Diskusi Penjelasan Gereja yang Kudus

57 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti mereka pula yang menerima tahbisan-tahbisan suci mengatur dan mengurus tata- tertib pertobatan. Dengan saksama mereka mendorong dan mendidik Umat, supaya dengan iman dan hormat menunaikan perannya dalam liturgi, dan terutama dalam korban kudus misa. Akhirnya mereka wajib membantu umat yang mereka pimpin dengan teladan hidup mereka, yakni dengan mengendalikan perilaku mereka dan sedapat mungkin menjauhkan dari segala cela, dengan pertolongan Tuhan mengubahnya menjadi baik. Dengan demikian mereka akan mencapai hidup kekal, bersama dengan kawanan yang dipercayakan kepada mereka”.Lumen Gentium artikel 26

5. Diskusi

• Guru mengajak para peserta didik untuk berdiskusi dalam kelompok ajaran Gereja tentang kekudusan Gereja dengan pertanyaan sebagai berikut, misalnya; 1. Apa makna kekudusan Gereja dalam dokumen tersebut? 2. Apa konsekuensi seorang uskup yang memiliki kepenuhan Sakramen tahbisan .

6. Penjelasan

• Setelah para peserta didik berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusinya, guru memberikan penjelasan, - Tuhan kita Sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja” Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, 14. Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa melalui sakramen- sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang kelihatan. - “Uskup mempunyai kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi” terutama dalam Ekaristi, yang dipersembahkannya sendiri atau yang dipersembahkan atas kehendaknya, dan yang tiada hentinya menjadi sumber kehidupan dan pertumbuhan Gereja” LG.art.26 - Masing-masing kita sebagai anggota Gereja, telah dipanggil kepada kekudusan. Melalui Sakramen Baptis, kita telah dibebaskan dari dosa asal, dipenuhi dengan rahmat pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan rahmat Tuhan, kita berjuang mencapai kekudusan. - Konsili Vatican II mendesak, “Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen, dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id 58 Buku Guru Kelas XI SMASMK seraya membawa kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuhnya, dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut” Dekrit tentang Ekumenisme, 4. - Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita, selalu ada para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Kita manusia yang rapuh, dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi, kita bertobat dari dosa kita dan sekali lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan. - Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum Tanda Damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa, Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan. Langkah Ketiga: Menghayati Kekudusan Gereja 1. Diskusi kelas • Guru mengajak peserta didik untuk berdiskusi dengan pertanyaan, misalnya; Bagaimana cara kita memperjuangkan kekudusan Gereja dalam hidup sehari- hari? • Setelah berdiskusi, guru memberikan penjelasan, misalnya; • Kekudusan dapat dilakukan dengan saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah • Meneladani semangat hidup orang-orang Katolik yang telah mencapai kekudusan, seperti para santo-santa, beato-beata, atau para martir yang berjuang menegakkan kebenaran, keadilan, demi kemanusiaan. • Merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dan sebagainya.

2. Releksi