Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pidana Mati.

seharusnya mendapat dukungan untuk diekspresikan dalam hukum pidana secara resmi. 2. Penjatuhan pidana sesuai dengan kualitas moral dari perbuatan pidana seseorang, yaitu maksud intent pelaku untuk menyerang atau melukai orang lain.

B. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pidana Mati.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa dalam hukum pidana nasional Indonesia, khususnya terhadap pidana pembunuhan berencana, kemungkinan dijatuhkan atau tidaknya pidana mati terhadap seorang Terdakwa sangat bergantung pada Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, bukan kehendak atau keinginan keluarga korban. Keluarga hanya dijadikan sebagai saksi pelapor dipersidangan. Menurut ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana Islam, tindak pembunuhan dengan sengaja berencana al-qatl al-amd baik direncanakan terlebih dahulu atau tidak, 207 digolongkandiklasifikasikan kepada haqq li al-ibad al-afrad hak manusia perorangan. 208 Konsekuensinya adalah bahwa keluarga korban diberi hak yang seluas-luasnya untuk memilih atau menentukan apakah pelaku pembunuhan dijatuhi pidana mati atau tidak. Tegasnya, kemungkinan dijatuhinya pidana mati sangat tergantung kepada keluarga korban. Jadi, keluarga korban berperan aktif . 207 Dalam hukum pidana Islam tidak dibedakan apakah pembunuhan itu disengaja atau disengaja dan direncanakan terlebih dahulu sebagaimana dalam hukum pidana nasional Indonesia. 208 Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa tindak pidana jarimah dalam hukum pidana Islam diklasifikasikan kepada tiga bahagian, yaitu farimah hudud yang merupakan haqq li Allah, jarimah kisas yang merupakan haqq li al-ibadal-afrad, dan jarimah ta’zir yang merupakan haqq li Allah. Universitas Sumatera Utara Dalam kaitan inilah, Al-Qurtubi ketika menerangkan ayat yang menjadi dasar hukum penerapan pidana mati, yaitu kalimat faman ufiya barang siapa yang diberi kemaafan, menegaskan bahwa dalam kasus pembunuhan sengaja keluarga korban diberi kebebasan seluas-luasnya, apakah mereka menentukan pidana mati sebagai balasannya atau menentukan diyat ganti rugi sebagai kompensasi, atau memaafkannya dalam arti membebaskan pelaku dari segala tuntutan. 209 Ketentuan seperti tersebut diatas, didasarkan kepada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 178, yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan itu mengikuti dengan cara yang baik. Dan hendaklah yang diberi maaf membayar diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas setelah itu, maka baginya siksa yang pedih”. 210 Sedangkan dalam hal tindak pidana pencurianperampokan dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya korban. Menurut ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana Islam, seharusnya ia dijatuhi vonis pidana mati tanpa mempertimbangkan hal- hal lain yang dapat meringankannya. Sebab tindak pidana jarimah yang dilakukannya adalah jarimah hudud. Jarimah hudud adalah jarimah dimana jenis pidananya uqubah telah ditentukan oleh Tuhan sehingga majelis hakim tidak dibenarkan untuk mengurangi, apalagi membebaskan terdakwa dari uqubah tersebut. Karena itulah ia disebut sebagai hak Tuhan haqq li Allah. Dalam hukum pidana 209 Ibnu Al-Arabi, loc.cit. 210 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan, loc.cit. Universitas Sumatera Utara Isalam pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya korban digolongkan kedalam jarimah hudud. Adapun yang menjadi dasar hukum dijatuhkannya pidana mati terhadap pelaku al-hirobah itu adalah Firman Tuhan dalm Surat Al-Maidah ayat 33, yang artinya: ”Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dibumi, hanyalah mereka dibunuh, atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan timbal balik, atau dibuang dari negeritempat kediamannya”. 211 Berdasarkan ayat tersebut diatas, para ulama melakukan interpretasi bahwa setidaknya ada 4 empat bentuk aktivitas yang dilakukan seseorang ia dapat disebut sebagai pelaku al-hirobah. Salah satu diantaranya adalah seseorang yang secara paksa merampas harta benda korban dan sekaligus membunuhnya. Dalam kasus seperti ini, pelaku harus divonis mati, dimana eksekusinya dilakukan dengan menusuknya dengan tombak, kemudian disalib dipersimpangan jalan selama tiga hari. Hal tersebut dimaksudkan agar berdaya preventif dan represif bagi orang lain sehingga mereka tidak akan melakukan kejahatan serupa.

C. Perspektif Pidana Mati Kedepan.