Indonesia masih mengimpor minyak sawit CPO dan produk lainnya untuk memenuhi dan menjaga kebutuhan dalam negeri namun jumlahnya tidak
terlalu banyak. Impor minyak sawit biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi rush export dari Indonesia dan umumnya dalam bentuk olein
dari Malaysia Balitbang Pertanian, 2005. Pada Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa impor CPO selama enam tahun cenderung untuk menurun.
Tabel 2.3. Volume dan Nilai Impor Minyak Sawit Tahun 2002-2007 Tahun
Volume ton Nilai 000 US
2002 5.486
1.514 2003
39 24
2004 2.873
1.067 2005
19 14
2006 95
46 2007
7 11
Sumber: BPS Pusat, 2008.
2.2. Teori Perdagangan Internasional
Awal mula teori perdagangan dimulai oleh faham merkantilis. Berdasarkan Salvatore 1997, kaum merkantilis percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan mengorbankan negara lainnya. Selain itu suatu negara harus melakukan sebanyak mungkin
ekspor dan sesedikit mungkin impor untuk menjadi kaya dan kuat. Teori perdagangan selanjutnya dikemukakan oleh Adam Smith dengan
teori keunggulan absolut. Berdasarkan teori tersebut, perdagangan antara dua negara dapat saling menguntungkan dengan didasarkan pada keunggulan absolut.
Jika tiap negara melakukan spesialisasi pada produksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkan sebagian outputnya untuk memperoleh
output yang memiliki kerugian absolut, maka kedua negara tersebut akan dapat meengkonsumsi lebih banyak kedua komoditi.
Teori perdagangan internasional Adam Smith disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan komparatif. Teori keunggulan komparatif
menyatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lainnya dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak sepanjang proporsi kerugian absolut satu negara pada kedua komoditi tersebut tidak sama. Negara
yang kurang efisien harus berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang kerugian absolutnya lebih sedikit atau komoditi yang memiliki
keunggulan komparatif Salvatore, 1997. Teori perdagangan selanjutnya adalah teori Heckscher-Ohlin, yaitu teori
kelimpahan faktor. Teori tersebut menjelaskan bahwa perdagangan internasional berlangsung atas dasar keunggulan komparatif yang berbeda dari masing-masing
negara. Suatu negara akan melakukan spesialisai produksi dan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif
melimpah dan murah di negara itu. Dalam waktu bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara itu Salvatore, 1997. Proses perdagangan internasional antara dua negara tercipta apabila
terdapat perbedaan dalam permintaan dan penawaran suatu komoditas. Setelah terjadi perdagangan, kekuatan permintaan dan penawaran tersebut menentukan
harga relatif pada saat keseimbangan di masing-masing negara. Gambar 2.2
merupakan proses terciptanya harga relatif keseimbangan dengan adanya perdagangan dengan menggunakan kurva permintaan dan kurva penawaran,
melalui analisis keseimbangan parsial Salvatore, 1997. Pada analisis keseimbangan parsial tersebut diasumsikan tidak adanya biaya transportasi pada
proses perdagangan antara dua negara.
Sumber: Salvatore, 1997.
Gambar 2.2. Harga Komoditi Relatif Keseimbangan setelah Perdagangan Ditinjau dari Analisis Keseimbangan Parsial
Kurva D
x
dan kurva S
x
dalam panel A dan C masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di
negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X P
x
P
y
, atau dapat dikatakan sebagai jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka
memproduksi suatu unit tambahan komoditi X dan sumbu horisontalnya mengukur kuantitas komoditi X.
P
x
P
y
P
x
P
y
P
x
P
y
S
x
A
’
Impor E
’
B
’
P
3
S
D E
A
”
B A
E B
Ekspor
P
1
P
2
P
3
X A
Panel A Pasar di Negara 1
untuk Komoditi X Panel B
Hubungan Perdagangan Internasional dalam
Komoditi X Panel C
Pasar di Negara 2 untuk Komoditi X
S
x
D
x
X X
D
x
Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P
1
, kuantitas komoditi X yang ditawarkan QS
x
akan sama dengan kuantitas yang diminta QD
x
oleh konsumen di negara 1, sehingga negara 1 tidak akan mengekspor komoditas X sama sekali. Hal tersebut memunculkan titik A pada kurva S di
panel B yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1. Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P
2
, maka akan terjadi kelebihan penawaran QS
x
apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X QD
x
, dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas BE merupakan kuantitas komoditi X yang diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P
2
. BE sama dengan BE di panel B, dan disitulah terletak titik E yang berpotongan dengan kurva
penawaran ekspor komoditi X dari negara 1 Gambar 2.2. Panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P
3
, maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya, sehingga
negara 2 tidak akan mengadakan impor komoditi X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditi
X di negara 2 yang berada di Panel B. Panel C juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P
2
akan terjadi kelebihan permintaan sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh
negara 2 berdasarkan harga relatif P
2.
Lalu jumlah tersebut sams dengan BE pada panel B, yang menjadi kedudukan titik E Gambar 2.2.
Berdasarkan harga relatif P
2,
kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh
negara 2 yaitu B’E” dalam Panel C sama dengan kuantitas ekspor komoditi X
yang ditawarkan oleh negara 1 sebesar BE dalam Panel A. Hal tersebut
diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan di antara kedua negara lihat Panel B. Dengan demikian P
2
merupakan harga relatif ekulibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Pada Panel B dapat dilihat bahwa apabila P
x
P
y
lebih besar dari P
2
maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan akan melebihi tingkat permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi x tersebut
P
x
P
y
akan mengalami penurunan sehingga pada akhirnya akan sama dengan P
2
. Namun apabila P
x
P
y
lebih kecil dari P
2
, maka kuantitas komoditi X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan sehingga P
x
P
y
akan meningkat dan pada akhirnya akan sama dengan P
2.
2.3. Teori Penawaran Ekspor