32
II. B. 4 Dampak Psikososial Kanker
Dengan mengenyampingkan jenis kanker dan jenis pengobatan, semua individu yang menderita kanker mengalami permasalahan psikologis. Reaksi
terhadap diagnosa kanker bervariasi terhadap masing-masing individu dan sering kali tidak hanya melibatkan jenis dan tingkat keparahan kanker, tetapi juga
keadaan individu dan kemampuan untuk coping Falvo., 2005. Disamping pengobatan medisnya, kata “kanker” sendiri masih menimbulkan ketakutan pada
banyak orang. Kanker sering dianggap sebagai ancaman terhadap mortalitas dan masa depan mereka. Individu akan takut kehilangan hubungan, kebebasan,
pekerjaan, keberfungsian tubuh dan juga kehilangan kehidupan. Diagnosa kanker juga dapat menjadi simbol kerentanan, hilangnya kendali atau tidak adanya
harapan Falvo., 2005. Kebanyakan individu penderita kanker, mengalami beban emosional
ketika mereka pertama kali didiagnosa. Kubler-Ross 1969, dalam Cavanaugh., 2006 mengemukakan bahwa ada lima reaksi emosional yang dimunculkan
seseorang yang mengalami terminal illness dan akan menghadapi kematian, yaitu denial, anger, bargaining, depression dan acceptance.
Ketika seseorang didiagnosa mengidap suatu penyakit yang parah, reaksi pertama mereka biasanya adalah shock dan tidak percaya. Menyangkal denial
merupakan reaksi yang normal pada seseorang yang menyadari bahwa ia sedang menghadapi kematian Cavanaugh., 2006. Ada juga saat-saat ketika orang
tersebut mengekspresikan rasa kemarahan anger sebagai bentuk perlawanan dan kecemburuan kepada pekerja medis, keluarga maupun teman-teman. Pada fase
Universitas Sumatera Utara
33
bargaining, seseorang tersebut akan mencari jalan keluar. Biasanya mereka membuat perjanjian dengan orang lain, ataupun Tuhan, yang dapat
memungkinkan mereka untuk bertahan hidup lebih lama. Ketika seseorang tidak lagi dapat menyangkal penyakit tersebut, dikarenakan pembedahan atau nyeri
yang diderita, tidak jarang muncul perasaan depresi. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka tidak dapat lagi menyangkal akan datangnya kematian, mulai
menerima kondisi mereka dan mencoba untuk beradaptasi dengan kehidupan Kubler-Ross., 1969 dalam Cavanaugh., 2006 dan Falvo., 2005.
Selain itu, Holland dalam Falvo, 2005 mendeskripsikan empat fase coping pada penderita kanker. Individu penderita kanker mengalami permasalahan
dan reaksi yang berbeda-beda pada tiap fase. Fase pertama merupakan fase ketika gejala pertama kali diidentifikasi. Selama masa ini, individu mengalami
kecemasan, yang dapat mengarahkan perhatian untuk mencari bantuan medis, atau jika kecemasan terlalu tinggi, mengarahkan pada penolakan adanya gejala dan
menunda untuk mencari pertolongan dan pengobatan medis. Fase kedua merupakan perode dimana diagnosa kanker ditetapkan. Individu dapat mengalami
distress emosional atau menunjukkan sikap penyelesaian masalah serta menentukan apa saja yang mungkin untuk penyembuhan. Fase ketiga mencakup
pengobatan beserta terapi yang membantu. Selama fase ini, individu merasakan perasaan positif dari pemberdayaan diri melalui partisipasi aktif dalam melawan
penyakit atau sebaliknya, mereka merasa tidak punya harapan dan merasa ini merupakan akhir dari segalanya. Fase keempat, ketika pengobatan telah selesai,
individu berada pada periode remisi bebas dari gejala kanker. Selama masa ini,
Universitas Sumatera Utara
34
mereka dapat merasa tidak yakin akan adanya kemungkinan munculnya kanker lain di masa depan. Pada fase akhir ini, individu merasa rentan dan tidak yakin
mengenai perencanaan masa depan, ataupun sebaliknya, mereka merasa percaya diri dan optimis dalam menggapai tujuan di masa depan.
Sebagaimana penyakit kronis lainnya, beban emosional para penderita kanker mencakup serangkaian ancaman-ancaman dan kesulitan-kesulitan yang
mengubah, seringkali bertambah buruk seiring dengan berjalannya waktu sehingga menciptakan penyebab stress yang unik bagi pasien dan keluarganya.
Penderita kanker memiliki penyakit yang sering disebut dengan “real killer” dan dapat membuat penderita merasakan nyeri yang intens, cacat dan kerusakan.
Keputusan pengobatan
juga merupakan
hal yang
kompleks, harus
menyeimbangkan manfaat bagi kesehatan dengan efek samping yang dapat membuat stress, yang kemudian dapat mengarah kepada permasalahan
penyesuaian diri jika hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diinginkan Stanton et al, 2007 dalam Sarafino., 2011.
Ketakutan akan masa depan merupakan stressor yang paling umum dan paling parah yang dilaporkan oleh penderita kanker Lebel et al., 2007 dalam
Sarafino., 2011. Terlebih lagi, terkadang beberapa pasien harus menjalani prosedur medis, yang bagi mereka, lebih aversif dibandingkan dengan penyakit itu
sendiri. Disini, orang-orang dengan level yang tinggi pada tidak adanya harapan, depresi dan kerentanan psikososial lainnya, bertahan dalam jangka waktu yang
lebih singkat setelah diagnosa Brown et al., 2003; Chida et al., 2008; Watson et al., 1999 dalam Sarafino., 2011.
Universitas Sumatera Utara
35
Faktor sosial yang penting untuk memodifikasi respon penderita kanker dalam menghadapi stressor adalah ada tidaknya dukungan sosial. Dukungan sosial
ini merujuk pada rasa nyaman, rasa peduli dan pertolongan yang diberikan seseorang kepada orang ataupun kelompok lain Uchino., 2004 dalam Sarafino.,
2011. Dukungan sosial yang merujuk pada tindakan yang memang dilakukan oleh orang lain disebut received support, sedangkan perceived support merupakan
dukungan rasa nyaman, rasa peduli serta pertolongan yang dipersepsikan telah diterima dari orang lain. Ada empat fungsi dasar dari dukungan sosial Cutrona
Gardner., 2004; Uchino., 2004 dalam Sarafino., 2011, yaitu: dukungan emosional yang mencakup empati, rasa kepedulian, penilaian positif serta membangkitkan
semangat seseorang dalam menghadapi situasi stress; dukungan instrumental yang mencakup pertolongan langsung, misalnya meminjamkan uang atau membantu
pekerjaan rumah sehari-hari; dukungan informasional mencakup memberikan saran, arahan serta umpan balik mengenai tindakan yang sedang diambil serta
companionship support yang mencakup kebersediaan seseorang untuk menghabiskan waktu dengannya.
Disamping stress yang dihubungkan dengan kanker, kebanyakan penderita menunjukkan tingkat resiliensi tinggi dan beradaptasi dengan cukup baik. van‟t
Spijker, Trijsburg, Duivenvoorden, 1997 dalam Sarafino, 2011. Walaupun beradaptasi dengan kanker pada penderita sangat sulit di beberapa bulan pertama
dan jika kondisi mereka memburuk, kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan penyakit mereka tampaknya mengalami peningkatan selama masa remisi
Universitas Sumatera Utara
36
atau setelah proses penyembuhan. Burish et al., 1987; Glanz Lerman., 1992 dalam Sarafino, 2011.
II. C. Dinamika Harapan pada Penderita Kanker