pendukung PDI-P jika akan menghadapi Pemilu, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilukada.
Demikian juga Gus Dur untuk PKB dan Pak Harto yang merupakan pendiri figur utama Partai Golkar selama 32 tahun, sehingga orang-orang yang bersimpati
kepada perjuangan Bung Karno cenderung setia kepada PDI-P, Gus Dur untuk PKB dan Pengagum Pak Harto cenderung untuk memilih Golkar, dan para pengagum
tersebut cenderung mereferensikan pilihan ini kepada orang-orang terdekat maupun keturunannya.
Tidak seperti Endorser dalam bisnis yang dibayar mahal untuk periode waktu tertentu sesuai perjanjian kontrak, endorser pada politik tidak terikat waktu, dan
cenderung abadi, dimana ketokohan sang tokoh tetap melekat pada partai walaupun yang bersangkutan telah tiada. Tentu loyalitas pendukung tersebut dapat diakibatkan
kredibilitas yang dimiliki sang tokoh, terkait kharisma, gaya berbicara, kejujuran dan kesetiaan pada ideologi yang diusung yang tetap dikenang massa pendukungnya.
I.2 Perumusan Masalah
1. Sejauhmana pengaruh kredibilitas Susilo Bambang Yudhoyono Sebagai Celebrity
Endorser, yang terdiri dari: daya tarik attractiveness, kesukaan likeability, kepercayaan trustworthiness, dan keahlian expertise terhadap keputusan
pemilih Partai Demokrat di Kota Medan? 2.
Sejauhmana pengaruh kredibilitas Susilo Bambang Yudhoyono Sebagai Celebrity Endorser, yang terdiri dari: daya tarik attractiveness, kesukaan
Universitas Sumatera Utara
likeability, kepercayaan trustworthiness, dan keahlian expertise terhadap loyalitas pemilih Partai Demokrat di Kota Medan?
I.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Penerapan Celebrity Endorser
yang terdiri dari; daya tarik attractiveness, kesukaan likeability, kepercayaan trustworthiness, dan keahlian expertise terhadap keputusan pemilih Partai
Demokrat di Kota Medan. 2.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Penerapan Celebrity Endorser yang terdiri dari; daya tarik attractiveness, kesukaan likeability, kepercayaan
trustworthiness, dan keahlian expertise terhadap Loyalitas pemilih Partai Demokrat di Kota Medan.
I.4 Manfaat Penelitian
1. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi atau masukan bagi partai
politik maupun para politisi untuk mengetahui pengaruh pengiklanan, dalam hal ini penggunaan Celebrity Endorser terhadap keputusan dan loyalitas pemilih guna
meningkatkan pemilih mereka pada pemilihan-pemilihan selanjutnya. 2.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tambahan bagi pihak akademisi untuk pembahasan mengenai marketing politik, khususnya
penerapan celebrity endorser dalam kaitannya terhadap keputusan dan loyalitas pemilih.
Universitas Sumatera Utara
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman
peneliti mengenai hal-hal yang berhubungan dengan teori perilaku konsumen, dalam hal ini pemilih dan penerapannya di lapangan.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya
pada permasalahan atau subjek yang sama demi pengembangan baik secara umum maupun khusus terhadap ilmu pengetahuan yang dijadikan dasar
penelitian.
1.5 Kerangka Berpikir
Periklanan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal, karena daya jangkaunya yang luas. Iklan yang disenangi konsumen terlihat menciptakan
sikap merek yang positif dan keinginan untuk membeli yang lebih dari pada produk dengan iklan yang tidak mereka sukai.
Penggunaan narasumber sebagai figur penarik perhatian dalam iklan
merupakan salah satu cara kreatif untuk menyampaikan pesan Kotler dan Keller,
2006. Pesan yang disampaikan oleh nara sumber yang menarik akan lebih mudah
dan menarik perhatian konsumen. Shimp 2003 membagi endorser ke dalam dua
tipe, yaitu celebrity endorser dan typical-person endorser. Penggunaan selebriti di dalam mendukung iklan memiliki empat alasan utama, yaitu: Pemasar rela membayar
tinggi selebriti yang banyak disukai oleh masyarakat. Selebriti digunakan untuk menarik perhatian khalayak dan meningkatkan awareness produk. Pemasar
mengharapkan persepsi konsumen terhadap produk tersebut akan berubah.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan selebriti menimbulkan kesan bahwa konsumen selektif dalam memilih dan meningkatkan status dengan memiliki apa yang digunakan oleh selebriti.
Sedangkan pemasar memilih typical-person endorser untuk mendukung iklan,
dengan alasan: Typical-person endorser biasanya digunakan sebagai bentuk promosi
testimonial untuk meraih kepercayaan konsumen. Typical-person endorser dapat lebih diakrabi oleh konsumen karena mereka merasa memiliki kesamaan konsep diri
yang aktual, nilai-nilai yang dianut, kepribadian, gaya hidup, karakter demografis,
dan sebagainya.
Selebriti diasumsikan lebih kredibel daripada non selebriti. Tampilan fisik dan karakter non fisik selebriti membuat sebuah iklan lebih menarik dan disukai oleh
konsumen. Performa, citra, dan kepopuleran selebriti dapat lebih menarik perhatian target audience untuk menyaksikan iklan yang dapat mempengaruhi persepsi mereka
untuk membuat keputusan dalam melakukan pembelian. Sedangkan, dengan menampilkan pendukung non selebriti atau ”orang biasa” dapat membuat konsumen
merasa lebih dekat dan merasa akrab, akan menghasilkan keterlibatan pesan yang cukup tinggi, dan akhirnya akan mempengaruhi persepsi konsumen, sehingga tercipta
persepsi yang positif terhadap produk yang diiklankan. Tugas utama para endorser ini adalah untuk menciptakan asosiasi yang baik
antara endorser dengan produk yang diiklankan sehingga timbul sikap positif dalam diri konsumen, sehingga iklan dapat menciptakan citra yang baik pula di mata
konsumen. Iklan merupakan elemen yang penting dan saling berpengaruh dalam
Universitas Sumatera Utara
menanamkan brand image kepada konsumen, seiring dengan ciri fisik dan kualitas produk yang mengikuti suatu brand tertentu.
McCracken 1989 menemukan bahwa celebrity endorser dan produk itu sendiri memainkan peranan penting terhadap interpretasi akhir produk yang di
iklankan. McCracken 1989 menemukan bagaimana teori transfer untuk menjelaskan bagaimana karakteristik dari selebriti ditransfer ke dalam produk, artinya bahwa
persepsi karakteristik dari selebriti akan ditransfer kedalam merk, dalam hal ini adalah kandidat atau partai politik.
Tubbs dan Moss 2000 memetakan karakteristik celebrity endorser kedalam 4 aspek yakni: Daya tarik, Kesukaan, Kepercayaan dan Keahlian.
Keempat faktor diatas diduga mempengaruhi keputusan memilih konsumen, hal ini disebabkan ketertarikan pemilih kepada sesuatu partai disebabkan ketertarikan
akan figur-figur orang di partai tersebut, dalam hal ini ketertarikan terhadap endorser dari partai tersebut. Hal ini sesuai denga teori transfer yang dikemukakan oleh
McCracken 1989, bahwa persepsi konsumen tentang endorser akan ditransfer menjadi persepsi konsumen akan produk, dalam hal ini partai yang di endorse-nya.
Oleh sebab itu, jika seorang tokoh yang dicitrakan menjadi icon partai tersebut dianggap menarik, disukai, dapat dipercaya dan dianggap mempunyai keahlian, maka
partai yang di endorsernya pun dianggap pula menarik, disuka, dipercaya dan dianggap diisi oleh orang-orang ahli oleh masyarakat, demikian juga sebaliknya, jika
seorang endorsernya dianggap kurang menarik, tidak disuka, tidak dipercaya dan tidak memiliki keahlian, maka partai tersebut juga dianggap kurang menarik, tidak
Universitas Sumatera Utara
disukai, tidak dapat dipercaya dan tidak diisi orang-orang ahli oleh masyarakat pemilih. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh McCracken 1989
bahwa penggunaan endorser tidak selalu membawa dampak positif kepada citra produk atau perusahaan yang di endorse-rnya.
Firmanzah 2008 menyatakan bahwa produk politik atau kandidat individu adalah produk tidak nyata intangible yang sangat kompleks, tidak mungkin
dianalisis secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya, kebanyakan pemilih menggunakan penilaian terhadap keseluruhan konsep dan pesan yang diterima.
Penilaian ini diantaranya berdasarkan iklan yang ditampilkan oleh suatu partai politik, kemasan serta endorser dalam iklan tersebut, menjadi penilaian keseluruhan akan
partai tersebut dan menjadi dasar keputusan memilih akan partai tersebut.
Keputusan Memilih Pada Pemilu Firmanzah 2008 menyatakan bahwa keputusan memilih selama pemilihan
umum dapat dianalogikan sebagai perilaku pembelian dalam dunia bisnis dan komersial, hanya dalam dunia bisnis dan komersial, keputusan pembelian yang salah
akan berdampak langsung terhadap subjek dengan kehilangan utilitas barang atau jasa yang dibelinya. Sedangkan pemilihan yang salah dalam pemilu tidak berdampak
langsung bagi si pengambil keputusan, karena keputusan individu tidak berarti apa- apa kecuali dalam jumlah besar.
Ketidakhadiran insentif ekonomi ketika pemilih menentukan pilihan politik membuat banyak kalangan berpendapat bahwa secara individual, memilih lebih
merupakan keputusan konsumsi ketimbang keputusan investasi Aidt, 2000. Insentif
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dilihat sebagai keuntungan secara ekonomis ketika pemilih memberikan dukungan kepada salah satu kontestan politik. Dalam perspektif individual, keputusan
memilih akan dilihat sebagai perilaku konsumsi dan pembelanjaan yang dengan cepat hilang dan habis, bukan aktivitas yang akan didapat hasilnya dalam jangka panjang.
Selain itu perilaku memilih selama pemilu juga memiliki biaya ekonomis berupa sedikit waktu dan usaha, seperti yang diungkapkan oleh Niemi 1976 dan Aldrich
1993. Menurut mereka, usaha untuk memberikan dukungan berupa pencontrengan dalam bilik-bilik suara nyaris tanpa biaya secara ekonomis. Dengan tidak terdapatnya
biaya ekonomis itu, tak heran apabila pemilih dapat menjatuhkan pilihannya kepada siapapun. Pemilih berada dalam posisi indifferent secara ekonomis. Artinya memilih
satu kandidat tidak menjadi lebih mahal atau murah dibandingkan dengan memilih kandidat lain secara ekonomis pada saat “membeli”, kendati harus diingat bahwa
sesungguhnya pilihan salah yang dilakukan oleh banyak orang akan berakibat pada kebijakan politik dan selanjutnya pada perekonomian masyarakat secara umum,
termasuk perekonomian si individu. Hal ini juga yang mengarahkan pada pemahaman bahwa memilih selama pemilu lebih didorong oleh alasan-alasan non-ekonomis
seperti ideologi dan budaya. Lipset 1972 mendefenisikan perilaku memilih sebagai suatu aktivitas untuk
memberikan dukungan kepada suatu partai yang pada prinsipnya mewakili kepentingan kelas-kelas politik yang berbeda, seperti kelas bawah, menengah dan
atas. Selain itu terdapat pula faktor-faktor lain yang menentukan dukungan seseorang
Universitas Sumatera Utara
terhadap parpol atau kandidat tertentu, misalnya status sosial ekonomi, agama, etnis, keturunan, jenis kelamin, umur dan asal tempat tinggal.
Bone dan Ranney 1983 berpendapat yang sama dengan menambahkan bahwa terdapat faktor-faktor sosial, agama, dan pengaruh keluarga yang ikut
menentukan sikap memilih seseorang pada pemilu. Kavanagh 1983 menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku memilih dalam pemilu dapat dilihat dari lima jenis pendekatan, yakni struktural, sosiologis, ekologis, psikologi sosial dan pilihan rasional yang semuanya
merupakan kegiatan yang otonom, bukan partisipasi yang dimobilisasi. Dalam pendekatan struktural, misalnya, perilaku seorang individu dalam menentukan pilihan
politiknya dipengaruhi oleh struktur sosial kelas, agama, bahasa, desa-kota, dan lain- lain, sistem kepartaian, sistem pemilu, serta program-program atau isu-isu yang
ditonjolkan oleh partai dalam berkampanye, seperti melalui iklan politik di televisi. Hampir mirip dengan pendekatan struktural, pendekatan sosiologis menjelaskan
bahwa pilihan seorang warga negara dalam sebuah pemilu lebih banyak dipengaruhi oleh latar belakang demografi asal domisili, suku dan status sosial ekonomi seperti
pekerjaan, pendidikan, pendapatan daripada hal lain. Selain itu menurut Niemi 1976 yang mengobservasi bahwa faktor perilaku
keluarga, khususnya orangtua, juga banyak mempengaruhi perilaku memilih anak kelak ketika mereka dewasa. Karena itulah kerap ditemukan loyalitas yang turun-
temurun yang sulit diganggu gugat dari sebuah keluarga terhadap partai politik atau figur tertentu yang bertarung dalam pemilu.
Universitas Sumatera Utara
Loyalitas Pemilih
Tujuan utama dalam mengembangkan hubungan relasional dengan masyarakat adalah menciptakan loyalitas konstituen terhadap partai politik atau
kandidat individu, karena masing-masing kandidat berharap bahwa partai politik mereka terus memenangkan pemilu dimasa-masa mendatang. Hal ini tidak akan
tercapai tanpa loyalitas pemilih. Konstituen yang loyal akan mengurangi ketidakpastian yang terjadi di tengah-tengah para pemilih dalam memilih partai
politik tertentu.
Firmanzah 2008 loyalitas pemilih dapat diukur melalui 2 dimensi:
1. Keterlibatan, ikatan dan dukungan terhadap suatu partai politik tertentu. Bentuk
dukungan ini dapat dilihat melalui diberikannya suara dalam pemilihan umum, adanya keinginan dan motivasi untuk terus melanjutkan dukungan di kemudian
hari. Termasuk juga partisipasi aktif dalam acara-acara partai politik seperti tabligh akbar, rapat kerja partai, musyawarah nasional, dsb.
2. Komitmen dan tindakan nyata konstituen untuk mencoba menarik orang-orang di
luar partainya agar memberikan dukungan dan memilih partai tersebut. Ketokohan seorang publik figur tentu dapat menjadi penggerak timbulnya
loyalitas akan suatu partai politik, sebagaimana ketokohan Bung Karno dan garis keturunannya, yakni Megawati Sukarnoputri dan Guruh Sukarnoputra di PDI-P,
Nama besar Pak Harto pada Partai Golkar, Abdurrahman Wahid di PKB, dimana kekaguman sebagian masyarakat terhadap tokoh-tokoh diatas menjembatani mereka
Universitas Sumatera Utara
untuk menjadi pemilih loyal pada partai-partai yang didirikan atau dibesarkan oleh tokoh-tokoh dimaksud.
Loyalitas tentu menjadi suatu hal yang diharapkan dalam dunia bisnis, tetapi sangat dinginkan juga dalam dunia politik. Loyalitas pemilih berarti kesetiaan dari
pemilih untuk tetap mendukung suatu partai tertentu dikemudian hari, mendukung calon-calonnya pada Pilkada, dan tetap setia mengikuti perkembangan partai tersebut
dikemudian hari Firmanzah 2008. Loyalitas kepada partai bisa jadi merupakan wujud loyalitas pemilih kepada tokoh-tokoh partai tersebut Nieni, 1976, dalam hal
ini kesetiaan dan loyalitas pendukung Partai Demokrat dapat merupakan gambaran loyalitas untuk selalu mendukung Susilo Bambang Yudhoyono.
Kredibiltas Celebrity Endorser:
1.Daya tarik 2. Kesukaan
Keputusan Memilih
3. Kepercayaan
4. Keahlian
Gambar I.1 Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama
Kredibilitas Celebrity Endorser:
1. Daya
Tarik 2. Kesukaan
Loyalitas Pemilih
3. Kepercayaan
4.. Keahlian
Gambar I.2 Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua
Universitas Sumatera Utara
I.6 Hipotesis