5.2. Identifikasi Faktor Eksternal Perusahaan
Identifikasi faktor-faktor eksternal perusahaan ini didapatkan berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola dan pengumpulan informasi melalui
pencarian internet, pencarian di perpustakaan serta mencermati kejadian yang terjadi di negara Indonesia. Faktor-faktor eksternal memiliki pengaruh yang besar
bagi perusahaan untuk menjalankan usahanya. Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal sangat dibutuhkan karena merupakan keadaan yang tidak dapat
dikendalikan secara langsung. Informasi mengenai lingkungan eksternal dari usaha Wana Wisata Kawah Putih diperoleh melalui wawancara dengan pihak
pengelola yang mengetahui kondisi keadaan lingkungan usaha, serta informasi- informasi yang relevan dengan kejadian yang relevan dengan penelitian.
Faktor-faktor eksternal perusahaan menggambarkan peluang dan ancaman yang dihadapi Wana Wisata Kawah Putih. Lingkungan eksternal tersebut antara
lain politik dan pemerintah, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, teknologi, pesaing, pendatang baru, konsumen, perusahaan lain yang menguntungkan dan
produk pengganti substitusi. Tidak semua lingkungan eksternal dibahas pada penelitian ini, akan tetapi hanya beberapa saja yaitu politik dan pemerintah, sosial
budaya dan lingkungan, ekonomi, pesaing, konsumen dan rekanpartner bisnis.
1. Politik dan Pemerintah
Gejolak politik nasional membuat situasi keamanan di Indonesia tidak menentu. Hal ini menimbulkan citra Indonesia yang cukup buruk akibat
kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah dan mengubah pandangan konsumen luar negeri terhadap Indonesia menjadi negatif. Selain kerusuhan dan demontrasi
yang masih sering terjadi, ancaman bom terorisme, penyakit menular bahkan serangkaian bencana alam di Indonesia dapat membuat wisatawan mancanegara
kurung tertarik kepada pariwisata di Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia sempat
mengeluarkan kebijakan travel warning kepada warganya untuk tidak berkunjung ke Indonesia.
Hal tersebut tentunya menjadi salah satu penghambat perkembangan pariwisata di Indonesia khususnya wisata alam. Akan tetapi hal tersebut
tampaknya sudah diperhatikan oleh pemerintah, mengingat pariwisata ini sebagai
salah satu penghasil utama devisa negara dari sektor non-migas. Pemerintah sedang melakukan berbagai hal untuk mempromosikan Indonesia sebagai salah
satu negara destinasi pariwisata. Pemerintah telah melakukan beberapa rencana strategis tentang pariwisata salah satunya dengan jargon “ Visit Indonesia 2008”.
Perkembangan wisata alam memerlukan dukungan semua pihak baik pemerintah pusat melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta
Departemen Kehutanan, pemerintah daerah, swasta, biro perjalanan, perguruan tinggi serta masyarakat luas. Pemerintah sebagai fasilitator, mendukung
berkembangnya usaha pariwisata alam dalam bentuk penetapan kebijakan, peraturan perundang-undangan, perijinan, dan lain-lain. Dukungan pemerintah
tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. 50 Tahun 2006 tentang Pedoman Kegiatan Kerjasama Usaha Perum Perhutani dalam
Kawasan Hutan. Bentuk dukungan pemerintah terhadap pengembangan pariwisata juga ditunjukkan dengan adanya media pariwisata seperti TIC Tourism
Information Center sehingga memudahkan wisatawan untuk mendapatkan informasi mengenai Wana Wisata Kawah Putih.
Dalam hal mendukung perkembangan pariwisata alam ini, pemerintah daerah telah melakukan perbaikan jalan raya menuju Wana Wisata Kawah Putih.
Jalan raya tersebut merupakan satu-satunya jalan raya yang menuju lokasi Wana Wisata Kawah Putih sehingga dapat dibayangkan bila jalan yang dilalui rusak dan
berlubang mengingat kondisi jalan yang menanjak, curam, berliku-liku dan di pinggirnya tebing batu dan jurang dapat membahayakan keselamatan pengendara
jalan. Intervensi pemerintah sampai saat ini masih terbatas kepada peraturan agar
tidak terjadi iklim usaha yang saling mematikan. Hal yang cukup mengganggu usaha wisata alam adalah adanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Dengan
diberlakukannya UU dan Perpu tersebut, maka daerah memiliki wewenang yang lebih luas dalam mengembangkan daerahnya dan hal tersebut menjadi peluang
bagi daerah yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan wisata alam. Dalam era otonomi daerah tersebut pemerintah daerah tingkat kabupaten maupun
kotamadya memiliki peran yang besar dalam bidang pariwisata. Hal tersebut membuat pengembangan wisata alam baru lebih banyak berurusan dengan
pemerintah daerah. Perpindahan urusan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ini,
membuat banyak pengelola dan investor wisata alam kebingungan sebab masing- masing daerah memiliki aturan yang berbeda-beda. Otonomi daerah ini
memunculkan adanya kemungkinan tumpang tindih dalam pemungutan pajak antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu adanya beberapa daerah
yang menerapkan kebijakan retribusi yang terlalu tinggi untuk mengejar pendapatan asli daerah PAD. Otonomi daerah menyebabkan setiap daerah harus
mampu bersaing dengan daerah lain. Tuntutan pemsukan PAD jangka pendek dan jangka panjang, merupakan kenyataan yang harus dihadapi. Oleh karena itu
pemerintah daerah Kabupaten Bandung Selatan diharapkan memberikan kebijaksanaan yang mendorong berkembangnya usaha wisata alam ini.
2. Ekonomi