1. 8 Metode ASD Allowable Stress Design 1. 9 Metode LRFD Load Resistance Factor Design

Gambar 2.4 Grafik hubungan tegangan-regangan yang telah dinormalisasi Grafik gambar 2.3 dapat dinormalisasi menjadi seperti pada gambar 2.4. Tegangan leleh berada pada titik A dan daerah antara titik O dan titik A adalah daerah elastis sedangkan daerah antara titik A dan B adalah daerah plastis.

II. 1. 8 Metode ASD Allowable Stress Design

Metode ASD Allowable Stress Design merupakan metode yang paing konvensional yang digunakan dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis service load sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material bahan. Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu bahan pada saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh fy. Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan F Universitas Sumatera Utara leleh fy maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin maksimum yang boleh terjadi. Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5; sehingga boleh dipastikan bahwa kekuatan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 23 fu yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan dengan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional.

II. 1. 9 Metode LRFD Load Resistance Factor Design

LRFD Load Resistance Factor Design adalah suatu metode perencanaan yang sekarang ini digunakan dalam peraturan konstruksi baja Amerika yang bernama AISC-LRFD. Peraturan kita yakni SNI, yang sebelumnya menggunakan desain tegangan ijin seperti pada metode ASD terlihat memperbaharui metodenya dengan mengacu kepada AISC-LRFD. Metode LRFD lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu bahan khususnya baja tidak akan segera runtuh ketika tegangan terjadi melebihi tegangan leleh fy, namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila regangan yang terjadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh fu yang lebih sering disebut tegangan ultimate. u f n f ≥ Ω u f f ≥ dimana: f u = Tegangan yang dibutuhkan MPa Ω = Faktor resistensi tahanan R n = Tegangan nominal bahan MPa Universitas Sumatera Utara n u f f φ ≤ Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD pada umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate fu menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan menggunakan fu, ada juga yang masih menggunakan fy, terutama pada perhitungan kekuatan dimana deformasi yang besar akan mengakibatkan ketidakstabilan konstruksi. Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal kekuatan yang dapat ditahan bahan akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun pabrik. Besaran faktor resistansi berbeda-beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya: untuk kekuatan tarik digunakan faktor 0,9 dan untuk kekuatan geser digunakan 0,75 dan lain sebagainya. Penentuan besaran faktor resistansi didapatkan dengan cara statistik baik yang didapatkan dari percobaan laboratorium maupun kejadian di lapangan. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang didapatkan dengan metode LRFD akan lebih tinggi daripada yang dihasilkan dengan metode ASD. dimana: fu = Tegangan yang dibutuhkan MPa Ø = Faktor resistensi tahanan f n = Kekuatan nominal bahan MPa Universitas Sumatera Utara φ 3 2 1 = Ω y a A f P φ = Ω = y b A f P y b A f P 23 = a b P P 23 =

II. 1. 10 Hubungan Metode ASD dan LRFD