Relasi Agama dan Negara

19 rasional perlahan lahan telah menggantikan tradisi dan karisma sebagai prinsip dasar kontrol politik dalam kapitalisme Turner, 1991: 320.

2.2. Relasi Agama dan Negara

Diskursus tentang agama, politik dan Negara telah berlangsung cukup lama di negeri ini. Secara khusus dalam beberapa tahun terakhir ini, menjadi hangat dibicarakan, terutama berkaitan dengan fenomena agama dan politik yang membawa bendera agama, muncul kerusuhan kerusuhan sosial yang membongkar hubungan agama, politik dan Negara Mulkhan 2002: vi Menguatnya diskursus agama, politik dan Negara yang telah berlangsung cukup lama tersebut, setidaknya karena alasan bahwa ketiga entitas ini sama sama memiliki “pengikut” dan kepentingannya masing masing. Agama dianggap sebagai entitas yang memiliki nilai sacral, karena itu memang acapkali diagungkan, diunggulkan untuk menjadi semacam pembawa “petuah” sakti bagi para pengikutnya. Sakralisasi agama amat berperan dalam membangun sebuah masyarakat yang percaya pada dimensi transcendental, keilahian. Sementara itu, politik semacam kekuatan pemaksa yang sangat berpengaruh dalam aktivitas kenegaraan. Dengan politik orang dapat mengatur orang lain, karena dia memiliki kekuasaan kuasa. Sedangkan Negara dengan model dan caranya sendiri memiliki kekauatan yang cukup dasyat dalam mengatur masyarakatnya sebagai dasar legitimasi kekuasaan politik yang dimiliki. Pemaksaan peraturan dan kebijakan kepada rakyatnya secara politik dibenarkan, karena disanalah salah satu sumber utama legitimasi politik yang senantiasa harus dijaga. Universitas Sumatera Utara 20 Tiga entitas yang sama berkepentingan terhadap umatmasyarakatnya itu sering menjadi rebutan, sehingga tak jarang terjadi bentrokan-bentrokan kepentingan yang sama sama menyesatkan masyarakat. Masyarakat yang mestinya mendapat manfaat atas agama, malah acapkali “dikorbankan” atas nama agama demi interest atas politisi, sehingga memang seringkali sarat dengan muatan muatan politik. Agama tidak memberikan ruang pada publik untuk mendapatkan diri sebagai pihak yang memang seharusnya dilindungi dan diberdayakan. Pendek kata, agama oleh para politisi biasanya dibuat tak berdaya dan diperalat. Inilah yang kerapkali menjadi lahan paling subur terjadinya politisasi agama, bahkan agama kemudian diredusir hanya sebagai justifikasi politik sehingga agama tak lebih sebagai ideologi politik. Seperti telah disinggung diatas, Negara dengan segala kepentingannya terhadap warga Negara, melakukan pemaksaan pemaksaan dan itu disahkan oleh kebijakan politik yang berlangsung. Pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan oleh Negara bisa dibilang sebagai turning point bagaimana Negara menguasai warganya. Namun hal ini jarang disadari oleh sebagian besar warga Negara kita. Ini dikarenakan proses pendidikan politik bangsa ini memang telah lama berhenti. Dengan mengatasnamakan kepentingan publik, Negara tak jarang berlaku menindas dan mengeberi rakyatnya. Negara tidak lagi berperan sebagai pelayanan publik rakyat, namun menempatkan diri sebagai penguasa tunggal setelah agama. Dan politik sebagai alat atau sarana yang paling ampuh untuk itu. Sekarang kita secara khusus membicarakan pilihan-pilihan yang perlu dipikirkan secara serius dalam bernegara. Pilihan-pilihan ini didasarkan pada adanya Universitas Sumatera Utara 21 kecenderungan yang sama-sama kuatnya dalam menentukan model kontruksi sebuah Negara. Politisasi agama jelas tidak dikehendaki oleh mereka yang meyakini bahwa agama bukanlah sekedar alat legitimasi politik kekuasaan tertentu, karena itu mesti dihentikan. Namun tidak demikian buat merekayang memang memahami bahwa agama memang merupakan alat paling ampuh untuk menggalang kekuatan masyarakat, apapun maksud politis dibelakangnya. Dengan pertimbangan semacam itu, maka dalam kontruksi masyarakat yang pluralistic kiranya menjadi penting untuk dikemukakan bagaimana seharusnya negeri ini diusung dimasa depan. 2.3.Fungsi Agama Durkheim dalam Turner menyatakan bahwa agama bisa bertahan karena dia bisa memenuhi tuntutan fungsi-fungsi sosial tertentu yaitu, meneguhkan keyakinan bersama melalui praktek-praktek ritual. Kebenaran agama, dengan demikian adalah kebenaran sosiologis dan acuan dari simbol-simbol religius bukanlah Tuhan totemik, tapi dalam masyarakat itu sendiri. Jadi sebenarnya keyakinan para pengikut agama merupakan satu kekeliruan, karena obyek penyembahan dan peribadatan yang sebenarnya adalah kelompok sosial itu sendiri. Durkheim masih tertahan pada komitmen rasionalitas terhadap superioritas kriteria kebenaran ilmiah, karena dalam menjelaskan agama, Durkheim menyatakan bahwa keyakinan yang pasti merupakan reperentasi realitas empiris yang terdistorsi, dan pada saat ini realitas tersebut bisa dianalisis dengan sains empiris yaitu sosiologi Turner, 1991: 418. Universitas Sumatera Utara 22 Secara kultural, agama melayani kebutuhan-kebutuhan manusia untuk mencari kebenaran dan mengatasi serta menentukan berbagai hal buruk dalam kehidupannya Robertson,1993 :X. Manusia akan memberikan satu fungsi tertentu pada agama, fungsi-fungsi itu adalah: a. Fungsi Edukatif, dimana agama berfungsi dalam mengajar dan membingbing. Lain dari instansi instituisi profan agama dianggap sanggup memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan dalam hal-hal yang sacral tidak dapat salah. b. Fungsi Penyelamatan, yaitu agama sebai tempat mencapai cita-cita tertinggi yaitu jaminan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. c. Fungsi Pengawasan sosial social kontrol, agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila yang baik diberlakukan atas masyarakat manusia umum d. Fungsi Memupuk persaudaraan, melalui perdamaian agama dibumi yang didambakan persaudaraan dan perdamaian adalh suatu yang jelas. e. Fungsi Transformatif, agama dapat mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dalam bentuk kehidupan baru. Hal ini termasuk mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai nialai baru. Pembentukan agama Parmalim merupakan suatu kebutuhan dari para penganutnya, mereka percaya bahwa manusia tidak terlepas dari masalah masalah di kehidupannya. Maka melalui agama inilah para penganutnya menghadapi dan Universitas Sumatera Utara 23 menjalankan kenyataan hidup sesuai kehendak penciptanya. Agar masing-masing manusia bisa hidup rukun bersama Siahaan, 1995: 62.

2.4. Evolusi Agama

Dokumen yang terkait

Konstruksi Upacara Sipaha Lima Dalam Kepercayaan Parmalim ( Studi Deskriptif Mengenai kepercayaan Parmalim Di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, Kec. Laguboti, Kab. Toba Samosir )

10 105 131

Studi Deskriptif Dan Musikologis Gondang Sabangunan Dalam Upacara Mardebata Pada Masyarakat Parmalim Hutatinggi-Laguboti Di Desa Siregar Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir

3 39 117

Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleon Bolon Sipahalimaajaran Kepercayaan Parmalim (Studi Etnografi Komunikasi mengenai Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleon Bolon SipahalimaAjaran Kepercayaan Parmalim)

2 22 103

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARMALIM DI DESA HUTATINGGI KECAMATAN LAGUBOTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

0 11 69

PANDANGAN HIDUP PARMALIM DI DESA HUTATINGGI KECAMATAN LAGUBOTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR.

2 13 20

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 8

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 1

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 14

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 1 16

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

0 0 3