Hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta
i
HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN
DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG
MENJALIN HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI
YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Beatrich Rani Danastri
NIM : 099114098
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(2)
(3)
(4)
HALAMAN MOTTO
Hakuna matata. These two words will solve all your problems.
– Pumbaa (The Lion King Movie) –
You try. You fail. You try. You fail. But the only true failure is when you stop trying. – Madame Leota (Haunted Mansion) -
The past can hurt. But the way I see it, you can either run from it, or learn from it.
- Rafiki (The Lion King Movie) -
Don’t limit yourself. Many people limit themselves to what they think they can do. You can go as far as your mind lets you. What you believe, remember, you can achieve.
- Mary Kay Ash –
(5)
v
Dengan penuh syukur, skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang Mahakasih,
Kedua orang tua-ku, Ignatius Djoko dan Teresa Maria, Kedua adikku, Dipta dan Kristo,
Dan sahabat, teman-teman, serta semua pihak yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan kepercayaan untukku selama ini.
(6)
(7)
vii
HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG MENJALIN
HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI YOGYAKARTA Beatrich Rani Danastri
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukanapakah ada hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang berpacaran. Konteks yang dipakai dalam penelitian ini adalah hubungan berpacaran jarak jauh. Data untuk penelitian ini dihasilkan dari skala yang disebarkan kepada 111 orang mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta. Skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman adalah Experience in
Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) yang dikembangkan oleh Fraley, Brennan,
dan Waller (2000). Penelitian ini juga menggunakan skala milik Hendrick (1988), yaitu
Relationships Assessment Scale untuk mengukur variabel kepuasan berelasi. Hasil penelitian
diolah menggunakan SPSS 16.0 dan menunjukkan korelasi negatif sebesar -.534 dengan p=0.000. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi.
(8)
CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT WITH RELATIONSHIP SATISFACTION TO WOMEN WHO TWINE
LONG-DISTANCE DATING RELATIONSHIP IN YOGYAKARTA Beatrich Rani Danastri
ABSTRACT
This study aimed to determine whether there is a relationship between insecure attachment with relationship satisfaction to dating women. The context that used in this study is long-distance dating relationship. Datas in this study was resulted from scale that alloted to 111 college students who twine long-distance dating relationship in Yogyakarta. The scale that used to measure insecure attachment is Experiences in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) that developed by Fralet, Brennan,and Waller (2000). Besides that, this study used Hendrick’s Relationship Assessment Scale (1988) to measure relationship satisfaction variable. The result was processed by SPSS 16.0 and showed negative correlation in the amount of -.534 with p=0.000. This condition proved that there is negative correlation between insecure attachment with relationship satisfaction.
Keywords : insecure attachment, relationship satisfaction, long-distance dating relationship
(9)
(10)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis ingin memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “Hubungan Antara Kelekatan Tidak Aman dengan Kepuasan
Berelasi pada Perempuan yang Menjalin Hubungan Pacaran Jarak Jauh di
Yogyakarta”.
Skripsi ini juga tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak
lain. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik,
Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi., yang sudah membantu
selama proses penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku mantan Dosen Pembimbing
Akademik, yang telah memberikan kritik saran dalam proses pembuatan
skripsi ini.
3. Bapak Yohanes Heri Widodo, M.Psi., selaku dosen pembimbing yang
senantiasa menyediakan waktu untuk mendampingi dan membimbing
penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
4. Profesor Susan Hendrick yang sudah membantu memberikan sumber
bacaan untuk penelitian ini.
5. Dosen-dosen di Fakultas Psikologi yang telah memberikan wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai dunia manusia yang mengagumkan kepada
penulis selama proses perkuliahan.
(11)
xi
6. Karyawan sekretariat Fakultas Psikologi: Mas Muji, Mas Doni, Mas
Gandung, Bu Nanik, Pak Gik,yang sudah berkenan membantu penulis dan
memfasilitasi berbagai keperluan selama proses perkuliahan.
7. Mama dan Bapak selaku orang tua di rumah. Terima kasih atas segala doa,
dukungan, dan penguatan yang diberikan dari jauh. Makasih ya ma, pak..
8. Dipta dan Kristo yang selalu bisa memberikan tawa dan motivasi dalam
mengerjakan skripsi ini. Makasih ya dek..
9. Pak Darmanto, guru bahasa Inggris SMA Santa Ursula, yang sudah
berkenan membantu peneliti menerjemahkan skala dalam penelitian ini.
10.Teman-teman seperjuangan : Ginza, Stenny, Laksmi, Elok. Terima kasih
banyak untuk kerja keras, bantuan, dukungan, semangat, dan kerja
samanya selama proses penyusunan skripsi ini. We finally do finish this!
11.Ginza, Lala, Rea, Kak Evi, Vera, Bangbo, Abet, sahabat sepermainan dan
belajar yang selalu memberikan tawa dan kelegaan dalam setiap kegalauan
sehari-hari. Terima kasih untuk waktu yang pernah kita habiskan bersama
☺
12.Bapak-Ibu dan teman-teman kos Anggrek : Dara, Tiwi, Deny, Agnes,
Rani, Hani, Grace, Wiwik, Ria, Elin. Terima kasih banyak karena sudah
menjadi tempat aku pulang, tempat berbagi semangat dan keletihan.
Sekian tahun tinggal bersama kalian sungguh menyenangkan!
13.Seluruh Staf perpustakaan USD, khususnya Pak Sunu, dan rekan-rekan
mitra : Mbak Ju, Mbak Cicik, Mas Miko, Mbak Meng, Keket, Rea, Odil,
(12)
membuat hariku penuh warna. Terima kasih untuk hangatnya
kekeluargaan yang membuat aku selalu semangat untuk kerja, bertemu,
dan berbagi kisah dengan kalian. Hidup shelving!
14.Sahabat dan saudara semenjak 8 tahun yang lalu: Debo, Nemo, Orne,
Vicky, Patty. Thanks for supports and smiles you gave in this distance.
Love you all, sisters :)
15.Zefan, Boni, Yosua, Putri, Angga, teman-teman yang penuh keunikan.
Terima kasih untuk kesempatan berbagi tawa dan tangis dengan kalian.
16.Pingkan, Sherly, Regina, Uli, Sheila, Martha, Nova, dan teman-teman lain
di PSF yang rajin banget ngingetin untuk nyekrip. Buruan nyusul!
17.Teman-teman di peer partner : Miss Tata, Diyan, Nino, Putri, Matheus,
dan peer lainnya. Terima kasih untuk kesempatan dan pengalaman baru,
serta dukungan yang semakin memberiku semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
18.Semua teman di Universitas Sanata Dharma dan pihak-pihak lain yang
memberikan dukungan, bantuan, semangat, dan doa untuk
terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih untuk proses berdinamika
bersama kalian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(13)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoretis ... 8
(14)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Dewasa Awal ... 9
1. Pengertian ... 9
2. Tugas Perkembangan ... 9
a. Tahap Psikososial Erikson ... 9
b. Fase Perkembangan (Kognitif) Schaie ... 10
3. Ciri-ciri Sosio-Emosi ... 11
a. Karakteristik Sosio-Emosi Masa Dewasa Awal ... 11
b. Karakteristik Sosio-Emosi Perempuan ... 14
4. Pacaran ... 15
B. Kepuasan Berelasi ... 16
1. Pengertian Kepuasan Berelasi ... 16
2. Aspek Kepuasan Berelasi ... 16
3. Kaitan Kepuasan Berelasi di Berbagai Bidang ... 19
a. Perilaku ... 19
b. Kognitif ... 20
4. Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Berelasi ... 21
a. Kemampuan Manajemen Konflik ... 21
b. Sikap Memaafkan ... 22
c. Pengungkapan Diri dan Komunikasi Afeksi ... 22
d. Kelekatan Tidak Aman ... 23
5. Dampak Kepuasan Berelasi ... 23
a. Komitmen ... 23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(15)
xv
b. Ketergantungan pada Pasangan (dalamteori
interdependensi) ... 23
c. Kepuasan Hidup ... 24
C. Kelekatan (Attachment) ... 24
1. Pengertian Kelekatan ... 24
2. Tipe Kelekatan Dewasa ... 25
3. Faktor Penyebab ... 29
a. Pola Kelekatan di Masa Anak-anak ... 29
b. Sensitivitas dan Responsivitas Pasangan ... 30
4. Dampak ... 30
a. Manajemen Konflik ... 30
b. Sikap Trust ... 30
c. Tingkat Kemandirian ... 31
d. Konsep Diri ... 32
e. Kontrol Emosi ... 33
f. Kepuasan Berelasi ... 33
D. Dinamika ... 34
E. Hipotesis ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
A. Jenis Penelitian ... 38
B. Variabel Penelitian ... 38
1. Variabel Independen ... 38
(16)
C. Definisi Operasional ... 38
D. Subjek Penelitian ... 39
E. Metode Pengambilan Sampel ... 39
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 40
1. Metode Pengumpulan Data ... 40
2. Alat Pengumpulan Data ... 40
a. Experience in Close Relationships Questionnaire-Revised ... 41
b. Relationship Assessment Scale ... 42
G. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data ... 43
1. Validitas ... 43
2. Reliabilitas ... 44
3. Seleksi Aitem ... 45
a. Cetak Biru Kelekatan Setelah Diuji Coba Tahap I ... 45
b. Cetak Biru Kelekatan Setelah Diuji Coba Tahap II ... 46
c. Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba ... 46
H. Metode Analisis Data ... 47
1. Uji Asumsi ... 47
2. Uji Korelasi ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Pelaksanaan Penelitian ... 50
B. Analisis Hasil Penelitian ... 50
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(17)
xvii
2. Uji Asumsi ... 51
2.1 Uji Normalitas ... 51
2.2 Uji Linearitas ... 52
3. Hasil Penelitian ... 53
4. Sumbangan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ... 53
5. Statistik Deskriptif ... 54
a. One Sample T-test ... 54
b. Paired Sample T-test ... 55
C. Pembahasan ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 60
1. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 60
2. Saran Bagi Subjek ... 62
3. Saran Bagi Orang Tua ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
(18)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Sebelum Diuji Coba ... 42
Tabel 3.2 Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Sebelum Diuji Coba ... 43
Tabel 3.3 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba
Tahap I ... 45
Tabel 3.4 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba
Tahap II ... 46
Tabel 3.5 Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba ... 47
Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 50
Tabel 4.2 Deskripsi Jarak Hubungan Berpacaran Subjek
dengan Pasangan ... 51
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 51
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif ... 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(19)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 69
Lampiran 2 Skala Penelitian ... 75
Lampiran 3 Reliabilitas ... 81
Lampiran 4 Uji Normalitas dan Linearitas ... 83
Lampiran 5 Uji Korelasi ... 87
Lampiran 6 Statistik Deskriptif ... 89
Lampiran 7 Laporan Hasil Pra-Penelitian ... 93
(20)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai mekanisme
untuk mengembangkan relasi dan bekerja sama dengan orang lain (Buss &
Kenrick, 1998; Reis, Collins, & Berscheid dalam Campbell & Loving, 2012).
Mekanisme ini didorong oleh salah satu kebutuhan dasar manusia yang
dikemukakan oleh Maslow, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan cinta
(Schultz, 1991). Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan mengembangkan
relasi yang dekat dengan orang lain.
Relasi yang dekat mulai dikembangkan individu saat memasuki masa
remaja. Selanjutnya, kuantitas dan kualitas relasi yang dekat semakin
meningkat selama masa dewasa awal. Menurut Erikson, mengembangkan
relasi yang lebih intim menjadi tugas perkembangan yang penting pada masa
dewasa awal (Santrock, 1995). Individu mulai mengembangkan relasi dekat
romantis yang terwujud dalam perilaku berpacaran. Berpacaran bagi remaja
merupakan konteks dimana individu meningkatkan harapan terkait dengan
peran gender. Bagi dewasa awal, perilaku berpacaran memberikan kontribusi
yang penting pada pembentukan peran mereka dalam berdinamika di
masyarakat (Skipper & Nass dalam Steuber, 2005). Perilaku berpacaran pada
masa dewasa awal melibatkan unsur cinta romantis yang menjadi hal penting,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(21)
termasuk ketika mereka menjadi mahasiswa di perguruan tinggi (Santrock,
1995). Oleh karena itu, topik mengenai relasi romantis pada mahasiswa
menjadi penting untuk dibahas lebih lanjut.
Mahasiswa perguruan tinggi memiliki dinamika yang penuh dengan
tekanan. Permasalahan mengenai relasi romantis menjadi salah satu pemicu
yang membuat mahasiswa merasa tertekan (Berscheid & Fei dalam Santrock
1995). Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti terhadap 75 subjek yang
berpacaran, permasalahan dalam relasi romantis menjadi penyebab terbesar
kedua munculnya permasalahan akademis.
Relasi romantis dengan kualitas yang baik salah satunya disebabkan
karena adanya kepuasan dalam relasi tersebut (Clark & Grote, 2003).
Kepuasan dalam relasi akan mempengaruhi kondisi mood dan emotional
well-being pada diri individu (Chung et al. dalam Steuber, 2005). Kepuasan
berelasi merupakan suatu evaluasi positif individu terhadap suatu hubungan
dengan merujuk pada kondisi dirinya sendiri (Rusbult & Buunk dalam Miller
& Tedder, 2011). Dengan kata lain, kepuasan berelasi lebih melibatkan fungsi
karakteristik sifat individu sendiri, bukan karakteristik pasangan (Smith,
Heaven, & Ciarrochi, 2008).
Kepuasan dalam berelasi, khususnya relasi berpacaran, bukanlah hal
yang mudah untuk dicapai. Berbagai variabel menjadi faktor penyebab
terhambatnya seseorang mengalami kepuasan dalam hubungannya dengan
pasangan. Apabila hambatan yang ada tidak dapat diatasi oleh pasangan,
(22)
3
Munculnya rasa tidak puas dalam berelasi dapat menimbulkan berbagai
persoalan terkait dengan dinamika kehidupan mahasiswa. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa pasangan dalam hubungan romantis memiliki
kemungkinan memunculkan depresi yang lebih tinggi dibandingkan teman
biasa (Berscheid & Fei dalam Santrock, 1995). Selain itu, ketidakpuasan yang
dialami dalam hubungan romantis menimbulkan dampak negatif bagi
kesejahteraan fisik maupun psikis (Hawkins & Booth, 2005). Ketidakpuasan
juga menimbulkan emosi negatif yang mempengaruhi respon individu
terhadap stres, kekerasan, dan permasalahan akademis (Creasey, Kershaw, &
Boston; Creasey & Hesson-McInnus dalam Steuber, 2005). Sebuah survei
yang dilakukan oleh Komnas Perempuan Indonesia pada tahun 2011
menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran menduduki peringkat kedua
setelah kekerasan dalam rumah tangga(Kompas.com). Di samping itu, salah
satu wujud ketidakpuasan berelasi adalah munculnya konflik karena masalah
komunikasi (komunikasi kurang efektif). Penyelesaian konflik pun dapat
terhambat, salah satunya karena dibatasi oleh lokasi yang berjauhan dan
kontak fisik yang intensitasnya relatif sedikit (Gulledge, Gulledge, &
Stahmann, 2003).
Intensitas kontak fisik yang sedikit salah satunya disebabkan oleh
perpisahan jarak. Transisi dari masa SMA ke masa kuliah dapat mendorong
mobilitas pendidikan yang memunculkan kebutuhan untuk berpisah secara
geografis di antara pasangan yang berpacaran (Johnston & Packer dalam
Arditti & Kauffman, 2004) atau biasa dikenal dengan hubungan pacaran jarak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(23)
jauh (Long-Distance Dating Relationship). Hubungan pacaran jarak jauh
(Long-Distance Dating Relationship) menjadi fenomena pada masa sekarang
ini. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian The Center for the
Study of Long Distance Relationship di Amerika pada tahun 2005,
menunjukkan bahwa ada sekitar 4,4 juta pasangan mahasiswa belum menikah
di Amerika (20-40% dari total keseluruhan mahasiswa) yang sedang
menjalani hubungan jarak jauh. Berkaitan pula dengan pembahasan
sebelumnya, perkembangan mobilisasi yang memungkinkan semakin
terbukanya kesempatan peluang pendidikan, memberikan pengaruh tingkat
hubungan pacaran jarak jauh yang semakin meningkat pula. Kondisi ini pun
terlihat di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Berdasarkan survei yang
dilakukan terhadap 167 orang mahasiswa di Yogyakarta yang sedang
berpacaran, sekitar 30% dari mereka menjalin hubungan berpacaran jarak
jauh. Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 31 mahasiswi
yang menjalin hubungan jarak jauh menunjukkan bahwa 32% mengaku tidak
puas dalam menjalani hubungan yang mereka jalani saat ini. (Danastri,
Permatasari, Prawitasari, Viasti, Nugrahaeni, 2013). Oleh karena itu,
hubungan berpacaran jarak jauh menjadi salah satu konteks yang menarik
dalam membahas topik mengenai kepuasan berelasi.
Pada kenyataannya, beberapa hubungan dapat tetap bertahan
meskipun hubungan berjalan dengan tidak memuaskan (Rusbult, Martz,
Agnew, 1998). Selain itu, Schwebel dkk (dalam Skinner, 2005) menemukan
(24)
5
dalam mempertahankan hubungan jarak jauhnya. Hal ini menunjukkan bahwa
perempuan memiliki kecenderungan untuk mempertahankan hubungan
meskipun mereka merasa tidak puas.
Persoalan-persoalan dalam menjalin relasi dapat dihindari dan dapat
dengan lebih mudah diatasi bila pasangan merasakan kepuasan dalam relasi
mereka. Kepuasan berelasi merupakan suatu konstruk dimensional yang
memiliki berbagai faktor penentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
kepuasan berelasi memiliki kaitan dengan rasa percaya, keintiman, dan
komitmen (Lydon, Pierce, O’regan, 1997) dalam suatu hubungan. Kecerdasan
emosional juga merupakan faktor yang memiliki kaitan positif dengan
kepuasan berelasi (Schutte et al, 2001). Selain itu, kepuasan berelasi terkait
dengan kepuasan seksual pada pasangan (Lewandowski & Schrage, 2010).
Dari berbagai hal yang terkait dengan kepuasan berelasi, attachment
atau kelekatan menjadi faktor yang penting untuk dibahas. Bowlby (1969)
menyatakan bahwa attachment merujuk pada hubungan bayi dan pengasuh
(atau figur orang tua) yang nantinya akan diaplikasikan dalam relasi romantis
pada masa dewasa (Jimenez, 2010). Attachment atau kelekatan merupakan
salah satu bentuk perilaku yang dihasilkan dalam hubungan dekat seseorang
terhadap individu lain yang disukai (Bowlby dalam Mikulincer & Shaver,
2007). Pada masa dewasa, khususnya pada relasi romantis, pasangan adalah
individu lain yang dekat dan disukai, sehingga mengganti figur lekat orang
tua saat masa kecil.
(25)
Individu dikatakan memiliki kelekatan yang aman ketika individu
mempunyai persepsi bahwa figur lekat dapat memberikan rasa aman dan
nyaman. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki kelekatan tidak aman
ketika individu kurang memiliki persepsi bahwa figur lekat akan hadir dan
responsif terhadap kebutuhan individu, sehingga individu tidak mendapatkan
rasa aman dan nyaman dari figur lekat (Cassidy dalam Cassidy & Shaver,
2008).
Adult attachment atau kelekatan dewasa merupakan hasil interaksi
intrapersonal dan interpersonal yang melibatkan aspek perilaku, kognisi,
emosi, dan fisik (Mikulincer & Goodman, 2006). Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa keyakinan irasonal (irrational belief) pada salah satu
tipe kelekatan tidak aman, yaitu tipe avoidant attachment, memberikan
kepuasan yang lebih rendah dalam berelasi (Stackert & Bursik, 2003). Di
samping itu, penelitian Gulledge, Gulledge, & Stahmann (2003) menemukan
bahwa afeksi fisik memiliki korelasi yang tinggi dengan kepuasan berelasi.
Penelitian lain memperlihatkan bahwa mahasiswa dengan gaya kelekatan
tidak aman (insecure attachment) kurang memiliki sensitivitas terhadap
kebutuhan pasangan yang baik, sehingga mengalami kepuasan dan kestabilan
hubungan yang kurang baik dibandingkan mahasiswa dengan gaya kelekatan
aman (secure attachment) (Creasey & Hesson-McInnus dalam Steuber,
2005). Selain itu, ada pula penelitian lain yang menyatakan bahwa kelekatan
(26)
7
Cassidy & Shaver, 2008). Semakin tinggi kelekatan tidak aman yang dimiliki
individu, maka semakin rendah pula kepuasan berelasinya.
Beragam hasil penelitian menunjukkan bahwa kelekatan tidak aman
memiliki kaitan yang cukup penting dengan variabel yang bersinggungan
dengan relasi. Oleh karena itu, hasil interaksi yang salah satunya adalah
kepuasan dalam suatu relasi, menjadi hal yang cukup penting untuk dipelajari
kaitannya dengan kelekatan, secara khusus pada relasi romantis.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait kepuasan berelasi dalam hubungan romantis, secara lebih
spesifik hubungan berpacaran jarak jauh. Peneliti ingin melihat apakah
kelekatan tidak aman pada masa dewasa memiliki hubungan dengan kepuasan
berelasi, secara khusus pada mahasiswi yang menjalani hubungan berpacaran
jarak jauh di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Apakah kelekatan tidak aman mempunyai hubungan dengan kepuasan
berelasi pada mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di
Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui apakah terdapat hubungan antara kelekatan tidak aman
dengan kepuasan berelasi pada mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran
jarak jauh di Yogyakarta.
(27)
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu dalam
bidang psikologi klinis dan perkembangan, khususnya berkaitan dengan
kepuasan dalam relasi romantis pada masa dewasa awal.. Selain itu, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sumber bacaan bagi penelitian selanjutnya
terkait dengan kepuasan berelasi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat memperlihatkan bagaimana pola
pengasuhan pada masa kecil akan mempengaruhi bagaimana seseorang
mengembangkan relasi dengan pasangan di usia dewasa awal. Dengan
demikian, dapat membantu pihak-pihak yang terkait (seperti orang tua
dan individu dewasa awal) untuk mengembangkan kelekatan atau relasi
yang lebih sehat dengan cara-cara tertentu, sehingga memberikan
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dewasa Awal 1. Pengertian
Masa dewasa awal merupakan masa perpindahan dari remaja
menuju dewasa yang ditandai oleh kemandirian dalam ekonomi dan
membuat keputusan (Keniston dalam Santrock, 1995). Menurut Erikson
(1950), apabila individu telah mencapai identitas diri pada masa remaja,
pada masa dewasa awal individu akan mengembangkan relasi khusus
dengan orang tertentu tanpa menghilangkan jati dirinya (Bertrand &
Lachman, 2003). Masa dewasa awal memiliki rentang usia dari 18 – 35
tahun (Havighurst dalam Lemme, 1995).
2. Tugas Perkembangan
a. Tahap Psikososial Erikson
Menurut Erikson, masa dewasa awal berada pada tahap
intimasi vs isolasi. Individu akan mengembangkan relasi yang lebih
intim dan persahabatan dengan orang lain. Sebaliknya, bila individu
tidak dapat mengembangkan hal tersebut, individu akan merasa
terisolasi (Hoyer, 2003).
(29)
b. Fase Perkembangan (Kognitif) Schaie
Menurut Schaie (1977), masa dewasa awal dilalui oleh 2 fase
perkembangan kognitif. Secara umum, individu akan mengalami
perubahan dalam cara berpikir atau pemrosesan informasi. Fase yang
pertama adalah fase pencapaian prestasi (achieving stage). Fase ini
melibatkan intelektualitas dalam situasi yang memiliki konsekuensi
tinggi dan untuk tujuan jangka panjang seperti pencapaian karir.
Fase perkembangan kognitif yang kedua adalah fase
tanggung jawab (the responsibility stage). Fase ini dialami individu
ketika individu mulai membentuk keluarga dan memberikan
perhatian bagi pemenuhan kebutuhan keluarga dan keturunan
(Schaie dalam Santrock 1995).
Menempuh pendidikan di tingkat perguruan tinggi juga
menjadi tugas perkembangan pada masa dewasa awal. Mahasiswi
merupakan sebutan bagi pelajar yang menempuh pendidikan di
tingkat universitas. Tambahan kata ‘maha’ pada ‘siswa’ memberikan
pemaknaan sendiri. Ini menunjukkan bahwa tanggung jawab pelajar
di tingkat ini lebih besar. Transisi dari sekolah menengah ke
universitas melibatkan struktur sekolah yang lebih luas dengan
birokrasi yang lebih kompleks, interaksi dengan kelompok sebaya
dari beragam daerah dengan latar belakang budaya yang beragam
pula, dan peningkatan performansi pada prestasi (Belle & Paul
(30)
11
bekal mendapatkan pekerjaan yang baik merupakan beberapa hal
yang banyak menimbulkan stres dan depresi pada mahasiswa
(Santrock, 1995).
3. Ciri-ciri Sosio-Emosi
a. Karakteristik Sosio-Emosi Masa Dewasa Awal
Beberapa ciri sosio-emosi yang melekat pada masa dewasa
awal adalah :
1. Berkembangnya keinginan untuk mengenal orang lain secara
lebih dekat.
Keinginan ini muncul dari rasa ketertarikan yang
didasarkan pada arah dan penilaian interpersonal individu
terhadap orang lain. Perkenalan terbentuk karena ada kontak
fisik yang dekat dengan orang lain, individu mengalami emosi
yang positif, dan adanya kebutuhan untuk menjalin suatu
hubungan (kebutuhan afiliasi) di antara keduanya (Baron &
Byrne, 1987).
Selanjutnya, perkenalan dapat membentuk hubungan
pertemanan atau persahabatan di antara individu. Hubungan ini
muncul karena beberapa hal sebagai berikut :
a. Ketertarikan fisik (physical attractiveness)
Ketertarikan fisik menjadi penentu yang penting
dimana orang tertarik untuk menjalin relasi dan cenderung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(31)
bersifat subjektif. Meskipun demikian, ada pandangan
umum berkaitan dengan fisik yang menarik bagi individu.
Perempuan yang menarik bagi laki-laki adalah perempuan
yang secara umum memiliki bagian-bagian fisik berukuran
sedang (Kleinke & Staneski; Wiggins, Wiggins, & Conger
dalam Baron & Byrne, 1987). Selanjutnya, laki-laki yang
menarik bagi perempuan adalah laki-laki dengan thin legs,
thin waist, berbahu lebar, dan berbadan tinggi (Beck,
Ward-Hull, & McLear; Horvath; Lavrakas; Gillis & Avis dalam
Baron & Byrne, 1987).
Adapula beberapa hal lain yang membuat individu
tertarik untuk berelasi dengan orang lain. Perilaku yang
tampak, misalnya senyuman,juga dapat menimbulkan
ketertarikan. Individu yang tersenyum membuat orang lebih
tertarik untuk berelasi dengannya (S. Lau; Mueser et al.
dalam Baron & Byrne, 1987). Selain itu, nama seseorang
juga dapat mempengaruhi persepsi ketertarikan individu
(Garwood et al. dalam Baron & Byrne, 1987).
b. Kesamaan (similarity)
Individu memiliki kecenderungan untuk menerima
orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya sendiri
dan menolak orang lain yang kurang memiliki kesamaan
(32)
13
individu yang lain saling berbagi cerita, dimana dalam
cerita tersebut akan ada topik tertentu, seperti sekolah,
pekerjaan, musik, dan sebagainya. Penelitian Byrne &
Nelson (1965) menemukan bahwa semakin tinggi proporsi
kesamaan pandangan mengenai suatu topik, maka individu
akan lebih tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain
tersebut (Baron & Byrne, 1997).
c. Kondisi timbal balik (reciprociy)
Ketika individu merasa bahwa ia dipandang positif
oleh orang lain, ia akan lebih cenderung berperilaku positif
dan menimbulkan ketertarikan orang lain terhadap dirinya.
Hasil penelitian Curtis & Miller (1986) menyebutkan bahwa
orang yang merasa dirinya dievaluasi positif oleh orang lain
akan lebih terbuka, mengembangkan perilaku yang positif,
dan berbicara dengan nada yang lebih hangat dibandingkan
individu yang merasa dirinya dievaluasi negatif oleh orang
lain (Baron & Byrne, 1997).
2. Mengembangkan cinta dalam hubungan dengan orang tertentu.
Pada masa dewasa awal, individu mulai mengembangkan
cinta terhadap orang lain. Perwujudan cinta tampak dalam
hubungan yang dekat. Penelitian menyebutkan bahwa hubungan
yang dekat terdorong oleh rasa ketertarikan dan kecenderungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(33)
individu untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki
kesamaan tertentu (Berndt & Perry dalam Santrock, 1995).
Salah satu hubungan dekat yang dikembangkan pada masa
dewasa awal adalah relasi romantis.
Relasi romantis menjadi wadah yang penting bagi
tercapainya tugas perkembangan menurut Erikson, yaitu
keintiman. Keintiman merupakan suatu penemuan diri sekaligus
kehilangan diri dalam diri orang lain. Individu akan mengurangi
keegoisan diri dan mengembangkan rasa saling berbagi dengan
pasangannya. Individu yang intim akan merasakan kehangatan
dan kedekatan dengan pasangan (Santrock, 1995).
b. Karakteristik Sosio-Emosi Perempuan
Penelitian Sacher & Fine (1992) menunjukkan bahwa
perempuan memiliki usaha yang lebih besar untuk mempertahankan
hubungan dibandingkan laki-laki. Pada studi mengenai hubungan
jarak jauh, Schwebel et al. (1992) juga menemukan bahwa
perempuan menunjukkan usaha yang lebih dulu dan lebih besar
untuk tetap bisa berkomunikasi dengan pasangan, salah satunya
dengan berinisiatif melakukan kontak melalui telepon
(34)
15
4. Pacaran
Pacaran merupakan salah satu jenis hubungan yang menyerupai
hubungan persahabatan, tapi melibatkan unsur seksual. Meskipun
melibatkan unsur seksual, tipe hubungan ini berbeda dengan pernikahan.
Hubungan berpacaran belum melibatkan lembaga sosial yang legal untuk
mensahkan hubungan tersebut (Duck, 1991).
Wisnuwardhani (2012) mengemukakan bahwa pacaran memiliki
fungsi untuk mengembangkan interaksi individu dengan lawan jenisnya.
Pacaran juga menjadi sarana untuk memperoleh dan mengembangkan
persahabatan, dukungan emosional, kasih sayang, dan eksplorasi seksual
(Wisnuwardhani, 2012). Selain itu, pacaran juga berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan berelasi dengan orang lain dan menghormati
satu sama lain (Duvan & Miller dalam Wisnuwardhani, 2012)
Menurut Wisnuwardhani, ada beberapa tujuan dan arti dari
perilaku berpacaran, di antaranya :
a. Pacaran menjadi tanda bahwa seseorang memiliki pasangan untuk
menikah.
b. Pacaran melibatkan aturan penting yang umumnya berasal dari orang
tua, untuk melindungi keperawanan perempuan, kehormatan
keluarga, dan pernikahan yang tidak diinginkan.
c. Pacaran berperan penting bagi perempuan untuk menunjukkan
bagaimana peran gender harus dilakukan ketika perempuan
berinteraksi dengan laki-laki.
(35)
B. Kepuasan Berelasi
1. Pengertian Kepuasan Berelasi
Kepuasan berelasi merupakan afeksi positif maupun negatif yang
ada dalam suatu hubungan, terkait dengan bagaimana respon pasangan
terhadap ekspektasi atau kebutuhan individu (Rusbult, 1980; Rusbult,
Martz, Agnew, 1998). Jika respon pasangan sesuai atau lebih tinggi dari
ekspektasi individu, maka individu dapat mengalami kepuasan berelasi
yang tinggi. Sebaliknya, jika respon pasangan terhadap individu lebih
rendah dari ekspektasi individu, individu dapat mengalami kepuasan
berelasi yang rendah. Hal ini juga didukung oleh Sternberg & Hojjat
(1997) yang menyatakan bahwa kepuasan dalam hubungan yang dekat
merujuk pada skala penilaian individu terhadap hubungan dekatnya.
Secara umum, kepuasan berelasi adalah afeksi positif maupun
negatif yang dirasakan individu terkait dengan respon pasangan terhadap
pemenuhan kebutuhannya.
2. Aspek Kepuasan Berelasi
Menurut Hendrick (1988), ada beberapa hal yang penting dalam
menentukan kepuasan berelasi, yaitu :
a. Pemenuhan kebutuhan
Menurut Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar
bersifat genetik, yang berusaha untuk dipenuhi dalam hidupnya,
(36)
17
harga diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang paling berkenaan
dengan relasi romantis adalah kebutuhan dimiliki dan cinta.
Kebutuhan dimiliki dan cinta merupakan kebutuhan yang
bersinggungan dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial.
Individu sangat peka terhadap kesendirian, penolakan dari
lingkungan, dan kehilangan seseorang yang dikasihinya. Oleh karena
itu, kebutuhan untuk diterima dan dicintai merupakan hal yang
penting untuk mencapai perasaan yang sehat dan berharga.
Selain itu, menurut Maslow, kegagalan pemenuhan
kebutuhan dimiliki dan cinta ini menjadi penyebab dari hampir
semua bentuk psikopatologi (Alwisol, 2009).
b. Kepuasan dalam hubungan secara umum
Setiap individu memiliki penilaian tertentu terhadap relasi
yang sedang mereka jalani. Bagaimana penilaian individu terhadap
hubungan tersebut, positif maupun negatif secara umum, tanpa
melihat aspek-aspek lain yang lebih spesifik, dapat menjadi salah
satu hal yang menggambarkan kepuasan terhadap relasinya.
c. Kualitas relasi
Setiap pasangan tentunya mengharapkan interaksi yang baik
dalam hubungan mereka. Untuk mencapai hal tersebut, individu
berusaha mengembangkan belief dan perasaan yang positif terhadap
pasangan, yakni perasaan bahwa pasangan akan ada saat individu
membutuhkannya. Selain itu, gaya kelekatan individu dan perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(37)
pasangan yang mendukung juga dapat menciptakan interaksi yang
baik dan menjadi kontributor utama untuk mencapai kualitas relasi
(Mikulincer & Goodman, 2006).
d. Keinginan menghentikan relasi
Setiap individu yang membina relasi tentunya memiliki
harapan bahwa relasi tersebut dapat terjalin dengan baik. Pada
kenyataannya, ada relasi yang terjalin dengan kurang baik karena
beberapa persoalan tertentu. Akibatnya, pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya memiliki kemungkinan keinginan untuk menghentikan
relasi tersebut karena sudah tidak membawa pengaruh yang positif
dalam kehidupan mereka. Seberapa sering keinginan untuk
menghentikan atau berharap relasi tersebut tidak pernah ada, menjadi
salah satu penentu puas atau tidaknya seseorang terhadap relasi yang
sedang dijalaninya.
e. Pemenuhan harapan
Interaksi antara individu dengan pasangan yang memiliki
sifat responsif akan meningkatkan harapan dan optimisme individu.
Interaksi ini mampu membentuk keyakinan yang positif (positive
belief) pada diri individu, sehingga ia percaya bahwa pasangan
mampu memberikan dukungan dan memiliki kehendak yang baik
(38)
19
f. Kuantitas rasa cinta
Manusia menjalin relasi romantis karena adanya ketertarikan
dan mengembangkan cinta satu sama lain. Salah satu pembahasan
mengenai cinta yang banyak dikenal oleh orang adalah teori Cinta
Triangular menurut Sternberg. Menurut Sternberg (1988, 1995),
cinta memiliki tiga bentuk, yaitu keintiman, komitmen, dan gairah
(Santrock, 1995). Besarnya rasa cinta yang dirasakan oleh individu
menjadi salah satu penentu kepuasan berelasi yang dirasakan
individu (Santrock, 1995).
g. Kuantitas masalah dalam hubungan
Suatu hubungan tidak mungkin lepas dari permasalahan.
Seberapa sering suatu permasalahan muncul dan bagaimana respon
individu dan pasangan dalam menghadapinya turut menentukan
kepuasan individu dalam relasi mereka.
3. Kaitan Kepuasan Berelasi diBerbagai Bidang
a. Perilaku
Aspek perilaku adalah salah satu aspek yang membentuk
kepuasan berelasi. Komponen yang cukup mempengaruhi adalah
adanya interaksi yang positif. Interaksi positif ini diantaranya
meliputi pemberian dan penerimaan kasih sayang, saling berbagi
cerita dan mengembangkan rasa humor. Indikator paling jelas dari
interaksi yang positif adalah validation (Gottman; Shapiro
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(39)
&Gottman dalam Steuber, 2005). Perilaku yang menunjukkan
validation adalah keterbukaan, penerimaan, dan rasa saling
menghargai terhadap sudut pandang pasangan yang mungkin saja
berlawanan dengan sudut pandang individu (Shapiro & Gottman
dalam Steuber 2005).
b. Kognitif
Unsur kognitif merupakan salah satu konstruk kepuasan
berelasi yang sudah banyak diteliti dalam beberapa studi. Salah satu
bagian dari unsur kognisi yang banyak diteliti adalah mengenai
keyakinan individu di dalam hubungan.
Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa keyakinan
yang tidak realistis dalam hubungan berkaitan dengan
ketidakpuasan. Sebaliknya, banyak pula studi yang menunjukkan
fungsi dari adanya keyakinan yang tidak realistis tersebut. Salah
satunya, menurut Murray, Holmes, dan Griffin (1996), tingginya
kualitas pasangan ideal yang dimiliki seseorang merupakan
karakteristik dari hubungan berpacaran maupun pernikahan yang
bahagia. Kualitas pasangan dalam hal ini antara lain meliputi
kebaikan hati, kesabaran, rasa saling mengerti, toleransi,
penerimaan, dan responsivitas pasangan. Hasil penelitian mereka
menemukan bahwa pasangan yang bahagia adalah pasangan yang
(40)
21
bahwa kualitas partner tersebut adalah kualitas partner yang ideal
bagi mereka, begitu juga sebaliknya (Fincham & Beach, 2006).
Keyakinan ini berkaitan dengan persepsi terhadap pasangan
dan standar idealnya (Campbell, Simpson, Kashy, & Fletcher dalam
Fincham & Beach, 2006). Marcel Zentner, PhD, seorang profesor
psikologi di University of Geneva di Swiss, melakukan penelitian
mengenai hal tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pasangan akan menunjukkan kepuasan yang tinggi ketika ada
kesesuaian antara karakteristik pasangan ideal mereka dengan
persepsi mereka terhadap pasangan.
Pada penelitian lain, Murray dan teman-temannya (2002)
menemukan bahwa ketika individu menduga adanya kesamaan
dengan pasangan, padahal hal tersebut belum terlihat kebenarannya,
merupakan karakteristik awal tercapainya kepuasan berelasi
(Fincham & Beach, 2006)
4. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Berelasi
a. Kemampuan Manajemen Konflik
Konflik merupakan hal yang wajar terjadi dalam suatu
hubungan. Kemampuan untuk menyelesaikan konflik yang tepat
(Guerrero, Anderson & Afifi dalam Miller & Tedder, 2011) dapat
memberikan kepuasan dalam relasi tersebut. Penelitian yang
dilakukan oleh Gottman (1979, 1994) menunjukkan bahwa pasangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(41)
yang sering mendiskusikan dan mencari pemecahan konflik dalam
hubungan akan lebih merasa puas dalam hubungannya,
dibandingkan pasangan yang menghindari konflik (Miller & Tedder,
2011).
b. Sikap Memaafkan
Sikap memaafkan menjadi salah satu perilaku yang dapat
mempengaruhi kepuasan dalam berelasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa individu yang dapat memaafkan pasangannya
memiliki tingkat kepuasan berelasi yang tinggi (Kachadourian,
Fincham, & Davila dalam Baumeister & Bushman, 2011). Individu
yang mampu memaafkan kesalahan pasangannya lebih merasakan
kepuasan daripada yang tidak mampu memaafkan, kurang lebih
enam bulan setelah perilaku memaafkan terjadi.
c. Pengungkapan Diri dan Komunikasi Afeksi
Pengungkapan diri adalah suatu proses berbagi informasi
tentang perasaan, pengalaman, dan informasi pribadi individu
kepada orang lain (Sprecher & Hendrick dalam Miller & Tedder,
2011). Selain itu, ada pula komunikasi afeksi (affectionate
communication), perilaku tertentu yang menggambarkan adanya
kasih sayang dan rasa menghargai terhadap orang lain (Floyd dalam
Miller & Tedder, 2011). Diri dan afeksi merupakan hal yang penting
dalam mempertahankan suatu hubungan, sehingga pengungkapan
(42)
23
d. Kelekatan Tidak Aman
Afeksi negatif yang dirasakan oleh individu karena
kurangnya responsivitas dan kehadiran figur lekat saat dibutuhkan
membuat individu mengalami kepuasan berelasi yang rendah. Selain
itu, individu dengan kelekatan tidak aman cenderung mengatasi
konflik dengan cara yang kurang konstruktif, sehingga komunikasi
bisa lebih memburuk (Feeney dalam Cassidy & Shaver 2008).
5. Dampak Kepuasan Berelasi
a. Komitmen
Kepuasan yang dirasakan individu terhadap relasinya
memberikan beberapa dampak. Salah satu dampak dari kepuasan
berelasi adalah komitmen dalam hubungan itu sendiri. Kepuasan
dalam relasi akan membuat relasi tersebut menjadi lebih menyatu,
sehingga komitmen dapat lebih tercapai (Lawler dalam Cook, 2006).
b. Ketergantungan pada Pasangan (dalam Teori Interdependensi)
Selain itu, kepuasan merujuk pada afeksi positif terhadap
suatu relasi. Proses terbentuknya teori interdependensi melibatkan
salah satu pembahasan mengenai kepuasan. Kepuasan dalam relasi
dapat muncul ketika kebutuhan individu dapat terpenuhi oleh
pasangannya. Oleh karena itu, kepuasan dapat menimbulkan
ketergantungan terhadap pasangan.Selain kepuasan, faktor kualitas
alternatif selain pasangandan investasi yang telah diberikan individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(43)
terhadap pasangan, juga mempengaruhi ketergantungan terhadap
pasangan (Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Jika ketiga hal tersebut
dimiliki oleh masing-masing individu dengan pasangannya, maka
akan tercipta saling-tergantung satu sama lain.
c. Kepuasan Hidup (Life Satisfaction)
Kepuasan dalam berelasi dapat meminimalisir munculnya
gangguan-gangguan fisik maupun psikis pada individu. Pada
akhirnya, kondisi ini dapat menimbulkan kepuasan hidup pada
individu (Troll dalam Lemme, 1995)
C. Kelekatan (Attachment) 1. Pengertian Kelekatan
Kelekatan berawal dari hubungan yang terjalin antara
pengasuh dan individu pada masa bayi. Menurut Santrock (1995),
kelekatan adalah suatu ikatan emosional yang kuat, yang dimiliki oleh
individu terhadap seseorang tertentu. Selain itu, Bowlby
mendefisinikan kelekatan sebagai suatu kelas perilaku yang terdiri
dari empat hal terkait dan didasarkan pada sistem perilaku bawaan
dari lahir, yaitu mempertahankan kedekatan (proximity maintenance),
mencari tempat berlindung yang aman (safe haven), tekanan karena
keterpisahan (distress separation), dan mencari dasar yang aman
untuk mengembangkan diri (secure base). Bowlby juga menambahkan
(44)
25
lekat dan lingkungan, dimana representasi mental ini memungkinkan
individu untuk mampu mengantisipasi situasi dan rencana di masa
depan (Cassidy & Jude, 2008). Kelekatan tidak aman merupakan
perasaan tidak aman atau terancam, yang muncul karena individu
kurang memiliki representasi mental yang baik terhadap kehadiran
figur lekat karena suatu pengalaman tertentu (Kobak & Madsen,
2008). Selain itu, Bowlby mendukung Freud yang menyatakan bahwa
tipe kelekatan pada masa bayi mempengaruhi perilakunya pada relasi
romantis di masa dewasa (Crowell & Treboux, 2001).
Secara umum, kelekatan tidak aman merupakan sistem kerja
individu yang cenderung lebih mudah merasa terancam karena
pengalaman ketidakhadiran figur lekat saat individu
membutuhkannya.
2. Tipe Kelekatan Dewasa
Ainsworth membagi kelekatan pada masa bayi menjadi tiga
tipe, yaitu gaya kelekatan aman (secure attachment), gaya kelekatan
menghindar (avoidant attachment), dan gaya kelekatan cemas
(anxious attachment). Teori ini menjadi landasan pembahasan
mengenai kelekatan, khususnya kelekatan pada masa bayi dan
anak-anak. Selanjutnya, gaya kelekatan ini dikembangkan oleh Hazan &
Shaver pada pengaplikasian dalam hubungan romantis. Hasilnya, gaya
kelekatan individu pada masa anak-anak berdampak pada outcome
(45)
relasi romantis yang mereka jalani. Teori yang dikembangkan oleh
Hazan dan Shaver ini kemudian mengalami revisi oleh Bartholomew
menjadi empat tipe kelekatan. Berdasarkan penelitiannya,
Bartholomew menemukan bahwa individu dengan tipe kelekatan
menghindar (avoidant attachment) menunjukkan dua kelompok
karakteristik yang berbeda. Kondisi ini membuat Bartholomew
membagi kelekatan menghindar menjadi dua tipe lagi, yaitu gaya
kelekatan takut – menghindar (fearful-avoidant attachment) dan
kelekatan menolak (dismissing attachment).
Klasifikasi tipe kelekatan dewasa didasarkan pada anggapan
bahwa pola kelekatan menggambarkan model diri dan figur lekat itu
sendiri (Bowlby dalam Feeney & Noller, 1996). Model diri dan figur
lekat tersebut dapat memiliki dua pandangan yang berbeda, yakni
positif dan negatif. Model diri yang positif akan memandang dirinya
berhak untuk mendapatkan cinta dan perhatian, merasa bahwa dirinya
berharga. Sebaliknya, model diri yang negatif tidak merasa dirinya
pantas dihargai dan mendapatkan cinta dari orang lain. Di sisi lain,
diri akan memandang figur lekat sebagai model yang positif bila figur
dilihat sebagai sosok yang ‘ada’ untuk diri danmampu memberikan
perhatian. Figur lekat akan dipandang sebagai model negatif bila figur
dilihat sebagai sosok yang menolak, memberi jarak, dan tidak
(46)
27
Bartholomew dan Horowitz (1991) menyatakan teori yang
cukup berbeda dibandingkan tokoh-tokoh sebelumnya. Menurut
mereka, terdapat empat tipe kelekatan dewasa dengan melihat
pandangan positif dan negatif terhadap diri dan figur lekat, yaitu :
MODEL TERHADAP DIRI
Positif Negatif MODEL TERHADAP FIGUR LEKAT Positif SECURE Merasa nyaman dengan keintiman dan otonomi. PREOCCUPIED Ambivalent, memiliki rasa ketergantungan
yang sangat tinggi.
Negatif DISMISSING Adanya penolakan terhadap kelekatan FEARFUL Ketakutan terhadap adanya kelekatan
dengan orang lain.
BaganTipe Kelekatan Menurut Bartholomew & Horowitz (1991)
(47)
Beberapa deskripsi diri individu dengan empat tipe
kelekatan di atas, diantaranya :
Secure : Saya mudah dekat dengan orang lain dan merasa
nyaman memiliki rasa saling ketergantungan
dengan orang lain. Saya juga tidak takut menjadi
sendiri atau merasa kesepian dan tidak diterima
oleh orang lain.
Preoccupied : Saya ingin bisa dekat secara emosional dengan
orang lain namun saya merasa terkadang mereka
enggan untuk dekat dengan saya. Saya merasa
tidak nyaman bila tidak menjalin hubungan yang
dekat, tapi saya takut mereka meninggalkan saya.
Dismissing : Saya merasa nyaman tanpa adanya kedekatan
emosional. Saya mengutamakan kemandirian,
sehingga saya tidak suka bergantung pada orang
lain atau orang lain bergantung pada saya.
Fearful : Saya sebenarnya ingin menjalin hubungan yang
dekat dengan orang lain tetapi saya kurang bisa
percaya. Saya takut saya akan tersakiti bila terlalu
dekat dengan mereka.
Di sisi lain, Fraley menerapkan teori yang digunakan oleh
Bowlby dan Ainsworth untuk menjelaskan kelekatan dengan sedikit
(48)
29
memiliki dua dimensi, yakni avoidant dan anxiety(Fraley, Brennan, &
Waller, 2000). Avoidant adalah gaya kelekatan Kecenderungan
kelekatan yang aman ditunjukkan ketika individu memiliki tingkat
kelekatan yang rendah pada kedua dimensi tersebut. Dimensiavoidant
adalah dimensi kelekatan dimana individu mengembangkan sikap
tidak percaya terhadap orang lain, sikap mandiri yang berlebihan, dan
memberi jarak kedekatan emosi dengan orang lain. Selanjutnya,
dimensiAnxiety adalah dimensi kelekatan dimana individu khawatir
pasangan tidak ada saat ia membutuhkannya dan hal ini diantisipasi
dengan cara yang berlebihan (Mikulincer & Goodman, 2006).Fraley
menerapkan sudut pandang ini karena dua alasan, yaitu (1)
penelitian-penelitian yang akhir-akhir ini dilakukan menunjukkan bahwa pola
kelekatan bersifat dimensional, bukan kategorikal, dan (2) dua
dimensi ini dapat memperlihatkan konsep yang lebih relevan dari teori
Ainsworth dan teman-temannya (Fraley & Shaver, 1998).
Pembahasan kelekatan dari Fraley inilah yang dijadikan landasan
dalam penelitian ini.
3. Faktor Penyebab
a. Pola Kelekatan di Masa Anak-anak
Pola kelekatan pada masa bayi menjadi pola kelekatan yang
mempengaruhi perilaku individu dalam masa hidupnya. Perilaku
individu akan berkembang sampai masa dewasa dan berpengaruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(49)
terhadap kelekatan dewasa, terlebih pada relasi romantis (Bowlby
dalam Crowell & Treboux, 2011).
b. Sensivitas dan Responsivitas Pasangan
Kelekatan dewasa salah satunya disebabkan oleh
sensitivitas dan responsivitas pasangan. Ketika pasangan mampu
memberikan perhatian, peka terhadap kondisi individu, dan
mempunyai respon yang baik terhadap kebutuhan individu,
individu akan memiliki kelekatan dewasa yang aman (secure
attachment). Sebaliknya, ketika pasangan tidak peduli dan kurang
30esponsive terhadap kebutuhan kedekatan individu, dapat muncul
kelekatan cemas (anxious attachment) (Mikulincer & Shaver,
2007).
4. Dampak
a. Manajemen Konflik
Individu yang memiliki kelekatan aman (secure attachment)
mampu memanajemen konflik dengan baik (Pistole dalam
Mikulincer & Shaver, 2007). Oleh karena itu, individu dapat
mengembangkan perilaku yang lebih konstruktif dibandingkan
individu dengan kelekatan tidak aman (insecure attachment).
b. Sikap Trust
Individu dengan kelekatan cemas kurang mampu
(50)
31
individu merasa takut kehilangan sosok orang lain, terlebih
pasangan. Hal ini membuat individu cenderung mengontrol
pasangan sesuai dengan keinginannya (Mikulincer & Goodman,
2006).
Hal yang hampir sama terjadi pada individu dengan
kelekatan menghindar. Individu kurang dapat mengembangkan
trust, sehingga individu menghindari kedekatan dengan orang lain
karena kurang nyaman pula dengan keintiman (Mikulincer &
Goodman, 2006).
Berkebalikan dengan itu, individu dengan tipe kelekatan
aman mampu mengembangkan trust terhadap orang lain, sehingga
membuatnya mudah untuk menjalin relasi dekat dengan orang lain
(Mikulincer & Shaver dalam Mikulincer & Goodman, 2006).
5. Tingkat Kemandirian
Individu dengan tipe kelekatan preokupasi memiliki tingkat
kemandirian yang rendah. Semakin cemas individu, ia akan
semakin mencari kontak dan kedekatan dengan orang lain
(Simpson, Rholed, Nelligan dalam Mikulincer & Goodman, 2006).
Kondisi ini membuat individu cenderung kompulsif, terlebih
kepada pasangan karena akan menuntut kehadiran pasangan secara
berlebihan (Mikulincer & Shaver, 2007).
Di sisi lain, individu dengan tipe kelekatan dismissing
sangat mengutamakan kemandirian dan menolak keintiman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(51)
(Mikulincer & Goodman, 2006). Berkaitan pula dengan hal
tersebut, individu memandang bahwa relasi dekat bukanlah hal
yang penting, sehingga individu kurang tertarik untuk menjalin
relasi dekat dengan orang lain (Alford, Lyddon, Schreiber, 2006).
Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan aman memiliki
tingkat kemandirian yang seimbang. Individu tidak segan untuk
meminta pertolongan orang lain bila membutuhkan (Mikulincer &
Goodman, 2006), namun merasa nyaman pula dengan otonominya
sendiri (Bartholomew & Horowitz, 1991)
6. Konsep Diri
Individu dengan tipe kelekatan cemas memiliki konsep diri
yang lebih negatif. Individu menempatkan kepantasan dirinya
berdasarkan penerimaan dari orang lain. Oleh karena itu, individu
menjalin kedekatan dalam relasi yang tidak mengancam kepantasan
dirinya (Feeney; Collins & Read dalam Mikulincer & Goodman,
2006).
Hal yang berbeda terjadi pada individu dengan tipe
kelekatan menghindar. Individu merasa tidak pantas dan kurang
nyaman untuk mengembangkan keintiman. Hal ini dikarenakan
individu menghindari penolakan terhadap dirinya dalam suatu
hubungan (Bartholomew & Horowitz, 1991).
Berkebalikan dengan hal tersebut, individu dengan tipe
(52)
33
dirinya dihargai dan pantas disayangi oleh orang lain. Selain itu,
individu merasa bahwa figur lekat adalah sosok yang pantas untuk
disayangi dan dihargai (Mikulincer & Goodman, 2006). Individu
juga memiliki kepercayaan diri yang baik, sehingga membuatnya
lebih mampu untuk berdinamika dalam lingkungannya (Mikulincer
& Shaver, 2007).
7. Kontrol Emosi
Individu dengan tipe kelekatan tidak aman memiliki kontrol
emosi yang kurang baik. Hal ini dikarenakan individu memiliki
emosi yang lebih negatif dibandingkan individu dengan tipe
kelekatan aman (secure attachment) (Mikulincer & Shaver dalam
Mikulincer & Goodman, 2006).
8. Kepuasan Berelasi
Individu dengan tipe kelekatan tidak aman, baik kelekatan
menghindar maupun kelekatan cemas, memiliki kepuasan berelasi
yang rendah (Levy, Davis, Simpson dalam Cassidy & Shaver,
2008). Hal ini didukung oleh sebagian besar penelitian mengenai
kelekatan yang menemukan bahwa individu dengan kelekatan tidak
aman merasakan kurangnya dukungan dan ketidakpuasan dengan
dukungan yang telah mereka peroleh (Cassidy & Shaver, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(53)
D. Dinamika
Kepuasan Berelasi Rendah Tipe Kelekatan SECURE
*Ax. : Takut kehilangan pasangan *Av. : Takut keintiman
Avoidant
Manajemen konflik yang baik
INSECURE
Manajemen konflik kurang baik Lebih mudah mengembangkan
trust
Mampu mandiri tetapi juga mau meminta bantuan orang lain bila membutuhkan.
Pengelolaan emosi dan sikap baik
Emosi kurang stabil
Trust rendah
Anxious
*Ax. : Sikap mandirirendah (dependensi tinggi) *Av. : Sangat mengutamakan kemandirian
Kepuasan Berelasi
Tinggi
Perspektif positif Internal / Diri
Eksternal / Orang Lain Pengungkapan kasih sayang sesuai Keterbukaan antarindividu Perspektif Negatif
Internal / Diri
Eksternal / Orang Lain
Bagan Dinamika Hubungan Kelekatan Tidak Aman dengan Kepuasan Berelasi Keterangan :
(54)
35
Dinamika hubungan antara variabel kelekatan tidak aman dan
kepuasan berelasi didasari oleh pemikiran Bartholomew terhadap tipe
kelekatan yang berakar dari pandangan individu terhadap diri dan figur
lekat, baik secara positif maupun negatif.
Individu dengan tipe kelekatan tidak aman (insecure attachment)
lebih sering mengalami konflik dan kurang dapat mengelolanya dengan
baik, sehingga mengalami tingkat kepuasan berelasi yang rendah (Steuber,
2005). Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan yang aman (secure
attachment) memiliki keyakinan (belief) yang lebih adaptif terhadap
orang-orang di sekitarnya, sehingga ia memiliki skema yang positif terhadap
lingkungannya (Mikulincer & Goodman, 2006). Hal ini membuatnya
mampu memanajemen konflik dengan baik. Individu mampu menghadapi
konflik dengan sikap yang lebih konstruktif (Kobak & Hazan, 1991).
Kemampuan mengelola konflik menjadi salah satu faktor penyebab yang
dapat memunculkan kepuasan.
Individu dengan tipe kelekatan tidak aman (insecure attachment)
cenderung mengembangkan rasa kurang percaya terhadap orang lain
(Collins, Read, Shaver, Brennan, Simpson dalam Mikulincer & Goodman,
2006). Rasa percaya (trust) menjadi salah satu hal yang mampu
menciptakan keterbukaan antar individu, sedangkan keterbukaan sendiri
merupakan salah satu penyebab kepuasan. Bila trust tidak dikembangkan
dengan baik, maka dapat terjadi ketidakpuasan dalam relasi (Steuber, 2005).
Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan aman juga lebih mudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(55)
mengembangkan rasa percaya yang lebih besar terhadap orang lain. Rasa
percaya yang dikembangkan terhadap orang lain ini membuat individu tidak
takut untuk menjalin relasi yang dekat dengan orang lain (Mikulincer &
Goodman, 2006). Dengan demikian, individu dapat merasakan kepuasan
dalam hubungannya.
Di sisi lain, individu dengan tipe kelekatan tidak aman juga memiliki
tingkat kemandirian yang ekstrim tinggi dan ekstrim rendah. Individu
dengan tipe avoidant attachment cenderung memiliki tingkat kemandirian
yang tinggi. Berkebalikan dengan itu, individu dengan tipe anxious
attachment memiliki tingkat kemandirian yang rendah, sangat tergantung
dengan orang lain. Berbeda dengan kedua hal tersebut, individu dengan
kelekatan aman memiliki kemandirian yang seimbang. Individu tidak
bergantung pada orang lain, tetapi tidak segan untuk meminta pertolongan
orang lain bila memang dibutuhkan (Mikulincer & Goodman, 2006). Ketika
individu mau dan mampu mengungkapkan apa yang ia butuhkan terhadap
orang lain dengan cara yang sewajarnya, individu dapat merasakan
kepuasan dalam berelasi.
Individu dengan tipe kelekatan tidak aman juga memiliki konsep diri
yang lebih negatif dibandingkan konsep diri individu dengan tipe kelekatan
aman. Individu cenderung memiliki harga diri yang rendah. Sebaliknya,
individu dengan tipe kelekatan aman memiliki harga diri yang tinggi,
mereka merasa pantas untuk disayang dan diterima oleh orang lain
(56)
37
Selain itu, individu dengan tipe kelekatan yang tidak aman memiliki
emosi dan sikap yang lebih negatif terhadap pasangannya dibandingkan
individu dengan tipe kelekatan tidak aman. Individu kurang mampu
memberikan kasih sayang dan dukungan emosional yang tepat saat
pasangan membutuhkannya (Kunce & Shaver dalam Mikulincer &
Goodman, 2006).
E. Hipotesis
Terdapat hubungan yang negatif antara kelekatan tidak aman dengan
kepuasan berelasi pada perempuan yang menjalin hubungan pacaran jarak
jauh di Yogyakarta. Semakin tinggi kelekatan tidak aman seseorang,
semakin rendah kepuasan berelasi yang dialaminya dan sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(57)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-korelasional. Penelitian
ini adalah penelitian yang melihat hubungan antara variabel yang satu dengan
variabel yang lain. Pada penelitian ini, akan dilihat hubungan antara kelekatan
tidak aman (insecure attachment) dengan kepuasan berelasi (relationship
satisfaction).
B. Variabel Penelitian 1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kelekatan tidak
aman (insecure attachment).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan berelasi
(relationship satisfaction).
C. Definisi Operasional
Kelekatan tidak aman (insecure attachment) adalah sistem kerja
individu yang cenderung lebih mudah merasa terancam karena pengalaman
ketidakhadiran figur lekat saat individu membutuhkannya, melibatkan dua
(58)
39
akan diukur dengan skala Experience in Close
RelationshipQuestionnaire-Revised (ECR-R) (Fraley, Brennan, Waller, 2000). Skor yang tinggi pada
skala ini menunjukkan semakin tinggi kelekatan tidak aman seorang individu.
Kepuasan berelasi (relationship satisfaction) adalah afeksi positif
maupun negatif yang dirasakan individu terkait dengan respon pasangan
terhadap pemenuhan kebutuhannya, yang akan diukur dengan Relationship
Assessment Scale (RAS) (Hendrick, 1988). Skor yang tinggi pada skala ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan seseorang
terhadap hubungannya.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah :
1. Perempuan
2. Dewasa awal, dengan rentang usia 18-35 tahun.
3. Sedang menempuh perkuliahan dan saat ini berdomisili di Yogyakarta
4. Sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya
E. Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive
sampling. Teknik ini digunakan karena pengambilan subjek penelitian
ditentukan berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sujarweni &
Endrayanto, 2012). Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(59)
dengan memberikan skala, baik secara langsung maupun secara
online,kepada subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian.
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert untuk
mengumpulkan data. Skala yang digunakan pada penelitian ini akan
mengukur kepuasan berelasi dan kelekatan dewasa pada mahasiswi di
Yogyakarta yang sedang menjalin hubungan berpacaran jarak jauh.
Skala tersebut diuji coba terlebih dahulu sebelum digunakan
untuk penelitian yang sesungguhnya. Hasil dari skala yang telah diuji
coba kemudian dianalisis reliabilitas dan korelasi aitem totalnya. Setelah
dianalisis, diperoleh aitem dengan korelasi aitem total yang baik (≥ 0.3). Aitem dengan korelasi aitem total yang baik inilah yang digunakan untuk
pengambilan data pada penelitian yang sesungguhnya.
Pada kedua skala terdapat aitem yang bersifat favorable dan
unfavorable. Aitem favorable adalah aitem yang mendukung variabel
yang ingin diukur, sedangkan aitem unfavorable adalah aitem yang
bertolak belakang dengan variabel yang ingin diukur.
2. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan skala
(60)
41
kepuasan berelasi dan Experiences in Close Relationship
Questionnaire-Revised (ECR-R)untuk mengukur kelekatan dewasa, khususnya tipe
kelekatan avoidant dan anxiety.
a. Experience in Close Relationship Questionnaire-Revised
Proses adaptasi skala ECR-R dilakukan oleh Bapak Siswa
Widyatmoko, salah satu dosen di Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma, dengan melakukan proses terjemahan bolak-balik.
Pada Experiences in Close Relationship
Questionnaire-Revised, jawaban skala terdiri dari 7 alternatif pilihan, yaitu STS
(Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju),
N (Netral), AS (Agak Setuju), S (Setuju), dan SS (Sangat Setuju).
Aitem favorable diberi penilaian dari angka terkecil, yaitu 1 (STS),
sampai angka terbesar, yaitu 7 (SS). Penilaian untuk aitem
unfavorable dilakukan mulai dari angka terbesar, yaitu 7 (STS)
sampai angka terkecil, yaitu 1 (SS).
Aitem skala adaptasi Experience in Close Relationship
Questionnaire-Revised sebelum diuji coba berjumlah 36 buah aitem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(61)
Tabel3.1
Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Sebelum Diuji Coba
Indikator
Aitem
Jumlah
Favorable Unfavorable Avoidant 2, 6, 10, 12, 14,
28
4, 8, 16, 18, 20,
22, 24, 26, 30,
32, 34, 36
18
Anxiety 1, 3, 5, 7, 9, 11,
13, 15, 19, 23,
25, 27, 29, 31,
33, 35
17, 21 18
b. Relationship Assessment Scale
Proses adaptasi dilakukan oleh peneliti sendiri dan meminta
bantuan penerjemah, guru Bahasa Inggris SMA, untuk
mengkonfirmasi hasil terjemahan. Setelah itu, peneliti
mengkonsultasikan hasil tersebut kepada pembimbing penelitian.
Pada Relationship Assessment Scale, jawaban skala terdiri dari
5 alternatif pilihan. Penilaian dimulai dari angka terkecil sampai
terbesar, yaitu 1 sampai 5, untuk aitem favorable. Untuk aitem
unfavorable, penilaian dimulai dari angka terbesar ke terkecil, yaitu 5
(62)
43
Aitem skala adaptasi Relationship Assessment Scale sebelum diuji
coba berjumlah 7 buah aitem.
Tabel3.2
Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Sebelum Diuji Coba
Indikator
Aitem
Jumlah
Favorable Unfavorable
Pemenuhan Kebutuhan 1 1
Kepuasan secara umum 2 1
Kualitas relasi 3 1
Kuantitas ketidakpuasan 4 1
Pemenuhan harapan 5 1
Kuantitas rasa cinta 6 1
Kuantitas masalah 7 1
G. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data 1. Validitas
Suatu tes dikatakan memiliki validitas bila tes tersebut mengukur
apa yang seharusnya diukur. Adapun validitas pada penelitian ini
menggunakan validitas isi. Validitas isi diperoleh dengan
mengkonsultasikan alat ukur pada orang yang ahli dan merumuskan
aitem, serta menganalisis aitem tersebut apakah sudah menggambarkan
apa yang akan diukur. Pada penelitian ini, orang ahli yang berkontribusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(63)
memberikan penilaian adalah dosen pembimbing dan profesor Susan
Hendrick, pembuat skala. Selain itu, peneliti menyusun cetak biru (blue
print) aitem-aitem yang akan digunakan. Aitem-aitem tersebut kemudian
diuji coba kepada subjek dan dianalisis menggunakan program SPSS
(Supratiknya, 1998).
2. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan keajegan atau kekonsistenan alat
ukur, tanpa memperhatikan apa yang akan diukur. Reliabilitas pada
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan koefisien
Alpha Cronbach yang dapat melihat korelasi aitem total. Reliabilitas
suatu penelitian memiliki rentang dari 0 – 1. Semakin mendekati 1, maka
reliabilitasnya semakin tinggi.
Berdasarkan penghitungan menggunakan SPSS 16.0, ditemukan
bahwa :
koefisien reliabilitas skala ECRmemiliki nilai sebesar 0.880, dan
koefisien reliabilitas RAS memiliki nilai sebesar 0.784, dimana nilai
tersebut merupakan nilai yang mendekati 1. Dengan demikian dapat
(64)
45
3. Seleksi Aitem
a. Cetak Biru Kelekatan Dewasa Setelah Diuji Coba Tahap I
Aitem diuji coba pada 46 orang subjek dan dianalisis
menggunakan SPSS dengan melihat Korelasi Aitem Total (Rit).
Aitem yang memiliki Rit ≥0.3 dipandang memiliki daya diskriminasi
yang baik (Azwar, 2013). Aitem yang gugur berjumlah 9, yaitu
aitem 1, 9, 17, 21, 27, 30, 31, 32, 33. Aitem yang tersisa kemudian
dianalisis kembali sampai didapatkan semua aitem memiliki daya
diskriminasi yang baik.
Tabel3.3
Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba Tahap I
Indikator
Aitem
Jumlah
Favorable Unfavorable Avoidant 2, 6, 10, 12, 14,
28
4, 8, 16, 18, 20,
22, 24, 26, 34,
36
16
Anxiety 3, 5, 7, 11, 13,
15, 19, 23, 25,
29, 35
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(65)
b. Cetak Biru Kelekatan Dewasa Setelah Diuji Coba Tahap II
Analisis yang kedua dilakukan dengan melihat batas Rit ≥0.3.
Setelah dianalisis, diperoleh aitem lain yang gugur, yaitu aitem 3, 6,
dan 29. Pada akhirnya, jumlah aitem yang gugur berjumlah 12,
sehingga jumlah aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data
penelitian yang sesungguhnya adalah 24 buah aitem.
Tabel3.4
Cetak Biru Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba Tahap II
Indikator
Aitem
Jumlah
Favorable Unfavorable
Avoidant 2, 10, 12, 14,
28
4, 8, 16, 18, 20,
22, 24, 26, 34,
36
15
Anxiety 5, 7, 11, 13, 15,
19, 23, 25, 35
9
c. Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba
Aitem diuji coba pada 46 orang subjek dan dianalisis
menggunakan SPSS dengan melihat Korelasi Aitem Total (Rit).
Aitem yang memiliki Rit ≥0.25, yaitu aitem 1, 2, 3, 5, 6, 7,
dipandang memiliki daya diskriminasi yang baik. Batas ≥0.25 dipakai karena melihat jumlah aitem yang sedikit, sehingga
(66)
47
menghindari keguguran aitem yang terlalu banyak. Pada akhirnya,
hanya 6 aitemlah yang akan digunakan untuk pengambilan data
penelitian yang sesungguhnya.
Tabel3.5
Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba
Indikator
Aitem
Jumlah
Favorable Unfavorable
Pemenuhan Kebutuhan 1 1
Kepuasan secara umum 2 1
Kualitas relasi 3 1
Kuantitas ketidakpuasan 4 1
Pemenuhan harapan 5 1
Kuantitas rasa cinta 6 1
H. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah sampel
yang digunakan pada penelitian ini merupakan bagian dari
populasi yang memiliki sebaran data normal. Bila p > 0.05
berarti suatu penelitian memiliki sebaran data yang normal,
sedangkan bila p < 0.05, penelitian tersebut memiliki sebaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(67)
data yang tidak normal (Santoso, 2010). Selain itu, nilai p juga
menunjukkan diterima atau tidaknya hipotesis nol. Bunyi
hipotesis nol adalah tidak ada perbedaan antara sebaran data
yang ada dalam penelitian dengan sebaran data normal pada
populasi (Santoso, 2010). Bila nilai p > 0.05 maka hipotesis
nol diterima, begitu pula sebaliknya.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas ditujukan untuk melihat apakah hubungan
antara dua variabel menyerupai garis lurus. Bentuk hubungan
garis lurus ini menunjukkan bahwa peningkatan kuantitas salah
satu variabel akan diikuti oleh peningkatan kuantitas variabel
yang lain. Begitu juga apabila salah satu variabel mengalami
peningkatan kuantitas dan diikuti oleh penurunan variabel
yang lain, demikian pula sebaliknya. (Santoso, 2010).
2. Uji Korelasi
Teknik korelasi digunakan untuk melihat kecenderungan
pola suatu variabel terhadap variabel yang lain, maksudnya, apakah
pola kenaikan suatu variabel akan menyebabkan penurunan atau
peningkatan terhadap variabel yang lain (Santoso, 2010). Penelitian
ini menggunakan pengujian statistik parametrik karena data
(68)
49
korelasi pada penelitian ini menggunakan korelasi produk momen
Pearson (Sujarweni & Endrayanto, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(69)
50 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2013 – 27 Juli 2013
dengan menyebarkan 120 buah skala. Penyebaran skala dilakukan secara
cetak maupun elektronik. Dari 120 skala yang disebarkan, 9 diantaranya
gugur karena tidak diisi secara lengkap dan sesuai, sehingga hanya 111 skala
yang dianalisis oleh peneliti.
B. Analisis Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini merupakan mahasiswi dengan rentang usia
18-35 tahun yang saat ini berkuliah di Yogyakarta dan menjalin hubungan
berpacaran jarak jauh (Long-Distance Dating Relationship). Berikut
disajikan tabel deskripsi subjek penelitian :
Tabel 4.1
Deskripsi Usia Subjek Penelitian
Usia (dalam th)
Total 18 19 20 21 22 23 24 25
4 orang 10 orang 18 orang 30 orang 27 orang 19 orang 2 orang 1 orang 111 orang
(70)
51
Tabel 4.2
Deskripsi Jarak Hubungan Berpacaran Subjek dengan Pasangan
Jarak
Total 24-80 km 80-160 km 160-800 km ≥800 km
14 orang 13 orang 55 orang 29 orang 111 orang
2. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, ditemukan bahwa Asymp.
Sig. (2-tailed), yang merupakan nilai p, pada variabel X dan Y dalam
penelitian ini memiliki nilai di atas 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki sebaran
data normal. Selain itu, kondisi ini juga menunjukkan bahwa hipotesis
nol diterima.
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian
Pengukuran p Keterangan
Xtotal 0.749
Sebaran data normal Y total 0.178
Xcemas 0.579
Xmenghindar 0.445
(1)
Kami melakukan survei awal untuk mendukung penelitian mengenai relasi. Survei ini dilakukan terhadap 167 mahasiswa di Yogyakarta
Hasil Penelitian terkait kepuasan berelasi :
Dari 167 responden, sebanyak 47 orang (28%) di antaranya menjalani hubungan berpacaran jarak jauh.
Hasil Laki-laki :
No Usia Lama Hubungan Jarak Lokasi Jarak (dlm
km) Skala Keterangan (dlm th) Berpacaran Pacaran Jarak Jauh
1 18 6 bln 6 bln Jogja-Solo 61 km 4 Tidak Puas 2 23 1 th 5 bln 1 th 5 bln Jogja-Solo 61 km 5 Cukup Puas 3 22 1 th 4 bln 1 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 4 24 5 th 1 th 6 bln Jogja-Jakarta 437 km 5 Cukup Puas 5 25 2 th 4 bln 2 th 4 bln Jogja-Solo 61 km 8 Puas 6 23 3 th 9 bln 2 th 7 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 7 19 2 th 2 bln 6 bln Jogja-Magelang 47 km 7 Puas 8 23 1 th 1 bln 2 bln Jogja-Semarang 90 km 2 Tidak Puas 9 22 1 th 3 bln 1 th 3 bln Jogja-Solo 61 km 5 Cukup Puas 10 22 6 bln 3 bln Jogja-Klaten 30 km 3 Tidak Puas 11 21 2 th 1 bln 6 bln Jogja-Bali 540 km 1 Tidak Puas 12 23 2 bln 2 bln Jogja-Magelang 47 km 6 Cukup Puas 13 25 5 th 3 bln 6 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 14 18 1 th 2 bln 1 th 2 bln Jogja-Kalimantan 660 km 7 Puas 15 23 3 th 11 bln 3 th 9 bln Jogja-Makasar 1.080 km 7 Puas 16 23 3 th 6 bln 2 th 10 bln Jogja-Bekasi 419 km 8 Puas
Keterangan lain :
Puas : 5 orang = 31% Tidak Puas : 7 orang = 44% Cukup Puas : 4 orang = 25% Rata-rata skala : 4,81
Hasil Olah Data pada Perempuan
No Usia Lama hubungan Jarak Lokasi Jarak (dlm
km) Skala Keterangan (dlm th) Berpacaran Pacaran Jarak Jauh
1 20 8 bln 3 bln Jogja-Banjarmasin 1.171 km 6 Cukup Puas 2 20 1 th 1 bln 1 th 1 bln Jogja-Balikpapan 1.076 km 7 Puas 3 20 6 bln 2 bln Jawa-kalimantan 660 km 2 Tidak Puas 4 21 2 th 4 bln Jogja-Jakarta 437 km 8 Puas 5 21 1 th 1 th Jogja-Jambi 1.020 km 9 Puas
(2)
6 21 2 th 5 bln 2 th 5 bln Jogja-Tangerang 465 km 8 Puas 7 20 1 bln 1 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 8 20 2 th 6 bln 2 th 6 bln Jogja-Palembang 840 km 6 Cukup Puas 9 18 2 th 7 bln 7 bln Jogja-Balipapan 1.076 km 3 Tidak Puas 10 21 2 bln 2 bln Jogja-Sulawesi 1.200 km 4 Tidak Puas 11 20 4 bln 3 bln Jogja-Sragen 93 km 3 Tidak Puas 12 21 5 th 6 bln 3 th 7 bln Jogja-Jakarta 437 km 4 Tidak Puas 13 19 3 th 4 bln 2 th 3 bln Jogja-Sleman 30 km 7 Puas 14 19 3 bln 3 bln Jogja-Jerman 13.000 km 10 Puas 15 20 3 th 11 bln 3 th 11 bln Jogja-Jakarta 437 km 5 Cukup Puas 16 18 11 bln 8 bln Jogja-Manado 1.860 km 5 Cukup Puas 17 20 5 th 4 bln 2 th 8 bln Jogja-Pontianak 840 km 8 Puas 18 21 2 th 6 bln 1 th 6 bln Jogja-Bali 540 km 9 Puas 19 19 10 bln 5 bln Jogja-Bengkulu 960 km 10 Puas 20 20 4 th 11 bln 4 th 11 bln Jogja-Bandung 360 km 6 Cukup Puas 21 20 3 th 6 bln 1 th 8 bln Jogja-Jakarta 437 km 8 Puas 22 18 1 th 6 bln 7 bln Jogja-Bogor 418 km 5 Cukup Puas 23 20 1 th 9 bln 1 th 7 bln Jogja-Bali 540 km 8 Puas 24 21 6 bln 6 bln Semarang-Berlin 13.000 km 8 Puas 25 18 3 th 2 bln 6 bln Jogja-Surabaya 240 km 8 Puas 26 21 2 th 1 bln 1 th 1 bln Jogja-Jakarta 437 km 4 Tidak Puas 27 22 2 th 7 bln 1 th Jogja-Solo 61 km 5 Cukup Puas 28 18 6 th 2 bln 6 th 2 bln Jogja-Jakarta 437 km 7 Puas 29 21 1 th 11 bln 6 bln Jogja-Jakarta 437 km 4 Tidak Puas 30 19 2 th 5 bln 2 th Jogja-Palembang 840 km 1 Tidak Puas
31 22 2 bln 2 bln
Muntilan-kalimantan 660 km 3 Tidak Puas
Keterangan :
Puas : 14 orang = 45 % Cukup Puas : 7 orang = 23% Tidak Puas : 10 orang = 32% Rata-rata skala : 5,94
Rata-rata kepuasan berelasi laki-laki dan perempuan yang menjalin hubungan berpacaran jarak jauh adalah : 5,55
(3)
Hasil Penelitian terkait Komitmen
Penelitian dilakukan pada 103 responden dengan jenis kelamin perempuan dan dalam masa perkembangan dewasa awal (rentang usia 18 hingga 22 tahun). Hasil penelitian tersebut antara lain :
Perilaku Jumlah Persentase
Tidak pernah berselingkuh
48 orang 46.6 %
Jarang berselingkuh 37 orang 35.9 % Sering berselingkuh 13 orang 12.6 % Sangat sering
berselingkuh
5 orang 4.9 %
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa perempuan yang tidak pernah melakukan perselingkuhan sebanyak 48 orang atau 46.6 % dan perempuan yang pernah melakukan perselingkuhan sebanyak 55 orang atau 53.4 % (dengan rincian sebanyak 35.9 % jarang berselingkuh, 12.9 % sering berselingkuh, dan 4.9 % sangat sering berselingkuh).
Hasil Penelitian Terkait Perilaku Seksual
Ketentuan responden dalam pra peneltian ini adalah remaja akhir putri (dengan rentang usia 17-24 tahun), belum menikah, dan sedang menjalani relasi berpacaran. Skala penelitian disebarkan di beberapa universitas ternama di Yogyakarta. Dari sekian banyak skala yang disebarkan, dihasilkan 78 skala yang dinyatakan baik untuk dapat diolah karena memenuhi standar administrasi. Hasil pra penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 87% remaja akhir putri yang sedang berpacaran di kota Yogyakarta pernah melakukan perilaku seks pranikah. Beberapa malah memulai perilaku ini sejak usia remaja awal (13-15 tahun). Sisanya memulai perilaku ini sejak usia remaja akhir (17-20 tahun).
Hasil Penelitian Terkait Kecemburuan pada Perempuan
Hasil survei terhadap 96 sampel mahasiswi menunjukkan bahwa terdapat 3 orang mahasiswi yang tidak pernah mengalami kecemburuan, sementara 93 orang lainnya mengalami kecemburuan. Sebelas dari 93 orang menyatakan bahwa mereka adalah orang yang sangat sering cemburu. Survei ini ingin melihat pula beberapa alasan yang menyebabkan kecemburuan dalam bentuk perilaku pasangan dan karakteristik saingan. Berdasarkan hasil survei, tampak bahwa sebagian besar dari data sampel yang terkumpul menyatakan bahwa mereka cemburu karena pasangan masih menceritakan atau berhubungan dengan mantan kekasihnya. Dengan demikian, terlihat bahwa perilaku pasangan yang berlebihan
(4)
atau tidak wajar terhadap lawan jenisnya secara emosional dan seksual merupakan hal pemicu kecemburuan. Kemudian, beberapa subjek mengatakan cemburu karena tidak mendapat perhatian dari pasangan. Selain itu, ada pula faktor lain seperti lupa waktu ketika bersama teman-temannya atau hobinya. Kecemburuan juga muncul apabila pasangan melakukan kontak fisik dengan lawan jenis, menghabiskan waktu dengan orang lain, karakter saingan yang memiliki nilai lebih pada penampilan, dan kemampuan inteligensi, serta perilaku saingan yang agresif terhadap pasangan.
Hasil Penelitian Terkait Kecemburuan pada Pria
Sampel yang digunakan adalah mahasiswa karena usia pada dewasa awal berada kisaran usia seorang mahasiswa (18-25 tahun). Survei pra-penelitian ini disebarkan pada 55 sampel pria yang sedang menjalani masa pacaran dan berusia 20-24 tahun. Dari 50 sampel pria menyatakan bahwa mereka merasa cemburu terhadap pasangannya dan 5 sampel pria menyatakan bahwa mereka tidak merasa cemburu terhadap pasangannya. Dari survei tersebut, dapat disimpulkan 90% dari sampel menyatakan bahwa seorang pria merasakan cemburu terhadap pasangannya.
Hasil survei pra-penelitian ini menunjukkan beberapa alasan atau penyebab seorang pria cemburu terhadap pasangannya, baik berdasarkan karakter pasangan maupun karakter saingan. Alasan paling banyak yang membuat seorang pria cemburu berdasarkan karakter pasangan diantaranya adalah pasangannya terlalu dekat dengan lawan jenisnya. Alasan lain adalah karena pasangannya terlalu peduli dan terbuka dengan lawan jenisnya. Selain itu, seorang pria cemburu karena pasangannya selalu membicarakan lawan jenisnya atau mantan kekasihnya. Beberapa orang pria juga menyatakan bahwa mereka cemburu karena pasangannya terlalu centil dengan lawan jenisnya. Hal lain yang membuat seorang pria cemburu berdasarkan karakter saingan diantaranya adalah saingannya lebih menarik dari dirinya. Kemudian, saingan lebih pintar dan kaya. Ada juga yang menyatakan bahwa saingannya lebih populer, serta jauh lebih baik dari dirinya dalam berbagai aspek sehingga menimbulkan ketidakpercayaan pada diri sendiri.
(5)
Lampiran 8
(6)
Survei Permasalahan Mahasiswa
Usia : Jenis Kelamin :
Menurut teman-teman, permasalahan apa yang paling menimbulkan permasalahan akademis bagi teman-teman sendiri?
1. Masalah percintaan 2. Keluarga
3. Pertemanan
4. Faktor Pribadi : malas belajar, menunda pengerjaan tugas, dll. 5. Lain-lain,... (silakan diisi sendiri bila ada)
Tolong diberi rangking pada masing-masing pilihan. Misalnya, pilihan 1 : rangking 3, pilihan 2 : rangking 1, dst. Rangking 1 menunjukkan bahwa pilihan tersebut merupakan pilihan yang paling berpengaruh bagi akademis. Terima kasih ☺