeluarkan getah. Getah bersentuhan dengan udara sehingga menghasilkan senyawa teaflavin dan tearubigin. Daun teh ini mengalami proses fermentasi sempurna. Warna hijau pada daun berubah menjadi kecoklatan dan selama pengeringan berubah menjadi


(55)

25

hitam. Teh hitam paling dikenal luas dan paling banyak dikonsumsi (Sujayanto, 2008).

2. Teh Merah (Oolong Tea)

Teh hasil semifermentasi (semioksidasi enzimatis), dimana daun teh tidak bersentuhan lama dengan udara pada saat pengolahan, fermentasi hanya sebagian (30 – 70%). Hasilnya, warna teh menjadi coklat kemerahan.

3. Teh Hijau (Green Tea)

Teh hijau diolah tanpa mengalami oksidasi dan fermentasi. Setelah daun teh layu, langsung digulung, dikeringkan, dan dikemas. Biasanya pucuk teh langsung diproses dengan menggunakan uap panas (steam) atau frying untuk menghentikan aktivitas enzim, sehingga warna hijau tetap bertahan dan kandungan taninnya relatif tinggi.

4. Teh Putih (White Tea)

Merupakan teh yang sangat istimewa, karena berasal dari pucuk daun teh yang sangat muda dan masih menggulung, pada saat dipetik dilindungi dari sinar matahari. Daun teh yang sangat muda ini diuapkan dan dikeringkan segera setelah dipetik untuk mencegah terjadinya oksidasi. Daun teh muda ini juga tidak melalui proses fermentasi, sehingga teh putih mengandung katekin dan kafein tertinggi (Dias et al., 2013).


(56)

26


(57)

27

Camellia sinensis

Buds of young leaves Young Leaves

Withered Withered Steamed Steamed/fried

(Polyphenol oxidase (Polyphenol oxidase Ruised by shaking Rolled Inactivation) Inactivation)

Rolled/shaped Partially oxidized Fully oxidized

(10 – 80%)

Dried Dried Fried/Dried Fried/Dried

White Tea Green Tea Oolong Tea Black Tea

Theaflavins and Thearubigins

Catechin

Gambar 2.11 Skema Representasi Proses Pembuatan Teh (Dias et al., 2013) 2.7.3 Kandungan Kimia dalam Teh

Di dalam daun teh terdapat berbagai macam bahan atau senyawa kimia yang dapat digolongkan ke dalam empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi penyebab aroma (senyawa aromatis), dan enzim (Alamsyah, 2006).


(58)

28

1. Substansi Fenol a. Flavanol

Polifenol utama di dalam teh berupa katekin. Derivat katekin terdiri dari katekin (C), epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG), galokatekin 3-galat (GCG), dan epigalokatekin 3-galat (EGCG) (Alamsyah, 2006).

b. Flavonol

Flavonol merupakan senyawa golongan flavonoid yang memiliki oksidasi paling rendah. Komposisi kimia flavonol pada teh mirip dengan katekin. Flavonol pada teh meliputi quersetin, kaemferol, dan mirisetin. Flavonol berfungsi sebagai antioksidan alami yang mempunyai kemampuan untuk mengikat logam.

2. Substansi Bukan Fenol a. Karbohidrat

Di dalam daun teh terkandung karbohidrat berbentuk gula sederhana sampai komplek. Karbohidrat yang penting antara lain: sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Keseluruhan karbohidrat pada teh sebanyak 0,75% dari berat kering (Alamsyah, 2006).

b. Substansi Pektin

Pektin akan diurai menjadi asam pektat dan metil alkohol dengan bantuan enzim pektin metal esterase. Metil alkohol akan menguap dan sebagian lagi diubah menjadi asam organik yang akan menghasilkan aroma khas pada teh (Rohdiana, 2009).


(59)

29

c. Alkaloid

Berfungsi sebagai penyegar. Alkaloid utama dalam teh ialah kafein. Kafein akan bereaksi dengan katekin dan menimbulkan rasa segar pada seduhan teh (Alamsyah, 2006).

d. Klorofil dan Zat Warna Lain

Warna hijau pada daun teh disebabkan oleh adanya klorofil. Dalam proses inaktivasi enzim, terjadi pemanasan senyawa klorofil yang menyebabkan perubahan warna hijau segar pada daun teh menjadi hijau tua/zaitun karena klorofil tersebut diubah menjadi feofitin. Jika terjadi suasana sangat asam, feofitin akan diubah menjadi feoforbid yang berwarna hijau kecoklatan (Alamsyah, 2006).

e. Protein dan Asam Amino

Asam amino, karbohidrat, dan katekin akan membentuk senyawa aromatis. Asam amino yang berpengaruh pada proses ini ialah alanin, fenil alanin, valin, leusin, dan isoleusin. Seluruh kandungan protein dan asam amino bebas ialah 1,4 – 5% dari berat daun kering. Reaksi asam amino dengan katekin pada temperatur tinggi akan menghasilkan aldehida yang memberikan aroma pada teh (Alamsyah, 2006).

f. Substansi Resin

Kandungan resin sekitar 3% dari berat daun kering. Fungsi resin ialah menaikkan daya tahan tanaman teh terhadap kondisi beku (Alamsyah, 2006).


(60)

30

g. Vitamin

Di dalam daun teh terkandung beberapa vitamin, yaitu vitamin C, K, A, B1, dan B2. Kandungan vitamin C pada teh sebesar 100 – 250 mg. Kandungan vitamin C sebesar itu hanya terdapat pada teh putih dan teh hijau. Sedangkan kandungan vitamin K dalam teh putih dan teh hijau sebesar 300 – 500 IU/g (Alamsyah, 2006).

h. Mineral

Berfungsi dalam pembentukan enzim di dalam tubuh, sumber mineral yang penting dalam proses metabolisme. Kandungan mineral di dalam daun teh:

- Magnesium

Berfungsi membantu proses metabolisme protein, reaksi seluler, mengatur elektrolit tubuh, reseptor hormon, metabolisme vitamin D (Rohdiana, 2009).

- Flouride

Berfungsi menguatkan gigi agar terhindar dari karies, pembentukan plak gigi, dan membunuh bakteri penyebab pembengkakan gusi (Alamsyah, 2006).

- Natrium

Berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit untuk mencegah menurunnya cairan seluler akibat tekanan osmotik.


(61)

31

- Kalsium

Berfungsi membantu pembentukan tulang dan gigi, transmisi impuls saraf, kontraksi otot, dan meningkatkan efektifitas kerja enzim.

- Seng

Berperan dalam metabolisme tubuh, sintesis vitamin A, peningkatan sistem kekebalan tubuh, dan membentuk enzim pemusnah radikal bebas.

3. Substansi Penyebab Aroma (Senyawa Aromatis)

Aroma teh berasal dari likosida yang terurai menjadi gula sederhana dan senyawa yang beraroma atau dari oksidasi karotenoid yang menghasilkan senyawa yang mudah menguap (aldehida dan keton tak jenuh). Substansi penyebab aroma ini meliputi klorofil, karotenoid, dan senyawa volatil. 4. Enzim

Berfungsi sebagai biokatalisator reaksi kimia pada daun teh. Enzim yang terkandung di dalam daun teh ialah invertase, amylase, glukosidase, oximetilase, protease, peroksidase, dan polifenol oksidase (Alamsyah, 2006).


(62)

32

2.8 Teh Hijau

Teh hijau serupa dengan teh putih, tidak mengalami proses fermentasi, tidak seperti teh hitam yang difermentasi seluruhnya dan teh oolong yang difermentasi sebagian. Teh hijau diproses dengan cara penguapan (steaming) langsung setelah dipetik agar tidak terfermentasi, sehingga kandungan polifenol yang dipertahankan juga lebih banyak. Setelah di-steaming atau frying, daun teh hijau kemudian digulung dan baru dikeringkan, sehingga masih ada sedikit proses oksidasi yang terjadi dan menyebabkan kandungan polifenol pada daun teh hijau sedikit lebih rendah daripada teh putih. Polifenol pada daun teh ini berfungsi sebagai antioksidan yang baik bagi kesehatan tubuh (Hatma, 2011).

Gambar 2.12 Skema Proses Pengolahan Teh Hijau (Dahlia, 2014)

Zat aktif utama dari polifenol ialah katekin. Beberapa jenis derivat katekin yang terkandung pada teh hijau, antara lain: Epicatechin (EC), Epicatechin 3-Gallate (ECG), Epigallocatechin (EGC), Epigallocatechin 3-Gallate (EGCG), Catechin (C), dan Gallocatechin (GC) (Nagao et al., 2007). EGCG merupakan komponen yang paling banyak dan paling aktif di dalam teh hijau, serta merupakan antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan vitamin C dan E. Satu gelas teh hijau biasanya mengandung 100 – 200 mg EGCG (Roy et al., 2007). EGCG pada teh hijau ini mempunyai kemampuan unik untuk merusak pathway dari proses patologis penyakit, seperti kanker, penyakit kardiovaskular, diabetes, obesitas, Alzheimer, dan Parkinson. Selain itu, EGCG juga memiliki

Daun segar

Inaktivasi Enzim (steaming)

Penggilingan OTR

Penggilingan


(63)

33

efek sebagai aterosklerosis, hiperkolesterolemia, hipertensi, anti-hiperglisemia, antibakterial, dan antiviral (Kao, 2000).

EGCG dapat memperlambat pelepasan sitokin-sitokin, sehingga proses inflamasi serta proliferasi otot polos vaskular terhambat. Hal ini mencegah terjadinya aterosklerosis yang merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular. Maka dapat dikatakan bahwa EGCG berfungsi dalam mencegah terjadinya aterosklerosis, serta meningkatkan fungsi endotelial dan arteri. Oleh karena itu, banyak penelitian menyatakan bahwa konsumsi teh hijau secara rutin dan dengan dosis yang sesuai, dapat menurunkan risiko terkena penyakit kardiovaskular dan infark miokard (serangan jantung) (Roy et al., 2007). Selain katekin dan derivatnya, teh hijau juga mengandung tanin, saponin, vitamin B, asam folat, mangan, kalium, magnesium, dan kafein yang juga sangat bermanfaat bagi tubuh.

Hasil fitokimia teh hijau dibandingkan dengan teh putih dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3

Hasil Analisis Flavonoid, Total Fenol, Tanin, Saponin, Kapasitas Antioksidan, dan IC50% (Adeline, 2016)

Beberapa manfaat teh hijau bagi tubuh menurut Sulaksono ialah untuk memperbaiki profil lipid, mengontrol berat badan, menurunkan risiko terhadap penyakit


(64)

34

kardiovaskular, membantu melawan radikal bebas di dalam tubuh, menghindari penuaan dini, dan lain sebagainya.

Gambar 2.13 Teh Hijau (Anonim (d), 2015)

Gambar 2.14 Seduhan Teh Hijau (Resdiyanto, 2015)

2.9 Teh Hijau dan Dislipidemia

Beberapa penelitian pada binatang telah menunjukkan manfaat teh hijau dalam menurunkan profil lipid (kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida) di dalam darah. Salah satu penelitian tersebut menemukan bahwa kandungan aktif flavonoid di dalam teh hijau memiliki efek penurunan kadar kolesterol LDL yang sama atau lebih besar dibandingkan dengan diet rendah lemak. Beberapa penelitian lain pada binatang juga menyatakan bahwa hasil penurunan kadar


(65)

35

kolesterol total dan kolesterol LDL tidak berbeda antara teh hijau yang diseduh dengan ekstrak teh hijau (Babu et al., 2006).

Penurunan kadar kolesterol merupakan efek langsung dan tidak langsung dari teh hijau. Beberapa studi mengemukakan bahwa flavonoid di dalam teh hijau terbukti dapat memperbaiki profil lipid darah dan memiliki efek vasoprotektif (Shipp dan Abdel-Aal, 2010). Flavonoid memiliki kemampuan untuk menginhibisi CETP (cholesteryl ester transfer protein). Dengan menekan CETP, maka dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menurunkan kadar kolesterol LDL (Qin et al., 2009).

Katekin dapat meningkatkan pengeluaran energi, sehingga terjadi pengurangan lemak tubuh. Efek dari pengurangan lemak tubuh tersebut ialah penurunan kadar kolesterol (Roy et al., 2007). Mekanisme lain yang dikemukakan ialah penurunan kadar kolesterol yang terjadi akibat inhibisi dari absorbsi kolesterol dan trigliserida. EGCG ditemukan dapat menghambat sistem micelle bilier di dalam lumen intestinal dengan cara membentuk endapan kolesterol yang tidak larut, sehingga dapat meningkatkan ekskresi lemak di feses (Roy et al., 2007).

Studi lain menemukan bahwa katekin dapat menginhibisi langsung sintesis kolesterol. Penelitian in vitro menyatakan bahwa katekin di dalam teh hijau merupakan inhibitor kuat dan sangat selektif terhadap squalene epoxidase, enzim biosintesis kolesterol. Oleh karena itu, menurut mekanisme kerja tersebut, dapat dikatakan bahwa kerja teh hijau mirip dengan statin, yaitu menurunkan sintesis kolesterol dan meningkatkan reseptor LDL (Nagao et al., 2007).


(66)

36

Kandungan tanin yang tinggi di dalam teh hijau mampu meningkatkan penyerapan glukosa pada jaringan adiposit tikus GLUT4 (Hayashi et al., 2002). Selain itu, pemberian senyawa aktif turunan tanin pada konsentrasi 0,1 mg/mL diketahui dapat menurunkan proliferasi adiposit hingga mencapai 62% – 64% (Liu et al., 2001; Hayashi et al., 2002).

Pada penelitian lain ditemukan bahwa kandungan saponin di dalam teh hijau memiliki efek sebagai antihiperlipidemia, dengan cara menghambat kerja 3-Hydroxy-3-methylglutaryl CoA reductase (HMGCR) dan Acyl-CoA: cholesterol O-acyltransferase 2 (ACAT 2) (Shi et al., 2014). HMGCR adalah enzim yang meregulasi biosintesis kolesterol. Inhibisi dari ekspresi atau aktivitas enzim HMGCR akan menghambat sintesis de novo kolesterol dalam hati dan dengan demikian akan mengurangi kadar kolesterol serum (Jurevics et al., 2000). Sedangkan ACAT2 mengkonversi kolesterol bebas menjadi kolesterol ester sebagai respon terhadap biosintesis kolesterol intraseluler yang berlebihan. Ekspresis ACAT2 yang berlebihan meningkatkan produksi kolesterol ester yang akan bereaksi terhadap hepatik lipoprotein yang mengandung apoB dan disekresi ke dalam plasma, jadi ACAT2 memainkan peran penting dalam produksi lipoprotein aterogenik (Lee et al., 2005). Selain itu saponin juga meningkatkan ekspresi cholesterol 7-alpha-hydroxylase (CYP7A1) yang merupakan enzim yang terlibat dalam jalur biosintesis asam empedu dan setidaknya terlibat dalam 75% dari proses produksi asam empedu (Chiang, 2004). Peningkatan ekspresi maupun aktivitas dari enzim CYP7A1 meningkatkan jalur katabolik kolesterol dan


(67)

37

menyebabkan pengurangan kadar kolesterol total dalam serum dan hati (Del-Bas et al., 2005).

2.10 Teh Putih

Teh putih berasal dari pucuk daun Camellia sinensis yang sangat muda dan masih menggulung, mempunyai rambut-rambut sangat halus berwarna putih keperakan, dan pada saat dipetik harus dilindungi dari sinar matahari untuk mencegah terbentuknya formasi klorofil, sehingga memberikan penampakan berwarna putih pada daun teh muda tersebut (Dias et al., 2013). Teh putih ini harus dipetik sebelum kira-kira pukul 06.30 pagi atau sebelum matahari terik agar tidak terjadi oksidasi enzimatis dini di tangan pemetik ataupun saat pengumpulan dan pengangkutan pucuk daun teh segar. Jika pucuk daun teh segar ini terkena sinar matahari terik yang lama, maka kuncup yang menggulung akan perlahan terbuka (flaky open) dan tidak mulus, sehingga akan mengurangi kandungan antioksidan di dalamnya. Oleh karena itu, setelah dipetik, pucuk daun teh muda segar ini harus sesegera mungkin sampai di pabrik.

Teh putih di Indonesia pertama kali ditanam dan dikembangkan di daerah Gambung, Bandung Selatan, Jawa Barat oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama R. E. Kerkhoven pada tahun 1878, dan kini menjadi lokasi dari Pusat Penelitian Teh dan Kina. Teh putih ini diproduksi menjadi teh unggulan yang diberi nama Excellent Gamboeng White Tea, Premium Tea of Indonesia, oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina, Bandung. Teh putih Gambung memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi, karena berasal dari tanaman klon


(1)

(Shulman, 2000). EGCG menghambat CETP, sehingga terjadi peningkatan kadar HDL kolesterol dan penurunan kadar LDL kolesterol (Liu Di et al., 2009).

Gambar 2.18 EGCG dan Profil Lipid (Dahlia, 2014) Epigallocatechin 3-gallate

(EGCG)

TNF-α

Sintesis kolesterol

Clearing VLDL Sintesis VLDL hati Kolesterol

Sensitivitas insulin

HDL Oksidasi asam lemak

FFA

Trigliserida

CETP

Lipoprotein Lipase FFA

Trigliserida


(2)

2.12 Hewan Percobaan

2.12.1 Tikus Putih Jantan Galur Wistar sebagai Hewan Coba

Percobaan ini menggunakan tikus putih sebagai binatang percobaan, karena tikus putih lebih dapat dikendalikan, reproduksinya cepat, efek metabolismenya cepat, mempunyai reaksi biokimia/genetik yang dekat dengan manusia, dan karena tikus putih lebih besar dari mencit, memudahkan dalam hal pengambilan darah. Tikus putih sebagai hewan coba juga relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya.

Dalam percobaan ini dipilih tikus putih jantan sebagai binatang percobaan, dengan alasan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibandingkan dengan tikus betina (Ngatijan, 2006).

Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan lainnya, yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; Krinke, 2000). Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian di dalam kandang, asalkan dapat melihat dan mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini bisa tenang dan mudah


(3)

ditangani di laboratorium. Tikus putih juga lebih besar daripada mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit. Usia tikus 2,5 bulan memiliki persamaan dengan manusia usia dewasa muda dan belum mengalami proses penuaan instrinsik (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Klasifikasi tikus putih dalam sistematika hewan percobaan ialah: Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata Classis : Mammalia Subclassis : Placentalia Ordo : Rodentia Familia : Muridae Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

Gambar 2.19 Tikus Wistar (Rattus norvegicus) (Dahlia, 2014) Terdapat beberapa galur tikus yang mempunyai kekhususan tertentu, antara lain galur Wistar Albino dengan kepala besar, telinga panjang, dan ekor pendek; galur Sprague Dawley yang albino putih berkepala kecil dan berekor panjang; dan galur Long Evans yang mempunyai badan berwarna putih,


(4)

sedangkan kepala dan ekstremitasnya berwarna hitam. Galur Sprague Dawley dan Long Evans berasal dari pengembangan galur Wistar (Hubrecht dan Kirkwood, 2010).

Panjang badan tikus diukur dari ujung hidung sampai pertengahan anus, sedangkan panjang ekor diukur dari pertengahan anus sampai dengan ujung ekor. Tikus Wistar memiliki panjang ekor yang selalu lebih pendek daripada panjang badannya, sedangkan tikus Sprague Dawley memiliki panjang ekor yang sama atau lebih panjang daripada badannya (Krinke, 2000).

Tabel 2.6

Data Biologis Tikus Wistar (Krinke, 2000; Hubrecht dan Kirkwood, 2010) Berat badan lahir 4,5 – 6 gram

Berat badan dewasa Jantan 250 – 300 gram Betina 180 – 220 gram

Usia maksimum 2 – 4 tahun

Usia reproduksi 8 – 10 minggu

Konsumsi makanan 15 – 30 g/hari Konsumsi air minum 20 – 45 g/hari

Defekasi 9 – 13 g/hari

Produksi urin 10 – 15 ml/hari

Untuk tikus di laboratorium, makanan dan air minum sebaiknya diberikan secara ad libitum, dan pencahayaan ruangan diatur sebagai 12 jam terang dan 12 jam gelap. Tikus, terutama tikus albino, sangat sensitif terhadap cahaya, maka intensitas cahaya laboratorium sebaiknya tidak melebihi 50 lux (Hubrecht dan Kirkwood, 2010). Kondisi optimal untuk tikus di laboratorium (Krinke, 2000; Hubrecht dan Kirkwood, 2010):


(5)

a. Kandang tikus harus cukup kuat dan tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (satu kali seminggu), mudah dipasang kembali, hewan tidak mudah lepas, harus tahan gigitan, dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur harus mudah menyerap air, pada umumnya digunakan serbuk gergaji atau sekam padi.

b. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologis tikus (suhu, kelembaban, dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari). Suhu ruangan yang baik berkisar antara 20–220C, sedangkan kelembaban udara sekitar 50%.

c. Untuk tikus dengan berat badan 200 – 300 gram, luas lantai tiap ekor tikus ialah 600 cm2 dan dengan tinggi 20 cm. Jumlah maksimal tikus per kandang ialah 3 ekor tikus.

d. Transportasi jarak jauh sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan stres pada tikus.

Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka tikus menjadi sakit. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai apakah tikus dalam keadaan sehat atau sakit (Hubrecht dan Kirkwood, 2010):

 Penampilan umum

Pada tikus yang sakit dapat terlihat piloereksi, bulu rontok, kulit kendur, berat badan menurun, kelopak mata tertutup.


(6)

 Feses

Feses lembek dan tikus yang diare menunjukkan gangguan pada saluran pencernaan.

 Tingkah laku

Tikus yang sakit akan menjadi lebih agresif pada awalnya, namun lama kelamaan akan menjadi pasif.

 Postur

Umumnya tikus yang sakit akan sering tiduran di lantai kandang, dengan posisi kepala menyentuh abdomen.

 Pergerakan

Pergerakan pada tikus yang sakit akan sangat berkurang.  Suara

Tikus yang sakit akan lebih banyak mencicit ketika dipegang.  Fisiologi


Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

5 107 49

PENGARUH EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (CAMELLIA SINENSIS) DALAM SEDIAAN GEL TERHADAP KECEPATAN KONTRAKSI LUKA BAKAR DERAJAT IIA PADA KULIT TIKUS PUTIH JANTAN (RATTUS NORVEGICUS STRAIN WISTAR)

10 34 23

PENGARUH TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP PENURUNAN Low Desity Lipoprotein (LDL) PLASMA PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) HIPERLIPIDEMIA

0 6 26

PENGARUH SEDUHAN TEH HITAM (Camellia sinensis) TERHADAP KADAR LIPID PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) DISLIPIDEMIA

0 9 21

EFEK TEH HIJAU (Camellia sinensis var. Assamica ) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP REGRESI PLAQUE ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) ATEROSKLEROTIK

0 19 22

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis) SEBAGAI ANTIINFLAMASI PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) JANTAN YANG DIINDUKSI CARRAGEENAN

2 40 21

Uji efektivitas dan fotostabilitas krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (comellia sinensis L) sebagai tabir surya secara in vitro

6 43 319

Pengujian Aktivitas Penghancuran Biofilm Staphylococcus aureus oleh Seduhan Daun Teh Putih (Camellia sinensis (L.) Kuntze).

0 6 78

Pengujian aktivitas penghancuran biofilm staphylococcus aureus oleh seduhan daun teh putih (camellia sinensis (l.) kuntze)

2 11 78

PEMBERIAN EKSTRAK LABU SIAM (SECHIUM EDULE)MEMPERBAIKI PROFIL LIPID TIKUS PUTIH JANTAN(RATTUS NORVEGICUS) DISLIPIDEMIA LEBIH BAIK DARIPADA SIMVASTATIN.

0 2 60