106 Selain itu juga, dalam membahas dan menetapkan suatu peraturan desa,
antara BPD dan Pemerintah Desa adanya perbedaan pendapat yang menyebabkan susahnya mendapatkan kata sepakat. Walaupun perbedaan pendapat merupakan
hal yang sangat wajar dalam suatu musyawarah, tetapi dapat menyebabkan musyawarah yang diadakan memakan waktu yang lebih lama. Perbedaan
pendapat yang terjadi antara BPD dan Pemerintah Desa ini tidak sampai pada hal yang berujung fisik, hanya sebatas argumen yang perlu lebih didiskusikan dan
dimusyawarahkan lagi. Meskipun begitu koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa dalam
proses penyusunan dan penetapan peraturan desa secara keseluruhan sudah cukup baik dan tercapai. Ini dapat dilihat dari sudah adanya peraturan desa yang telah
ditetapkan oleh BPD dan Pemerintah Desa. Selain itu juga sudah terjalin komunikasi yang baik antara BPD dan Pemerintah Desa mengenai masukan-
masukan yang ingin dibuat perdesnya, dan antara BPD dan Pemerintah Desa masih saling menghargai satu sama lain ketika ada yang mengutarakan pendapat
ataupun saran dalam musyawarah yang diadakan, sehingga tidak terjadi konflik yang menyebabkan ketegangan antara BPD dan Pemerintah Desa Selotong dalam
penyusunan dan penetapan peraturan desa.
5.1.2 Koordinasi dalam Proses Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan peraturan desa.
Universitas Sumatera Utara
107 APBDes terdiri dari anggaran bagian penerimaan dan bagian pengeluaran desa
dalam satu tahun anggaran, mulai bulan januari sd desember. Sebelum APBDes ditetapkan, maka diadakan musyawarah terlebih dahulu
untuk membahas rancangan APBDes yang telah disusun sebelumnya. Dalam rapat tersebut turut hadir pihak dari Pemerintah Desa, BPD serta unsur masyarakat.
Kemudian Kepala Desa sebagai pimpinan dari pemerintahan desa memaparkan secara transparan anggaran yang diterima serta pembelanjaan dan pembiayaan
yang akan dikeluarkan oleh desa. BPD tidak ikut serta dalam menentukan nominal untuk masing-masing bidang, tetapi cukup mengetahui saja. Dari penelitian yang
telah dilakukan, diketahui bahwa kepala desa juga meminta tanggapan dari BPD mengenai nominal yang telah mereka tetapkan apakah sudah sesuai atau perlu ada
yang harus diperbaiki, tetapi sampai saat ini belum pernah ada BPD yang keberatan dengan nominal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Desa. Setelah
semua pihak terkait menyetujui dan menyepakati Rancangan APBDes tersebut berulah bisa ditetapkan dengan peraturan desa, tetapi sebelum itu Rancangan
APBDes tersebut harus diserahkan terlebih dahulu kepada Bupati untuk dimintai persetujuannya, jika selama kurun waktu 20 hari tidak ada tanggapan dari Bupati
maka peraturan desa mengenai APBDes tersebut dapat berlaku dengan sendirinya. Sejak Kepala Desa Bapak Misdi S.Ag menjabat tahun 2013, sudah ada 3 APBDes
yang telah ditetapkan oleh BPD dan Pemerintah Desa. Koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa dalam proses penyusunan
dan penetapan APBDes tidak hanya sekedar membahas dan menyetujui APBDes saja, tetapi juga sampai pada pelaksanaan APBDes tersebut. Pemerintah Desa
adalah pihak yang melaksanakan ABPDes dan BPD adalah pihak yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
108 monitoring terhadap pelaksanannya. Sehingga pada akhirnya tidak ditemukan
masalah-masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan keuangan desa. Koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa dalam proses penyusunan
dan penetapan APBDes dikatakan sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari pernyataan Kepala Desa dan BPD yang mengatakan bahwa koordinasi mereka
dalam proses penyusunan dan penetapan APBDes baik-baik saja dan tidak ada masalah. Meskipun begitu masih ditemukan juga kendala-kendala dalam proses
penetapan APBDes tersebut, yaitu berupa susahnya mendapatkan kata sepakat. Contohnya dalam menentukan anggaran mengenai pembangunan, semua wilayah
dusun ingin merasakan pembangunan sementara keuangan desa tidak mencukupi, sehingga jika musyawarah yang dilakukan tidak menuai kesepakatan maka solusi
dari keadaan ini adalah dengan mencari skala prioritas, wilayah mana yang mendesak memerlukan anggaran untuk dilakukannya pembangunan terlebih
dahulu. Susahnya mendapatkan kata sepakat disebabkan karena beragamnya
keinginan masyarakat mengenai pembangunan. BPD adalah wakil dari masyarakat yang menampung segala aspirasi masyarakat, sehingga dalam
mengambil keputusan terumata yang berkaitan dengan masyarakat BPD dan Pemerintah Desa harus benar-benar mempertimbangkan baik dan buruk setiap
kebijakan yang akan ditetapkan. Meskipun dalam proses penetapan APBDes susah mendapatkan kata
sepakat, tetapi hal tersebut masih bisa diselesaikan dengan adanya komunikasi yang baik antara BPD dan Pemerintah Desa serta unsur masyarakat sehingga tidak
menjadi masalah maupun konflik yang berkelanjutan untuk kedepannya.
Universitas Sumatera Utara
109
5.1.3 Koordinasi dalam Pelaksanaan Pengawasan terhadap Pemerintahan Desa