BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah populasi penduduk yang semakin bertambah, akan membawa dampak terhadap berbagai bidang kehidupan seperti peningkatan kebutuhan sumberdaya alam
yang meliputi sandang, pangan dan papan, kenaikan tingkat kriminalitas dan lain-lain yang mengarah pada peningkatan kebutuhan akan berbagai sarana dan prasarana
umum. Menyadari dampak negatif yang akan timbul mendorong pemerintah agar memikirkan cara untuk menekan pertambahan jumlah penduduk, salah satunya adalah
dengan cara mencanangkan program Keluarga Berencana KB. Namun, pelaksanaan program Keluarga Berencana KB tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya peran
aktif dari masyarakat Yatim, 1994.
Keikutsertaan kaum pria dalam program KB jelas jauh tidak seimbang dibandingkan dengan kaum wanitanya. Banyak faktor yang menyebabkan kaum pria
kurang aktif, salah satu alasannya adalah karena terbatasnya pilihan kontrasepsi pria Tadjudin, 1984. Jenis kontrasepsi pria yang tersedia dirasa masih belum bervariasi
seperti halnya pada jenis kontrasepsi pada wanita.
Dengan demikian swasembada dalam penyediaan bahan baku obat kontrasepsi mempunyai arti yang sangat penting, karena pemakaian di tahun-tahun mendatang
terus meningkat. Dalam memenuhi kebutuhan akan bahan baku obat kontrasepsi tersebut, seyogyanya dicari dari sumber lain, yaitu tanaman. Indonesia merupakan
sumberdaya tanaman obat, termasuk yang mengandung zat antifertilitas
Syamsuhidayat, 1988.
Universitas Sumatera Utara
Proses pematangan sperma sangat tergantung pada hormon androgen Tadjudin, 1988. Salah satu hormon androgen yakni testosteron. Testosteron adalah
hormon androgen yang dihasilkan oleh sel interstitial atau sel leydig. Hormon ini berperan dalam mengontrol proses spermatogenesis pada pembelahan meiosis dan
proses spermiogenesis. Kebutuhan epididimis akan androgen untuk pematangan spermatozoa, lebih tinggi daripada testis, hingga penurunan kadar androgen sedikit
saja dapat menggangu proses pematangan spermatozoa dalam epididimis, akan tetapi
tidak menggangu spermatogenesis atau libido Amir, 1992.
Pemberian hormon testosteron intramuskular dan oral secara sendiri atau kombinasi dengan progesteron diketahui dapat menghambat spermatogenesis pria
proses pembentukan sperma menjadi azoospermia. Testosteron dapat menyebabkan azoospermia yang bersifat reversibel, tanpa efek samping yang serius dan signifikan
efektif pada populasi Asia, sehingga kelihatannya testosteron menjadi bahan kimia yang memberi harapan baik untuk kontrol fertilitas pria Liu et al., 2004. Penekanan
terhadap spermatogenesis dapat terjadi oleh pengaruh testosteron undekanoat hormon
kontrasepi pria melalui mekanisme negative feed-back Wang et al., 2006.
Bahan obat-obatan kontrasepsi yang sangat efektif adalah senyawa-senyawa turunan steroid yang berasal dari tanaman. Salah satu tanaman yang berpeluang adalah
biji pepaya Carica papaya L.. Di dalam ekstrak biji pepaya terdapat senyawa kimia yang bersifat kontraseptif. Penelitian yang dilakukan oleh Farnsworth 1982, pada
tikus jantan fertil yang diberi ekstrak biji pepaya secara oral dengan dosis 20 mg selama 8 minggu menunjukkan penurunan fertilitas sampai 40. Pemulihan
recovery terjadi 2,5-3 bulan setelah penyuntikan ekstrak dihentikan Amir, 1992.
1.2 Permasalahan