Intervensi makro terhadap siswa V (lima) di SDDI al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

DEDI KURNIAWAN

104054102110

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M


(2)

i Dedi Kurniawan

Anak Bermasalah : Studi Kasus Anak Bermasalah di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-4th Edition), kenakalan anak adalah tindakan kriminal (sesuai dengan batasan hukum setempat) yang dilakukan oleh anak meliputi berbagai masalah neuropsikiatri, meskipun untuk istilah kenakalan lebih memfokuskan pada batasan hukum dibandingkan dengan batasan medis

Dari pengertian di atas kita dapat memahami bahwa lembaga pendidikan sekolah telah berupaya memberikan pencegahan terhadap bentuk kenakalan siswanya, namun yang sering kita lihat masih banyak para pelajar sekolah yang melakukan bentuk pelanggaran disiplin sekolah, seperti bolos sekolah, pemalakan bahkan pencurian,beberapa bentuk kenakalan tersebut menjadi sebuah permasalahan bagi para pelajar yang harus kita benahi. Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya prilaku,persepsi, motivasi, tindakan secara holistikdengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata. Fenomena sosial yang ingin dijelaskan oleh penulis, mengenai kenakalan anak yaitu anak bermasalah di SDIT Al-Amanah Bojongsari Depok. Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan secara sistematis mengenai penyebab prilakuu anak bermasalah yang dapat dilihat dari segi keluarga, lingkungan dan pendidikan.

Berdasarkan temuan dilapangan didapati bahwa penyebab seorang anak menjadi delikuen jika dilihat dari faktor keluarga yaitu kurangnya pemenuhan kasih sayang dan pola asuh yang salah dari orang tua terhadap anak. Faktor lingkungan, faktor agama, faktor pendidikan. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan anak adalah merupakan permasalahan yang tidak bisa di anggap ringan, harus mendapatkan perhatian yang yang khusus oleh pihak-pihak seperti tenaga ahli (pekerja sosial, psikolog, konselor dll.) guru di sekolah seperti guru BP yang menangani masalah secara klinis atau insividual dan berkerja sama dengan pekerja sosial sekolah yang menangani masalah dari aspek sosialnya, seperti kita ketahui seorang anak adalah cikal bakal harapan masa depan bangsa dan Negara.


(3)

ii

Segala puji bagi Allah S.W.T. yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah skripsi meskipun masih banyak kekurangannya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada kanjeng Nabi besar kita Muhammad SAW berserta keluarga, para sahabat seta kaum muslimin yang masih berepegang teguh kepada risalahnya hingga hari akhir.

Dalam menyelesaikan skripsi ini saya menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak tentunya penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada :

1. Dr. Arif Subhan, MA. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi 2. Drs. Wahidin Saputra, MA. Pudek I Bid. Akademik Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FID KOM)

3. Drs. H. Mahmud Jalal, MA. Pudek II Bid. Adm Umum Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

4. Drs. Study Rizal, LK.MA. Pudek III Bid. Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

5. Siti Nafsiyah, MSW Ketua Jurusan Kessos

6. Ahmad Zaki, Msi. Sebagai Sekretaris Jurusan Kessos

7. Bapak DR. H. Asep Usman Ismail, MA. Selaku Pembimbing skripsi, terima kasih atas segala waktu dan kesabarannya dalam membina penulis dan merevisi tiap-tiap bab pada skripsi ini.


(4)

iii

8. Ayah dan Ibunda tercinta, terima kasih atas segala do’anya serta dukungannya baik moril maupun materil, jasamu tak terhingga.

9. Seluruh dosen Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Bapak DR.KH.Muhammad Barzach Hidayat,MA selaku pengasuh sekaligus kepala sekolah Pondok Pesantren dan SDIT Al-Amanah

11.Bapak Ardi Susant,S.Pd selaku guru BP di SDIT Al-Amanah 12.Seluruh rekan Jurusan Kesejahteraan sosial

Betapa pun hambatan yang saya hadapi dalam pelaksanaan tugas pembuatan skripsi ini dan segala kekurangannya,tidak lepas dari bantuan mereka baik moril maupun materil, sehingga pelaksana skripsi ini terlaksana dan terselesaikan. Dan semoga allah S.W.T akan membalas segala kebaikan mereka amin ya robal alamin

Jakarta, 15 Maret 2011


(5)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus dan Pembatasan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metedologi Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Intervensi Mikro 1. Pengertian Intervensi Mikro ... 13

2. Pembagian intervensi ... 23

3. Prinsip Intervensi mikro ... 24

B. Perilaku Menyimpang 1. Perilaku Menyimpang ... 25

2. Kenakalan Anak ... 26

3. Faktor Kenakalan Anak ... 28

a. Individu ... 29

b. Pola Asuh/Keluarga ... 32


(6)

v

A. Latar Belakang Berdiri... 41

B. Profil Sekolah ... 42

C. Visi, Misi dan Tujuan ... 43

D. Tata tertib Sekolah ... 46

E. Keadaan Siswa dan Guru ... 48

1. Pola Penerimaan Siswa ... 49

2. Keadaan Siswa ... 50

a. Bermasalah ... 50

b. Normal ... 51

c. Sangat Cerdas ... 51

d. Profil kelas V (lima)……… 51

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Temuan 1. Kenakalan Anak/siswa ... 53

a. Jumlah Anak/Siswa ... 53

b. Bentuk Kenakalan Anak/Siswa ... 56

c. Faktor Penyebab Kenakalan ... 58

d. Dampak kenakalan anak terhadap suasana kelas ... 60

e. Tindakan Guru ... 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN


(7)

vi

1. 3.1 Tabel Nama-nama Staf Pengajar SDIT Al-Amanah

2. 3.2 Tabel Jumlah Keseluruhan Siswa dan Siswi SDIT Al-Amanah 3. 4.1 Tabel Nama Siswa dan Siswi Kelas V (lima)


(8)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mendidik anak adalah suatu aktifitas yang menyenangkan dan sangat menggembirakan. Di dalamnya terdapat berbagai macam pengalaman yang menyenangkan, permainan-permainan dan kegiatan-kegiatan yang mengasyikan. Tingkah laku anak yang mengagumkan, lucu, lincah serta menyenangkan akan banyak kita jumpai di sana. Demikianlah keadaannya bahwa dunia anak adalah dunia yang menyenangkan. Allah Ta'ala berfirman tentang hal ini :







































Artinya: “harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi : 46)

Semua hal yang tergambar dalam benak kita tersebut, akankah berjalan sebagaimana yang kita inginkan? Pada kenyataanya memang tidak demikian, bahkan kita dihadapkan pada keadaan yang sangat bertolak belakang. Kita langsung dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang terjadi pada anak didik tersebut, baik berupa tingkah yang aneh-aneh dikelas sampai pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan kelas maupun sekolah. Sehubungan dengan permasalahan perilaku anak yang telah penulis sebutkan,


(9)

maka seorang pendidik hendaklah membekali diri dengan pengetahuan tentang psikologi dan seluk-beluk dunia anak, tak terkecuali juga tentang masalah kenakalan yang terjadi pada anak, meliputi : Faktor-faktornya, ciri-ciri, serta hal-hal yang menjadi sebab kuat pemicu perilaku kenakalan tersebut, sehingga akan tepat pula penanganannya dan pencegahanya. Mengingat tidak semua kenakalan yang tampak di depan mata kita adalah kenakalan yang mutlak, artinya kenakalan itu bisa jadi disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah karena ketidaktahuan anak, sehingga dengan pengetahuannya yang terbatas anak tersebut melakukan hal-hal yang dia anggap sebagai sesuatu hal yang baik dan benar, tetapi pada hakikatnya adalah suatu kesalahan. Di dalam Al Qur'an telah dinyatakan bahwa keadaan manusia setelah dilahirkan adalah memiliki pengetahuan yang terbatas. Allah berfirman :































Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(An-Nahl :78)

Apabila kita mau menggali lebih dalam tentang faktor atau sebab yang memungkinkan seorang anak melakukan perilaku kenakalan, maka kita dapati sebab-sebab tersebut sangat bermacam-macam. Ada kemungkinan terkait dengan lingkungan serta kondisi dari si anak tersebut.


(10)

Berkaitan dengan masalah tersebut, penulis mengambil inisiatif untuk mengadakan penelitian tentang kasus kenakalan anak berikut faktor-faktor dan solusi dari kenakalan tersebut, khususnya pada siswa kelas V (lima) di SDIT Al-Amanah Pasiron. Penulis mengambil penelitian di SDIT Al-Amanh dengan alasan karena sekolah SDIT Al-Amanh sangat berbeda dengan sekolah-sekolah yang berada dilingkungan tersebut selain bersekolah-sekolah pulang pergi di sana juga terdapat anak-anak yang mukim atuau tinggal di pesantren. Kemudian Tampak di sana fenomena perilaku yang kurang baik atau kenakalan yang muncul pada siswa-siswa kelas V (lima) di SDIT Al-Amanah Pasiron, di mana pada awal pendidikan mereka dari kelas I (satu) sampai kelas IV (empat) tidak menunjukan gejala-gejala apa pun, namun ketika mereka menginjak pertengahan kelas IV (empat) sampai ketika siswa-siswa tersebut menginjak kelas V (lima), terlihat nampak sekali sikap-sikap dan perilaku-perilaku yang di luar batas kewajaran. Meskipun telah dilakukan beberapa penanganan tetapi hasilnya belum kelihatan efektif. Dengan alasan tersebut di atas, penulis berinisiatif untuk memilih siswa kelas V (lima) SDIT Al-Amanah pasiron sebagai subjek penelitian, dikarenakan tingkat kenakalannya yang sangat berbeda dari kelas-kelas yang lain di sekolah tersebut sehingga dikhawatirkan akan terjadi sikap saling mempengaruhi antara siswa satu dengan siswa yang lain. sehubungan dengan tinggalnya mereka di asrama dan di luar asrama sehingga dimungkinkan untuk saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.


(11)

Siswa adalah salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses pendidikan pengajaran atau bimbingan dan menjadi unsur penentu dalam kegiatan tersebut, tanpa adanya siswa atau peserta didik sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran dan bimbingan.1 Menurut Soesilowindradini, seperti dikutip oleh Abu Al-Ghifari, siswa yang berkembang secara psikologis tumbuh pada usia berbeda-beda. Masa ini adalah masa yang pendek sekitar 4 tahun, munculnya masa ini disebabkan mulai bekerjanya kelenjar seks untuk menghasilkan hormon sehingga muncul perubahan fisik dan psikisnya yang khas sekitar 5 tahun sebelum anak masuk usia puberitas telah ada hormon seks di tubuhnya. Hormon ini lama kelamaan semakin bertumbuh dan membawa kematangan pada struktur fungsi alat-alat kelamin.2 Akan tetapi siswa dapat diartikan juga murid atau pelajar (terutama/khususnya pada tingkat sekolah dasar dan menengah)3.

Siswa dipandang sebagai seorang anak yang sudah dewasa, tetapi dianggap juga sebagai anak yang masih ingusan. Hubungan dengan teman-temannya tidak menentu terkadang akrab terkadanag pula bermusuhan. Pada saat tertentu kadangkala mereka sangat bangga dengan diri mereka, namun di saat lain mereka sangat malu bahkan merasa minder dengan diri mereka sendiri.

Persoalan siswa merupakan hal yang sangat menarik untuk didiskusikan. Hal ini disebabkan karena masalah kenakalan siswa dewasa ini

1

Departemen Agama RI, Wawasan Tugas dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 46.

2

Abu Al-Ghifari, Fiqh Remaja Kontemporer, (Jakarta: Media Qolbu, 2005), Cet. Ke-1, h. 272.

3


(12)

semakin meresahkan masyarakat, baik di negara yang sudah maju maupun di negara yang sedang berkembang.4

Perkembangan emosi siswa ditandai dengan berbagai konflik, sehingga Perkembangan agama tidak luput dari berbagai bentuk dan nuansa yang bergerak dan sangat membutuhkan pendidikan agama sampai kepada kurang perhatian. Tidak jarang kita mendengar perkelahian terjadi antar pelajar yang tidak jelas penyebabnya, bahkan perkelahian bisa meningkat menjadi permusuhan. Bila ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka berbuat kekerasan sesama siswa dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan tersebut terjadi, banyak yang tidak sadar mengapa mereka secepat itu menjadi marah dan ikut berkelahi.

Seorang siswa yang bertindak anarkis, tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di masyarakat disebut juga sebagai prilaku kenakalan siswa. Siswa delikuen (siswa nakal) dengan sering dihinggapi rasa “berbeda”, rasa inferior, frustasi dan dendam. Maka untuk mengkonpensasikan perasaan-perasaan minder, mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang mereka tidak sadari, semua itu dilakukan dengan maksud mempertahankan harga dirinya

dan untuk ”membeli” status sosial serta untuk mendapatkan perhatian lebih.5 Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis memilih SDIT Al-Amanah Pasiron sebagai lembaga pendidikan yang berbasis islam yang dapat menjadi sebuah tempat bagi siswa untuk mendapakan ilmu umum

4

Prof. DR. Hj. Zakiah Daradjat, Siswa, harapan dan tantangan, jakarta: Ruhana, 1995. h.3.

5

Kartini Kartono, Patologi Sosial (Gangguan-gangguan Kejiwaan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003. h. 194.


(13)

dan ilmu agama. Ditanamkannya pendidikan agama sedini mungkin diharapkan dapat membentuk pribadi siswa yang Islami, karena pada hakikatnya keberadaan agama adalah keteraturan dan kedamaian hidup secara integral.6

SDIT Al-Amanah Pasiron memiliki peraturan dan tata-tertib yang ketat dan bersifat konsisten. Siswa yang bersekolah di SDIT Al-Amanah Pasiron merupakan siswa-siswi pilihan dan terdapat juga kelas unggulan yang tingkat inteligensinya melebihi anak-anak yang lain. Tetapi semua anak memiliki kewajiban yang sama yaitu harus dapat membaca Al-Quran dan menghafal beberapa hafalan yang ditetapkan oleh pihak sekolah sebagai persyaratan untuk pengambilan rapot. Dengan peraturan yang sudah diberlakukan dengan sangat ketatpun, masih ada siswa/siswi yang berani untuk melakukan pelanggaran terhadap tata-tertib yang telah di buat oleh sekolah.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis berniat untuk menyusun kajian skripsi dengan judul :”Intervensi Mikro Terhadap Siswa kelas V

(lima)di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok ”

B. Fokus dan Pembatasan Masalah

1. Fokus Masalah

Penulis memfokuskan penelitian pada kenakalan siswa kelas V (lima), di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok. di lihat dari intervensi mikro.

6


(14)

2. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan penulis dari segi waktu dan tenaga, serta faktor-faktor penghalang yang terdapat di lapangan, maka penulis membatasi penelitian pada masalah yang berkaitan dengan Kenakalan Siswa khususnya kelas V (Lima) di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok.

Masalah yang akan peneliti bahas adalah mengenai faktor penyebab yaitu :

Apa Penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) di lihat dari segi Lingkungan, keluarga dan Pendidikan di SDIT Al-Amanah

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul yang telah ditentukan, maka tujuan dari skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) dari segi lingkungan di SDIT Al-Amanah.

b. Untuk mengetahui penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) dari segi keluarga di SDIT Al-Amanah.

c. Untuk mengetahui penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) dari segi pendidikan di SDIT Al-Amanah.

d. Apa cara yang dilakukan guru ( Konselor ) dalam menghadapi siswa yang nakal.


(15)

2. Manfaat Penelititian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Lembaga, sebagai bahan masukan bagi lembaga agar lebih fokus dalam menanggulangi permasalahan yang dialami anak atau siswa yang mengarah kepada kejahatan atau delinkuensi yang dapat meresahkan orang-orang yang berada disekelilingnya.

b. Peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai Delinkuensi/kenakalan di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok

c. Pihak lain, sebagai bahan pertimbangan, informasi atau acuan untuk penelitian.

D. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan data atau bukti yang dalan hal ini perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.7

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Kirik dan Mitler (1986) mendevinisikan metode penelitian kualitatif sebagau suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia baik

7

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan kualitatif dalam Pnelitian Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998. h. 78.


(16)

dalam kesah-annya maupun dalam peristilahannya. Sedangkan menurut Meloeng (2007), metode penelitiam kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pada suatu konteks khusus yang alamiah.8 Fenomena sosial yang ingin penulis jelaskan adalah mengenai kenakalan siswa yaitu siswa delinkuen di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok. Penelitian ini berupa yang menggambarkan secara sistematis mengenai penyebab prilaku siswa delinkuen yang dapat dilihat dari segi keluarga, agama, lingkungan, dan pendidikan.

Penulis memilih kelas V (lima) sebagi obyek penelitian dengan alasan karena dari seluruh kelas yang ada di sekolah SDIT Al-Amanah yang memiliki tingkat kenakalaln yang bisa dibilang parah adalah kelas V (lima) oleh karena itu benulis menjadikan kelas V (lima) di SDIT Al-Amanah sebagi objek penelitian.

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi atau penyebaran gejala yang ada hubungannya antara satu gejala dengan gejala yang lain dalam masyarakat. Penelitian deskriftif ditujukan untuk, 1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, 2) mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan

8

Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatip, edisi Revisi, Bandung : Rosda Karya, 2007,Cet Ke-23, h. 4-6.


(17)

praktek-praktek yang berlaku, 3) membuat perbandingan alat evaluasi, 4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.9 Berdasarkan teori tersebut diharapkan nantinya dapat diterapakan dalam penelitian yang akan penulis lakukan. Seperti mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan siswa delekuin, mengidentifikasi masalah mengenai siswa delinkuen, membuat evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi permasalahan siswa delinkuen.

2. Macam dan Sumber Data

Macam dan data yang diambil dalam penelitian ini terdapat dua data, data primer (pokok) dan data skunder (pendukung).

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penulis memilih responden sebagai berikut:

a. Sebagai data primer (pokok), diperoleh melalui wawancara dengan guru BP ( Konselor ) dan siswa.

b. Sebagai data skunder (pendukung), diperoleh melalui studi pustaka, brosur lembaga, majalah, internet dan data-data pendukung lainnya yang dapat melengkapi data primer.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti melakukan : a. Observasi lapangan di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok.

9

Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Siswa Rosda Karya, 2004, Cet ke-11,h.25.


(18)

b. Wawancara terhadap murid dan pihak sekolah. c. Kuisioner dilakukan kepada siswa.

E. Sistematika Penulisan.

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang penulis uraikan sebagai berikut:

BAB I. Menguraikan tentang latar belakang masalah, fokus dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Menguraikan tentang teori-teori yang bekaitan dengan pembahasan skripsi ini yaitu Intervensi Mikro meliputi: pengertian Intervensi, Pembagian Intervensi, Prinsip Intervensi Mikro. Kenakalan siswa meliputi: perilaku menyimpang, konsep kenakalan anak, faktor kenakalan anak dari segi individu, pola asuh/keluarga dan lingkungan sosial.

BAB III. Mendeskripsikan lembaga SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok meliputi: sejarah berdiri, visi dan misi, keadaan siswa dan guru, pola penerimaan siswa, kode etik atau tata tertib sekolah.

BAB IV. Merupakan pembahasan inti yang menguraikan temuan dilapangan terakait dengan kenakalan siswa, meliputi: studi kasus meliputi biodata reponden, data wawancara, hasil observasi (informasi fisik, informasi keluarga, kenakalan yang dilakukan, faktor penyebab, tipe dan bentuk kenakalan), analisa antar kasus, tindakan guru.


(19)

BAB V. Menguraikan tentang kesimpulan dan saran. Dalam bab terakhir ini, penulis menyimpulkan isi skripsi yang dibahas serta mengemukakan saran sebagi masukan yang dianggap perlu.


(20)

13

LANDASAN TEORI

A. Intervensi Mikro

1. Pengertian Intervensi Mikro

Intervensi merupakan istilah yang digunakan dalam berbagai disiplin ilmu termasuk psikologi klinis dan Pekerjaan Sosial. Penggunaan istilah intervensi pada kedua disiplin ilmu tersesbut, tidak jauh berbeda bahkan saling psikologi terutama psikologi klinis. Kajian dan disiplin ilmu terapan psikologi klinis mengartikan intervensi sebagai upaya perubahan prilaku, pikiran dan emosi.1 Sedangkan kajian dalam ilmu Pekerja Sosial memberikan pengertian intervensi sebagai :

“ interceding in or coming between grouf or people, even, planning, activities, or on individual‟s internal conflicts. In social work, the term is analogous to the pyisician‟s term “treatment”

because it includes treatmen and also encompasses the other activities social workers use to solve or preven problems or achieve goals for social betterment.”2

Intervensi mencoba menjadi penengah antara sekelompok orang, peristiwa-peristiwa, aktivitas terencana, atau konflik internal. Didiplin ilmu pekerja social menganaligikan istilah intrvensi dengan istilah “perawatan” dengan ilmu psikiatri. Intervensi dalam ilmu Pekerja Sosial meliputi “perawatan” dan aktivitas lainnya yang pekerja social gunakan untuk mengatasi, merncegah masalah secara mencapai keberfungsian

1

Tirtiadi A. Ardani, lin T. Rahayu, Yulia Sholichatun, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007)h.138

2


(21)

sosial yang lebih baik Istilah dan metode intervensi kemudian berkembang menjadi intervensi sosial. Sebuah proses perubahan sosial terencana, dan teroganisir dengan level pendekatan mikro, nesso, dan makro. Dimana pendekatan intervensi mikro menjadi level paling dasar dari keseluruhan upaya intervensi sosial. Intervensi mikro bahkan mengawali lahirnya disipliln ilmu terapan pekerjaan sosial.

Intervensi mikro hadir melalui pandangan Mary Richmond dalam buku diagnosisi sosial (social Diagnosis) pada tahun 1917. Mary Richmond mengarahkan kerangka berpikirnya pada bahasan intervensi mikro sebuah pendekatan yang fokus pada usaha intervensi sosial di level individu, dan keluarga. Namun, pada perkembangannya kelompok atau komunitas kecil juga menjadi fokus pendekatan ini pembahasan pada level miko kemudian mempengaruhi perklembangan pekerjaan sosial pada awal-awal dekade 1900-an.3 Pada masa selanjutnya, istilah mikro sebagai bagian dari lepel peraktik dan orientasi pekerjaan sosial, memiliki pengertian sebagai:

“The term used by social workers to identify professional activities

that are designed to help solve the problems faced frimarily by individuals. Families, and small grouf. Usually micro practice focuses on direct intervention on a case-by-case or in a clinical setting. Micro orientation in social work. An emphasis on the indifidual clienis and on the enhancemen of technical skills for use in efficien treatment of these problems.4

Istilah mikro dalam peraktik pekerjaan sosial merupakan upaya identifikasi aktifuitas propesional dan terencana untuk membantu individu,

3

Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h.72.

4


(22)

keluarga, dan kelompok kecil mengatasi masalahnya. Umumnya praktik pada level mikro lebih fokus pasa tataran klinis atau intrvensi, langsung kasus perkasus. Sedangkan orientasi level mikro memberikan perhatian pada individu dan keterampilan teknis yang bekerja sosial gunakan dalam meningkatkan evisiensi penanganan masalah individu tersebut.

Pada perkembangannya, intervensi pada level mikro menjadi salah satu pilihan utama dalam mengatasi masalah-masalah sosial. Terutama yang terjadi akibat ketidakmampuan individu dalam memenuhi peranan sosialnya sesuai dengan tuntutan lingkungan.5 Dalam hal ini, intervensi pada level mikro berupaya mengatasi masalah-masalah tersebut untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, dan kelompok. Intervensi mikro menggunakan bimbingan dan konseling sebagai media dalam proses pelaksanaannya. Sampai saat ini, tidak sedikit bidang-bidang kesejahteraan sosial yang mengandalkan intervensi mikro. Bidan-bidang tersebut antara lain pekerjaan sosial sekolah, konseling anak, rehabilitasi ketergantungan narkotika, rehabilitasi penyandang cacat, dan lain sebagainya.6

Secara umum, konsep intervensi mikrio merupakan pendekatan terencana pada level awal dari keseluruhan upaya intervensi sosial yang saling terkait dan menyeluruh. Intervensi mikro mengupayakan penyelesain masalah-masalah sosial yang terjadi karena ketidak mampuan dalam memenuhi peranan sosial, atau karena konflik internal pada

5

Mendosa (1981:4) dalam Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: FISIP UI Pres,2004), h. 72.

6


(23)

tingkatan individu, keluarga, dan kelompok kecil. Pendekatan intervensi mikro mengandalkan bimbingan dan konseling sebagai media intervensi klinis kasus perkasus. Sehingga tujuan efisiensi perawatan dan penanganan masalah dalam meningkatkan keberfungsian sosial individu,keluarga, dan kelompok kearah yang lebih baik, dapat tercapai.

Sebagai bagian dari pendekatan intervensi sosial terencana, intervensi mikro memiliki metode serta proses yang unik dan khas. Pendekatan ini menekankan pada upaya perubahan sosial terencana pada tingkatan individu, keluarga, dan komunitas dengan menggunakan metode intervensi individu (social casework), metode intervensi keluarga (family Casework), danmetode intervensi kelompok (Group Work).7

2. Metode intervensi individu (Social Casework)

a. Definisi metode intervensi individu (Social Casework)

Mary Richmond memperkenalkan dan mengembangkan metode tervensi individu ( Social Casework ) pada tahun 1917 dalam bukuk sosial diagnosis. Mery Richmond mendevinisikan metode intervensi individu (Social Casework) tersebut sebagai :

“social casework consist of those processes which develop

personality through adjustments conselously effected, lindividu by

individual, between men and their environment.”1

Sedang Sikidmore, Thackeray, dan Farley (1994) memberikan devinisi metode intervensi mikro individu (social casework) dengan menambahkan unsur-unsur lainnya sebagai berikut:

7

Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h.72.

1

Mary Richmond, (1922:98-990) dalam Rex A. Skidmore, Thackeray, O Wiliam Farley, Introduction to Social Work, (New Jersey: Prentice hall Inc.. 1994). h. 49.


(24)

“ Social casework is a method of helping people paused on knowledge, understsanding, and the use of techniques skillfully applied to helping people to solve problems. It derives its anderstanding from the discipline of science, its methods also includes artistic effort. It helps individuals with personal as well as external and environment matters. It is a method of helping through a relationship that taps. Personal and other resources for coping problems. Interviewing is major tool of casework. Change in attitudes and fellings is affected by

the dynamics of the casework relationship.”2

Pada dasarnya intervensi individu (social casework) adalah proses membantu orang lain. Proses tersebut menekankan pada pembangunan individu sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Intervensi individu berlandaskan pada pengetahuan, pemahaman, serta teknik-teknik terlatiih untuk membantu individu menyelesaikan permasalahan internal dan external. Metode ini menggunakan berbagai disiplin ilmu, upaya artistik, serta mengandalkan konseling sebagai media utama.

b. Prinsip-prinsip Metode Intervensi Individu (Casework)

Prinsip-prinsip dalam metode intervensi mikro mendasari relasi antar pekerja social dan klien dalam upaya intervensi sosial terhadap individu, keluarga, dan kelompok kecil. Mengutip pendapat Midgley (1981) dan Maas (1977), Isbandi mengemukakan 7 prinsip pekerjaan sosial, sebagai berikut3:

1) Menerima manusia sebagai mana adanya 2) Partisipasi Klien

2

Mary Richmond dalam Skidmore, introductions to Social Work. h. 60

3

Drs. Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-dasar pemikiran. (Jakarta PT. Raja Gratindo Press 1994).h. 22


(25)

3) Pengambilan keputusan merupakan hak dari klien 4) Individualisasi dari klien

5) Kerahasiaan

6) Kesadaran dari petugas

7) Adanya relasi antara klien dan petugas c. Proses Metode Intervensi Individual (Casework)

Upaya intervensi bagi individu membutuhkan suatu tahapan-tahapan kegiatan sistematis, agar proses intervensi dapat berjalan dengan lebih terarah. Menurut Skidmore, Theckeray, dan Farley (1994), proses dalam metode intervensi mikro meliputi4:

1) Tahapan Penelitian (study)

Pada tahapan penelitian (study) jalinan relsi dengan klien merupakan kunci yang mengawali tahapan selanjutnya. Di tahap awal ini, klien mengungkapkan masalah-masalahnya yang di alami. Pada tahapan penelitian (study), klien menentukan apakah akan menlanjutkan jalainan relasi dengan konselor atau tidak. Berdasarkan pada falsafah nilai pekerjaan sosial, konselor secara maksimal akan mengembangkan jalinan yang dapat membantu klien memformulasikan permasalahannya.

2) Tahapan (Assessment)

Tahapan assessment adalah tahapan yang sangat dinamis, proses ini dapat berlangsung mulai dari tahapan awal sampai akhir

4

Rex A. Skidmore Thackeray, O William Farley, Introductions to Social Work, 1994,h.60-63


(26)

intervensi. Pada tahapan ini timbul kesadaran akan keunikan dari setiap situasi atau masalah, sampai pada timbulnya masalah pada satu situasi kehidupan. Penghimpunan data dan sejarah masa lalu klien merukpan media untuk mencapai tujuan assessmen, yaitu pemahaman yang menyeluruh terhadap masalah klien.

3) Tahapan Intervensi (Intervention)

Tahapan intervensi berawl dari kontak pertama dengan klien. Tujuan dari proses ini merupakan kesepakatan antara pekerja sosial dan klien, kebutuhan klien akan sangat menentukan proses intervensi yang terjadi. Apabila pekerja sosial tidak dapat menyediakan layanan yang klien butuhkan, maka ia bertanggung jawab untuk menghubungkn klien dengan sumber layanan lainnya. 4) Tahapan Terminasi (termination)

Terminasi merupakan istilah yang menyatakan berakhirnya atau limitasi dari keseluruhan proses intervensi dan pemberian layanan terhadap klien. Terminasi terjadi jika klien telah mencapai kekuatan, pemahaman, penyelesaian masalah dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam penangnan masalah dalam suatu situasi kehidupan klien. Terminasi sering kali berasal dari inisiatip pekerja sosial.

3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework)

Pendekatan intervensi mikro tidak hanya mengarahkan peruses perubahan nya pada individu saja, tetapi juga pada keluarga. Keluarga


(27)

merupakan unit terkecil masyarakat tempat tumbuh dan perkembangannya individu. Keluarga juga merupakan saluran pendidikan yang paling awal dan berpengaruh terhadap individu. Sehinga peran keluarga dalam keseruruhan upaya intervensi individu sangat penting. Dengan melibatkan keluarga, tujuan intervensi mikro untuk meningalkan kemampuan individu dalam menangani masalahnya akan tercapai.5

Pada perkembangannya metode intervensi ini lebih dikenal dengan istilah konseling keluarga (family counseling) atau terapi keluarga (family therapy) terapi atau konseling keluarga tersebut menggunakan berbagai model terapi, antara lain model psikodinamik dan eksperiensial. Model psikodinamik berkembang dari teori psikoanalisis freud. Penganut model psikodinamik sangat memperhatikan unsure wawasan mendalam (insight), motivasi, konflik yang tidak disadari, dan kedekatan antar anggota kelurga. Dimana unsur-unsur dinamika psikis (psychodinamics) tersebut akan mempengaruhi individu-individu anggota keluarga. Menurut pandangan model psikodinamika, pengalaman masa lalu menjadi perhatian utama dalam menemukan akar permasalahan pada individu. Sedangkan. Pada model eksperiensial, perhatian utama adalah perkembangan diri klien itu sendiri, model ini lebih mengutamakan pengalaman-pengalaman yang terjadi pada saat timbulnya masalah.6

5

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosialdan Pekerja Sosial, (Jakarta: FISIP UI press, 2004).h. 73.

6


(28)

4. Metode Intervensi kelompok

a. Pengertian Metode Intervensi Kelompok (Group Work)

Kelompok terbagi atas kelompok yang terbentuk dengan sengaja (formed group) dan kelompok yang terbentuk secara alamiah (natural groups). Kelompok alamiah (natural groups) adalah kelompok yang terbentuk secara spontan. Kelompok ini dapat menyatukan anggotanya karena adanya hubungan interpersonal, kebutuhan serta minat yang sama. Sedangkan, formed groups adalah kelompok yang terbentuk melalui intervensi atau pengaruh dari luar umumnya, kelompok ini terbentuk karena ada usaha untuk menyatukan anggota-anggotanya, yang juga memiliki kesamaan tujuan. Metode intervensi mikro kelompok lebih menitikberatkan kepada formed groups, karena pekerja sosial turut serta merencanakan atau membentuk kelompok tersebut. Metode intervensi kelompok (group work) merupakan kegiatan yang menekankan kepada tujuan mempertemukan kebutuhan sosioemosional kelompok, dan menyelesaikan tugas-tugas kelompok.7 Metode intervensi kelompok (Group Work) adalah:

“Goal-directed activity with small treatment and task groups aimed at meeting socioemosional needs and accomplishing tasks. This activity is directed to individual members of a group and to the group as a whole within a system of delivery.8

Bedasarkan tujuan terbentuknya, kelompok terbagi dalam dua kategori yaitu, kelompok perawatan (treatment group) dan kelompok

7

Ronald W. Toseland, Robert F. Rivas, An Intraduction to Grouf Work Practice, (USA: Allyn and Bacon,2001),h. 14.

8


(29)

gugus tugas (task group). Kelompok perawatan (treatment group) adalah kelompok yang bertujuan untuk mempertemukan antara sosioemosional dan kebutuhan-kebutuhan kelompok. Sedangkan kelompok gugus tugas (task group) adalah kelompok yang menitikberatkan pada pencapaian tujuan-tujuan kelompok baik langsung ataupun tidak langsung dalam upaya memenuhi kebutuhan kelompok.

b. Proses Metode Intervensi Kelmpok (Group Work)

Proses intervensi kelompok tidaklah jauh berbeda dengan proses pada metode intervensi individu. Proses berikut berlaku baik untuk kelompok perawatan (treatment group) maupun kelompok gugus tugas (task group)9:

1) Perencanaan (Planning)

Proses perencanaan dalam intervensi kelompok terdiri dari dua bagian, yaitu perencanaan pada pembentukan kelompok serta perencanan yang akan berlangsung selama terbentuknya kelompok. 2) Tahapan awal (beginning stage)

Tujuan utama pekerja sosial dalam tahapan ini adalah membantu anggota kelompok untuk dapat berkerja sama secara kooperatif dan produktif. Tujuan lain lainnya adalah membuat anggota kelompok merasakan kontribusi dan partisipasi mereka mendapat apresiasi dari pemimpin dan anggota kelompok lainnya.

9


(30)

3) Asesmen (assessment)

Asesmen bertujuan untuk mencapai pemahaman terhadap situasi tertentu dan mencanangkan intervensi yang efektif. Kegiatan utama asesmen adalah pengumpulan, pengorganisasian dan pengkajian data atau informasi apapun yang terkait dengan anggota kelompok dan kelompok tersebut sebagi satu kesatuan.

4) Tahapan Menengah (Middel Stage)

Proses intervensi kelompok pada tahapan menengah (middle stage), menitikberatkan kegiatan pada upaya pencapaian tujuan-tujuan kelompok.

5) Evaluasi (Evaluation)

Tahapan evaluasi merupan proses untuk mendapatkan informasi atau tanggapan (feerback) tentang pengaruh seluruh proses intervensi baik terhadap individu dalam kelompok maupun kelompok tersebut sercara keseuruhan.

6) Tahap Akhir (Ending)

Tahapan akhir atau tahapan terminasi (termination) merupakan tahapan penting dari keberlagsungan suatu kelompok.

5. Pembagian Intervensi

Bila ilmu kedokteran menekankan pada diagnosis dan penyembuhan, disiplin ini menekankan pada penilaian („‟assessment‟‟) dan intervensi. Intervensi merupakan metode perubahan sosial terencana yang bertujuan memfungsikan kembali fungsi sosial seseorang, kelompok,


(31)

maupun masyarakat. Ilmu kesejahteraan sosial dalam kaitannya dengan intervensi memiliki 3 pembagian, yaitu mikro, mezzo, dan makro. Level mikro membahas intervensi sosial di tingkat individu, keluarga, dan kelompok kecil; level mezzo membahas intervensi sosial di tingkat komunitas dan level makro membahas intervensi sosial di tingkat masyarakat yang lebih luas.8

6. Prinsip Intervensi

Prinsip-prinsip dalam metode intervensi mikro mendasari relasi antar pekerja sosial dan klien dalam upaya intervensi sosial terhadap individu, keluarga, dan kelompok kecil. Bertitik tolak dari pandangan bahwa seorang klien adalah individu yang unik, yang dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, dan intervensi itu merupakan salah satu bentuk tanggung jawab masyarakat, intervensi itu dilaksanakan berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar berikut9:

a. Acceptance; prinsip ini memberikan tuntunan kepada penyantun agar pada pertemuan awal dengan klien dia dapat memahami bentuk penampilan klien. Penyantun diharapkan dapat menerima klien dengan penampilan apa adanya;

b. Individualisasi; seorang individu berbeda dari individu lainnya karena keunikannya. Karena itu pelayanan (bantuan) terhadap seorang klien harus disesuaikan dengan keunikannya tersebut;

8

http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_kesejahteraan_sosial

9


(32)

c. Komunikasi; ada dua macam bentuk komunikasi, yang verbal dan non verbal. Kedua bentuk komunikasi itu bersifat komplementer dan penyantun berkewajiban untuk merekam bentuk non verbal sebaik-baiknya karena informasi yang diperolehnya akan memperlengkapi informasi yang disampaikan secara verbal;\

d. Partisipasi; pada akhir dari proses bantuan klien diharapkan dapat pulih keberfungsian sosialnya. Untuk mencapai kemampuan itu klien dilatih secara bertahap untuk berpartisipasi dalam kegiatan memecahkan masalahnya sendiri;

e. Kerahasiaan; sesuai dengan etika profesi yang dianut penyantun berkewajiban untuk tetap merahasiakan segala informasi mengenai identitas klien dan permasalahannya, sebagai wujud dari prinsip memegang rahasia jabatan;

f. Self-awareness; prinsip ini mengingatkan kepada pekerja sosial bahwa ia adalah manusia biasa, yang memiliki kelemahan dan kekuatan. Dalam menjalankan tugasnya pekerja sosial diharapkan tidak menjadi sombong ataupun takabur, tetapi berpegang pada deskripsi tugasnya.

B. Perilaku Menyimpang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat10

.

10

Tirtiadi A. Ardani, lin T. Rahayu, Yulia Sholichatun, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007)h.139


(33)

Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.

Definisi dari perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli sosiologi11 :

1. Menurut James W. Van der Zaden. Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.

2. Menurut Robert M. Z. Lawang. Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.

3. Menurut Paul B. Horton. Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

1. Kenaklan Anak

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-4th Edition), kenakalan anak adalah tindakan kriminal (sesuai dengan batasan hukum setempat) yang dilakukan oleh anak meliputi

11


(34)

berbagai masalah neuropsikiatri, meskipun untuk istilah kenakalan lebih memfokuskan pada batasan hukum dibandingkan dengan batasan medis.10

Adapun dalam diagnosis kenakalan anak digunakan beberapa parameter sebagai berikut :

a. Perilaku agresif terhadap orang lain dan binatang, seperti :

1) Sering mengganggu, mengancam dan atau mengintimidasi orang lain.

2) Sering memulai perkelahian fisik

3) Menggunakan senjata yang dapat membahayakan fisik orang lain 4) (misalnya : Pentungan, batu, pecahan botol, pisau, sejata api). 5) Mengancam orang lain secara fisik.

6) Mengancam binatang secara fisik.

7) Mencuri yang menimbulkan korban (misalnya : membegal, mencuri dompet, memeras, merampok dengan menggunakan senjata).

8) Memaksa orang lain untuk melakukan aktifitas seksual dengannya. b. Merusak hak milik orang lain, seperti :

1) Sengaja membakar dengan maksud menimbulkan kerusakan yang serius.

2) Sengaja menghancurkan milik orang lain (selain menggunakan api).

10


(35)

c. berbohong, seperti

1) Sering berbohong untuk mendapatkan harta benda atau keuntungan atau untuk menghindari kewajiban.

2) Mengutil, melakukan pemalsuan.

d. Pelanggaran serius terhadap peraturan, seperti :

1) Sering keluar malam walaupun sudah dilarang oleh orang tua atau kerabat keluarga paling tidak 2 kali (atau satu kali tanpa kendali dalam waktu lama).

2) Sering bolos sekolah,

2. Faktor Kenakalan Anak

Apabila kita mau menggali lebih dalam tentang faktor atau sebab yang memungkinkan seorang anak melakukan perilaku kenakalan, maka kita dapati sebab-sebab tersebut sangat bermacam-macam. Ada kemungkinan terkait dengan lingkungan serta kondisi dari si anak tersebut. Terdapat beberapa faktor yang sering memicu munculnya kenakalan anak. Minimalnya ada 10 hal yaitu sebagai berikut12 :

1. Faktor Pertumbuhan 6. Penyakit jiwa

2. Kerusakan Syaraf 7. Faktor kesehatan

3. Tidak Perhatian terhadap kebutuhan anak 8. Faktor kejiwaan

4. Pendidikan yang buruk 9. Faktor peraturan dan

5. Faktor Perasaan 10. Faktor ajakan buruk

12


(36)

Masing-masing dari faktor faktor tersebut di atas berbeda-beda dalam cara mengatasi dan penanganannya.

a. Faktor Individu

Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat, atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan, atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau berfungsi11. 1) Seorang anak bisa bertingkah laku tertentu sebagai bentuk

pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak, menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan tegang, tertekan, dan tidak bahagia.

Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini.

2) Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang dimiliki anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti: "Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau "Saya tidak

11


(37)

mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena ia sebenarnya bisa."

3) Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa

4) Perkembangannya belum siap untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak di bawah umur.

5) Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari sekolah biasa daripada di sekolah biasa.

6) Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang tidak dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua. Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar, prestasi, dan potensi (bakat) bisa


(38)

menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan obat terlarang.

1) Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang berbeda sekali dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu keadaan yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai reaksi perilaku negatif.

2) Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang tua dan lingkungannya dengan berbagai perilaku yang dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang harus dituruti, dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan orang tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap yang mudah menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga sekelilingnya.

Dalam usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah seperti tersebut di atas, perlu dipahami dan dicari sumber permasalahannya (dalam hal ini pada anak)


(39)

untuk nenentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak segera diatasi, hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan reaksi-reaksi perilaku yang diperlihatkan dapat terus berkembang serta tidak mustahil akan berlanjut menjadi nakal dan mendorong berbagai perbuatan yang tergolong negatif. Penanganan masalah perilaku yang dilakukan seawal mungkin, sangat diperlukan. Untuk ini, perlu kerja sama dari berbagai pihak, termasuk guru atau pihak sekolah yang mengamati anak sekian jam setiap hari, lingkungan sosial anak, dan khususnya orang tua anak itu sendiri.

b. Faktor Keluarga (Pola asuh)

Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Meskipun demikian, peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.

Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi, ia tergantung sepenuhnya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya. Dalam perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar bisa melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru dilahirkan bisa diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih polos. Bagaimana jadinya kertas putih tersebut pada kemudian hari tergantung


(40)

dari orang yang akan menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian anak pada kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi antara orang tua dengan anak.

Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu pada kepribadiannya. Seiring dengan tumbuh kembang anak, akan lebih banyak lagi sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan atau perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak. Adakalanya pula, orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh atau model agar ditiru. Kemudian, apa yang ditiru akan meresap dalam diri anak dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah laku, atau bagian dari kepribadiannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian


(41)

seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah, khususnya orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Pengalaman buruk dalam keluarga akan buruk pula diperlihatkan terhadap lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami dalam keluarga. Hubungan antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula hubungan antarsaudara, menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku yang tergolong nakal.

Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis di antara semua pihak dalam keluarga. Namun, yang tentunya terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah hubungan yang baik di antara suami dan istri.

c. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Kesenjangan antara norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau serba tidak menentu,


(42)

suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. Kegoncangan memang mudah timbul karena kita berhadapan dengan berbagai perubahan yang ada dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan dalam keluarga dan masyarakat dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan dengan kehidupan beberapa puluh tahun yang lalu. Terjadi berbagai pergeseran nilai dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian pesat, khususnya di kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang terus-menerus terjadi sulit dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan laju kepadatan penduduk di kota besar sulit dicegah. Dinamika hubungan menjadi lebih besar, sekaligus menjadi lebih longgar, kurang intensif, dan kurang akrab. Dalam kondisi seperti ini, sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat yang padat: individualistis, kompetitif, dan materialistis, amat mudah timbul. Sesuatu yang sebenarnya wajar, sesuai dengan hakikat kehidupan, hakikat perjuangan hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan paling pokok dari sistem kebutuhan, yakni makanan.

Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di kantor, dan di mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi, akan memengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan dalam keluarga, dan kehidupan sosialnya. Banyak kota yang sedang berkembang menjadi


(43)

tempat pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam keadaan seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak, dan lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan tersebut seorang anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun remaja. Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri.

Berbagai perilaku pada siswa sudah sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian kita semua. Mengenai ini, beberapa hal dapat dikemukakan.

1) Timbulnya sesuatu masalah pada anak dan remaja sehingga memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu berupa rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks, bukan saja multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini menjadi sebab yang baru) atau melingkar


(44)

(dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh terhadap sebab semula). Karena itu, pada kasus-kasus tertentu diperlukan penanganan terhadap berbagai segi yang bermasalah secara serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan pula kerja sama dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula bekerja sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan pendekatan terpadu.

2) Keluarga sebagai sumber stimulasi ke arah terbentuknya ciri kepribadian yang negatif, yang bisa berlanjut menyimpang dan nakal, perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi agar berfungsi positif. Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh pengarahan dan bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif, sebaliknya perlu memerhatikan hal-hal yang afektif.

Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif ini, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni:

1) Pendekatan terpusat pada anak (child centered approach), yakni dasar adanya kekhususan pada anak, jadi berbeda antara seorang anak dengan anak lain. Berangkat dari keadaan khusus yang dimiliki oleh anak itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah penanganan dilakukan.

2) Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal diperlihatkan anak sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan caranya yang khas yang di pihak lain


(45)

tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak disetujui orang tua. Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya mempergunakan dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas, konsisten, bertahap, dan berulang-ulang.

3) Perlunya memerhatikan masa dan tahapan perkembangan karena sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam keadaan berubah dan kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness) dalam proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari kepribadiannya.

4) Perubahan perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berulang-ulang, sesuai dengan hukum pengulangan (law of exercise) dalam proses belajar. Usaha mengubah perilaku anak membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition - reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi bagian dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).

5) Perlu memerhatikan teknik yang mendasarkan pada kasih sayang (love oriented technique). Bahwa banyak perubahan perilaku terjadi justru dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan kasih sayang. Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri dan menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap memanjakan atau memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan anak, tetapi cara pendekatan yang bisa meningkatkan perasaan


(46)

diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih tenang, terkendali, harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan untuk bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu tindakan.

6) Di samping usaha-usaha aktif, usaha-usaha menciptakan suasana yang baik dalam keluarga adalah usaha lain untuk memengaruhi kepribadian anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh suasana rumah yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua. Cara orang tua menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua menjadi objek, menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja ditiru oleh anak. Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa peka untuk menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan tidak hanya terjadi terhadap hal-hal yang menarik untuk ditiru (positif), namun juga, secara tidak disadari, terhadap hal-hal yang negatif, misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok dengan keadaannya. Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi penangkal yang ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang tua menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam keluarga.

7) Dalam usaha memperbaiki lingkungan keluarga dengan pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu memerhatikan lingkungan hidup secara lebih luas dan menyeluruh dengan semua faktor yang


(47)

memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika kehidupan hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan, kepincangan, dan kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi kondisi psikis pribadi maupun kelompok. Lingkungan hidup yang menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik dalam diri pribadi (intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku. Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini sangat diperlukan.12

12

Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dan Dra. Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. (Jakarta PT. BPK Gunung mulia 1955)h.67


(48)

41

GAMBARAN UMUM SDIT-AL-AMANAH

A. Latar Belakang Berdiri

SDIT Al-Amanah didirikan pada tanggal 26 mei 2004 oleh pimpinan YPPQ. Nurul Amanah dengan maksud, agar YPPQ. Nurul Amanah bisa menampung anak didik yang berasal bukan hanya dari kalangan menengah ke atas, tapi juga untuk kelompok ekonomi rendah (yatim & kaum dhuafa)1.

Sebagai salah satu lembaga pendidikan formal agama Islam swasta, Yayasan Pendidikan Islam Al-Amanah Pasiron sejak tahun 80-an senantiasa berupaya keras untuk turut berperanserta membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Hal tersebut diindikasikan dengan terselenggaranya satuan-satuan pendidikan formal di bawah naungan yayasan. Seperti Taman kanak-kanak atau (TK)/ Raudhatul Athfal (RA) Nurul Amanah, Wajar Dikdas dan Paket C Nurul Amanah.

Sejalan dengan Visi dan Misi yayasan yang bertujuan menyelenggarakan pendidikan formal yang berkwalitas namun terjangkau oleh masyarakat luas, maka dari tahun-ketahun umumnya siswa siswi yang masuk ke YPPQ Nurul Amanah Pasiron, semakin menunjukan grafik peningkatan. Hal tersebut disebabkan taklain karena pada satu sisi, akses masyarakat untuk memperoleh pendidikan disekolah negeri pada umumnya

1


(49)

begitu terbatas. Sementara disisi yang lain, laju pertumbuhan penduduk semakin hari semakin mengalami peningkatan. Maka dari itu meningkat pula kebuituhan mereka untuk memper oleh pendidikan formal baik dari tingkat dasar maupun sampai tingkat menengah atas2.

Padahal pemerintah sendiri juga mengambil suatu kebijakan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan martabat bangsa dalam tata pergaulan dunia dengan mencanangkan program wajib belajar (Wajar) selama 9 tahun. Itu artinya, hak pendidikan bagi warga Negara tidak hanya cukup setamat sekolah dasar selama 6 tahun, melainkan harus melanjutkan lagi kejenjang menengah pertama Selma 3 tahun, sehingga genap menjadi 9 tahun.3

Karena alasan itulah kiranya dan bersamaan pula dengan keinginan pihak YPPQ Nurul Amanah Pasiron dalam rangka perencanaan dalam pengembangan saatuan-satuan pendidikan formal yang sudah ada saat ini dengan menambah lagi penyelenggaraan satuan pendidikan tingkat dasar bernama SDIT AL-Amanah Pasiron Bojongsari Depok.

B . Profil S e k o l a h

1. Nama Sekolah : SDIT AL-Amanah

2. NIS / NSS / NPSN : 421/446 – Dikbud / 10 4 02 05 17 04

3. Status Sekolah : Swasta

4. Tahun Pendirian : 2004

5. SK. Pendirian : 421/466 24 Juli

2

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) SDIT Al-Amanah 2010 - 2011

3


(50)

6. Nama Yayasan

(untuk sekolah swasta) : YPPQ. Nurul Amanah

7. Alamat Sekolah : Jl. Raya Ciputat Parung Km.26 Pasiron Telp. (0251) 8602843

8. Kelurahan : Curug

9. Kecamatan : Bojongsari

10.Kota : Depok

11.Propinsi : Jawa Barat

C . V i s i , M i s i d a n T u j u a n

- Visi Sekolah

Membentuk kepribadian yang berkwalitas tinggi, dengan landasan Beriman Tauhidullah, Berilmu Amaliah, dan Beramal Ilmiah

- Misi Sekolah

- Membantu pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan tingkat dasar yang berkwalitas namun terjangkau semua lapisan masyarakat.

- Sebagai fasilitas pendidikan bagi sekolah dilingkungan kota Depok dan sekitarnya.

- Mengembangkan semangat kebersamaan dan kekeluargaan dalam keberhasilan diberbagai bidang.

- Tujuan

- Meningkatkan Mutu IMTAQ

 Meningkatkan dan memanfaatkan mushola untuk praktik ibadah


(51)

 Meningkatkan rasa kebangsaan

 Menyanyikan lagu wajib nasional sebelum pulang seolah

 Menyanyikan lagu daerah

 Mengadakan upacara bendera pada setiap hari senin dan hari besar Nasional

- Meningkatkan Kualitas Pendidikan

 Meningkatkan pengelolaan administrasi sekolah

 Meningkatkan kelompok kerja guru dan kelompok kerja kepala sekolah (KKG) dan (KKKS).

- Meningkatkan Kualitas Peserta Didik

 Meningkatkan pengelolaan dan melengkapi sarana perpustakaan

 Mewajibkan peserta didik membiasakan membaca buku 15 menit sebelum pelajaran dimulai.

 Membiasakan menceritakan kembali isi buku

 Mengadakan ajang kreativitas siswa di bidang membaca

- Meningkatkan Mutu Menulis

 Menggalakan menulis pada buku bergris

 Membisasakan menulis dengan rapi dan benar tanpa menimbulkan rasa takut bersalah pada diri siswa

 Mengdakan ajang kreativitas menulis (mengarang).

- Meningkatkan Mutu Berhitung

 Memperbanyak latihan berhitung mulai perkalian, pembagian, penjumlahan dan pengurangan.


(52)

 Menggalakan pekerjaan rumah tentang berhitung.

 Mengadakan ajang kreativitas dibidang berhitung.

- Meningkatkan Mutu Pelajaaran Ilmu pengetahuan Alam (IPA)

 Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

 Meningkatkan pungsi KIT IPA.

 Meningkatkan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA

- Meningkatkan Mutu Pengetahuaan Sosial (IPS)

 Memperbanyak contoh-contoh kongkrit dalam kehidupan sosial.

 Meningkatkan penguasaan peta wilayah Indonesia

 Meningkatkan pemahaman tentang sejarah Indonesia

 Membiasaka nilai rela berkorban, persatuan, kerja sama, harga-menghargai dan cinta tanah air

 Meningkatkan fungsi KIT IPS

- Meningkatka Mutu Pelajaran Seni dan Budaya

 Menumbuhkembangkan bakat dan minat siswa dibidang seni budaya dan keterampilan

- Meningkatkan Pemahaman Mengenai Wawasan Lingkungan

 Membiasakan prilaku bersih dilingkungan sekolah

 Membiasakan prilaku bersih dilingkungan rumah

 Membiasakan prilaku bersih di lingkungan-lingkungan

- Meningkatkan Mutu Muatan Lokal

 Muatan Lokal Bahasa Sunda

 Muatan Lokal Bahasa Inggris4

4


(53)

1. Tata tertib Sekolah

 Hal Masuk Sekolah

- Murid-murid harus masuk sekolah selambat-lambatnya 5 menit sebelum pelajaran dimulai

- Murid yang datang terlambat tidak tiperkenankan langsung masuk kedalam kelas, melainkan harus melapor terlebih dahulu kepada guru piket

- Murid absen hanya karena sungguh-sungguh sakit, keperluan yang sangat penting

- Urusan keluarga harus dikerjakan diluar sekolah atau waktu libur sehingga tidak menggunakan waktu sekolah

- Murid yang absen, pada waktu masuk kembali harus melapor kepada kepala sekolah dengan membawa surat-surat yang diperlukan

- Murid tidak diperbolehkan meninggalkan sekolah selama jam pelajaran berlangsung

- Kalau seandainya murid sudah merasa sakit dirumah, maka sebaiknya tidak masuk sekolah

 Kewajiban Murid

- taat kepada Guru dan Kepala Sekolah

- Ikut bertanggung jawab atas kebersihan, keamanan, ketertiban kelas dan sekolah pada umumnya.


(54)

- Ikut bertanggung jawab atas pemeliharaan gedung, halaman, perabot dan peralatan sekolah

- Membantu kelancaran pelajaran baik dikelasnya maupun disekolah pada umumnya

- Ikut menjaga nama baik sekolah, guru dan pelajar pada umumnya, baik didalam maupun diluar sekolah

- Menghormati guru dan saling harga menghargai antar sesama murid

- Melenngkapi diri dengan keperluan sekolah

- Murid yang membawa kendaraan agar menempatkan ditempat yang telah ditentukan dalam keadaan terkunci

- Ikut membantu agar TATA TERIB sekolah dapat berjalan dan ditaati

 Larangan Murid

- Meninggalkan sekolah selama pelajaran berlangsung, penyimpangan dalam hal ini hanya dengan izin kepala sekolah

- Membeli makan dan minum di luar sekolah

- Menerima surat-surat atau tamu disekolah

- Memakai perhiasan yang berlebihan serta berdandan yang tidak sesuai dengan keperibadian Bangsa

- Meroko didalam dan diluar sekolah


(55)

- Mengganggu jalannya pelajaran baik terhadap kelasnya maupun kelas yang lain

- Berada didalam kelas selama istirahat

- Berkelahi dan main hakim sendiri jika menemui persoalan antar teman

- Menjadi perkumpulan anak-anak nakal dang geng-geng terlarang

2. Keadaan Siswa dan Guru

Keadaan siswa dan Guru di SD Islam Al-Amanah untuk jumlah stap pengajar/Guru berjumlah 14 orang tenaga pengajar dan jumlah murid / siswa dari kelas 1 sampai dengan 6 berjumlah 118 siswa laki dan perempuan, berikut rinciannya5:

Table 3.1

Nama–nama Pengajar (Guru) di SDIT Al-Amanah

No Nama Tenaga Pendidik/Guru

1 DR.KH. Moh. Barzach Hidayat,MA. 2 Ustz. Hj. Cucu Marliyah

3 H. Taufiq Hidayatullah,S,Ag.

4 Dedi Kurniawan

5 Ust. Maulana

6 Ust. Ahmad Solihin,S.Pd 7 Ust. Resyah Yudistira 8 Ust. Ardi Susanto

5


(56)

9 Ust. Lalu akmal Hijrat 10 Ust. Abd. Rozak,S.Ag 11 Ustz. Nana Nurjannah,S.Pd 12 Ustz. Nurjannah,S.Pd 13 Ustz. Manih Haryanih,S.Pd 14 Ustz. Widya wati,S.Psc

Table 3.2

Jumlah Siswa dan Siswi SDIT Al-Amanah

Tingkat Jumlah siswa L/P Jumlah

20

L P

Kelas I 12 8

Kelas II 5 15 20

Kelas III 11 9 20

Kelas IV 10 10 20

Kelas V 9 11 20

Kelas VI 10 8 18

Jumlah 57 61 118

a. Pola Penerimaan Siswa

Untuk pola penerimaan siswa di SD Islam Al-Amanah yang pertama untuk pendaftaran dibuka pada bulan April sampai dengan Juli setiap hari kerja dari hari senin sampai hari minggu jam 08.00 – 17.00 WIB.


(57)

Kemudian untuk siswa yang ingin mendaftar harus memenuhi persyaratan pendaftaran adapun syarat pendaftaran yang harus dipenuhi oleh siswa yang ingin mendafatar adalah anatara lain6 : 1) Mengisi Formulir pendaftaran

2) Menbayar uang pendaftaran Rp. 30.000,- 3) Menyerahkan pas photo berwarna ukuran :

- 2x3 = 3 lembar

- 3x4 = 3 lembar

4) Ijazah TK/RA jika ada bagi pendaftar SDIT Al-Amanah 5) Menyerahkan photo copi akte kelahiran

b. Keadaan Siswa

1) Bermasalah

Menurut catatan buku siswa yang ada disekolah jumlah anak yang bermasalah yang sering melakukan kenakalan mayoritas anak laki-laki, walaupun ada beberapa anak perempuan yang melakukan kenakalan akan tetapi lebih banyak anak laki-laki yang melakukan kenakalan, dari siswa kelas V (lima) yang berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 9 orang laki-laki, dan 11 orang perempuan, ada 5 orang siswa yang bermasalah, dari 5 orang tersebut semunya anak laki-laki.

6


(58)

2) Normal

Dari jumlah siswa kelas V (lima) yang berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan, semua siswa normal, tidak ada anak memiliki kecacatan atau inklusuf.

3) Sangat Cerdas

Kalau dikatagori sangat cerdas dari 20 jumlah siswa tersebut yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan tidak ada siswa yang bisa dibilang sangat cerdas semua murid termasuk kedalam golongan kategori anak yang sedang sedang saja yaitu tidak terlalu cerdas dan tidak terlalu bodoh.

Dari ketiga kata gori tersebut yakni bermasalah, normal, dan sangat cerdas kelas V (lima) SDIT Al-Amanah termasuk kedalam golongan kelas yang bermasalah, karena dibandingkan dengan kelas yang lain kelas V (lima) ini adalah kelas yang memilikui jumlah anak yang bermasalah lumayan cukup banyak, sehingga mereka seringkali mendapat teguran dari guru karena kenakalan yang mereka lakukan. Dari 20 jumlah siswa dan siswi yang berada di kelas lima yang terdiri dari 9 orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan.

4) Profil Kelas V (lima) SDIT Al-Amanah

Kelas V (lima) terdiri dari 20 murid yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 11 orang siswi perempuan. Kelas V (lima) dikepalai oleh


(59)

wali kelas yang bernama Bapak Deden Darmawan,S.Hum. mereka memiliki ketua kelas yang bernama Muhammad Furqon Pratama. Semenjak mereka naik kelas dari kelas IV (empat) menjadi kelas V (lima) mereka terkenal dengan kenakalan yang mereka lakukan. Kenakalan yang kelas V (lima) lakukan lebih di dominasi oleh anak laki-laki.


(60)

53

TEMUAN DAN ANALISIS

A. Temuan

1. Kenakalan Anak/Siswa

Pada bab ini akan dibahas tentang berapa banyak jumlah anak yang nakal, bentuk-bentuk kenakalannya, faktor kenakalan serta dampak kenakalan yang terhadap suasana di dalam kelas serta tindakan yang dilakukan guru terhadap siswa/i yang bermasalah khususnya kelas V (lima) di SDIT Al-Alamanah Bojongsari Depok.

a. Jumlah anak/siswa

Dari observasi yang penulis lakukan secara langsung terhadap anak sekolah SDIT Al-Amanah Bojongsari Depok menunjukan bahwa Jumlah anak/siswa yang berada pada kelas V (lima) seluruhnya berjumlah 20 anak/sisiwa yang terdiri dari 9 anak/siswa laki-laki dan 11 anak/siswi perempuan1.

Metode intervensi yang dilakukan terhadap anak di sekolah SDIT Al-Amanah ketika ada anak yang bermasalah, biasanya pertama si anak akan mengadukan kepada guru apa yang mereka alami, kemudian setelah guru tersebut mendapat penjelasan dari anak tersebut maka dewan guru yang bersangkutan akan memanggil anak yang bersangkutan untuk dimintai penjelasan lebih lanjut apakah benar dia

1


(1)

sekolah perlu kiranya dipikirkan permintaan bantuan seorang professional seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Walaupun kadar para professional ini berbeda-beda (tergantung dari pendididkannya masing-masing). Akan tetapi setidaknya mereka mempunyai pengetahuan dan keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang awam.

Seperti peran pekerja sosial terhadap anak yang bermasalah yaitu sebagai pendamping bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah. Seorang pekerja sosial bertugas sebagi fasilitator yang memfasilitasi seorang klien untuk melakukan perubahan, karena pada dasarnya setiap perubahan akan terjadi jika adanya usaha dari klien itu sendiri.sebagai mediator yang bertugas untuk menjembatani atau pendamai pihak ketiga antara orang tua dengan anak, anak dengan guru, anak dengan teman sebayanya dan anak dengan lingkungannya.

Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam proses pendampingan sosial yaitu memotivasi anak agar dapat berfungsi sosial dan bisa menjadi seorang anak yang dibanggakan oleh orang tua lalu mendukung mereka untuk melakukan perubahan pada diri si anak,


(2)

65 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian kulitatif dan juga pengumpulan data melalui observasi dan wawancara yang penulis lakukan di SDIT Al-Amanah Pasiron Curug Bojongsari Kota Depok, dan berdasarkan penjelasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya dan telah penulis analisis sebagai faktor yang menjadi penyebab seorang anak menjadi nakal/delikuen, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Nilai-nilai agama juga sangat memperkokoh mental dan sepiritual seorang anak dimulai dari lingkungan keluarga dengan menanamkan dan menjunjung tinggi norma agama. Menjadi suatu kelebihan jika seorang anak disekolahkan di lembaga pendidikan islam, dengan begitu diharapkan anak tersebut bisa lebih memahami ajaran agama Islam yang nanti diharapkan menjadi pedoman hidup mereka kelak.

2. Lingkungan yang tidak baik pun sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, dan seorang anak pun harus lebih diperhatikan dalam bergaulnya, sebab terkadang mereka salah bergaul dan lebih tertarik kepada kelompok temannya ketimbang orang tuanya.

3. Seorang anak sangat membutuhkan peran serta orang tua untuk mendidik dan membimbingnya dalam menjalani setiap proses peralihan ketika mereka menjadi remaja dan dewasa. Cara orang tua yang salah dalam mendidik, membimbing serta orang tua yang terlalu perhatian dan


(3)

cenderung over proctetive dapat menyebabkan seorang anak menjadi delikuen. Berdasarkan temuan kasus di lapangan, faktor penyebabnya berbeda-beda, namun penulis lebih banyak menemukan kasus dengan faktor penyebab keharmonisan keluarga sehingga kurangnya perhatian terhadap anak.

4. SDIT Al-Amanah menjadi pilihan yang utama bagi masyarakat disekitarnya karena mengajarkan bukan hanya sikap hidup di dunia, tetapi sikap hidup di akhirat (spiritual). Karena sekolah ini sangat mementingkan menanamkan nilai-nilai agama sedini mugkin kepada siswa/I nya.

Pihak sekolah pun tidak segan untuk memberikan teguran kepada siswa/i nya yang melakukan pelanggaran.

B. Saran

1. Agama menjadi bekal bagi seorang anak, karena dengan ditanamkannya nilai-nilai agama sedini mungkin diharapkan dapat menjadi peribadi anak yang Islami, jadi sudah seharusnya dan menjadi kewajiban, khusus orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari karena seorang ibu adalah sekolah yang utama untuk anak-anaknya.

2. Sebagai orang tua harus memilih lingkungan yang baik sebagai tempat mereka bermain, seperti sealektif dalam memilih teman sebaya dan jangan sampai terbawa arus lingkungan yang buruk.

3. Sebagai orang tua sudah seharusnya mendampingi perkembangan anaknya dan selalu kooperaktif dengan guru untuk mengetahui perkembangan


(4)

67

anaknya di sekolah. Orang tua harus mempunyai waktu bersama dengan anak dan mendengarkan semua cerita yang akan anak ceritakan. Sedini mungkin ditanamkannya nilai-nilai agama yang akan menjadi pondasi dasar bagi anak. Orang tua harus benar-benar tanggap dengan perubahan sikap anak, jika ada sikap-sikap yang berubah dari anak maka orang tua dapat mencari tahu langsung penyebabnya dan segera mungkin meminimalisir penyebab tersebut karena jika dibiarkan saja seorang anak akan benar-benar menjadi nakal.

4. Pemilihan sekolah yang berbasis agama bisa juga menjadi salah satu pilihan untuk orang tua dalam meminimalisir terdjadinya kenakalan anak. Berikan pendidikan yang terbaik bagi anak bukan yang terbaik bagi orang tua.

5. Saran untuk guru BP

Saya rasa akan lebih baik jika yang menangani anak yang bermasalah tidak hanya guru BP saja alangkah lebih baiknya semua guru dapat bertanggung jawab terhadap semua siswa/i.

6. Saran untuk pengurus Yayasan

Meskipun yayasan tidak terlalu terlibat dalam menangani permasalahan yang ada pada siswa/i, namun untuk memberikan motivasi dan perhatian pada para guru harus lebih dipentingkan dan ditingkatkan, karena dengan demikian para guru akan merasa lebih semangat dalam menjalani tugas-tugasnya.


(5)

68

Departemen Agama RI, Wawasan Tugas dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005),

Abu Al-Ghifari, Fiqh Remaja Kontemporer, (Jakarta: Media Qolbu, 2005), Cet. Ke-1, Qoimi Ali 2002.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (849:1988).

Prof. DR. Hj. Zakiah Daradjat, Siswa, harapan dan tantangan, jakarta: Ruhana, 1995.

Kartini Kartono, Patologi Sosial (Gangguan-gangguan Kejiwaan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003.

Drs. Sudarsono ,S.H. Kenakalan Siswa, Rineka Cipta,1991.

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan kualitatif dalam Pnelitian Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998.

Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatip, edisi Revisi, Bandung : Rosda Karya, 2007,Cet Ke-23,

Tirtiadi A. Ardani, lin T. Rahayu, Yulia Sholichatun, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007)

Robert L. Barker, The Social Work Dictionary, (Washington DC: NASW Prees, 1995),

Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Robert L. Barker, The social Work Dictionari,

Mendosa (1981:4) dalam Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: FISIP UI Pres,2004),

Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Wirdiani dan Soetjiningsih 2004 : 244).

Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dan Dra. Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. (Jakarta PT. BPK Gunung mulia 1955)


(6)

69

Prof.Dr.H. Dadang Hawari, Psikiater “Al-Quran : Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa” Yogyakarta : PT.Dana Bakti Prima, 2004,

Elizabeth Hurlock. Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta:Erlangga,1990, jilid 2. Mary Richmond, (1922:98-990) dalam Rex A. Skidmore, Thackeray, O Wiliam

Farley, Introduction to Social Work, (New Jersey: Prentice hall Inc.. 1994)

Drs. Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-dasar pemikiran. (Jakarta PT. Raja Gratindo Press 1994) Rex A. Skidmore Thackeray, O William Farley, Introductions to Social Work,