Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

4 pemenuhan kebutuhan para karyawan tersebut akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan yang tinggi pula. Menciptakan kepuasan kerja karyawan adalah tidak mudah karena kepuasan kerja dapat tercipta jika variabel-variabel yang mempengaruhinya antara lain motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya organisasiperusahaan dapat diakomodasikan dengan baik dan diterima oleh semua karyawan didalam suatu organisasiperusahaan. Kepuasan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja. Meskipun pekerjaan itu beresiko atau mempunyai tingkat tekanan yang tinggi, jika seseorang sudah merasa puas berada di suatu perusahaan, maka segala sesuatu yang dikerjakan pasti membuahkan hasil yang maksimal. Pekerjaan dapat lebih cepat dan tepat diselesaikan tanpa mengurangi kedisiplinan yang ada jika didukung oleh peran serta seorang pimpinan. Dalam hal ini direktur harus selalu memberikan arahan, membina dan memotivasi bawahan dalam menyelasaikan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut selalu diupayakan oleh pimpinan dengan memberikan motivasi dan keseimbangan upah atas hasil pekerjaan karyawan. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya Mangkunegara, 2001:67. 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: pertama, efektivitas dan efisiensi. Menurut Prawirosentono 1999: 27 dalam Listianto 2007 bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien. Kedua, otoritas wewenang. Arti otoritas menurut Barnard dalam Prawirosentono, 1999: 27 dalam Listianto 2007 adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki diterima oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya sumbangan tenaganya Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut. Ketiga, disiplin. Menurut Pramirosentono 1999: 30 dalam Listianto 2007 disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja. Keempat, inisiatif yaitu yang berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi. 6 Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja adalah pengalaman kerja. Teori Agency Schmid, 1988 dalam Widodo 2009 menjelaskan bahwa pengalaman pada suatu variasi jenis dalam bidang kerja yang dapat meningkatkan kinerja organisasi, bukan pengalaman umum. Intensitas pengaruh tersebut paling tinggi pengalaman 2 sampai 5 tahun. Jika terdapat perbedaan yang lama antar karyawan tinggi, misal karyawan baru 1 tahun dan karyawan lain 10 tahun, maka pengalaman kerja ini akan menurunkan kinerja sumber daya manusia. Kegiatan pengukuran dalam proses manajemen adalah sangat penting, seperti tercermin dalam kalimat yang diungkapkan Susilo 2002: 28 dalam Listianto 2007: ”anda tidak bisa mengendalikan apa yang tidak bisa anda ukur. Pengukuran kinerja adalah suatu proses mengkuantifikasikan secara akurat dan valid tingkat efisiensi dan efektifitas suatu kegiatan yang telah terealisasi dan membandingkannya dengan tingkat prestasi yang direncanakan.” Untuk itu seorang atasan perlu mempunyai ukuran kinerja para karyawan supaya tidak timbul suatu masalah. Informasi tentang kinerja karyawan juga diperlukan bila suatu saat atasan ingin mengubah sistem yang ada. Kita sering terjebak untuk menilai seseorang berkinerja buruk, padahal sistem atau peralatan yang digunakan yang tidak memenuhi syarat. Bila kinerja individu baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula. Bernaders dan Russel 1993: 379 dalam Kristanti 2006 menyatakan kinerja sebagai “performance is defined as record of outcomes 7 produced on specified job function or activity during a specified time period”, artinya: “kinerja dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaantertentu atau hasil dari suatu aktivitas selama periode waktu tertentu”. Pada akhirnya ada hubungan antara motivasi dengan kinerja karyawan. Menurut Munandar 2001: 87 dalam Brahmasari 2008: “kinerja adalah hasil interaksi antara motivasi kerja, kemampuan abilities dan peluang oppurtunities”. Selanjutnya menurut Munandar 2001: 104 dalam Brahmasari 2008 menyatakan “ada hubungan positif antara motivasi dan kinerja dengan pencapaian prestasi, artinya manajer yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, cenderung mempunyai kinerja tinggi, sebaliknya mereka yang mempunyai kinerja rendah, dimungkinkan karena motivasinya rendah”. Bernard dalam Effendi, 1993: 1 dalam Listianto 2007 menyatakan bahwa organisasi adalah sistem dan kegiatan manusia yang bekerja sama. Sejalan dengan itu, organisasi dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab Schein dalam Mangkunegara, 2005: 23. Pernyataan Schein itu menggambarkan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu yang struktur dan tujuannya saling berhubungan serta tergantung pada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat dikatakan bahwa organisasi mempunyai tujuan agar dapat memenuhi 8 kebutuhan hidupnya sehingga memperoleh kepuasan. Oleh sebab itu, organisasi menghadapkan para pegawai dapat berprestasi dan mampu menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif sehingga pegawai tidak akan mengalami kejenuhan, kebosanan dan malas bekerja yang mengakibatkan semangat kerja menjadi menurun. Hal ini disebabkan apabila semangat kerja menurun dapat mengakibatkan kinerja pegawai juga mengalami penurunan. Kinerja pegawai yang menurun akan mengakibatkan kerugian pada organisasi. Dengan adanya motivasi menyebabkan karyawan mempunyai komitmen terhadap organisasi. Menurut Robbins 2006: 420 bahwa “organizational commitment represents an employee’s orientation to the organization in term of his or her loyalty to identification with an involvement in the organization”, artinya: komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan- tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Nguyen 2003 dalam Purnomowati 2006 mengatakan bahwa: “motivasi kebutuhan mempunyai pengaruh signifikan terhadap komitmen”. Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja dapat dicapai dengan kenaikan produktivitas diikuti dengan kenaikan gaji secara adil. Hal ini dijelaskan oleh Crech 1996: 393-446 dalam Toegijono 2007 yang meneliti tentang pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan dalam manajemen kualitas total TQM. 9 Luthans 1998: 126 dalam Pradiatiningtyas 2007 merumuskan kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi seseorang yang positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Setiap karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan aspek-aspek diri individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja dapat mengakibatkan pengaruh terhadap tingkat turnover dan tingkat absensi terhadap kesehatan fisik dan mental karyawan serta tingkat kelambanan. Robbins 2006: 107 menyatakan: “kepuasan kerja berkorelasi negatif dengan pengunduran diri”. Hal ini berarti bila kepuasan kerja karyawan meningkat maka pengunduran diri menjadi rendah atau komitmen terhadap perusahaan. Jadi ada hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen. Menurut Herzberg dalam buku Robbins 2006: 212 bahwa “motivasi mempunyai hubungan yang kuat dengan kepuasan kerja”. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mengolah bahan baku menjadi produk atau barang jadi dan kemudian menjual produk tersebut. Dalam perusahaan ini karyawan juga mempunyai andil dalam keberhasilan organisasi. Untuk itu dibutuhkan karyawan yang mempunyai sifat dan sikap 10 yang membangun dan aktif seperti daya tangkap yang tinggi, inisiatif dan kreatif serta kepekaan beradaptasi. Semua itu digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk memilih perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian karena sektor manufaktur memiliki jumlah perusahaan yang paling besar dibanding sektor lain. Penelitian ini merupakan studi empiris yang bertujuan menguji dan menganalisis pengaruh motivasi dan semangat kerja terhadap kinerja karyawan akuntansi dan kepuasan kerja dengan variabel moderator komitmen organisasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1 Penelitian sebelumnya menggunakan objek penelitian yaitu karyawan secara keseluruhan pada perusahaan garmen di Surabaya yang diklasifikasikan berdasarkan usia, pendidikan, status perkawinan dan masa kerja, sedangkan pada penelitian ini menggunakan objek penelitian karyawan bagian akuntansi pada perusahaan manufaktur di Jakarta dan Bekasi. 2 Pada penelitian ini, peneliti menambahkan variabel independen yaitu semangat kerja, sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak ada. Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel independen semangat kerja, karena terdapat beberapa penelitian yang menyatakan adanya keterkaitan antara semangat kerja karyawan terhadap kinerja karyawan dan kepuasan k 11

B. Rumusan Masalah

Masalah yang diteliti selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan akuntansi? 2. Apakah semangat kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan akuntansi? 3. Apakah variabel moderator komitmen meningkatkan pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan akuntansi pada perusahaan manufaktur? 4. Apakah variabel moderator komitmen meningkatkan pengaruh semangat kerja terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan akuntansi pada perusahaan manufaktur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti atas hal-hal berikut: 1. Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja dan kepuasan kerja. 2. Menganalisis pengaruh semangat kerja terhadap kinerja dan kepuasan kerja. 3. Menganalisis pengaruh komitmen karyawan dalam memoderasi antara motivasi dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan akuntansi. 12 4. Menganalisis pengaruh komitmen karyawan dalam memoderasi antara semangat kerja dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan akuntansi.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya: 1. Bagi Perusahaan Manufaktur Memberikan suatu pandangan praktis dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan individu, kaitannya dengan adanya motivasi dan semangat kerja dengan variabel komitmen karyawan 2. Pihak lain Umum Memberikan informasi pada pengembangan teori terutama yang berkaitan dengan akuntansi manajemen dan keprilakuan 3. Penulis Dapat menyadari tedapat hubungan antara motivasi dan semangat kerja terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja dengan variabel komitmen karyawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang digunakan 1. Motivasi Kerja

Istilah motivasi diambil dari istilah Latin movore, yang berarti “pindah”. Dalam konteks sekarang motivasi didefinisikan sebagai proses psikologis meminta, mengarahkan dan menetapkan tindakan yang secara sukarela dan berorientasi tujuan Kreitner Kinicki 2005: 248 dalam Pradiatiningtyas 2007. Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford 1969:173 yang dikutip oleh Mangkunegara 2005: 93 bahwa ”motivation as an energizing condition of the organism that serves to direct that organism toward the goal of a certain class” motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri drive arousal. Menurut Robbins 2006: 166 motivasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan- tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Sementara motivasi umum bersangkutan dengan upaya kearah setiap tujuan. Unsur kunci yang digunakan adalah upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan, sedangkan Kreitner Kinicki 2005: 249 dalam Pradiatiningtyas 2007 mengungkapkan bahwa motivasi melibatkan suatu proses psikologis untuk 13 14 mencapai puncak keinginan dan maksud seorang individu untuk berperilaku dengan cara tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang dapat membangkitkan dorongan dalam diri dan menggerakkan manusia untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan tertentu, dimana kemampuan upaya tersebut ditujukan untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Beberapa teori mengenai motivasi kerja yang dijelaskan dalam buku perilaku organisasi karya Robbins 2006: 214 diantaranya adalah teori kebutuhan, teori ERG, teori evaluasi kognitif, teori penetapan sasaran, teori penguatan, teori hanyut flow dan motivasi intrinsik, teori kesetaraan dan teori pengharapan. Berikut ini adalah penjelasan dari teori-teori yang berkenaan dengan motivasi:

a. Teori Kebutuhan

Teori kebutuhan yang paling terkenal dikemukakan oleh Abraham Maslow dalam Robbins 2006: 214. Hipotesisnya mengatakan bahwa di dalam diri semua manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan, yaitu sebagai berikut: 1 Faali fisiologis Antara lain rasa lapar, haus, perlindungan pakaian dan perumahan, seks dan kebutuhan ragawi lainnya