Pengukuran Kinerja Sharpe, Treynor, dan Jensen

performance menggunakan tiga ukuran untuk mengukur kinerja yaitu ukuran kinerja Sharpe, Treynor, dan Jensen. 1. Pengukuran Kinerja Sharpe Pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh William Sharpe ini disebut juga dengan istilah Reward to Variability Ratio RVAR yang perhitungannya didasarkan pada konsep Capital Market Line CML. Nilai dari indeks Sharpe didapat dari nilai risk premium dibandingkan dengan standar deviasi . Risk premium merupakan selisih dari return portofolio dikurangi dengan return aset bebas risiko yang menggunakan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI, sedangkan standar deviasi merupakan nilai dari total risiko hasil jumlah dari risiko sistematik risiko pasar dan risiko unsistematik risiko unik. Semakin tinggi nilai indeks Sharpe maka reksa dana tersebut memiliki kinerja yang semakin baik. Gambar 4. Diagram Capital Market Line CML Selanjutnya untuk mengetahui apakah kinerja reksa dana dapat lebih baik outperform atau lebih buruk underperform terhadap pasarnya sebagai benchmark maka nilai Sharpe reksa dana dapat dibandingkan dengan nilai Sharpe pasarnya. Indeks Sharpe dihitung dengan formula sebagai berikut Manurung, 2000: ………...……....……...................……6 CML Standar Deviasi Return yang diharapkan Return Bebas Risiko dimana: = indeks kinerja Sharpe, = return portofolio atau tingkat pengembalian pasar, = return bebas risiko tingkat bunga bebas risiko, = total risiko yang hasil jumlah dari risiko sistematik risiko unsistemat unsistematik. 2. Pengukuran Kinerja Treynor Pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Jack Treynor ini disebut juga dengan istilah Reward to Volatility Ratio RVOR. Berbeda dengan indeks Sharpe yang menggunakan Capital Market Line CML, pada pengukuran dengan metode Treynor, yang digunakan adalah Security Market Line SML dimana diasumsikan bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan hanya risiko sistematik pasar. Gambar 5. Diagram Secutiry Market Line CML Bila Pada pengukuran indeks Sharpe yang menjadi faktor pembagi adalah standar deviasi yang merupakan total risiko, maka pada indeks Treynor yang digunakan adalah Beta portofolio yang merupakan risiko pasar dari portofolio atau juga disebut risiko sistematik pasar. Indeks Treynor dihitung dengan formula sebagai berikut Manurung, 2000: ………...…….………...…….......................……7 dimana: SML Beta Risiko Return yang diharapkan Return Bebas Risiko = indeks kinerja Treynor, = return portofolio, = return bebas risiko tingkat bunga bebas risiko, = risiko sistematik portofolio Beta. Sama halnya dengan pengukuran Sharpe, semakin tinggi nilai indeks pada pengukuran Treynor menunjukan semakin baiknya kinerja dari reksa dana tersebut. Sedangkan untuk membandingkan dengan kinerja reksa dana terhadap kinerja pasar, nilai indeks Treynor reksa dana juga dibandingkan dengan nilai Treynor pasarnya. Pengukuran kinerja secara Sharpe dan Treynor merupakan komplemen yang saling melengkapi satu dengan lainnya, namun memberikan informasi yang berbeda. Pada portofolio yang tidak terdiversifikasi Treynor akan mendapat peringkat yang tinggi, namun peringkatnya lebih rendah dalam pengukuran Sharpe. Pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik akan mendapat peringkat yang sama untuk kedua jenis pengukuran Gunawan, 2010. 3. Pengukuran Kinerja Jensen Pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Michael Jensen ini umumnya disebut juga dengan Indeks kinerja Jensen Alpha α yang didasarkan pada Capital Asset Pricing Model CAPM. Model pengukuran kinerja Jensen bertujuan untuk mengukur perbedaan risiko premium portofolio portfolio risk premium dari risiko premium pasar market risk premium pada tingkat beta portofolio tertentu. Pengukuran ini untuk menilai apakah manajer investasi dalam mengelola portofolio reksa dana dapat memberikan tingkat pengembalian diatas kinerja pasar sesuai dengan risiko yang dimilikinya risk adjusted. Jadi menurut CAPM, aset yang lebih berisiko riskier asset akan memiliki tingkat pengembalian yang diharapkan expected return yang lebih tinggi dibanding aset yang memiliki risiko lebih rendah less-riskier asset. Jika sebuah aset memiliki return yang lebih tinggi dari risk adjusted return atau tingkat pengembalian pada tingkat beta portofolio tertentu yang digambarkan sesuai dengan tingkat return pada Security Market Line SML, maka aset tersebut dapat disebut memiliki nilai alpha α positif. Semakin tinggi nilai alpha α positif menunjukkan kinerja portofolio yang semakin baik. Pengukuran Jensen dirumuskan sebagai berikut Manurung, 2000: …...…….………...….......……8 dimana: = indeks kinerja Jensen Alpha, = return portofolio atau tingkat pengembalian portofolio, = return bebas risiko tingkat bunga bebas risiko, = return pasar atau tingkat pengembalian pasar, = risiko pasar dari portofolio atau risiko sistematik portofolio Beta.

2.3.2 Stock Selection dan Market Timing

Konsep kinerja portofolio dibagi menjadi dua dimensi, yaitu 1 kemampuan manajer portofolio atau analisis sekuritas untuk meningkatkan return portofolio melalui prediksi yang tepat tentang harga sekuritas di masa yang akan datang, 2 kemampuan manajer portofolio untuk meminimalkan risiko melalui diversifikasi yang efisien yang muncul dari kepemilikan portoflio Jensen, 1968. Kemampuan manajer investasi dalam memilih saham-saham yang tepat dalam suatu portofolio disebut dengan stock selection skill. Dengan melakukan pemilihan terhadap saham-saham yang dianggap paling potensial dan diharapkan dapat memberikan return yang optimal di masa depan dengan menekan tingkat risiko sejalan dengan terdiversifikasinya saham-saham didalam portofolio. Sedangkan market timing ability adalah kemampuan manajer investasi dalam memutuskan untuk membeli atau menjual suatu saham berdasarkan perkiraan arah pasar di masa depan. Kesuksesan market timing dari sebuah portofolio memiliki hubungan dengan beta yang memiliki nilai tinggi pada saat pasar naik dan memiliki hubungan dengan beta yang memiliki nilai rendah pada saat pasar mengalami penurunan. Dengan kata lain ketika pasar sedang naik maka manajer investasi akan merubah komponen portofolionya dengan beta yang memiliki nilai tinggi 1 tetapi ketika pasar sedang mengalami penurunan maka manajer investasi akan merubah komponen portofolio dalam reksa dana dengan beta yang memiliki nilai yang rendah 1 Sharpe, 1998. Untuk mengukur stock selection skill dan market timing dapat digunakan model Treynor-Mazuy sebagai berikut: Menurut Treynor dan Mazuy 1966 bahwa ketika nilai α atau alpha positif berarti menunjukan adanya kemampuan selectivity dan ketika nilai positif berarti menunjukan adanya kemampuan market timing, maka hal ini mengindikasikan bahwa manajer investasi menghasilkan excess return portfolio reksa dana yang lebih besar dibandingkan dengan excess return market. Metode dalam pengukuran model Treynor-Mazuy 1996 diformulasikan sebagai berikut: ………………9 dimana : = Return reksa dana pada periode t = Return bebas risiko pada periode t = Return pasar pada periode t = Intercept yang merupakan indikasi stock selection dari manajer investasi = Koefisien regresi excess market return atau slope waktu pasar turun bearish = Koefesien regresi yang merupakan indikasi kemampuan market timing dari manajer investasi = Random error.

2.4. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengukuran kinerja portofolio maupun reksa dana yang dijadikan bahan referensi adalah sebagai berikut: 1. Gumilang dan Subiyantoro 2008 dengan judul Reksadana Pendapatan Tetap di Indonesia: Analisis Market Timing dan Stock Selection