Pembagian tersebut dinamakan pembagian bersisa. Hasil
pembagian bersisa kita tuliskan sebagai berikut: 20 : 6 = 3 sisa 2
2.1.7 Pembelajaran Matematika
Bruner Ruseffendi, 1991 mengatakan dalam metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan
sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Menemukan, di sini yang terutama adalah „menemukan lagi‟ discovery, atau dapat juga menemukan yang
sama sekali baru invation. Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam
pembelajaran ini, guru harus lebih banyak berperan sebagai pemimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Heruman 2007: 5 menyatakan selain belajar penemuan dan belajar bermakna, pada pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar secara
“konstruktivisme” Piaget. Dalam konstruktivisme, konstruksi pengetahuan dilakukan sendiri oleh siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan
menciptakan iklim yang kondusif. Susanto 2013: 186-187 menyatakan bahwa pembelajaran matematika
adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan
bepikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi matematika. Proses belajar pada matematika mengandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Kegiatan kolaborasi berupa interaksi antar siswa
dengan guru, antar siswa dengan siswa, dan antar siswa dengan lingkungan di saat pembelajaran matematika sedang berlangsung.
Dari hasil definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses belajar siswa dalam memahami konsep matematika
dengan cara menemukan pengetahuan baru, sehingga konsep tersebut sebagai kunci untuk memecahkan masalah. Pembelajaran matematika harus menuntut
siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan daya nalar yang tinggi.
2.1.8 Pendekatan Kontekstual