Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bagi RSKO Cibubur
                                                                                Gambar 2. Fusi HIV pada sel target
8
Pada fase ini, HIV bereplikasi sangat cepat hingga membentuk virion baru dan  menimbulkan  viremia  ±  4-11  hari.  Kondisi  ini  bisa  dideteksi  setelah  8-12
minggu.  Viremia  menimbulkan  sindroma  infeksi  akut  Sindrom  mononukleosis akut belangsung sekitar 3
–6 minggu setelah infeksi primer dengan gejala umum berupa  demam,  faringitis,  limfadenopati, atralgia,  mialgia,  letargi,  malaise,  nyeri
kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, dan penurunan berat badan. HIV  mempunyai  topisme  dalam  beberapa  sel  target,  khususnya  sel  yang
mengekspresikan  reseptor  CD4
+
yaitu  sistem  saraf  astrosit,  mikroglia,  dan oligodendroglia,  sirkulasi  sistemik  limfosit  B,  limfosit  T,  monosit,  dan
makrofag,  serta  kulit  sel  langerhans,  fibroblast,  dan  dendritik.  Penurunan jumlah Limfosit T-CD4
+
dapat melalui beberapa mekanisme yaitu:
4
1. Kematian  sel  karena  hilangnya  integritas  membran  plasma  akibat
penonjolan dan perobekan oleh virion. 2.
Syncytia  formation,  yaitu  terjadiya  fusi  antar  membran  sel  yang terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4
+
yang tidak terinfeksi 3.
Disfungsi respon imun humoral dan seluler. 4.
Autoimun, dengan cara pembentukan autoantibodi untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi.
5. Apoptosis, akibat pengikatan gp120 dengan reseptor CD4
+
Limfosit  T yang menghasilkan sinyal apoptosis.
Selama periode awal setelah infeksi primer, ada penyebarluasan virus dan penurunan tajam dalam jumlah CD4
+
T sel dalam darah perifer secara signifikan namun sekitar 1 minggu
– 3 bulan setelah infeksi terjadi penurunan viremia dalam plasma sehingga terjadi rebound CD4
+
.
8
B. Fase infeksi laten
Adanya  pembentukkan  respon  imun  spesifik  HIV  dan  terperangkapnya virus di dalam sel dendritik folikuler di pusat germinativum limfe menyebabkan
virion dapat dikendalikan memasuki fase laten dan Sindrom mononukleosis akut akan  hilang.  Pada  fase  ini  virion  terakumulasi  di  kelenjar  limfe  namun  tetap
bereplikasi.  Hal  ini  menyebabkan  jarang  ditemukannya  virion  dalam  plasma sehingga  terjadi  rebound  CD4
+
dan  dapat  mencapai  keadaan  normal.  Fase  ini dapat berlangsung selama 8-10 tahun. Biasanya pada akhir masa fase laten mulai
timbul  gejala  klinis  seperti  demam,  berkeringat  di  malam  hari,  penurunan  berat badan,  diare,  lesi  pada  mukosa  dan  kulit  yang  berulang.  Gejala-gejala  ini
merupakan awal dari infeksi oportunistik atau neoplasma.
C. Fase infeksi kronik
Pada  tahap  lanjut,  virus  yang  sudah  bereplikasi  di  kelenjar  limfe  akan kembali  ke  darah  sehingga  mengakibatkan  jumlah  virion  di  sirkulasi  meningkat
pesat.  Respon  imun  sudah  tidak mampu membendung  invasi  dari  HIV  dan  virus yang ditemukan pada pasien dengan tahap akhir penyakit ini biasanya jauh lebih
virulen dan cytopathic dari strain virus yang ditemukan pada awal infeksi. Sering ditemukannya  pergeseran  tropik  monosit  atau  tropik  makrofag  strain  M-tropik
dari  HIV-1  untuk  varian  limfosit-tropik  T-tropik  menemani  perkembangan AIDS.