Alasan Allah SWT melarang manusia mengkonsumsi napza khamr karena zat ini menimbulkan keresahan, permusuhan, dan kebencian yang akan
menghancurkan persatuan dan kesatuan umat serta memalingkan manusia dari
bertakwa kepada Allah SWT. Diterangkan dalam QS Al Maidah ayat 91 :
30
Artinya:
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran minuman khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu lantaran minuman khamr dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sholat, maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.
” Zina merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah SWT. Siapa pun yang
melakukan zina akan mendapatkan sanksi dunia berupa hukuman rajam dilempar dengan batu dan sesungguhnya siksa Allah di akhirat jauh lebih perih
dibandingkan dengan siksa di dunia. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra 17: 32 yang berbunyi :
30
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.
Penggunaan napza dan seks berisiko merupakan salah satu faktor utama penyebaran HIV. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, virus ini membuat
sistem imunitas tubuh menjadi lemah sehingga lebih mudah untuk terjadi infeksi- infeksi lainnya infeksi oportunistik, misalkan infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Semua yang terjadi pada diri kita merupakan hasil dari perbuatan kita
sendiri. Seperti kata pepatah, “Siapa yang menanam maka ia yang akan menuai hasilnya.” Oleh karena itu, sebelum melakukan sesuatu hendaknya dipikirkan
manfaat dan mudaratnya terlebih dahulu sebelum menyesal kemudian. Hal ini
juga sudah dijelaskan di dalam Al-Quran pada surat Yunus 10 : 44 yang berbunyi :
30
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim
kepada diri mereka sendiri.”
4.11 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif retrospektif kategorik. Dalam proses penyelesaian penelitian ini, didapatkan beberapa
keterbatasan dalam memperoleh data responden dari rekam medik. Jumlah pasien yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki menyebabkan proporsi antara sampel
laki-laki dan perempuan sangat berbeda jauh. Penulisan rekam medik yang tidak terstruktur menyebabkan peneliti kesulitan dalam menentukan diagnosis awal
responden. Selain itu, metode pengambilan sampel tidak dimungkinan untuk digunakannnya metode probabilitas dengan menggunakan sistem randomize
karena dikhawatirkan tidak terpenuhinya jumlah sampel minimal.
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Jumlah pasien HIVAIDS yang terdiagnosis TB serta mempunyai riwayat penyalahgunaan NAPZA sebanyak 55 orang 49,1 dari total sampel
yang diambil yaitu 112 orang. Sebagian besar responden merupakan multi drug users menggunakan lebih dari 1 jenis zat dalam jangka waktu
bersamaantertentu sedangkan zat yang paling banyak digunakan adalah opiatputaw yakni sebanyak 92,7 dengan cara penggunaan berupa
injeksi.
Jika dilihat dari segi penyebaran demografi diketahui bahwa dari seluruh responden, 89,1 berjenis kelamin laki-laki, mayoritas bertempat tinggal
di Jakarta, berusia produktif antara 31-40 tahun 65,45 dengan 63,63 berpendidikan terakhir SLTASMA, 51 tidak bekerja pengangguran
dan berstatus belum menikah 45,54
Cobaan dan ujian yang diberikan Allah SWT kepada umatnya yang hendak bertobat adalah bukti cinta kasih-Nya dan ujian atas keimanan,
ketakwaan dan ketabahan kepada umat Islam. Jika kita mampu untuk menghadapinya sesuai dengan ajaran agama Islam maka niscaya Allah
SWT akan memberikan imbalan yang tak ternilai harganya.
5.2 Saran
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada infeksi Mycobacterium
tuberculosis antara laki-laki maupun perempuan diperlukan jumlah sampel yang sama antara laki-laki dan perempuan.
2. Diperlukannya deteksi dini TB pada pasien HIV maupun infeksi HIV pada
pasien TB untuk mecegah diagnosis yang terlambat yang dapat memperparah kondisi pasien dengan cara pemeriksaan sputum, rontgen
dan pemeriksaan lainnya. 3.
Diperlukan pemberian obat contohnya obat kortimoksazol serta pencatatan konsumsi obat yang lengkap sebagai tindakan preventif infeksi
oportunistik pada pasien HIVAIDS.
42
4. Diperlukan perencanaan khusus dalam penatalaksanaan TB pada pasien
HIVAIDS untuk mencegah meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat progresivitas penyakit.
5. Diperlukan metode pencatatan terbaru dengan cara merekapitulasi data
secara lengkap terhadap semua pasien HIVAIDS baik sebelum maupun sesudah melakukan terapi tuberkulosis dan HIV untuk melihat perjalanan
dan progresivitas penyakit. 6.
Diperlukan kontrol terhadap faktor risiko yang dapat mempermudah penyebaran infeksi Mycobacterium tuberculosis pada pasien HIVAIDS
dengan cara meningatkan kebersihan diri dan lingkungan serta meningkatkan status kesehatan lingkungan dengan menggunakan metode
penyuluhan maupun lomba lingkungan sehat. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian
selanjutnya. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat rancangan langkah-langkah pencegahan infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menimbulkan penyakit TB pada pasien HIVAIDS sehingga insidensi infeksi oportunistik dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Rangkuman Eksekutif Upaya
Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006 - 2011: Laporan 5 Tahun Pelaksanaan
Peraturan Presiden
No. 752006
Tentang Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional. Oktober 2011. 2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia tahun 2012. Diunduh dari www.depkes.go.id pada tanggal 10 Januari 2013
pukul 13.00 WIB. 2012.
3. Dirjen Bina Pelayanan Medik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Skrining HIV di Rumah Sakit Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran HIV [Hasil kajian HTA tahun 2009]. Dipresentasikan pada Konvensi HTA 16
Juni 2010.
4. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and
related disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors. Dalam
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. The United States of America: McGraw-Hill.2011.
5. Cook JA, Burke-Miller JK, Cohen MH, et al. Crack cocaine, disease
progression, and mortality in a multicenter cohort of HIV-1 positive women. AIDS.2008; 22 11:1355
–1363. Chicago: University of Illinois Diunduh dari http:www.ncbi.nlm.nih.govpubmed18580615 pada tanggal 17
Januari 2013 pukul 09.00 WIB
6. Fikrifar Rizki Faridho. Prevalensi HIVAIDS pada pecandu NAPZA di
RSKO Cibubur tahun 2010-2011. [SKRIPSI] Program Studi Pendidikan Dokter. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah. 2012.
7. Karnen Garna Baratawidjaja dan Iris Rengganis. Imunologi Dasar. Edisi 10.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. 8.
Jawetz, Melnick and Adelbergs. Medical Microbiology. 24
th
edition.Chapter 44.AIDS Lentiviruses. The United States of America: McGraw-Hill 2010.
9. Tuti Parwati Merati dan Samsuridjal Djauzi. Respon imun infeksi HIV.
Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2010.421-427
44