SIKAP PENGUNJUNG DOLLY TERHADAP PENAYANGAN IKLAN KONDOM DI TELEVISI (Studi Deskriptif tentang Sikap Pengunjung Lokalisasi Dolly Surabaya.

(1)

SIKAP PENGUNJUNG DOLLY TERHADAP PENAYANGAN IKLAN KONDOM DI TELEVISI

(Studi Deskriptif tentang Sikap Pengunjung Lokalisasi Dolly Surabaya Terhadap Iklan Kondom Di Televisi)

SKRIPSI            

       

Oleh:

MARIA ANASTASIA. E. AGNES

NPM. 0743010153

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

SIKAP PENGUNJUNG DOLLY TERHADAP PENAYANGAN IKLAN KONDOM DI TELEVISI

(Studi Deskriptif tentang Sikap Pengunjung Lokalisasi Dolly Terhadap Penayangan Iklan Kondom Di Televisi)

Disusun oleh: MARIA ANASTASIA

NPM. 0743010153

Telah disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui

Pembimbing Utama

DR. Catur Suratnoaji, M.Si NPT. 368 049 400 281

Mengetahui Ketua Program Studi

Dra. Suparwati, MSi NIP. 19581 2251 990011001


(3)

SIKAP PENGUNJUNG DOLLY TERHADAP PENAYANGAN IKLAN KONDOM DI TELEVISI

(Studi Deskriptif tentang Sikap Pengunjung Lokalisasi Dolly Terhadap Penayangan Iklan Kondom Di Televisi)

Oleh:

MARIA ANASTASIA NPM. 0743010153

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 12 Mei 2011

PEMBIMBING TIM PENGUJI:

1. Ketua

DR. Catur Suratnoaji, MSi Ir. Didiek Tranggono, MSi NPT. 368 049 400 281 NIP. 19581 2251 990011001

2. Sekertaris

Drs. KUSNARTO, MSi NPT. 19580 8011 984021001

3. Anggota

DR. Catur Suratnoadji, MSi NPT. 373 059 901 701

Mengetahui, DEKAN


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus, penulis panjatkan karena limpahan rahmat-Nya, Proposal Skripsi yang berjudul “SIKAP PENGUNJUNG DOLLY

TERHADAP PENAYANGAN IKLAN KONDOM DI TELEVISI” dapat

penulis susun dan selesaikan sebagai pertanggungjawaban penulis selama menempuh perkuliahan di kampus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini, tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria untuk semua anugerah yang diberikan. 2. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim. 3. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

4. Juwito, S.Sos, Msi, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

FISIP UPN “Veteran” Jatim.

5. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si, sebagai Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

6. DR. Catur Suratnoadji, Msi sebagai dosen pembimbing proposal ini.

7. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan

materiil. Makasih banyak ya pa...

8. Dinding Nurwendi yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta kasih sayang selama penulis menyelesaikan proposal skripsi ini.


(5)

9. Teman-teman luar biasa yang memotivasi penulis dari awal hingga akhir penyusunan proposal ini baik secara langsung maupun tidak langsung: Kiki, Deby, Rizka, Ega, Ovie, Sofie, dll.

10.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan, atas bantuan dan doa yang berhubungan dengan penyusunan proposal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan proposal skripsi ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan magang ini. Demikian kata pengantar dari penulis, semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Surabaya, 09 Maret 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

LEMBAR PERSETUJUAN………. ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI……….. vi

ABSTRAKSI... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah………. 1

1.2 Rumusan masalah....………. 8

1.3 Tujuan penelitian...……….. 8

1.4 Manfaat penelitian...……….. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori..………. 10

2.1.1 Komunikasi...……….. 10

2.1.2 Proses komunikasi... ……… ... 11


(7)

2.1.3.1 Pengertian komunikasi massa………... 18

2.1.3.2 Ciri-ciri komunikasi massa...………... 19

2.1.4 Televisi...………. 22

2.1.4.1 Dampak acara televisi...………. 23

2.1.5.2 Acara televisi dan perubahan sikap pemirsa….. 25

2.1.5 Sikap...……… 25

2.1.5.1 Subyek dan obyek sikap..………. 27

2.1.5.2 Komponen sikap... 28

2.1.5.3 Ciri-ciri komponen sikap... 29

2.1.5.4 Fungsi sikap... 30

2.1.5.5 Pembentukan dan perubahan sikap... 31

2.1.5.6 Pembentukan dan perubahan sikap... 33

2.1.6 Pengertian iklan………... 34

2.1.7 Teori Adopsi Inovasi (Difusi Inovasi)………. 35

2.2 Kerangka berpikir... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan jenis penelitian...……….. 41

3.2 Definisi konseptual………....……… 44

3.3 Lokasi penelitian...………. 45

3.4 Unit analisis penelitian………...………... 45

3.5 Subyek dan informan penelitian...……… 46


(8)

3.7 Teknik analisis data... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 51

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data………... 51

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian...……… 51

4.1.2 Identitas Responden...……… 52

4.1.3 Penyajian Data...……… 54

4.1.4 Pemahaman Informan Terhadap Penayangan Iklan Kondom di Televisi...………... 54

4.1.5 Sikap Pengunjung Dolly Terhadap Penayangan Iklan Kondom di Televisi... 60

4.1.5.1 Sikap Informan Yang Menerima... 60

4.1.5.2 Sikap Informan Yang Menolak... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...………... 70

5.2 Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA………... 73


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1………. 70

Lampiran 2……….. 72

Lampiran 3……….. 74

Lampiran 4……….. 76

Lampiran 5……….. 78


(10)

Abstraksi  

Maria Anastasia, Penayangan Iklan Kondom di Televisi, Tentang Sikap Pengunjung Dolly Terhadap Penayangan Iklan Kondom di Televisi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap pengunjung Dolly terhadap penayangan iklan kondom di televisi serta situasi dan kondisi apa saja yang menentukan sikap pengunjung Dolly terhadap penayangan iklan kondom di televisi.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah komunikasi, komunikasi massa, televisi, sikap, iklan, teori Roger tentang Adopsi Inovasi (Difusi Inovasi).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sedangkan unit analisis yang digunakan yaitu sampel bertujuan (purposive

sampling) dimana yang menjadi subjek penelitiannya adalah orang-orang yang

pernah menggunakan jasa PSK di Dolly. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah in-depth-interview. Penelitian dilakukan berdasarkan teori Adopsi Inovasi milik Roger agar peneliti mengerti hal-hal apa saja yang dapat diingat dari iklan kondom yang merupakan inovasi dari produsen kondom untuk menarik minat informan. Setelah mengetahui apa saja hal yang diingat oleh informan kemudian peneliti mencari tahu bagaimana sikap informan terhadap tayangan iklan kondom di televisi serta bagaimana situasi dan kondisi yang menentukan sikap informan terhadap tayangan iklan kondom di televisi.

Dari data yang diperoleh, dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan teori maka akan dapat disimpulkan bahwa semua informan cukup memahami adanya iklan kondom di televisi. Hampir semua informan mengganggap bahwa penggunaan kondom itu penting serta dapat menguntungkan mereka karena dapat menghindari mereka dari penularan penyakit. Walaupun demikian tetap ada informan yang menolak penggunaan kondom karena merasa kalau penggunaan kondom akan merugikan dirinya karena dirasa dapat mengurangi kenikmatan saat berhubungan seks dengan PSK.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Media massa dibagi menjadi beberapa macam kategori yaitu media cetak dan elektronik, media elektronik mencakup televisi dan radio. Puluhan tahun lalu media radio merupakan media yang sangat mudah dijangkau oleh masyarakat. Seiring berkembangnya teknologi, media radio tergeser dengan keberadaan media televisi. Karena karakteristik televisi yang audio visual dan dirangkai semenarik mungkin untuk pemirsanya, maka masyarkat lebih menyukai televisi daripada radio.

Televisi merupakan salah satu media massa yang memiliki fungsi sebagai pemberi informasi, pengawasan, kontrol sosial, hiburan, serta pendidikan. Seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 40 tahun 1999 pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Dalam menyikapi krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia, banyak pelaku usaha berusaha untuk tetap dapat mempertahankan mangsa pasar yang dimilikinya sekaligus meningkatkan penjualan produknya. Upaya ini dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan meningkatkan promosi produk melalui iklan.

Televisi juga bisa mangatasi kelemahan dari media massa lainnya seperti fleksibelitas serta jaringan distribusi dan jangkauan yang terbatas, disamping itu televisi juga memiliki dampak dan pengaruh yang kuat pada pemirsanya karena


(12)

bisa merubah persepsi khalayak sasaran (pemirsa). Meskipun demikian, beriklan di televisi juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :

1. Biaya yang besar

Kelemahan yang paling serius dalam beriklan di televisi adalah biaya absolut yang sangat ekstrim untuk memproduksi dan menayangkan siaran komersial. Biaya produksi pembuatan film dan honor artis/model yang terlibat dapat menghabiskan jutaan rupiah. Belum lagi penayangan yang harus diulang-ulang pada jam-jam siaran tertentu.

2. Khalayak yang tidak selektif

Sekalipun berbagai teknologi telah diperkenalkan untuk menjangkau sasaran lebih selektif, televisi tetap media yang tidak selektif, segmentasinya tidak setajam surat kabar/majalah. Jadi iklan-iklan yang disiarkan memiliki kemungkinan menjangkau pasar yang tidak tepat.

3. Kesulitan teknis

Televisi juga tidak luwes dalam pengaturan teknis. Iklan-iklan yang telah dibuat tidak dapat diubah jadwal tayangnya begitu saja, apalagi menjelang jam-jam penyiarannya. (Kasali, 1992 : 121)

Meskipun memiliki beberapa kelemahan, televisi tetap bisa menarik produsen untuk tetap menayangkan iklannya di televisi. Hal ini terlihat dari beragamnya iklan yang ditayangkan di stasiun-stasiun televisi, baik itu milik pemerintah maupun swasta. Mulai iklan sabun mandi, shampoo, deterjen, alat kontrasepsi, berbagai macam obat, kendaraan bermotor/mobil, sampai dengan iklan layanan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa hampir semua produsen


(13)

(barang dan jasa) menggunakan televisi sebagai media penayangan iklan mereka. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan besarnya nilai iklan di televisi, koran, majalah, serta belanja iklan beberapa produk (barang dan jasa) di tiga jenis media pada tabel-tabel berikut ini :

Tabel 1.1

Nilai belanja iklan nasional di televisi, majalah, koran sampai dengan November 2005

(sumber : Majalah CAKRAM edisi Belanja Iklan 2006, Januari-Februari 2006)

Media Nilai belanja iklan (Rp) Persentase

Televisi 16 triliun 70%

Surat

Kabar 6 triliun 26%

Majalah 1,1 triliun 5%

Dari tabel belanja iklan di atas terlihat banyak produsen (barang dan jasa) mengeluarkan dana yang besar untuk beriklan di televisi dibandingkan dengan dua media massa yang lainnya.

Bagi iklan, televisi dipandang sebagai media yang paling tepat / efektif untuk menyampaikan pesan. Hal ini dikarenakan televisi memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh media lain. Televisi tidak dibatasi oleh ruang, jarak, dan waktu. Meskipun radio juga tidak mengalami batasan yang serupa dengan televisi, radio tidak bisa menghasilkan gambar bergerak sebagaimana halnya televisi. Inilah kelebihan televisi dimana mampu menyajikan gambar dan suara secara bersamaan. Bahkan saat ini berkat perkembangan teknologi yang semakin maju, pemirsa televisi dari suatu negara dapat menyaksikan siaran suatu peristiwa di negara lainnya secara langsung pada waktu yang bersamaan. Contohnya : Piala


(14)

Dunia Sepak Bola yang diselenggarakan di Afrika Selatan bisa dinikmati oleh pemirsa di seluruh dunia tanpa mereka harus datang ke Afrika Selatan.

Iklan merupakan salah satu upaya dalam mempromosikan suatu produk. Beberapa kegiatan promosi dilakukan produsen untuk dapat menarik perhatian konsumen agar menggunakan/membeli produknya, antara lain dengan melalui pemasangan iklan di berbagai media/media massa, promosi berhadiah, undian, maupun mengadakan acara peluncuran suatu produk. Produsen/perusahaan menawarkan berbagai macam produk yang dihasilkannya, baik yang baru maupun yang sudah ada sebelumnya, dengan tujuan meraih peluang-peluang yang masih ada di tengah persaingan pasar yang ketat.

Promosi tersebut dilakukan agar publik sebagai calon konsumen mengenal produk yang dihasilkan. Selain itu juga untuk meningkatkan angka penjualan. Pengenalan akan suatu merk menjadi hal yang penting, mengingat banyak produk sejenis yang ditawarkan beredar di pasaran. Image/citra produk dimata konsumen menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh pihak produsen. Ada bukti bahwa citra produk sering menjadi faktor penentu keberhasilan penjualan suatu produk. Hal ini dinyatakan oleh Rhenald Kasali : “Iklan adalah bagian dari bauran promosi dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran. Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media dan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Dan bagian dari bauran pemasaran, bersama-sama dengan komponen lain dalam bauran promosi (personal selling, promosi penjualan, dan pubisitas) iklan bagaikan salah satu dari empat roda mobil. Tiga


(15)

roda lainnya adalah produk, harga, dan jalur distribusi, jika salah satu roda tersebut kempis, maka ketiga roda lainnya pun akan kehilangan fungsinya sebagai penggerak strategi pemasaran.” (Kasali, 1992 : 9)

Tujuan dari promosi adalah untuk memperkenalkan, mempersuasif khalayak tentang suatu produk. Agar khalayak mengenal dan mengetahui apa manfaat dari produk yang ditawarkan kepada mereka. Tidak hanya itu promosi juga dilakukan agar produk yang ditawarkan mendapat kepercayaan di mata para konsumen.

Salah satu dari berbagai macam produk yang diiklankan di televisi adalah kondom. Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi. Kini, selain diperuntukkan bagi pria, ada juga kondom bagi wanita. Seperti halnya produk lain, saat ini terdapat berbagai jenis merk kondom yang menawarkan berbagai kelebihan, sehingga memberikan banyak alternatif pilihan bagi konsumen untuk memilih merk yang dirasa sesuai. Kondom digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki dan untuk menghindarkan serta meminimalkan resiko tertular penyakit menular seks.

Berbagai macam merek kondom sudah banyak beredar. Bukan hanya itu, banyak bentuk dan rasa yang ditawarkan kepada konsumen agar mereka tertarik menggunakannya. Beberapa merek kondom yang beriklan di media televisi yaitu :

durex, simplex, sutra, dan fiesta. Walaupun kondom yang dapat diperoleh secara

mudah, orang sering mengabaikan metode kontrasepsi ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Durex pada tahun 2003, Cina memiliki kecenderungan tertinggi untuk berhubungan seks tanpa menggunakan kondom (70%), berikutnya


(16)

adalah Ceko (58%) dan British (34%). Perancis memberikan perhatian terbesar mengenai keamanan seksual - hanya 9% yang berani mengambil risiko kesehatan seksual.

Hingga Juni 2009, Departemen Kesehatan mencatat ada 18.442 orang terkena AIDS dan 28.260 yang terinfeksi HIV. Jumlah ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2006 jumlahnya adalah 13.424 kasus dengan 1.871 orang. Bisa dibayangkan jika tidak ada tindakan pencegahan, angka itu bisa terus melonjak.

Meningkatnya penularan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS) akibat hubungan seks yang tidak sehat karena mengabaikan penggunaan kondom, membuat pemerintah menambah anggaran belanja kondom hingga Rp 3 miliar melalu BKKBN. Padahal tahun 2008 lalu, hanya mencapai Rp 1,3 miliar dan 2009 menjadi Rp 3 miliar. Dana ini belum termasuk dari penyandang dana yang pada tahun lalu saja sudah mencapai Rp 240 juta.

Deputi Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Bidang Program, Fonny J Silfanus yang ditemui di Nusa Dua, Bali, Senin, 10 Agustus 2009, mengatakan, jika ada 3.000 pekerja seks yang setiap minggunya melayani sampai lima pelanggan dikalikan 52 minggu dalam setahun dengan harga kondom sekitar Rp 600 membutuhkan dana sekitar Rp 468 juta. Sekarang ini yang intens untuk menggunakan kondom untuk laki-laki yang ke lokalisasi hanya sekitar 30% saja. Banyak hal yang menjadi faktor masih rendahnya kesadaran memakai kondom, salah satunya kurangnya pengetahuan apa itu HIV, bagaimana cara penularannya,


(17)

dan sebagainya. Ada juga pelanggan yang ingin menggunakan kondom tapi di lokalisasi tidak tersedia. Perlu keaktifan dari pekerja seks untuk meminta supaya pasangannya mau mengenakan kondom demi kesehatan. Yang menjadi kendala, apabila pelanggan itu datang dalam keadaan mabuk. Kalau dalam kondisi seperti ini maka yang perempuan yang harus menggunakan kondom karena sekarang sudah ada kondom untuk perempuan.

Teknisnya, sosialisasi ini akan menjangkau ke lokalisasi sendiri dan kondom langsung disediakan di warung-warung sekitar lokalisasi, diberikan kepada pekerja seks melalui germonya, outlet, maupun klinik yang siapa saja bisa membeli dengan harga yang telah disubsidi maupun gratis. Untuk sekarang ini, harapannya, agar semua komponen masyarakat dapat memberikan pengetahuan agar lebih peduli jangan bisanya ditangkapi tanpa ada solusi.

Yang kemudian menjadi masalah adalah walaupun banyaknya sosialisasi iklan kondom di televisi tentang manfaat kondom apakah dapat mendorong para pengguna jasa PSK dan PSK itu sendiri untuk menggunakan kondom. Karena banyak orang yang beranggapan bahwa penggunaan kondom dapat mengurangi kenikmatan mereka, ada juga yang berpendapat bahwa penggunaan kondom membuat mereka tidak nyaman.

Melihat dari data-data di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana sikap dari orang-orang yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit HIV dan AIDS yaitu mereka yang suka “jajan” di lokalisasi atau tempat-tempat prostitusi. Mereka merupakan sasaran utama dalam penelitian ini di samping pasangan usia


(18)

subur yang juga menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi pilihan mereka setelah mereka melihat iklan-iklan kondom yang ditayangkan di media televisi.

Dalam penelitian ini, daerah lokalisasi Dolly merupakan target dimana peneliti akan melakukan penelitian. Peneliti memilih Dolly karena merupakan salah satu tempat prostitusi terbesar. Tidak hanya di Surabaya tetapi juga di Asia Tenggara maka dari itu peneliti menganggap bahwa Dolly merupakan tempat yang memiliki resiko tinggi dalam penyebaran penyakit menular seks.

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sikap pengunjung lokalisasi Dolly terhadap tayangan iklan

kondom di televisi.

2. Situasi dan kondisi apa saja yang menentukan sikap pengunjung Dolly

terhadap iklan kondom di televisi.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui sikap pengunjung lokalisasi Dolly terhadap tayangan


(19)

9

 

b. Untuk mengetahui situasi dan kondisi apa saja yang menentukan sikap

pengunjung Dolly terhadap tayangan iklan kondom di televisi.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian mengenai studi periklanan di bidang ilmu komunikasi.

b. Secara praktis, memberikan informasi bagi pihak produsen kondom mengenai dampak atau pengaruh tayangan iklan kondom pada pemirsa televisi.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi

Komunikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu proses yang menunjukkan kegiatan individu membagi dan mempertukarkan informasi-informasi, ide-ide, atau sikapnya dengan pihak yang lain. Hovland, Janis, dan Kelly (1953 : 12) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (Rakhmat, 2002 : 3). Akan tetapi seseorang akan dapat mengubah perilaku, sikap, atau pendapat orang lain apabila komunikasinya berhasil.

Untuk dapat memahami komunikasi secara tepat, kita harus mengetahui

unsur-unsur komunikasi, yaitu :

1. Pengirim dan Penerima

Komunikasi dalam prosesnya melibatkan yang pada suatu saat yang sama dapat bertindak mengirimkan dan menerima pesan secara terus-menerus, misalnya seorang penyiar dengan pendengar atau antara juru kampanye dengan khalayaknya. Dengan kata lain seseorang itu dapat bertindak sebagai komunikator (pengirim) maupun sebagai komunikan (penerima).


(21)

2. Bidang Pengalaman

Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain maka kita selalu dipengaruhi kebiasaan-kebiasaan yang dibawa oleh latar belakang kehidupan, yaitu bidang pengalaman yang kita miliki. Wilbur Schramm menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi (Onong, 1993 : 30). Apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, maka komunikasi akan berjalan lancar. Sebaliknya, jika pengalaman antara komunikator dengan komunikan berbeda, sudah tentu akan terjadi kesulitan untuk mengerti satu sama lain atau dengan kata lain terjadi

misscomunications.

3. Pesan

Pesan adalah suatu materi yang dimiliki oleh sumber atau komunikator untuk dibagikan atau disampaikan pada orang lain. Dalam bentuknya pasan bias merupakan sebuah gagasan yang telah diterjemahkan ke dalam simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyatakan suatu maksud tertentu.

Simbol-simbol itu bisa berupa kata-kata yang dipergunakan oleh komunikator untuk menjelaskan sebuah pengertian yang dikandung komunikator/pengirim dan dibagikan kepada penerima/komunikan. Dalam berkomunikasi maka gagasan dapat berupa kata-kata maupun gambar yang selalu berama-sama dipergunakan untuk menyatakan suatu pengertian. Kata-kata menggambarkan suatu konsep ataupun obyek, sedangkan gambar-gambar menerangkan representasi dari suatu obyek maupun gagasan.


(22)

4. Saluran

Saluran dalam komunikasi adalah tempat atau jalan tempat berlalunya, mengalirnya berbagai pesan-pesan kita dalam berkomunikasi. Dalam berkomunikasi antar pribadi kita memakai bentuk-bentuk penglihatan, suara dalam berbicara dan mengkomunikasikan pesan-pesan kita. Dalam komunikasi massa kita menggunakan alat-alat teknologi sebagai penyampai/pembagi pesan, misalnya : buku, surat kabar, majalah, radio, serta televisi sebagai saluran komunikasi.

Dalam komunikasi massa kehadiran saluran sangat berbeda dengan komunikasi antar pribadi karena saluran harus menyalurkan pesan-pesan yang bergerak dan diarahkan ke penerima/komunikan yang bisa jadi sangat jauh sehingga digunakan teknologi untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut.

5. Hambatan

Tidaklah selalu mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif karena ada banyak hambatan yang bisa merusak komunikasi. Ada beberapa hal yang merupakan hambatan dalam berkomunikasi, yaitu :

1. Gangguan, ada dua jenis gangguan, yaitu :

a. Gangguan Mekanik

Yang dimaksud disini adalah gangguan yang disebabkan oleh kegaduhan yang bersifat fisik terhadap saluran komunikasi, contoh : bunyi mengaung pada pengeras suara, interferensi pada pesawat radio yang disebabkan oleh berdempetnya gelombang frekuensi


(23)

dari dua stasiun penyiaran, halaman yang sobek pada surat kabar/majalah atau gambar yang hilang dari layar televisi.

b. Gangguan Semantik

Semantik merupakan pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata-kata-kata. Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak.

Individu-individu yang terlibat dalam proses komunikasi pada dasarnya menginterpretasikan bahasa/kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan pesan dengan berbagai cara, hal ini menyebabkan mereka memiliki pengertian yang berbeda pula. Kata yang sama memiliki pengertian yang beda bagi orang yang berbeda pula. Ini disebabkan ada dua jenis pengertian mengenai kata-kata, yaitu : makna denotatif yaitu yang mengandung arti sebagaimana tercantum dalam kamus dan makna konotatif yang mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (Onong, 2002 : 12). Kata “babi” dalam pengertian denotatif sama saja bagi tiap orang, yaitu hewan berkaki empat, bisa diternakan, memiliki hidung yang khas, dan suka mandi lumpur. Tetapi dalam pengertian konotatif, babi bisa berarti hewan haram/najis bagi pemeluk agama Islam.


(24)

2. Kepentingan

Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi suatu pesan. Orang hanya akan memperhatikan pesan yang memiliki hubungan dengan kepentingannya, hal tersebut juga akan menentukan daya tanggap, pikiran, perasaan, dan akan terwujud dalam tingkah laku kita sebagai reaksi terhadap pesan yang tidak sesuai dengan kepentingan kita.

3. Motivasi terpendam

Motivasi mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yangs sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Kebutuhan dan keinginan ini berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang makin besar kemungkinan komunikasi bisa diterima pihak yang bersangkutan, sebab jika tidak sesuai dengan motivasinya maka ia akan mengabaikan komunikasi itu.

4. Prasangka

Prasangka merupakan salah satu hambatan berat dalam berkomunikasi karena orang yang sudah berprasangka belm apa-apa sudah memiliki sikap curiga dan menentang komunikator yang akan melakukan komunikasi. Orang yang memiliki prasangka sering kali tidak menggunakan pikiran yang rasional, kesimpulan yang ia ambil berdasar atas syak asangka.


(25)

Prasangka tidak hanya bisa terjadi terhadap agama, melainkan juga pada suatu ras, pendirian politik, golongan sosial/kelompok. 6. Umpan Balik/feedback

Jika penerima dalam suatu proses komunikasi berhasil mentransmisi kembali gagasan, pesan-pesan atau dapat menterjemahkan pesan yang telah ia terima kembali pada sumber/komunikator maka kita dapat menambahkan satu komponen lagi dalam proses komunikasi yang disebut umpan balik/feedback. Umpan balik membuktikan pada sumber bahwa pesan itu dimengerti atau tidak. Dengan demikian suatu umpan balik berfungsi sebagai pengontrol arus balik suatu pesan dan penerima terhadap sumber.

Umpan balik itu memberikan kesempatan pada pengirim untuk menentukan pesan yang manakah yang gagal diterima atau cacat dan harus diperbaiki. Arus balik pesan itu dapat membantu sumber/komunikator untuk memperbaiki pesan berikutnya yang lebih baik, lebih banyak, dan bahkan lebih bermutu.

Menurut Ralph Webb. Jr (Ruslan, 2005 : 21), umpan balik dibagi menjadi :

1. Zero feedback

Pesan yang disampaikan sumber/komunikator tidak dimengerti oleh komunikan sehingga tidak terjadi umpan balik pada komunikator alias 0 (nol).


(26)

2. Neutral feedback

Merupakan umpan balik yang netral, artinya setelah melihat pesan komunikan bersifat tidak memihak.

3. Positive feedback

Pesan yang disampaikan oleh komunikator/sumber ditanggapi, disetujui/diterima secara baik oleh komunikan bahkan member semangat pada komunikator/sumber untuk melanjutkan pengiriman pesan selanjutnya yang lebih baik, lebih banyak, dan lebih bermutu. 4. Negative feedback

Kebalikan dari positive feedback, disini pesan yang disampaikan ditanggapi secara negatif/tidak disetujui dan bahkan mungkin sampai mengakhiri pengiriman pesan, bentuknya :

a. Interruption yang merupakan gangguan dari pihak komunikan

dengan memotong pembicaraan yang sedang berlangsung. b. Disagreement, disini terjadi penolakan atau tidak menyetujui

dan tidak mendukung pesan yang disampaikan komunikator. c. Critism, yang merupakan kritik/kecaman komunikan pada

komunikator.

Disamping itu umpan balik juga terjadi segera atau tertunda. Dalam komunikasi antar pribadi maka yang terjadi adalah umpan balik segera atau langsung sehingga kita dapat mengetahui reaksi penerimanya. Sebaliknya dalam komunikasi massa umpan balik biasanya bersifat tertunda atau delayed misalnya dalam bentuk surat pembaca di surat kabar/majalah.


(27)

7. Efek

Setiap proses komunikasi mempunyai hasil akhir, yaitu yang disebut dengan efek. Efek menerpa seseorang yang menerimanya baik secara sengaja dan terasa atau sebaliknya atau malah mungkin tidak dapat dimengerti. Efek dari proses komunikasi biasanya dalam akibat kognitif seperti dan peningkatan pengetahuan serta pengalaman, pandangan dan pendapat seseorang. Akibat afektif yaitu mengubah derajat perasaan seseorang, seperti suka/tidak suka, senang/tidak senang. Dan akibat konatif yaitu perubahan yang terjadi pada perilaku.

2.1.2 Proses Komunikasi

Terdapat dua tahap dalam proses komunikasi : 1. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer merupakan proses menyampaikan pikiran atau perasaan seseorang pada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media dalam komunikasi adalah : bahasa, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menterjemahkan pikiran/perasaan komunikator pada komunikan. Bahasa merupakan media yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi, karena bahasa mampu menterjemahkan pikiran seseorang pada orang lain, apakah itu berbentuk ide, respon/pendapat, maupun informasi.


(28)

2. Proses komunikasi secara sekunder

Pada proses komunikasi secara sekunder, penyampaian oleh seseorang kepada orang lain menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambang/simbol sebagai media pertama. Surat kabar, majalah, radio, televisi, telepon, adalah contoh media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

(Onong, 2002 : 11)

2.1.3 Komunikasi Massa

2.1.3.1Pengertian Komunikasi Massa

Menurut Bittner (1980:10) “Mass communication is massages

communicated through mass medium to alarge number of people”

(Rakhmat, 2003, p.188), artinya komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.

Sementara Pool (1973) mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, majalah, radio , film atau televisi. (Wiryanto, 2003 : 3)

Dari dua definisi mengenai komunikasi massa diatas bisa disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media dalam menghubungkan komunikator dengan komunikan yang jumlahnya banyak/massa. Ciri-ciri massa disini adalah:


(29)

jumlahnya besar, antar individu tidak saling mengenal (anonim), dan memiliki latar belakang yang berbeda (heterogen). Yang membedakan komunikasi massa dari jenis-jenis komunikasi yang lainnya adalah komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya.

2.1.3.2Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Ciri-ciri dari komunikasi massa adalah sebagai berikut (Onong, 2002 : 22)

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Berbeda dengan komunikasi antar pribadi yang berlangsung dua arah, pada komunikasi massa komunikasinya berlangsung satu arah. Komunikator tidak bisa mengetahui tanggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikannya secara langsung atau dengan kata lain umpan balik/tanggapan yang terjadi dalam komunikasi massa mengalami penundaan (delayed feedback). Konsekuensinya seorang komunikator komunikasi massa harus melakukan persiapan dan perencanaan sedemikian rupa agar pesan yang disampaikannya dapat diterima dengan baik oleh komunikannya, pesan komunikasi harus jelas dibaca, didengar, dilihat, serta dapat dipahami maknanya.


(30)

2. Komunikator pada komunikasi massa bersifat melembaga

Saluran yang digunakan dalam komunikasi massa adalah media massa yang merupakan lembaga, yaitu suatu institusi atau organisasi, karena itulah komunikatornya melembaga.

Komunikator dalam komunikasi massa, misalnya penyiar televisi dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijaksanaan stasiun televisi yang diwakilinya, oleh karena itu berbagai pesan yang muncul dari suatu media massa sebenarnya bukan lagi milik perorangan tetapi hasil dari rembukan, olahan redaksi, atau keputusan dari lembaga/organisasi yang mengeluarkannya.

Berdasarkan fakta diatas, maka komunikator pada komunikasi massa disebut juga dengan komunikator kolektif karena pesan yang muncul merupakan hasil kerjasama sejumlah orang dan karena sifatnya kolektif maka sejumlah orang itu harus memiliki keterampilan yang tinggi dalm bidangnya masing-masing.

3. Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum

Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, universal tentang berbagai hal dari berbagai tempat di muka bumi. Isi media massa tentang berbagai peristiwa apa saja yang patut diketahui oleh masyarakat umum. Tidak ada pesan komunikasi massa yang hanya ditujukan pada suatu masyarakat tertentu (meskipun dalam kenyataannya sebagian pesan bertujuan menjangkau khalayak


(31)

dalam segmen tertentu, misalnya iklan mobil BMW). Namun demikian pesan-pesan seperti itu juga terbaca oleh khalayak diluar segmen masyarakat kaya yang menjadi sasarannya.

4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan pada khalayak yang menerima pesan yang disebarkan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang bisa secara langsung dijangkau oleh media massa dalam waktu yang bersamaan tergantung dari jangkauan capai/coverage-nya. Sebagai contoh siaran langsung pertandingan World Cup di Afrika Selatan beberapa waktu yang lalu bisa disaksikan oleh jutaan pemirsa di seluruh dunia dalam waktu yang bersamaan. 5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa merupakan masyarakat umum yang sangat beragam/heterogen dalam segi geografis, demografis, maupun psikologis. Khalayak yang heterogen misalnya dari segi demografis dalam hal usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, status perkawinan dan lain-lain. Sedangkan secara geografis khalayak dibagi berdasarkan tempat asal, pemukimannya. Secara psikologis khalayak mempunyai cara hidup tertentu yang yang memberikan ciri khas bagaimana seorang itu menjalani hidupnya setiap hari berdasarkan tingkat pendapatannya, berdasarkan tingkat pendidikannya.


(32)

Jumlah keanggotaan komunikan itu sangat besar, bisa puluhan, ribuan, jutaan diantara mereka tidak saling mengenal satu dengan yang lainnya namun pada suatu waktu dan mungkin tempat yang relatif sama mereka memperoleh jenis pesan yang sama dari massa tertentu.

2.1.4 Televisi

Televisi merupakan salah satu media sarana/saluran dalam komunikasi massa. Pesan-pesan di televisi bukan hanya bisa didengar, tetapi juga bisa dilihat dalam gambar yang bergerak (audio-visual). Amir Hamzah Suleiman (1988 : 11) mengatakan bahwa alat-alat audio-visual adalah alat-alat yang “audible” (dapat didengar) dan “visible” (dapat dilihat), alat audio-visual ini berguna untuk membuat cara berkomunikasi lebih efektif.

Dari berbagai jenis media massa, televisi merupakan media yang memiliki daya tarik kuat dalam menyampaikan pesan-pesannya, televisi merupakan media yang tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga membentuk sikap seseorang, baik kearah positif maupun negatif, disengaja maupun tidak disengaja.

Disamping itu televisi juga mampu mengatasi kelemahan dari media massa lain seperti fleksibilitas serta jaringan distribusi dan jangkauan yang terbatas. Namun perlu diingat bahwa televisi hanyalah sebagian dari sekian banyak faktor diluar diri individu yang akan berpengaruh pada perubahan perilaku.


(33)

2.1.4.1Dampak Acara Televisi

3 dampak acara televisi terhadap pemirsa :

1. Dampak Kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk

menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa.

2. Dampak Peniruan yaitu pemirsa dihadapkan pada trendi actual yang

ditayangkan di televisi, contohnya : model rambut, model pakaian, dan lain-lain.

3. Dampak Perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai social budaya yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsa sehari-hari. (Kuswandi, 1996 : 100)

Sedangakan menurut Stevan H. Chaffe (Sendjaja, 1993): dikatakan bahwa dampak pesan media ada 3 yaitu :

1. Dampak Kognitif 2. Dampak Afektif 3. Dampak Konatif

Dampak pesan media massa yang berupa pola-pola tindakan kegiatan atau perilaku yang dapat diamati, adalah dampak pesan media massa yang telah sampai pada tahap konatif. Secara teoritis dampak pesan media massa biasanya hanya sampai pada tahap kognitif dan afektif, tetapi ada beberapa kondisi yang menyebabkan dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif, yaitu :


(34)

1. Exposure (jangkauan pengenaan)

Jika sebagian khalayak telah terexpose oleh media. 2. Kredibilitas

Jika pesan media mempunyai kredibilitas tinggi dimata khalayak dalam arti kebenarannya dapat dipercaya.

3. Konsonansi

Jika isi informasi yang disampaikan oleh bebrapa media massa, baik materi, arah serta orientasinya maupun dalam hal waktu, frekuensi dan cara penyajiannya sama atau serupa.

4. Signifikansi

Jika materi pesan media massa signifikansi dalam arti berkaitan secara langsung dengan kepentingan dan kebutuhan khalayak.

5. Sensitif

Jika materi dan penyajian pesan media massa menyentuh hal-hal yang positif.

6. Situsi kritis

Jika ada ketidakstabilan structural yang menyebabkan masyarakat berada dalam situasi kritis.

7. Dukungan komunikasi antar pribadi

Jika informasi media massa menjadi topik pembicaraan, karena didukung oleh komunikasi antar pribadi.


(35)

2.1.4.2Acara Televisi dan Perubahan Sikap Pemirsa

Ada 2 alternatif bagi televisi dalam menayangkan program acaranya dan perubahan sikap pemirsa yaitu :

1. Tayangan acara yang memang ditujukan untuk perubahan sikap pemirsa. 2. Tayangan acara yang hanya selintas memberikan hiburan tanpa bertujuan

untuk mengubah sikap pemirsa. (Kuswandi, 1996 : 103)

Dalam hal ini para perancang paket televisi harus menyeleksi program acara yang ditayangkan dan memantau dampaknya sekaligus melihat feedback yang muncul dari pemirsa. Untuk mencapai perubahan sikap dan membentuk perilaku pemirsa, televisi dapat menggunakan metode penayangan yang berulang-ulang dengan kemasan acara yang bersifat dialogis.

2.1.5 Sikap

Shimp (Peter & Olson, 2002 : 225) mendefinisikan sikap sebagai perasaan positif atau negatif terhadap suatu obyek yang merupakan hasil dari proses pembelajaran serta mempunyai sifat persisten dan akan mengarahkan seseorang kepada perilaku yang spesifik.

Menurut Jalaludin Rakhmat (Psikologi Komunikasi, p.39) sikap adalah:

1. Kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam


(36)

2. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap, objeknya bisa berupa benda, orang, tempat, gagasan, atau situsi.

3. Sikap mempunyai daya dorong atau motivasi, menentukan apa yang

diharapkan dan mengeyampingkan hal yang tidak diharapkan.

4. Bersifat menetap dan memiliki aspek evaluatif artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5. Timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tapi merupakan hasil dari belajar.

Dalam konteks perilaku konsumen, Schiffman dan Kanuk (2002, p.200) mendefinisikan sikap sebagai “A learned predisposition to behave in a

consistenly favorable on unfavorable way with respect to a given object”.

Yang dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu obyek tertentu. Terdapat tiga komponen dalam pembentukan sikap yang lebih dikenal dengan tricomponent attitude model, yaitu :

1. The Cognitive Component

Pengetahuan dan persepsi yang didapatkan dari kombinasi antara pengalaman langsung dengan obyek sikap dan informasi terkait dari berbagai sumber.

2. The Affective Component

Emosi atau perasaan dari konsumen tentang produk atau merek tertentu. Emosi dan perasaan ini sering dianggap oleh para peneliti


(37)

konsumen sangat evaluative sifatnya, yaitu mencakup penilaian seseorang terhadap obyek sikap secara langsung dan menyeluruh atau sampai dimana seseorang menilai obyek sikp menyenangkan atau tidak menyenangkan, bagus atau jelek.

3. The Conative Component

Konasi, komponen terakhir dari tricomponent attitude model berhubungan dengan kemungkinan atau kecenderungan bahwa seorang individu akan melakukan tindakan tertentu atau berperilaku dengan cara tertentu terhadapa obyek sikap tertentu. Di dalam pemasaran dan penelitian konsumen, conative component sering diekspresikan sebagai

intention to buy.

2.1.5.1Subyek dan Obyek Sikap

Menurut Alo Liliweri (2001 : 119) subyek dan obyek sikap adalah : a. Subyek, yaitu orang yang bersikap. Setiap orang boleh mempunyai satu

atau beberapa sikap terhadap orang lain, sekelompok orang, organisasi sosial dan lain-lain. Sikap ini dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan sosial, antropologis, ekonomi, politik dan lingkungan kehidupan manusia. Kesimpulannya, sikap terhadap obyek tergantung pada faktor manusia yang bersikap.

b. Obyek sikap, yaitu sikap kita terhadap suatu obyek ditentukan oleh tampilan obyek itu sendiri. Jika tampilan obyek itu menrik perhatian maka orang akan mempunyai harapan tertentu dan mencatat kesan tentang obyek kedalam memori.


(38)

2.1.5.2Komponen Sikap

Komponen sikap terbagi menjadi 3, yaitu :

1. Komponen Kognitif

Komponen ini berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan seseorang mengenai obyek. Dalam tahap ini, hal kognitif diperoleh dari olah otak, misalnya pendidikan, pengalaman, manusia mempunyai pandangan rasional (Liliweri, 2001 : 120) selain komponen ini juga tersusun atas dasar pengetahuan yang dimiliki individu tentang obyek sikapnya. Pengetahuan ini kemudian akan memberikan keyakinan tertentu dalam diri individu terhadap obyek sikap. Jadi komponen kognitif ini akan menjawab pertanyaan apa yang akan dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek tertentu. (Mar’at, 1981 : 25)

2. Komponen Afektif

Komponen ini dibentuk oleh aspek perasaan terhadap obyek. Dimana komponen ini berkaitan dengan aspek emosional terhadap obyek tersebut. Obyek tersebut dirasakan sebagai hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Beban emosional inilah yang memberikan watak tertentu terhadap sikap yaitu watak mantap, tergerak dan termotivasi. (Krech, 1996 : 8)

3. Komponen Konatif

Komponen ini berkaitan dengan kecenderungan manusia untuk berperilaku tertentu. Hal ini mencakup semua kesiapan perilaku berkaitan dengan sikap. Jika seseorang individu bersikap positif terhadap


(39)

obyek tertentu, maka ia cenderung membantu atau memuji atau mendukung obek tersebut. Tetapi jika seseorang individu bersikap negatif terhadap obyek tertentu, maka ia akan cenderung mengganggu atau menghukum atau merusak obyek tersebut. (Krech, 1996 : 9)

2.1.5.3Ciri-Ciri Komponen Sikap

Ciri-ciri komponen sikap menurut David Krech (1996 : 10) adalah : 1. Valensi

Valensi adalah kadar kepositifan dan kenegatifan komponen kognitif, perasaan dan kecenderungan tindakan pada suatu sistem sikap. Valensi dapat bervariasi mulai dari positif ekstrem, daerah valensi netral (yang sejajar dengan tidak ada sikap), sampai kenegatifitas yang ekstrim (Krech, 1996 : 79). Sebagaimana telah kita ketahui, suatu sikap dapat selalu digambarkan sebagai hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, pro atau kontra dengan obyek. Akan tetapi, biasanya tidak cukup bila kita hanya menggambarkan arah ini atau tanda, pada sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Jadi sangat diperlukan membuat ukuran valensi secara kuantitatif, yakni dengan menetapkan kadar kesenangan atau ketidaksenangan. (Krech, 1991 : 78)

2. Multipleksitas

Multipleksitas adalah jumlah dan ragam unsur-unsur terpisah yang membedakan komponen kognitif, perasaan, dan kecenderungan tindakan dalam suatu sikap. Suatu komponen yang unsurnya banyak dan beragam


(40)

disebut multipleks (multi kompleks) sedangkan komponen yang unsur serupanya relatif sedikit disebut komponen simpleks. (Krech, 1996 : 78)

2.1.5.4Fungsi Sikap

Menurut Daniel Katz (Zanden, 1984 : 164) ada 4 fungsi sikap, yaitu :

1. Utilitarian function

Sikap memungkinkan seseorang untuk memperolah atau memaksimalkan ganjaran (reward) atau persetujuan atau meminimalkan hukuman. Dengan kata lain, sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial, miaslnya seseorang dapat memperbaiki ekspresi dari sikapnya terhadap sesuatu obyek tertentu untuk mendapatkan persetujuan atas dukungan.

2. Knowledge function

Sikap membantu dalam memahami lingkungan dengan melengkapi ringkasan evaluasi tentang obyek dan sekelompok obyek atau segala sesuatu yang dijumpai di dunia ini.

3. Value-expressive function

Sikap kadang-kadang mengkomunikasikan nilai dan identitas uang dimiliki seseorang terhadap orang lain.

4. Ego defensive function

Sikap melindung diri, menutupi kesalahan, agresi dan sebagainya dalam rangka mempertahankan diri. Sikap ini mencerminkan kepribadian individu yang bersangkutan.


(41)

2.1.5.5Pembentukan dan Perubahan Sikap

Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antar individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis.

Dalam buku Psikologi Sosial (2001 : 98), Bimo Walgito mengatakan bahwa perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor, yaitu :

1. Faktor internal (individu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

2. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.

Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (1975) dalam buku Psikologi Sosial (2001 : 99) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

1. Pengaruh sosial, seperti norma atau kebudayaan, 2. Karakter kepribadian individu,

3. Informasi yang selama ini diterima individu.

Sedangkan Azwar (1997 : 30) mengatakan bahwa 6 faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu :

1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan dapat menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk menjadi dasar pembentukan


(42)

sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Menurut Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu obyek cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap obyek tersebut.

2. Orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant

other), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap

sesuatu. Orang-orang yang biasanya yang dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, suami atau istri dan lain-lain.

3. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadapa pembentukan sikap kita. Seorang ahli Psikologi terkenal, Burrhus Fredic Skinner sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang


(43)

menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan dan ganjaran) yang kita alami (Hergenhahn, 1982). Tanpa kita sadari kebudayaan juga yang memberikan corak pengalaman individu-individu anggota kelompok masyarakat asuhannya.

4. Media massa

Tugas pokok dari media massa adalah menyampaikan informasi, selain itu juga membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh atau tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Faktor emosional dalam diri individu

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi


(44)

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

2.1.6 Pengertian Iklan

Secara sederhana iklan diartikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan pada masyarakat melalui suatu media.

Akar kata iklan berasal dari kata dalam bahasa Latin, yaitu Adverte yang dalam bahasa Inggris berarti to run toward atau dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia berarti menuju ke sesuatu. Sasaran iklan adalah mengubah jalan pikiran konsumen untuk membeli suatu barang atau menggunakan jasa yang ditawarkan.

Iklan sendiri terbagi atas : 1. Iklan konsumen

2. Iklan bisnis ke bisnis atau antar bisnis 3. Iklan perdagangan

4. Iklan eceran atau retail 5. Iklan keuangan

6. Iklan langsung

7. Iklan lowangan pekerjaan

AMA (American Marketing Association) mengartikan iklan sebagai “any paid form of non personal presentation and promotion of ideas, goods or


(45)

service by an identified sponsor” (Kasali, 1992 : 10) yang dapat diterjemahkan

sebagai suatu bentuk terbayar dari presentasi non personal/pribadi/perorangan dan promosi dari ide, barang, atau jasa oleh sebuah sponsor yang sudah dikenal.

Masyarakat Periklanan Indonesia mendefinisikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media yang ditujukan pada sebagian/seluruh masyarakat. (Kasali, 1992 : 11)

Sedangkan Institut Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan iklan sebagai pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahakan kepada calon pembeli yang paling potensial. (Jefkins, 1996 : 5)

2.1.7 Teori Adopsi Inovasi (Difusi Inovasi)

Difusi Inovasi adalah proses sosial yang mengkomunikasikan informasi tentang ide-ide baru yang dipandang secara subjektif. Sedangkan yang dimaksud dengan Teori Adopsi Inovasi adalah teori yang membahas tentang bagaimana seorang individu menerima ide-ide baru yang diberikan media dan membuat keputusan apakah dapat menerima ide baru tersebut atau justru menolak ide baru itu.

Karakteristik-karakteristik inovasi yang mempengaruhi tingkat adopsinya adalah :

1. Manfaat relatif

Sejauh mana inovasi dipandang lebih baik daripada gagasan yang digantikannya.


(46)

2. Kesesuaian

Sejauh mana inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman-pengalaman masa lalu, dan kebutuhan-kebutuhan pengadopsi yang potensial.

3. Kerumitan

Sejauh mana inovasi dipandang sulit untuk dimengerti dan digunakan.

4. Kemampuan untuk dicoba

Sejauh mana inovasi mungkin dicoba secara terbatas. 5. Kemampuan dapat dilihat

Sejauh mana hasil-hasil inovasi dapat dilihat oleh orang lain.

Proses keputusan inovasi (innovation decision process) adalah proses mental yang dilalui individu atau unit lain yang membuat keputusan. Ada lima tahap dalam proses keputusan inovasi, yaitu :

1. Pengetahuan

Penerimaan kepada inovasi dan suatu pemahaman tentang bagaimana inovasi itu berfungsi

2. Persuasi

Pembentukan sikap terhadap inovasi 3. Keputusan

Aktivitas yang menghasilkan pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi.

4. Implementasi


(47)

5. Konfirmasi

Penguatan atau pembalikan keputusan inovasi yang dibuat.

Roger (1995) menentukan lima kategori pengadopsi (adopter

categories), yang mengklsifikasikan individu yang membuat keputusan dalam

tingkat adopsi inovasinya. Jenis-jenis kategori pengadopsi yang dimaksud adalah :

1. Inovator

Berani mengambil resiko, bersemangat untuk mencoba ide-ide baru, mempunyai hubungan yang lebih kosmopolitan atau mendunia daripada rekan-rekan sesamanya.

2. Pengadopsi dini

Tempat yang terhormat. Biasanya tingkat pimpinan opini yang tertinggi dalam sistem sosial.

3. Mayoritas awal

Tenang dan berhati-hati, sering berinteraksi dengan sesamanya namun jarang memegang posisi kepemimpinan yang utama.

4. Mayoritas akhir

Skeptis, sering mengadopsi inovasi karena kebutuhan ekonomi atau tekanan jaringan kerja yang meningkat.

5. Orang yang ketinggalan

Tradisional, paling lokalit (localite), yang memiliki titik acuan adalah pada masa lalu.


(48)

Konsekuensi (consequences) adalah perubahan yang terjadi pada individu atau sistem sosial sebagai akibat adopsi atau penolakan pada inovasi. Tidak semua inovasi, meskipun dirancang dengan baik, mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang dikehendaki. Dampak inovasi pada sistem sosial mungkin tidak sempurna. Beberapa konsekuensi setelah keputusan, yaitu:

1. Konsekuensi Dikehendaki versus Tidak Dikehendaki, tergantung pada apakah dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial berfungsi atau tidak berfungsi.

2. Konsekuensi Langsung versus Tidak Langsung, tergantung pada apakah perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons langsung terhadap inovasi atau hasil urutan kedua dari konsekuensi langsung inovasi.

3. Konsekuensi Yang Diantisipasi versus Yang Tidak Diantisipasi,

tergantung pada apakah perubahan-perubahan diketahui dan diinginkan atau tidak oleh para anggota sistem sosial.

(Werner&James, 2005 : 247-250)

Iklan kondom di televisi pada hakekatnya menawarkan sesuatu yang baru bagi masyarakat. Bukan hanya mensosialisasikan pentingnya penggunaan kondom untuk mencegah penularan penyakit HIV/AIDS. Sesuatu yang baru ini diantaranya adalah menawarkan berbagai macam aroma buah, selain itu iklan kondom juga menawarkan keamanan dan kenyamanan pada saat menggunakan kondom, serta menawarkan kondom dengan berbagai macam


(49)

bentuk misalnya seperti kondom yang disertai dengan vibrator dan kondom yang bergerigi.

Karena ada sesuatu yang baru dalam iklan kondom tersebut, maka peneliti menggunakan teori difusi inovasi ini sebagai sebagai pisau analisis dalam penelitian ini.

2..2 Kerangka Berpikir

Surabaya sebagai kota metropolitan atau kota terbesar kedua setalah Jakarta sudah dapat dipastikan banyak permasalahan yang terjadi atau timbul di kota ini, mulai dari masalah ekonomi sampai masalah tempat prostitusi yang dilegalkan oleh Pemkot Surabaya. Permasalahan tentang adanya tempat prostitusi yang terkenal dengan sebutan “Gang Dolly” ini sudah menjadi polemik yang cukup lama. Pro dan kontra banyak terjadi di kalangan masyarakat. Mulai dari pejabat pemkot, para petinggi agama, sampai kaum awam baik yang berada di daerah Dolly maupun yang jauh dari daerah tersebut. Lokalisasi Dolly cukup terkenal di masyarakat. Bahkan, banyak media yang menyatakan bahwa Dolly sebagai tempat prostitusi terbesar di Asia Tenggara, bahkan lebih besar dari Patpong di Bangkok,Thailand dan Geylang di Singapura. Bukan cuma itu, pernah terjadi kontroversi untuk memasukkan Gang Dolly sebagai salah satu daerah tujuan wisata Surabaya bagi wisatawan mancanegara. Hal ini cukup memprihatinkan karena dengan begitu Dolly merupakan tempat yang memiliki resiko tinggi dalam menyebaran penyakit menular seks.

Maka dalam hal inilah media massa khususnya media televisi menayangkan iklan tentang alat beberapa alat kontrasepsi, salah satunya adalah kondom. Berbagai merek


(50)

40   

kondom dengan baragam rasa dan bentuk yang ditawarkan kepada masyarakat melalui media iklan dengan harapan dapat menekan angka penyebaran penyakit HIV/AIDS.

Karena hingga Juni 2009, Departemen Kesehatan mencatat ada 18.442 orang

terkena AIDS dan 28.260 yang terinfeksi HIV. Sangat memprihatinkan melihat data-data diatas. Bisa dibayangkan apabila tidak dilakukan tindak pencegahan, maka angka-angka itu bisa terus melonjak.

Teori Adopsi Inovasi merupakan teori yang menjelaskan tentang adanya ide-ide baru yang diberikan atau ditawarkan oleh media, dalam hal ini adalah media televisi. Penelitian ini membahas tentang penayangan iklan kondom di televisi dengan harapan semakin banyak masyarakat yang mengetahui manfaat-manfaat penggunaan kondom terutama pada orang-orang yang sering berganti-ganti pasangan atau pernah menggunakan jasa PSK.

Peneliti ingin meneliti sikap pengunjung Dolly karena inovasi yang dalam hal ini pesan akan diterima bila ada perhatian, pemahaman, dan adopsi terhadap ide-ide baru dari khalayak yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Selanjutnya setelah menerima pesan atau inovasi berikutnya akan terjadi perubahan sikap oleh khalayak tersebut.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis tidak membicarakan hubungan antara variabel sehingga tidak ada pengukuran variabel x dan y. Penelitian ini difokuskan pada sikap dan faktor-faktor yang menentukan sikap pengunjung Dolly terhadap penayangan kondom di televisi, sehingga tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif.

Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kountur, 2003 : 53). Metode ini merupakan suatu metode yang berupaya untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena tertentu secara terperinci, yang pada akhirnya akan diperolah pemahaman yang lebih jelas tentang fenomena yang sedang diteliti.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai latar alami/pada konteks dan suatu keutuhan dan penelitian sebagai alat (instrumen)


(52)

3. Lebih memperhatikan proses daripada produk semata 4. Makna merupakan soal yang potensial

Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bahaya dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bagi peneliti. Metode kualitatif yang juga digunakan adalah pendekatan fenomenologis, artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu dengan menekankan pada aspek subyektif dari perilaku orang, dan pendekatan interaksi simbolik, yang berasumsi bahwa pengalaman manusia ditangani oleh penafsiran, dimana menjadi paradigm konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan status sosial ekonomi, kewajiban, peranan, resep budaya mekanisme pengawasan masyarakat atau lingkungan fisik lainnya.

Untuk meneliti pola komunikasi dan perubahan gejala sosial yang ada peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis, dimana peneliti berusaha mengungkapkan proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang diteliti. Peneliti berusaha mendalami aspek “subyek” dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti sehingga dapat dimengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini bukan berarti bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang diteliti. (Moleong, 1996 : 4-13)


(53)

Dalam penelitian ini kedudukan peneliti sebagai peneliti harus mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan kebutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data secepatnya dan memanfaatkankesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tak lazim.

Penelitian kulitatif mempunyai karakterisitik pokok yakni mementingkan makna dan konteks, dimana proses penelitiannya lebih siklus daripada linear. Dengan demikian pengumpulan data dan analisa data berlangsung secara simultan, lebih mementingkan kedalaman dibanding dengan keluasan penelitian. Sementara peneliti sendiri merupakan instrument kunci. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation) yang didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat dan mendalam (in-depth interview).

Pendekatan kualitatif sifatnya fenomenologis untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Realitas sosial, memberikan tekanan terbuka tentang kehidupan sosial. Dalam konteks ini studi deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi sikap npengunjung Dolly terhadap penayangan iklan kondom di televisi.


(54)

3.2 Definisi Konseptual

Sikap adalah kecenderungan perilaku informan terhadap iklan kondom di televisi. Kecenderungan sikap informan bisa mangarah ke hal yang positif (menerima) dan bisa juga mengarah ke hal yang negatif (menolak). Informan akan cenderung mengarah ke hal yang positif (menerima) apabila mereka merasa bahwa sosialisasi iklan kondom di televisi lebih banyak menguntungkan mereka. Dan informan juga dapat cenderung mengarah ke hal yang negatif (menolak) apabila mereka merasa lebih banyak dirugikan dengan adanya sosialisasi iklan kondom di televisi.

Komponen sikap yang akan diteliti adalah bagaimana kecenderungan sikap pengunjung Dolly untuk menerima pesan iklan kondom dalam berhubungan dengan PSK dan bagaimana kecenderungan sikap pengunjung Dolly untuk menolak pesan iklan kondom dalam berhubungan dengan PSK.

Peneliti juga akan memahami beberapa situasi dan kondisi yang dapat menentukan sikap informan yaitu :

 Keuntungan relatif yang dirasakan oleh informan terhadap sosialisasi iklan kondom di televisi.

 Kerugian yang dirasakan oleh informan terhadap sosialisasi iklan kondom di televisi.

 Pengaruh sosial, seperti norma-norma atau kebudayaan yang berlaku disekitar lingkungan informan.


(55)

3.3 Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di Surabaya tepatnya di Lokalisai Dolly di Jalan Jarak. Lokasi penelitian tersebut nerupakan lokasi yang menarik dimana Dolly dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, bahkan lebih besar dari Patpong di Bangkok,Thailand dan Geylang di Singapura. Dolly juga dianggap tempat yang memiliki resiko tinggi dalam menyebaran penyakit menular seks. Bukan hanya itu, bahkan Dolly sering dijadikan tempat wisata para wisatawan yang ingin tahu tentang Dolly. Karena tempatnya di sebuah gang masyarakat menyebutnya “Gang Dolly”. Saat memasuki kawasan tersebut, maka akan terlihat diantara deretan wisma yang didalamnya terdapat PSK (Pekerja Seks Komersial) yang terpampang jelas dalam sebuah etalase kaca bak akuarium hidup dengan lampu warna-warni.

3.4 Unit Analisis Penelitian

Dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi maksud sampling dalam hal ini adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (constraction) dengan tujuan bukanlah memusatkan diri pada perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan dalam generalisasi, maksud yang kedua dari sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sampling). Di dalam purposive ini ditandai ciri-ciri antara lain :


(56)

1. Rancangan sampel yang muncul : sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

2. Pemilihan sampel secara berurutan : tujuan memperoleh variasi

sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis. Setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang tidak diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau disisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui. Darimana atau dari siapa ia memulai tidak menjadi persoalan, tetapi bila hal sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti.

3.5 Subyek dan Informan Penelitian

1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah orang-orang yang pernah mengunjungi wisma-wisma yang ada di Dolly. Orang-orang dalam pengertian peneliti adalah orang-orang yang pernah menggunakan jasa para PSK (Pekerja Seks Komersil) yang ada di Dolly.

2. Informan Penelitian

Informan penelitian ini tidak ditentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yaitu, orang-orang yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian ini. Hal ini disebabkan


(57)

karena dalam penelitian kualitatif tidak dipersoalkan berapa besar jumlah informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan, dalam hal ini mengenai kecenderungan sikap mereka terhadap penggunaan kondom saat berhubungan dengan PSK.

Namun demikian peneliti berusaha akan menjaring sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian dari berbagai sumber. Peneliti akan mencari variasi informasi sebanyak-banyaknya dari informan dengan menggunakan teknik sampling in-depth-interview, sehingga dapat menghasilkan data berupa data-data dan tindakan, dan memungkinkan narasumber untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya dengan istilah-istilah mereka sendiri.

Sccrenning question yang dilakukan untuk mendapat informan sesuai dengan

syarat yang ditentukan oleh peneliti. Pada penelitian ini, informan utama yang digunakan adalah para pengunjung Dolly (orang-orang yang pernah menggunakan jasa PSK di Dolly).

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan sumber data utama adalah

in-depth-interview yang menghasilkan data berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya


(58)

karena hal tersebut memungkinkan pihak yang diwawancarai untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan. (Mulyana, 2002 : 183)

Dengan teknik ini diharapkan informan dapat lebih terbuka dan berani dalam memberikan jawaban dan respon terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti. Kelebihan lain adalah, peneliti secara personal dapat bertanya langsung dan mengamati respon terutama non verbal mereka dengan lebih detail.

Sesuai dengan sifat-sifatnya tersebut diatas, teknik in-depth-interview dipandang sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Sebagai penelitian kualitatif, peneliti harus dapat menampilkan kekayaan dan kerincian data. Sifatnya yang one-on-one juga akan mendukung keberhasilan wawancara karena topik dalam penelitian ini sifatnya cukup pribadi dan sensitif, sehingga memungkinkan informan mengungkapkan opininya secara lebih bebas dan jujur.

Namun demikian seperti juga teknik-teknik penelitian lain, in-depth-interview juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan utamanya kekayaan data yang diperoleh. In-depth-interview mampu menghasilkan respon yang lebih akurat dalam penelitian yang membahas topik-topik sensitive. Hubungan yang dekat antara informan dengan peneliti mempermudah untuk menggali topik-topik tertentu yang mungkin masih tahu dalam pendekatan lain (Wimmer & Dominick, 2000 : 122). Sedangkan kelemahan in-depth-interview biasanya dilakukan dengan sampel yang


(59)

kecil dan tidak acak. Karena interview biasanya dilakukan tanpa menggunakan standar-standar tertentu, masing-masing informan dapat memberikan berbagai versi jawaban dari sebuah pertanyaan. Bahkan, sangat mungkin bila seorang informan memberikan jawaban atas pertanyaan yang tidak ditanyakan pada informan lain. Kelemahan ini adanya bisa dari peneliti. Dalam beberapa interview mungkin saja sikap dan pendirian peneliti tanpa sengaja terkontaminasi, misalnya melalui perilaku non verbal atau tekanan suara. Hal ini dapat mempengaruhi validitas dari jawaban informan.

Observasi partisipan, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Peneliti ikut terlibat dengan cara mencatat perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau kejadian yang sistematik tanpa adanya komunikasi atau pertanyaan dengan individu yang diteliti. (Krisyantono, 2006 : 109)

Studi literature, teknik pengumpulan data dengan mencari data penunjang dengan mengolah buku-buku dan sumber lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data

Untuk analisis data dalam penelitian ini adalah informasi berupa narasi-narasi kualitatif yang dihasilkan dalam wawancara mendalam (in-depth-interview) yang berkaitan dengan Sikap pengunjung Dolly terhadap tenayangan iklan kondom di


(60)

50   

televisi. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengidentifikasi sikap para pengunjung Dolly, tetapi tidak mencari solusi atas permasalahan penelitian. Setelah seluruh data diperoleh dari in-depth-interview dan observasi maka peneliti akan menganalisis data secara deskriptif yang ingin menggambarkan data berdasarkan respon informan, yaitu mengkaji sesuai dengan konsep-konsep dan teori adopsi inovasi yang ada. Selanjutnya peneliti akan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan mengkategorikan data secara deskriptif dan dianalisis dengan kualitatif sehingga mendapat gambaran, jawaban untuk mengetahui bagaimana sikap pengunjung Dolly terhadap penayangan iklan kondom di televisi.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di Surabaya tepatnya di Lokalisai Dolly di Jalan Jarak. Lokasi penelitian tersebut merupakan lokasi yang menarik dimana Dolly dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, bahkan lebih besar dari Patpong di Bangkok,Thailand dan Geylang di Singapura. Dolly juga dianggap tempat yang memiliki resiko tinggi dalam menyebaran penyakit menular seks. Bukan hanya itu, bahkan Dolly sering dijadikan tempat wisata para wisatawan yang ingin tahu tentang Dolly. Karena tempatnya di sebuah gang masyarakat menyebutnya “Gang Dolly”. Saat memasuki kawasan tersebut, maka akan terlihat diantara deretan wisma yang didalamnya terdapat PSK (Pekerja Seks Komersial) yang terpampang jelas dalam sebuah etalase kaca bak akuarium hidup dengan lampu warna-warni.

Gang Dolly ini sudah ada sejak zaman Belanda dan dikelola oleh seorang perempuan keturunan Belanda yang dikenal dengan nama Tante Dolly van der mart. Keturunan dari Tante Dolly tersebut sampai sekarang masih ada di Surabaya meskipun sudah tidak mengelola bisnis prostitusi tersebut. Dari situlah terbentuknya Lokalisasi Dolly yang sampai saat ini masih dipermasalahkan oleh Pemerintah Kota setempat mengenai keberadaannya.


(62)

Kawasan Dolly ini berbaur dengan pemukiman penduduk yang padat kawasan Putat dan sekitarnya. Di sana, tak hanya terdengar derungan suara mesin kendaraan yang lewat, tetapi juga ada desahan napas para kupu-kupu malam yang terdengar sayup-sayup di balik kamar sempit. Di sana juga terdengar sayup-sayup seorang anak sedang melantunkan ayat-ayat suci, dan kalimat-kalimat bijak di tengah-tengah majelis pendidikan. Kompleks sekali kegiatan disini

Bukan hanya PSK, tetapi juga pemilik warung, penjaja rokok, tukang parkir, tukang becak dan lain-lain. Konon katanya, penghasilan dolly mencapai 34 milyar rupiah setiap bulannya.

4.1.2 Identitas Responden

Identitas 5 responden dalam penelitian ini yang menjadi informan diantaranya adalah :

a. Informan 1 adalah seorang pria bernama Rian (nama samaran) yang

saat ini sudah berusia 29 tahun yang berasal dari Surabaya dan saat ini berprofesi sebagai pegawai swasta di salah satu perusahaan tekstil di Surabaya. Informan 1 adalah beragama Islam dengan pendidikan terakhirnya adalah setingkat SMA. Sudah beberapa kali berkunjung ke Dolly dengan alasan untuk melepaskan rasa bosan.


(63)

b. Informan 2 adalah seorang laki-laki bernama Susanto (nama samaran) yang saat ini berusia 46 tahun. Berasal dari Surabaya dan saat ini berprofesi sebagai wiraswasta. Informan 2 beragama Islam dengan pendidikan akhir SD. Sekitar enam kali berkunjung ke Dolly dengan alasan ingin “jajan” di lokalisasi Dolly.

c. Informan 3 adalah seorang laki-laki bernama Eko (nama samaran).

Berusia 32 tahun dan berasal dari Jombang. Di Surabaya bertempat tinggal di daerah Dukuh Kupang. Informan beragama Islam dengan pendidikan akhir SMA dan berprofesi sebagai tukang parkir di ruko-ruko daerah Mayjen Sungkono. Sekitar empat sampai lima kali berkunjung ke Dolly dengan alasan ingin menghilangkan rasa jenuh di rumah.

d. Informan 4 adalah seorang laki-laki muda bernama Rio (nama

samaran). Berusia 20 tahun dan berasal dari Surabaya. Informan beragama Islam serta pendidikan akhirnya saat ini adalah seorang mahasiswa salah satu universitas negeri di Surabaya semester empat. Sering berkunjung ke Dolly dengan alasan untuk melampiaskan nafsu.

e. Informan 5 adalah seorang laki-laki berusia24 tahun. Berasal dari Blitar tetapi bekerja di daerah Malang sebagai kuli bangunan. Informan beragama Islam. Sudah sering ke Dolly dengan alasan belum memiliki istri. Pendidikan akhir dari informan adalah SMP.


(64)

4.1.3 Penyajian Data

Penelitian ini dilakukan di Surabaya selama kurang lebih satu bulan. Sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya, subjek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat diketahui atau ditentukan. Data diperoleh dengan menggunakan tape recorder, wawancara yang dilakukan adalah

in-depth-interview atau wawancara yang mendalam yang dilakukan terhadap

pengunjung Dolly. Dalam hal ini adalah orang-orang yang pernah menggunakan jasa PSK di Dolly. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan dan observasi dilakukan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang diteliti itu sendiri. Data yang diperoleh tersebut akan disajikan secara deskriptif dan dianalisis dengan kualitatif sehingga diperoleh gambaran, jawaban, serta kesimpulan dari pokok permasalahan.

4.1.4 Pemahaman Informan Terhadap Penayangan Iklan Kondom Di Televisi

Pemahaman informan terhadap pesan yang ada pada iklan kondom yang ditayangkan di berbagai media televisi diantaranya Global TV, TPI, SCTV dapat menentukan sikap terhadap pesan iklan yang disampaikan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, ternyata semua informan dapat memahami pesan iklan yang ingin disampaikan. Mereka cukup memahami tentang adanya iklan kondom yang ditayangkan di televisi. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan yang ada di bawah ini :


(65)

Informan 1

“Yaa...seringlah...”

(interview : Selasa, 05 April 2011, Pukul 22.50 WIB)

Dari kutipan diatas, dapat dilihat bahwa iklan kondom cukup sering ditayangkan di televisi sehingga informan menyatakan bahwa keseringannya dalam melihat tayangan iklan kondom di televisi. Tetapi bukan hanya informan pertama yang sering melihat tayangan iklan kondom tersebut seperti yang ada pada kutipan di bawah ini :

Informan 2

“Yaa...pernah...”

(interview : Selasa, 05 April 2011, Pukul 23.08WIB)

Informan 4

“Ooo...ya pernah. Pasti.”

(interview : Minggu, 10 April 2011, Pukul 02.31 WIB)

Informan 5

“Ooo...ya pernah. Pasti.”

(interview : Kamis, 14 April 2011, Pukul 22.29 WIB)

Selain kutipan-kutipan diatas, bahkan ada juga informan yang dapat langsung mengingat salah satu merek iklan yang pernah ditayangkan di televisi seperti kutipan di bawah ini :

Informan 3


(66)

Tidak hanya membahas tentang pemahaman informan tentang adanya iklan kondom yang ditayangkan di televisi, tetapi peneliti juga akan membahas sumber lain yang memberitahukan tentang kondom. Ternyata sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa PSK yang ada di Dolly yang memberitahukan tentang adanya kondom dan mereka juga menyarankan penggunaan kondom kepada informan sebelum melakukan hubungan seks seperti kutipan di bawah ini :

Informan 1

“Ya...Mereka selalu menyarankan.”

(interview : Selasa, 05 April 2011, Pukul 22.50 WIB)

Informan 3

“Yaa...dianjurkan sama ceweknya. Soalnya sama germonya kan juga diwajibkan.”

(interview : Rabu, 06 April 2011, Pukul 00.21 WIB)

Walaupun kedua kutipan diatas menyatakan bahwa para PSK di Dolly selalu mnganjurkan untuk menggunakan kondom, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa justru mereka yang menganjurkan untuk menggunakan kepada PSK seperti pada kutipan di bawah ini :

Informan 2

“Yaa...kalo itu relatif ya. Dikatakan relatif karena kadang PSKnya itu ada yang mengerti dan ada yang belum memahami. Tapi bagi saya pribadi, saya selalu menggunakan kondom.”


(67)

Informan 5

“Pertama sih gak mbak. Cuma setelah tau saya sering kesini, maen kesitu dan selalu bawa kondom. Kalo misalkan aku mau sewa gitu pasti tanya “bawa kondom apa tidak? Atau pake kondom sini?” Gitu mbak...”

(interview : Kamis, 14 April 2011, Pukul 22.29 WIB)

Tetapi dari semua jawaban yang diberikan oleh semua informan, ada informan yang menyatakan bahwa para PSK selalu menganjurkan untuk menggunakan kondom, yang berbeda adalah jawaban penolakan pemakaian kondom yang diberikan oleh informan seperti kutipan di bawah ini :

Informan 4

“Disediakan kok mbak. Kadang PSKnya juga suruh pake. Lebih baik katanya. Cuma saya aja yang gak mau mbak. Males mbak.”

(interview : Minggu, 10 April 2011, Pukul 02.31 WIB)

Bukan hanya ingin mengetahui pemahaman informan tentang adanya iklan kondom di televisi, peneliti juga ingin mengetahui unsur-unsur iklan apa saja yang diingat oleh informan. Dari hasil wawancara yang dilakukan, unsur-unsur yang diingat oleh para informan adalah model iklan/artis Julia Perez pada iklan kondom merek Sutra dimana Jupe memerankan peran sebagai seorang istri yang seksi seperti pada kutipan di bawah ini :

Informan 1

“Kalo gak salah Julia Perez.”


(68)

Informan 4

“Yaa...artisnyalah mbak...Julia Perez..hahaha”

(interview : Minggu, 10 April 2011, Pukul 02.31 WIB)

Selain menyebutkan bahwa artis merupakan salah satu unsur yang dapat membuat informan mengingat iklan kondom tersebut, ada juga informan yang justru menyertakan ciri khas dari model/artis pada iklan kondom Sutra. Jupe sebagai model pada iklan ini memang memiliki bentuk tubuh yang seksi, wajah yang menarik, bahkan dia juga memiliki buah dada yang berukuran cukup besar. Ternyata wanita dengan memiliki bentuk tubuh yang seksi memang pantas menjadi model iklan kondom karena hal itu akan membuat masyarakat/khalayak mampu mengingat iklan itu dengan mudah seperti pada kutipan ini :

Informan 5

“Kondom Sutra mbak. Julia Perez mbak..Susunya kan gede..hehehehehe”

(interview : Kamis, 14 April 2011, Pukul 22.29 WIB)

Walaupun hampir semua informan menyatakan bahwa model iklan/artis yang ada pada iklan kondom yang menjadi unsur-unsur yang diingat oleh mereka, tetapi ada juga informan yang memiliki jawaban yang berbeda. Informan ini lebih mengingat ciri khas dari kondom seperti aroma, bentuk, kenyamanan, dan lain sebagainya seperti yang ada pada kutipan ini :

Informan 2

“Yang rasanya macem-macem itu, Fiesta...”


(69)

Ternyata bukan hanya model iklan/artis yang menjadi unsur yang dapat membuat orang mengingat iklan kondom tersebut, tetapi aneka macam aroma yang ditawarkan oleh produsen kondom juga mampu membuat orang mudah mengingat iklan kondom yang mereka lihat di televisi.

Para informan tidak hanya mengingat iklan kondom tersebut tetapi mereka juga menggunakannya untuk diri mereka sendiri. Hampir dari semua informan memiliki merek kondom yang mereka andalkan untuk digunakan saat berhubungan seks dengan PSK seperti yang ada pada kutipan di bawah ini :

Informan 1

“Biasanya sih Sutra..”

(interview : Selasa, 05 April 2011, Pukul 22.50 WIB)

Informan 2

“Yang sering saya gunakan itu Fiesta. Kan rasanya beda-beda...”

(interview : Selasa, 05 April 2011, Pukul 23.08WIB)

Informan 3

“Biasanya yang paling aman itu Durex ya. Durex itu lebih besar, lebih tebal.”

(interview : Rabu, 06 April 2011, Pukul 00.21 WIB)

Karena banyaknya merek kondom yang beredar di pasaran, tidak membuat mereka hanya terpaku pada satu merek andalan saja karena mereka memiliki alasan tersendiri seperti kutipan di bawah ini :


(1)

dengan penggunaan kondom walaupun banyak inovasi yang telah diberikan untuk menarik perhatian masyarakat sehinnga masyarakat mau menggunakan kondom terutama ketika berhubungan dengan PSK agar terhindar dari penyakit.


(2)

70   


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat peneliti adalah informan cukup memahami adanya iklan kondom dan isi pesan dalam iklan kondom di televisi. Mereka juga mampu meyebutkan beberapa merek kondom yang sering ditayangkan di televisi seperti Durex, Fiesta, dan Sutra. Hal ini dikarenakan adanya hal-hal yang menurut mereka cukup menarik untuk diingat. Banyak alasan yang membuat mereka mengingat merek kondom pada iklan tersebut, salah satunya adalah model iklan/artis Julia Perez yang digunakan dalam iklan produk kondom Sutra. Ciri khas yang dimiliki model membuat mereka cukup mudah untuk mengingat merek iklan kondom itu. Tidak hanya itu, inovasi-inovasi baru yang diberikan oleh produsen juga cukup menarik perhatian mereka. Adanya aneka ragam aroma yang ditawarkan seperti aroma rasa buah-buahan serta kenyamanan yang diberikan seperti kondom yang memiliki lapisan lebih tipis, bentuk yang bergerigi membuat mereka mampu untuk mengingat serta cukup menarik perhatian mereka sehingga mereka mau menggunakan produk kondom yang ditawarkan melalui iklan pada media televisi tersebut.


(4)

seks dengan PSK. Informan menganggap bahwa menggunakan kondom mempunyai manfaat untuk menghindari resiko terkena penyakit. Kesadaran yang dimiliki oleh para pengunjung Dolly akan resiko yang mereka terima yaitu tertular penyakit apabila mereka menggunakan jasa para PSK tanpa menggunakan pengaman seperti kondom cukup besar. Mereka sadar bahwa resiko itu akan sangat merugikan diri mereka, keluarga mereka, dan orang-orang terdekat mereka. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya beberapa pihak yang tetap tidak mempedulikan resiko-resiko tersebut. Mereka hanya mempedulikan kepuasan mereka sendiri tanpa memikirkan resiko yang dapat mereka terima kelak. Ada juga informan yang tidak mau menggunakan kondom walaupun mereka memahami dengan baik isi pesan pada iklan kondom. Informan mengganggap bahwa penggunaan kondom tidak menguntungkan bagi mereka karena menurut mereka menggunakan kondom saat berhubungan seks dapat mengurangi kenikmatan.

5.2 Saran

Bagi masyarakat terutama para pengunjung Dolly, diharapkan agar mengetahui tentang resiko-resiko yang akan mereka dapatkan dapat membuat mereka lebih berhati-hati apabilaa akan melakukan hubungan seks dengan PSK. Jangan sampai hanya karena ingin mementingkan kepuasan mereka sendiri sehingga melupakan resiko apa yang akan mereka terima nantinya. Kemudian akan meyesal pada akhirnya karena apabila mereka


(5)

72   

tertular penyakit-penyakit tersebut, bukan hanya mereka yang akan menderita. Keluarga, saudara, kerabat,teman, dan orang-orang sekitar kita juga akan merasakan dampak kerugian yang diterima oleh kita.


(6)

 

51 

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

. 2004. Ilmu Komunikasi Teori & Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Jefkins, Frank. 1996. Periklanan. Bandung : Penerbit Erlangga.

Krech, David. 1996. Sikap Sosial = Social Attitudes. Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa Depdikbud.

. 1996. Individu Dalam Masyarakat, Buku Teks Mengenai Psikologi Sosial. Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Kriyantono, Rachma. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Isi Media Televisi. Jakarta : Rineka Cipta.

Liliweri, Alo. 1996. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Bandung : Ghalia Indonesia Peter, J. Paul & Olson, Jerry C. 2002. Consumer Behavior – Perilaku Konsumen dan Strategi

Pemasaran, Edisi Ke-4. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Saifudin, Azwar. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Jakarta : Pustaka Pelajar. Schiffman, Leon G & Kanuk, Leslie Lazar. 2000. Consumer Behavior, Seventh Edition. New

Jersey : Prentice Hall International.

Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka. Severin, Werner J & James, W. Tankard, Jr. 2008. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode &