Patogenesis Komplikasi Demam Tifoid

10

4. Patogenesis

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi Hatta et al., 2011. Jumlah kuman yang dapat menginfeksi tubuh manusia bervariasi yaitu antara 1000 sampai 1 juta kuman Kaur and Jain, 2012. Kemudian kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis dan selanjutnya berkembang biak Nelwan, 2012. Bila respon humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman akan berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat bertahan hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke p eyer’s patch ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus toraksikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk dalam sirkulasi darah mengakibatkan bekterimia pertama yang asimtomatik Kaur and Jain, 2012. Kuman dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang Rahman et al., 2010. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia yang kedua kalinya, sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia kedua menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen Nelwan, 2012. 11

5. Komplikasi

Menurut Guntur 2006, komplikasi yang sering terjadi pada penderita demam tifoid adalah sebagai berikut. a. Tifoid toksin demam tifoid ensefalopati Tifoid toksin adalah demam tifoid berat dengan gejala utama gangguan atau penurunan kesadaran secara akut. b. Syok septik Demam tifoid berat yang sering bersamaan atau akibat komplikasi demam tifoid yang serius. Ditandai dengan gejala-gejala sepsis berat dan kegagalan vaskular. c. Perdarahan dan perforasi usus Perdarahan dan perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelah itu. Perforasi terjadi pada bagian distal ileum. Perdarahan intestinal dengan gejala klinis hematoscezia makroskopis atau dengan test pendarahan tersembunyi occult blood test. Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut dan petanda peritonitis. Suhu tubuh biasanya menurun tiba-tiba dengan peningkatan frekuensi nadi. Pemeriksaan perforasi intestinal ini ditunjang dengan foto polos abdomen 3 posisi. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritonium sehingga didapatkan pekak hati menghilang pada pemeriksaan fisik. Pada foto perut dalam posisi tegak terdapat udara diantara hati dan diafragma. 12 d. Peritonitis Biasanya menyertai perforasi terapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri nyeri perut yang hebat, dinding perut tegang dan nyeri pada tekanan. e. Hepatitis tifosa Ditemukan ikterus hepatomegali dan nyeri pada perabaan. Terdapat kelainan uji fungsi hati. Komplikasi seperti osteomielitis, arthritis, dan peradangan organ lainnya juga dapat ditemukan. Ensefalopati tifoid kadangkala ditemukan dan memerlukan penanganan khusus. f. Pneumonia Dapat disebabkan oleh basil salmonelia atau koinfeksi dengan mikroba lain yang sering menyerang paru. Didapatkan gejala-gejala klinis pneumonia dan ditunjang dengan pemeriksaan foto polos toraks. g. Pankreatitits tifosa Pada pemeriksaan klinis didapat nyeri perut hebat, mual dan muntah.

6. Manifestasi Klinis

Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Anak Di Instalasi Rawat Inap Rsau Adi Soemarmo.

1 4 12

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

1 28 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

0 1 11

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul.

0 1 50

Evaluasi peresepan antibiotika pada pasien diare dengan metode gyssens di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode April 2015.

0 4 213

Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode gyssens pada pasien leptospirosis di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari-Mei 2015.

1 10 242

Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode gyssens pada pasien infeksi sepsis neonatal periode Maret-April 2015 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

0 7 188

Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

1 6 117

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul

0 0 48

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien demam tifoid kelompok pediatrik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2010 - USD Repository

0 3 153