52 Mayoritas responden yang melakukan pengobatan sendiri tidak mengerti
istilah swamedikasi. Swamedikasi dapat didefinisikan juga sebagai penggunaan yang tepat dari obat over the counter OTC dengan kondisi yang mereka
perlukan, praktek yang membutuhkan tingkat pengetahuan dalam mengunakan obat tersebutPurwanti, dkk., 2004.
Hal lain yang kurang diketahui responden mengenai golongan obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Golongan obat yang dapat diterima tanpa
resep dokter juga memerlukan pengetahuan bahwa hanya obat-obat yang bertanda lingkaran hijau dan biru yang bisa digunakan dalam pengobatan Notoadmodjo,
2007 selain itu obat-obatan yang dapat diberikan tanpa resep dokter adalah obat golongan DOWA Daftar Obat Wajib Apotek tetapi penyerahannya harus
diserahkan oleh apoteker langsung dan dalam jumlah yang terbatas.
4.5 Rasionalitas Penggunaan Obat Dalam Swamedikasi
Berdasarkan hasil penilaian mengenai rasionalitas penggunaan obat, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yang melakukan swamedikasi di empat
apotek menggunakan obat secara rasional 78,9. Data lengkap dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Frekuensi Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi.
Kategori Frekuensi
Persentase Tidak rasional
74 21,1
Rasional 276
78,9 Total
350 100
Universitas Sumatera Utara
53 Berdasarkan hasil penilaian pada setiap kriteria rasionalitas, tidak
rasionalnya penggunaan obat paling banyak disebabkan oleh ketidaktepatan dosis yang diminum 10, ketidaktepatan pemilihan obat 2,9, adanya
kontraindikasi 4,9. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Harahap 2015 di kota peyabungan yang menyatakan ketidaktepatan penggunaan dosis
obat menyebabkan ketidakrasionalan pengobatan swamedikasi. Data selengkapnya pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Distribusi status penilaian untuk setiap kriteria rasional.
Kriteria Status
Frekuensi n
Persentase
Ketepatan pemilihan obat Tidak tepat
Tepat 10
340 2,9
97,1
Ketepatan dosis obat Tidak tepat
Tepat 35
315 10
90
Efek samping obat Tidak Rasional
Rasional 9
341 2,6
97,4
Kontraindikasi Ada
Tidak ada 17
333 4,9
95,1
Interaksi obat Ada
Tidak ada 7
343 2
98
Polifarmasi dengan indikasi sama
Ada Tidak ada
9 341
2,6 97,4
Ketidaktepatan dosis obatdalam penelitian ini meliputi dosis sekali pakai,
durasi pemakaian obat dan cara penggunaan obat. Hal ini dikarenakan responden merasa dosis obat kurang efektif dan lama menimbulkan kesembuhan sehingga
responden memilih menaikkan dosis. Kasus lain responden menggunakan antibiotik tidak sampai habis, hal ini dapat menimbulkan masalah obat tidak
Universitas Sumatera Utara
54 manjur, kepekaan berlebihan setelah digunakan secara lokal, resistensi bakteri
menjadi kebal dan tidak dapat dibunuh lagi dengan obat tersebut, terjadi infeksi lain sekunder Widodo, 2004.
Demikian juga cara penggunaan obat yang tidak tepat seperti antasida seharusnya diminum sebelum makan dan dikunyah terlebih dahulu. Cara
penggunaan obat yang baik dalam pengobatan rasional juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi sehingga dapat meningkatkan ataupun menurunkan
efek yang ditimbulkan. Oleh karena itu, cara pemakaian obat harus mempertimbangkan farmakokinetiknya, antara lain cara pemberian, besar dosis,
frekuensi pemberiandan lama pemberian, sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti oleh pasien dan paling aman, serta efektif Safrina,
2008. Pemilihan jenis obat adalah faktor penunjang dalam pengobatan rasional.
Pemilihan jenis obat harus memenuhi beberapa pertimbangan Pertama, kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara pasti. Kedua, risiko
pengobatan kecil untuk pasien dan seimbang dengan manfaat yang diperoleh. Ketiga, biaya obat paling sesuai untuk obat alternatif dengan manfaat yang sama
dan paling terjangkau oleh pasien. Keempat, jenis obat yang paling mudah didapati. Kelima, kemungkinan kombinasi obat paling sedikit Safrina, 2008.
Ketidaktepatan pemilihan obat dalam penelitian ini yaitu penggunaan obat tanpa indikasi seperti antibiotik untuk keluhan penyakit demam,menggunakan
parasetamol untuk keluhan penyakit flu, menggunakan efek samping dari CTM untuk keluhan sulit tidur. Perlu diingat bahwa obat juga memiliki efek yang tidak
diinginkan. Bentuk kesalahan misalnya seseorang sakit kepala, tapi yang diminum
Universitas Sumatera Utara
55 obat flu. Memang kebanyakan obat flu mengandung obat sakit kepala, tapi obat
flu juga mengandung obat-obat lainnya. Ibarat membunuh satu penjahat yang sebenarnya hanya perlu satu peluru, tetapi dilakukan dengan granat, penjahat itu
mati, tetapi kerusakan yang ditimbulkan juga lebih banyak Widodo, 2004. Ketepatan penilaian kondisi pasien akan sangat membantu dalam
pemilihan obat, terutama pertimbangan kontraindikasi seperti pada penggunaan obat AINS anti inflamasi non steroid yang digunakan pada penderita tukak
lambung, atau kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual dan kemungkinan adanya keadaan yang merupakan faktor pencetus
efek samping obat pada penderita. Penilaian kondisi pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena mempengaruhi efektifitas pengobatan Tjay
dan Raharja, 1993. Pemilihan obat bermerek yang digunakan bersamaan juga harus
memperhatikan kandungannya karena obat bermerek dapat mengandung lebih dari satu macam obat. Pada sebagian obat, pabrik obat diperbolehkan membuat
obat dengan merek masing-masing walaupun sebenarnya macam kandungan obat atau zat aktifnya sama atau hampir sama Widodo, 2004. Hal tersebut dapat
mengakibatkan polifarmasi jika tidak diperhatikan seperti penggunaan Panadol dengan Sanmol yang memiliki kandungan serupa yaitu Parasetamol 500 mg.
4.6 Pengaruh faktor-faktor sosiodemografi terhadap tingkat pengetahuan tentang swamedikasi.