Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode gyssens pada pasien infeksi sepsis neonatal periode Maret-April 2015 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

(1)

PADA PASIEN INFEKSI SEPSIS NEONATAL PERIODE MARET-APRIL 2015 DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA Paulina Nugraheni Ageng Prihanti

128114034

INTISARI

Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatal masih menjadi masalah besar di negara berkembang seperti Indonesia. Terapi utama sepsis neonatal yaitu menggunakan antibiotika. Peningkatan angka kejadian sepsis neonatal akan meningkatkan kebutuhan peresepan antibiotika. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui evaluasi peresepan antibiotika pada pasien infeksi sepsis neonatal periode Maret-April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan rancangan penelitian case series menggunakan data retrospektif. Metode evaluasi menggunakan metode Gyssens, yaitu suatu diagram alir yang memuat kategori-kategori untuk menentukan ketepatan peresepan antibiotika.

Hasil analisis 31 kasus didapatkan bahwa sepsis neonatal lebih tinggi terjadi pada neonatus laki-laki (58%), bayi berat lahir cukup (55%), riwayat usia kehamilan cukup bulan (65%), riwayat persalinan normal (61%), dan keadaan sewaktu pulang sembuh (97%). Jenis sepsis yang paling banyak terjadi adalah sepsis awitan diri (93%). Jenis antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah ampisillin dan gentamisin, masing-masing 34%. Lima peresepan antibiotika termasuk kategori 0 yang berarti tepat menurut kriteria Gyssens, 10 kategori IIa, 12 kategori IIIa, 15 kategori IIIb dan 6 peresepan kategori IVa. Adanya ketidaktepatan peresepan antibiotika ini diperlukan pengawasan untuk meningkatkan ketepatan peresepan antibiotika.


(2)

Neonatal sepsis is a clinical syndrome of systemic disease caused by infection occurring in the first month of life. Neonatal sepsis still becomes a big problem in developing country such as Indonesia. Main therapy of neonatal sepsis is using antibiotics. The increasing of the events number of neonatal sepsis will increase needs of the antibiotic prescriptions. The purpose of this study was to evaluate the accuracy of the antibiotic prescriptions to the neonatal sepsis patient during March to April 2015 period at Panembahan Senopati hospital.

This research type was observational descriptive with case series research design by using retrospective data. Evaluation method used Gyssens method. It was a flowchart which contained categories to determine antibiotic prescription accuracy.

The analysis result of 31 cases indicated that neonatal sepsis occurred in male neonates (58%), sufficient weight born babies (55%), sufficient pregnant age history (65%), early onset sepsis (93%), normal childbirth history (61%) and recovered return condition (100%). The most prescribed antibiotics is ampicillin-gentamicin (34%). This research found 5 antibiotics prescription included in category-0 that indicated accurate according to Gyssens criteria, 10 category-IIa, 12 category-IIIa, 15 category-IIIb, and 6 category-IVa. This miss accuracy of the antibiotic prescription needs controlling to improve the antibiotic prescription accuracy.


(3)

EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN INFEKSI SEPSIS NEONATAL PERIODE MARET-APRIL 2015 DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Paulina Nugraheni Ageng Prihanti NIM: 128114034

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN INFEKSI SEPSIS NEONATAL PERIODE MARET-APRIL 2015 DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Paulina Nugraheni Ageng Prihanti NIM: 128114034

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Kasih sebagai sumber kehidupan, pengharapan dan kekuatanku

Bapak dan ibuku tercinta, sebagai ungkapan rasa homat dan baktiku Simbah putri, Adik dan keluarga tercinta

Semua orang yang berada disekitarku, yang ku sayangi Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma


(8)

(9)

vi


(10)

vii PRAKATA

Suatu titik dalam perjalanan perkuliahan di Universitas Sanata Dharma telah terlampaui. Proses dengan berbagai perjuangan dan pengorbanan. Berbagai pelajaran, ilmu, dan pengetahuan yang sudah didapatkan oleh penulis tercurah dalam penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Peresepan Antibiotika dengan Metode Gyssens Pada Pasien Infeksi Sepsis Neonatal Periode Maret-April 2015 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta”. Semua keberhasilan dan pencapaian dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari peran serta pihak-pihak yang senantiasa memberikan bantuan, arahan, bimbingan, dukungan, serta semangat kepada penulis. Oleh karena itu, ucapan terima kasih ingin penulis haturkan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan, karunia, dan rahmat yang telah diberikan dengan cuma-cuma, serta terkabulnya doa-doa penulis dalam keluh kesah dan kebimbangan.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing I atas kesabaran dalam penyediaan bimbingan, dukungan, waktu, semangat, saran, dan arahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Witri Susila Astuti, S.Si., Apt. selaku Apoteker RSUD Panembahan Senopati dan pembimbing II atas bantuan, waktu, bimbingan, kesabaran, saran dan arahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.


(11)

(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……… PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I PENGANTAR...

A. Latar Belakang... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... 1. Tujuan Umum... 2. Tujuan Khusus... D. Manfaat Penelitian... 1. Manfaat Teoritis...

i ii iii iv v vi vii ix xiii xiv xv xvii xviii 1 1 3 3 3 4 4 4


(13)

x

2. Manfaat Praktis... E. Keaslian Penelitian... BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

A. Sepsis Neonatal... 1. Definisi, Gejala dan Tanda... 2. Jenis Sepsis Neonatal... 3. Kuman Penyebab……... 4. Patofisiologi dan Patogenesis... 5. Faktor Risiko... B. Antibiotika... 1. Definisi Antibiotika... 2. Penggolongan Antibiotika... 3. Prinsip Penggunaan Antibiotika... C. Terapi Antibiotika untuk Sepsis Neonatal... D. Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode Gyssens... E. Keterangan Empiris... BAB III METODE PENELITIAN... A. Jenis dan Rancangan Penelitian... B. Variabel Penelitian... C. Definisi Operasional... D. Bahan Penelitian... E. Lokasi dan Waktu Penelitian... F. Instrumen Penelitian...

4 4 7 7 7 8 9 10 12 12 12 12 14 16 20 22 23 23 23 24 25 26 26


(14)

xi

G. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data ... H. Keterbatasan Penelitian... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Profil Pasien...

1. Jenis Kelamin Pasien…... 2. Berat Badan Pasien... 3. Jenis Sepsis Neonatal... 4. Riwayat Usia Kehamilan…... 5. Riwayat Persalinan………... 6. Keadaan Pasien Sewaktu Pulang... B. Profil Peresepan Antibiotik………...

1. Golongan dan Jenis Antibiotika…... 2. Rute Pemberian Antibiotika…... 3. Durasi Penggunaan Antibiotika... C. Evaluasi Peresepan Antibiotika dengan Metode Gyssens... 1. Kategori VI... 2. Kategori V... 3. Kategori IVa... 4. Kategori IVb... 5. Kategori IVc... 6. Kategori IVd... 7. Kategori IIIa... 8. Kategori IIIb...

27 32 34 34 35 35 36 37 37 37 38 38 39 40 41 44 45 45 46 46 46 47 49


(15)

xii

9. Kategori IIa... 10.Kategori IIb... 11.Kategori IIc... 12.Kategori I ………... 13.Kategori 0... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... BIOGRAFI PENULIS...

50 51 51 52 52 54 54 55 56 59 167


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Dosis Antibiotika untuk Terapi Sepsis Neonatal Menurut IDAI (2009) ... 18 Tabel II. Dosis dan Rute Pemberian Antibiotika (BNFC, 2012)... 20 Tabel III. Kategori Penilaian Penggunaan Antibiotika (Gyssens & Meers,

2001)... 21 Tabel IV. Profil Pasien Infeksi Sepsis Neonatal di RSUD Panembahan

Senopati Bantul Yogyakarta periode Maret-April 2015………... 34 Tabel V. Profil Golongan dan Jenis Antibiotika Pada Pasien Sepsis

Neonatal Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Maret-April 2015………... 38 Tabel VI. Distribusi Durasi Penggunaan Tiap Jenis Antibiotika pada Pasien

Sepsis Neonatal Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Maret-April 2015……….. 41 Tabel VII. Distribusi Hasil Evaluasi Tiap Peresepan Antibiotika Kombinasi

dan Antibiotika Tunggal Berdasarkan Metode Gyssens di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Maret-April 2015………...…... 43


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Menejemen Sepsis Neonatal Menurut SPO RSUD Panembahan Senopati tahun 2014... 19 Gambar 2. Diagram Alir Penilaian Kualitatif Antibiotika (Gyssens &

Meers 2001) ... 22 Gambar 3. Skema Pemilihan Bahan Penelitian di RSUD Panembahan

Senopati Bantul Periode Maret-April 2015... 26 Gambar 4. Distribusi Durasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Sepsis

Neonatal Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Maret-April 2015…... 40 Gambar 5. Distribusi Ketepatan Peresepan Antibiotika Berdasarkan

Kategori Gyssens di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Maret-April 2015... 42


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Form pengambilan data penelitian……….……….……….. Lampiran 2. Surat keterangan permohonan ijin penelitian………... Lampiran 3. Surat keterangan permohonan ijin penelitian………... Lampiran 4. Surat ijin penelitian………... Lampiran 5. Rekam Medis Kasus 1……….. Lampiran 6. Rekam Medis Kasus 2……….. Lampiran 7. Rekam Medis Kasus 3……….. Lampiran 8. Rekam Medis Kasus 4……….. Lampiran 9. Rekam Medis Kasus 5……….. Lampiran 10. Rekam Medis Kasus 6..……….. Lampiran 11. Rekam Medis Kasus 7..……….. Lampiran 12. Rekam Medis Kasus 8..……….. Lampiran 13. Rekam Medis Kasus 9..……….. Lampiran 14. Rekam Medis Kasus 10……….. Lampiran 15. Rekam Medis Kasus 11……….. Lampiran 16. Rekam Medis Kasus 12……….. Lampiran 17. Rekam Medis Kasus 13……….. Lampiran 18. Rekam Medis Kasus 14……….. Lampiran 19. Rekam Medis Kasus 15……….. Lampiran 20. Rekam Medis Kasus 16……….. Lampiran 21. Rekam Medis Kasus 17………..

60 61 62 63 64 66 70 74 77 79 82 87 90 93 96 99 102 107 110 113 115


(19)

xvi

Lampiran 22. Rekam Medis Kasus 18……….. Lampiran 23. Rekam Medis Kasus 19……….. Lampiran 24. Rekam Medis Kasus 20……….. Lampiran 25. Rekam Medis Kasus 21……….. Lampiran 26. Rekam Medis Kasus 22……….. Lampiran 27. Rekam Medis Kasus 23……….. Lampiran 28. Rekam Medis Kasus 24……….. Lampiran 29. Rekam Medis Kasus 25……….. Lampiran 30. Rekam Medis Kasus 26……….. Lampiran 31. Rekam Medis Kasus 27……….. Lampiran 32. Rekam Medis Kasus 28……….. Lampiran 33. Rekam Medis Kasus 29……….. Lampiran 34. Rekam Medis Kasus 30……….. Lampiran 35. Rekam Medis Kasus 31………..

119 123 127 130 133 136 141 143 147 150 154 156 160 162


(20)

xvii INTISARI

Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatal masih menjadi masalah besar di negara berkembang seperti Indonesia. Terapi utama sepsis neonatal yaitu menggunakan antibiotika. Peningkatan angka kejadian sepsis neonatal akan meningkatkan kebutuhan peresepan antibiotika. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui evaluasi peresepan antibiotika pada pasien infeksi sepsis neonatal periode Maret-April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan rancangan penelitian case series menggunakan data retrospektif. Metode evaluasi menggunakan metode Gyssens, yaitu suatu diagram alir yang memuat kategori-kategori untuk menentukan ketepatan peresepan antibiotika.

Hasil analisis 31 kasus didapatkan bahwa sepsis neonatal lebih tinggi terjadi pada neonatus laki-laki (58%), bayi berat lahir cukup (55%), riwayat usia kehamilan cukup bulan (65%), riwayat persalinan normal (61%), dan keadaan sewaktu pulang sembuh (97%). Jenis sepsis yang paling banyak terjadi adalah sepsis awitan diri (93%). Jenis antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah ampisillin dan gentamisin, masing-masing 34%. Lima peresepan antibiotika termasuk kategori 0 yang berarti tepat menurut kriteria Gyssens, 10 kategori IIa, 12 kategori IIIa, 15 kategori IIIb dan 6 peresepan kategori IVa. Adanya ketidaktepatan peresepan antibiotika ini diperlukan pengawasan untuk meningkatkan ketepatan peresepan antibiotika.


(21)

xviii ABSTRACT

Neonatal sepsis is a clinical syndrome of systemic disease caused by infection occurring in the first month of life. Neonatal sepsis still becomes a big problem in developing country such as Indonesia. Main therapy of neonatal sepsis is using antibiotics. The increasing of the events number of neonatal sepsis will increase needs of the antibiotic prescriptions. The purpose of this study was to evaluate the accuracy of the antibiotic prescriptions to the neonatal sepsis patient during March to April 2015 period at Panembahan Senopati hospital.

This research type was observational descriptive with case series research design by using retrospective data. Evaluation method used Gyssens method. It was a flowchart which contained categories to determine antibiotic prescription accuracy.

The analysis result of 31 cases indicated that neonatal sepsis occurred in male neonates (58%), sufficient weight born babies (55%), sufficient pregnant age history (65%), early onset sepsis (93%), normal childbirth history (61%) and recovered return condition (100%). The most prescribed antibiotics is ampicillin-gentamicin (34%). This research found 5 antibiotics prescription included in category-0 that indicated accurate according to Gyssens criteria, 10 category-IIa, 12 category-IIIa, 15 category-IIIb, and 6 category-IVa. This miss accuracy of the antibiotic prescription needs controlling to improve the antibiotic prescription accuracy.


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan (IDAI, 2009). Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada neonatus (IDAI, 2009). Sepsis neonatal ditandai dengan adanya mikroba dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau urin yang sering terjadi pada bayi berisiko seperti bayi kurang bulan, bayi berat lahir rendah, bayi dengan sindrom gangguan nafas, atau bayi yang lahir dari ibu yang berisiko (Aminullah, 2008).

Angka kejadian sepsis neonatal masih cukup tinggi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Hal ini didukung dengan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menyatakan bahwa penyebab kematian neonatus usia 0-6 hari di Indonesia adalah sepsis sebesar 12 %, sedangkan penyebab kematian neonatus usia 7-28 hari adalah sepsis dengan persentase 20,5 %. Menurut data dari Dinkes Provinsi DIY, jumlah kematian neonatal di DIY yang disebabkan oleh infeksi sepsis neonatal pada tahun 2011 sebanyak 10 bayi meninggal. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2014, menyebutkan bahwa sepsis neonatal termasuk dalam 10 besar penyakit di RSUD Panembahan Senopati selama tahun 2013, yaitu 416 kasus. Menurut data dari RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2014 terjadi sepsis neonatal sebanyak 417 kasus.


(23)

Secara umum, terapi penanganan sepsis neonatal menggunakan antibiotika, namun penggunaan antibiotika masih banyak yang kurang tepat dan tidak optimal. Berdasarkan hasil penelitian AMRIN (Antimicrobial Resistance in Indonesia) yang dilakukan di dua rumah sakit pendidikan di Indonesia peresepan antibiotika yang tepat sebesar 21% dari total peresepan (Hadi, Lestari, Nagelkerke, Keuter, Huis, 2008). Masih tingginya ketidaktepatan penggunaan antibiotika tersebut membuat peneliti ingin mengevaluasi ketepatanan peresepan antibiotika di RSUD Panembahan Senopati pada kasus sepsis neonatal. Peresepan antibiotika yang tidak tepat dapat menyebabkan berbagai kerugian antara lain semakin tingginya resistensi bakteri, pemborosan biaya, dan kemungkinan efek toksik bagi pasien.

Pada penelitian ini digunakan metode Gyssens untuk menilai secara kualitatif mengenai peresepan antibiotika pada pasien sepsis neonatal di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Parameter yang dinilai dari metode Gyssens antara lain ketepatan indikasi, pemilihan antibiotika berdasarkan efektivitas, toksisitas, spektrum, harga, durasi pengobatan, ketepatan dosis, interval dan rute pemberian, serta waktu pemberian (Sivanandan, 2011).

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati yang terletak di Kecamatan Trirenggo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan memilih lokasi penelitian di rumah sakit ini adalah bahwa berdasarkan informasi dari RSUD Panembahan Senopati, sepsis neonatal masuk dalam 10 besar penyakit. Penelitian mengenai evaluasi peresepan antibiotika masih dibutuhkan di rumah sakit ini, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai evaluasi peresepan antibiotika pada pasien sepsis neonatal


(24)

dengan metode Gyssens. Selain itu, alasan pemilihan lokasi penelitian di rumah sakit tersebut karena pengurusan perijinan yang jelas dan mudah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan peresepan antibiotika pada infeksi sepsis neonatal di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ketepatan peresepan antibiotika di rumah sakit tersebut, khususnya pada pasien sepsis neonatal.

B. Rumusan Masalah

1. Seperti apakah profil pasien infeksi sepsis neonatal rawat inap periode Maret-April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta?

2. Seperti apakah profil peresepan antibiotika pada pasien infeksi sepsis neonatal rawat inap periode Maret-April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta?

3. Seperti apakah ketepatan peresepan antibiotika pada pasien infeksi sepsis neonatal rawat inap periode Maret-April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang dievaluasi menggunakan Metode Gyssens?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui evaluasi peresepan antibiotika dengan metode Gyssens pada pasien infeksi sepsis neonatal periode Maret-April 2015 di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.


(25)

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan profil pasien infeksi sepsis neonatal rawat inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

b. Mendeskripsikan profil peresepan antibiotika pada pasien infeksi sepsis neonatal rawat inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta c. Mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika pada pasien infeksi sepsis

neonatal rawat inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang dievaluasi menggunakan Metode Gyssens

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Mendapatkan informasi ketepatan peresepan antibiotika yang dievaluasi berdasarkan kriteria Gyssens. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti selanjutnya mengenai evaluasi kualitatif peresepan antibiotika yang dikaji dengan kriteria Gyssens.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan ketepatan peresepan antibiotik dari segi kualitas di rumah sakit yang bersangkutan.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi penggunaan antibiotika yang pernah dilakukan antara lain:


(26)

1. Penelitian dengan judul “Evaluasi pemberian antibiotik untuk mencegah kejadian sepsis neonatorum klinis dini pada neonatus dengan potensial terinfeksi di RS. Dr. Sardjito,Yogyakarta” yang dilakukan oleh Darmawati (2001) di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dengan jenis penelitian kohort retrospektif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian antibiotika profilaksis pada bayi baru lahir dengan potensial terinfeksi sepsis neonatorum klinis dini tidak ada perbedaan bermakna dibandingkan dengan tanpa pemberian antibiotika profilaksis. Perbedaan dari penelitian tersebut adalah lokasi penelitian yang dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2000, penelitian tersebut menilai mengenai antibiotika profilaksis yang digunakan sedangkan penelitian ini mengevaluasi mengenai antibiotika terapi yang digunakan untuk sepsis neonatal. Penelitian tersebut menggunakan rancangan penelitian Cohort retrospektif, sedangkan penelitian ini dengan rancangan case series.

2. Penelitian dengan judul “Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotik dengan Metode Gyssens di Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Secara Prospektif” yang dilakukan oleh Pamela (2011). Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah lokasi penelitian yang dilaksanakan di RSCM Jakarta pada tahun 2011, dan jenis penelitian yaitu secara prospektif dengan disertai intervensi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan penggunaan antibiotika yang rasional sebesar 60,4% dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional sebesar 39,6%. Berdasarkan hasil penelitian


(27)

diketahui intervensi apoteker dapat meningkatkan kualitas penggunaan antibiotika.

3. Penelitian dengan judul “Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli 2013” yang dilakukan oleh Prabawa (2014). Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah lokasi penelitian yaitu di Rumah Sakit Umum Panti Nugroho Yogyakarta yang dilaksanakan pada tahun 2013, dan perbedaan objek penelitian dimana dalam penelitian ini dilaksanakan pada pasien infeksi (secara umum) pada pediatrik rawat inap. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa peresepan antibiotika yang rasional sebesar 52%.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, studi literatur ketepatan peresepan antibiotika pada infeksi sepsis neonatal di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dengan metode Gyssens belum pernah dilakukan.


(28)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sepsis Neonatal 1. Definisi, Gejala dan Tanda

Sepsis neonatal adalah sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan (IDAI, 2009). Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada neonatus (IDAI, 2009). Sepsis neonatal dibagi menjadi 2 yaitu sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat. Tanda gejala sepsis awitan dini ditemukan dibawah umur 3 hari dan infeksi terjadi secara vertikal karena infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kehamilan. Sepsis awitan lambat disebabkan oleh kuman yang berasal dari lingkungan yang muncul setelah 3 hari kelahiran. Infeksi semacam ini disebut infeksi horizontal dan termasuk infeksi karena kuman nosokomial (Aminullah, 2008). Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan nafas, penyakit metabolik, hematologik, susunan saraf pusat, penyakit jantung, dan proses infeksi lainnya (Pusponegoro, 2000). Menurut SPO RS (2014) penegakan diagnosis sepsis neonatal didasarkan pada terdapatnya lebih dari satu gejala/ tanda paling tidak dari 4 kelompok gejala sebagai berikut:

a. Gejala umum, seperti bayi tampak sakit, tidak mau minum, kenaikan atau penurunan suhu tubuh, sklerema/skleredema.


(29)

c. Gejala saluran pernapasan, seperti dyspnea, takipnea, sianosis. d. Gejala kardiovaskular, seperti takikardi, edema, dehidrasi. e. Gejala sistem saraf pusat, seperti letargis, iritabel, kejang.

f. Gejala hematologi, seperti icterus, splenomegaly, petekie, atau perdarahan, leukopenia, trombositopenia, CRP > 2 mg/dL, leukosit <8000/mm3, rasio batang/tembereng >0,2.

2. Jenis Sepsis Neonatal

Menurut Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito tahun 2005, berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis neonatal dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

a. Early Onset Sepsis (Sepsis Awitan Dini), gejala klinis mulai muncul pada hari-hari pertama kehidupan, rata-rata 48 jam setelah kelahiran, pada umumnya infeksi berkaitan dengan faktor ibu seperti infeksi transplasenta, infeksi yang didapatkan dari cairan amnion yang terinfeksi, saat bayi melewati jalan lahir. Kuman penyebabnya adalah streptokokus grup beta, H. influenza, S. pneumonia, E. coli, Klebsiella sp, L. monocytogenes. b. Late Onset Sepsis (Sepsis Awitan Lambat), gejala klinis mulai muncul

setelah 1 minggu kelahiran pada bayi tanpa kelainan perinatal. Umumnya agen penyebab infeksi didapatkan dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Pada kelompok sepsis ini sering terjadi komplikasi susunan saraf pusat. Kuman penyebab infeksi pada umumnya adalah S. aureus, S. epidermidis, Pseudomonas sp.


(30)

Menurut Dipiro (2008), berdasarkan penyebabnya, secara umum sepsis dapat digolongkan menjadi 3, yaitu sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram-positif (seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus, Enterococcus), sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram-negatif (Escherechia coli, Psedomonas aeruginosa), sepsis yang disebabkan oleh bakteri anaerobik dan bakteri lain (seperti meningococcus, gonococcus, chlamydia, dan spirochetes), sepsis yang disebabkan oleh jamur (seperti Candida species, Candida glabrata). 3. Kuman Penyebab

Pola kuman sepsis neonatal tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain. Perbedaan ini berdampak pada pemilihan antibotika yang dipergunakan untuk pasien. Sebagian besar kuman penyebab sepsis neonatal di negara berkembang adalah kuman Gram negatif seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp, dan Coli sp (Aminullah, 2008). Indonesia merupakan negara berkembang, dimana kuman penyebab sepsis neonatal yang paling umum terjadi disebabkan oleh bakteri Gram negatif. Menurut penelitian Rasyidah (2014) di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan, karakteristik mikroorganisme penyebab sepsis neonatal terbanyak adalah Enterobacter sp (62,7%), Proteus sp (27,1%), Klebsiella sp (8,5%), dan Proteus vulgaris (1,7%). Menurut penelitian Juniatiningsih, Aminullah dan Firmansyah (2008) di RSCM Jakarta mikroorganisme penyebab sepsis neonatal terbanyak adalah bakteri Gram negatif, seperti Acinetobacter calcoaceticus, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas sp dan Eschericia coli.


(31)

4. Patofisiologi dan Patogenesis

Janin relatif aman dari kontaminasi bakteri saat dalam kandungan karena terlindungi oleh selaput amnion dan cairan amnion, namun tetap ada kemungkinan janin terpapar bakteri yang bisa didapatkan dari ibu yang terinfeksi. Bakteri masuk ke tubuh janin melalui aliran darah menembus barrier plasenta dan masuk ke sirkulasi. Paparan bakteri bisa di dapatkan melalui prosedur obstetrik yang kurang memperhatikan faktor aseptis, misalnya saat pengambilan darah pada janin., Kuman yang berasal dari vagina akan lebih mudah untuk masuk ke janin ketika terjadi ketuban pecah dini (Aminullah, 2008). Setelah lahir, kontaminasi bakteri terjadi dari lingkungan di sekitar bayi. Kontaminasi bakteri umumnya didapatkan dari infeksi silang atau karena alat-alat yang digunakan tidak steril. Bayi yang berada di dalam ventilator, kateterisasi umbilikus, rawat inap yang terlalu lama, hunian yang terlalu padat, juga dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri (Aminullah, 2008).

Sepsis dimulai dari adanya respon sistemik dengan gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis yang mengganggu sirkulasi dan perfusi, berakhir dengan gangguan fungsi organ dan kematian. Patogenesis sepsis dikenal dengan “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS), ditandai dengan adanya perubahan sistem hematologik, perubahan sistem imun, dll. Stadium lanjut dari SIRS adalah perubahan fungsi berbagai organ yang disebut Multi Organ Dysfunction Syndrome (MODS) (Aminullah, 2008).


(32)

Pembentukan sitokin merupakan tanda adanya respon imun dan merupakan respon sistemik yang penting pada SIRS. Sitokin berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma. Sebagian sitokin (Pro inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2, dan TNF-a) dapat memperburuk keadaan penyakit dan sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak mengurangi infeksi serta mempertahankan homeostatis organ vital tubuh (Aminullah, 2008).

Perubahan sistem imun akan menimbulkan perubahan sistem koagulasi yang akan meningkatkanan pembentukkan Tissue Factor (TF). TF berperan dalam proses koagulasi bersama dengan faktor VII darah, yang akan mengaktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin berlebih dan meningkatkan produksi fibrin. Supresi fibrinolisis terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF alpha). Pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan supresi fibrinolysis (Aminullah, 2008). Supresi fibrinolisis akan mengakibatkan terjadinya akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrotrombi pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan sirkulasi akan mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi organ. Manifestasi klinis dari disfungsi multiorgan dapat memperlihatkan gejala-gejala seperti sindrom


(33)

distress respirasi, hipotensi, gagal ginjal, dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian (Aminullah, 2008).

5. Faktor Risiko

Faktor risiko pada sepsis neonatal dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor dari ibu dan faktor dari bayi itu sendiri. Faktor dari ibu antara lain persalinan kurang bulan, ketuban pecah lebih dari 18-24 jam, chorioamnionitis, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu (>38,4oC), infeksi saluran kencing pada ibu, faktor sosial ekonomi dan gizi ibu. Faktor-faktor risiko dari bayi antara lain asfiksia perinatal, bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi kurang bulan (BKB), prosedur invasif, kelainan bawaan (Aminullah, 2008).

B. Antibiotika 1. Definisi

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya relatif kecil bagi manusia. Turunan dari antibiotika alami yang dibuat secara semi-sintetis atau sintetis dengan khasiat antibakteri juga termasuk dalam kelompok antibiotika (Tjay & Rahardja, 2007).

2. Penggolongan Antibiotika

a. Berdasarkan mekanisme kerjanya

Menurut Goodman & Gilman (2008), penggolongan antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut:


(34)

1) Senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, contoh: golongan penisilin dan sefalosporin.

2) Senyawa yang bekerja dengan mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa-senyawa intraselular. Contoh: polimiksin, nistatin, amfoterisin B yang berikatan dengan sterol-sterol dinding sel.

3) Senyawa yang menghambat sintesis protein yang bekerja pada subunit ribosom 30S atau 50S. Contoh: kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, klindamisin dan pristinamisin.

4) Senyawa yang berikatan dengan subunit 30S dan mengubah sintesis protein, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel, seperti aminoglikosida.

5) Senyawa yang memengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti golongan rifamisin yang menghambat RNA polimerase, dan golongan kuinolon yang menghambat topoisomerase.

6) Kelompok antimetabolit, seperti trimetoprim dan sulfonamid yang memblok enzim penting dalam metabolisme folat.

b. Berdasarkan besarnya konsentrasi yang mencapai plasma

Menurut Tjay (2007), Waller (2010), penggolongan antibiotika berdasarkan besarnya konsentrasi yang dapat mencapai plasma secara aman, dibagi menjadi dua yaitu:

1) Bersifat bakterisid, yaitu antibiotika yang mampu mematikan kuman. Obat-obat ini dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu:


(35)

a) Bekerja terhadap fase tumbuh, seperti ampisillin, sefalosporin dan rifampisin, namun zat-zat ini kurang efektif terhadap kuman-kuman dalam fase dorman.

b) Bekerja terhadap fase istirahat (dorman), misalnya aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol dan juga polipeptida.

2) Bersifat bakteriostatik, yaitu antibotika yang berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. Contohnya, sulfonamide, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida dan linkomisin

c. Berdasarkan luas aktivitasnya

Menurut Tjay & Rahardja (2007), berdasarkan luas aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi:

1) Antibiotika Narrow-spectrum (aktivitas sempit) adalah antibiotika yang aktif terhadap beberapa jenis kuman saja (contoh penisilin-G, penisilin-V, eritromisin yang hanya bekerja pada kuman Gram-positif, sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap bakteri Gram-negatif).

2) Antibiotika Broad-spectrum (aktivitas luas) adalah antibiotika yang bekerja terhadap lebih banyak bakteri, baik bakteri Gram-negatif maupun bakteri Gram-positif (Contoh sulfonamide, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan rifampisin).

3. Prinsip Penggunaan Antibiotika

Menurut Kemenkes (2011), prinsip penggunaan antibiotika dapat dibedakan menjadi 3, yaitu antibiotik terapi empiris (digunakan pada kasus


(36)

infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya, digunakan dalam jangka waktu 48-72 jam), antibiotik terapi definitif (digunakan ketika bakteri penyebab infeksi sudah diketahui jenis dan pola resitensinya), antibiotik profilaksis (untuk mencegah infeksi). Tujuan pemberian antibiotik secara umum adalah untuk penghambatan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotika, menurut Kemenkes tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika, yaitu: resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik, faktor farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik, faktor interaksi dan efek samping obat, faktor biaya. Faktor-faktor tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi yang diberikan.

Menurut Kemenkes (2011), prinsip penggunaan antibiotika yang bijak adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan antibiotika spektrum sempit, tepat dosis, tepat waktu pemberian, tepat durasi

b. Penggunaan antibiotika mengutamakan lini pertama dan penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas

c. Penggunaan antibiotik disertai indikasi ketat berdasarkan diagnosis, disertai informasi klinis dan data laboratorium

d. Pemilihan antibiotik berdasarkan pola kuman, hasil kultur kuman, profil farmakokinetik, keadaan klinis pasien dan pemlihan yang cost effective serta aman.


(37)

C. Terapi Antibiotika untuk Sepsis Neonatal 1. Tujuan Terapi

Tujuan terapi sepsis adalah pemberantasan agen infeksi sepsis secara cepat, menghindari perkembangan sepsis menjadi syok sepsis, mencegah komplikasi yang menyebabkan kegagalan fungsi organ, mencegah mortalitas dan morbiditas (Aminullah, 2008).

2. Sasaran Terapi

Sasaran terapi sepsis neonatal adalah gejala sepsis neonatal, inflamasi sistemik, gangguan nafas, penyakit metabolik, penyakit hematologik, penyakit susunan saraf pusat, hipotensi, hiperglikemia, dan proses infeksi lainnya (Dipiro, 2008; Pusponegoro, 2000).

3. Terapi Antibiotika

Tujuan utama dari terapi sepsis neonatal adalah mengeliminasi kuman penyebab infeksi, namun untuk menentukan kuman secara spesifik tidaklah mudah serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Agar tujuan terapi tercapai, pemberian antibiotika harus segera dilakukan. Oleh karena itu pemberian antibiotika empiris harus segera dilakukan untuk mencegah berkembangnya penyakit (Aminullah, 2008). Pemberian antibiotika empiris harus memperhatikan pola kuman penyebab infeksi tersering dan pola resistensi kuman terhadap antibiotika (Kemenkes, 2011). Segera setelah diketahui hasil kultur darah, jenis antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan kuman penyebab infeksi.


(38)

Pada umumnya terapi antibiotika yang diberikan merupakan antibiotika kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien (Aminullah, 2008). Diupayakan kombinasi antibiotika tersebut sensitif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Antibiotika yang dipilih adalah golongan ampisillin/kloksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosida/ sefalosporin (Aminullah, 2008). Lama pengobatan tergantung pada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Gram positif lama terapi yang dianjurkan adalah 10-14 hari, sedangkan penderita dengan kuman Gram negatif pengobatan diteruskan sampai 2-3 minggu (Aminullah, 2008).

Terapi empiris lini pertama untuk sepsis neonatal menurut WHO (2012) adalah kombinasi ampisillin (atau penisillin) dan gentamisin, dengan durasi pemberian minimal selama 10 hari. Kombinasi ampisillin dan golongan aminoglikosida mempunyai efek sinergis melawan Group-B streptococci dan Listeria monocytogenes (Polin, 2012). Terapi empiris yang disarankan oleh WHO (2012) juga sesuai dengan terapi yang disarankan oleh IDAI (2009), yaitu kombinasi ampisillin dan gentamisin sebagai terapi lini pertama dan sefotaksim sebagai lini kedua sepsis neonatal. Dosis antibiotika yang disarankan oleh IDAI (2009) dapat dilihat pada tabel berikut.


(39)

Tabel I. Dosis Antibiotika untuk Terapi Sepsis Neonatal Menurut IDAI (2009)

Antibiotika Rute Pemberian

Dosis (mg)

Hari 1-7 Hari 8+

Ampisillin IV, IM 50 mg/kg/12 jam 50 mg/kg/8 jam Sefotaksim IV 50 mg/kg/8 jam 50 mg/kg/6 jam Gentamisin IV, IM <2kg: 3mg/kg/24 jam 7,5 mg/kg/12 jam

>2kg: 5mg/kg/24 jam 7,5 mg/kg/12 jam Menurut SPO (2014), antibiotika awal yang diberikan sebelum hasil kultur didapatkan adalah ampisillin dan gentamisin. Pemberian antibiotika harus disertai penilaian kondisi pasien secara ketat untuk melihat perkembangan pasien. Bila kultur darah negatif maka ampisillin dan gentamisin dihentikan. Bila kultur darah positif, segera dilakukan penggantian antibiotika sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas bakteri sampai dengan 7 hari terhitung sejak pertama kali dijumpai perbaikan. Bila keadaan pasien membaik sesudah 3 hari pengobatan, maka antibiotika dilanjutkan selama 5-7 hari. Bila kondisi pasien tidak membaik atau bila kultur tidak dapat dilakukan sesudah pengobatan 3-5 hari maka ampisillin-gentamisin diganti dengan sefotaksim-amikasin sampai dengan 7 hari pengobatan. Bila setelah pemberian antibiotika kedua selama 5-7 keadaan tetap tidak membaik dan kondisi memburuk sebelum 5 hari, maka pemberian sefotaksim-amikasin dihentikan dan diganti dengan seftazidime-netilmisin sampai dengan 7 hari. Setelah selesai pengobatan antibiotika, dilakukan pengamatan mengenai kondisi pasien selama 24 jam berikutnya. Apabila bayi tetap membaik selama 24 jam dan dapat minum dengan baik serta tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, maka pasien dapat dipulangkan. Apabila tanda infeksi dijumpai kembali, maka


(40)

manajemen sepsis diulangi lagi (SPO, 2014). Secara singkat dan ringkas, menejemen terapi sepsis neonatal dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Diagram Alir Manajemen Sepsis Neonatal Menurut SPO RSUD Panembahan Senopati tahun 2014.

Bila bayi tetap baik selama 24 jam, dapat dipulangkan

Tidak kultur

Keadaan membaik

setelah 3 hari terapi, lanjutkan pemberian Ampi-Genta selama

5-7 hari

Keadaan tidak

membaik/kultur tidak dapat dilakukan setelah 3-5 hari

terapi

hentikan Ampi-Genta ganti

dengan sefotaksim-amikasin

berikan selama 7 hari

Bila setelah pemberian antibiotika ke-2 selama 5-7 hari keadaan tetap tidak membaik

Hentikan Sefo-Ami, berikan

seftazidime-netilmisin selama 7 hari

Kultur

Terdapat gejala sepsis neonatal (minimal dari 4 kelompok)

Beri terapi empiris (ampisillin-gentamisin)

Kultur darah + Ganti antibiotika sesuai hasil kultur

& sensitifitas, berikan sampai 7

hari

Kultur darah - Hentikan pemberian

Ampi-Genta

Setelah selesai pengobatan, amati selama 24 jam

Bila kembali dijumpai tanda infeksi, ulangi manajemen sepsis


(41)

Dosis antibiotika yang digunakan untuk terapi sepsis neonatal diambil dari British National Formulary for Children tahun 2011-2012. Pada tabel berikut dituliskan mengenai dosis dan cara pemberian antibiotika.

Tabel II. Dosis dan Rute Pemberian Antibiotika (BNFC, 2012) No. Antibiotika Rute

Pemberian

Dosis

1. Ampisillin Intravena - Usia <7 hari: 50mg/kg/12jam - Usia 7-21 hari: 50mg/kg/8jam - Usia 21-28 hari: 50mg/kg/6jam 2. Gentamisin Intravena - Neonatal <29 minggu:

2,5mg/kg/24jam

- Neonatal 29-35 minggu: 2,5mg/kg/18jam

- Neonatal >35 minggu: 2,5mg/kg/12jam 3. Sefotaksim Intravena/

Intramuskular

- Neonatal <7 hari: 25mg/kg/12jam - Neonatal 7-21 hari: 25mg/kg/8jam - Neonatal 21-28 hari:

25mg/kg/6-8jam 4. Amikasin Intravena

slow

injection atau infus

intravena

15mg/kg/24jam

5. Seftazidim Intravena - Neonatal <7 hari: 25mg/kg/24jam - Neonatal 7-21 hari: 25mg/kg/12jam - Neonatal 21-28 hari: 25mg/kg/8jam 6. Meropenem Intravena - Neonatal <7 hari: 20mg/kg/12jam

- Neonatal 21-28 hari: 20mg/kg/8jam

D. Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode Gyssens

Menurut Kemenkes tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotika, evaluasi penggunaan antibiotika secara kualitatif dapat dilakukan dengan Metode Gyssens untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotika, meliputi ketepatan dalam memilih jenis, dosis, lama


(42)

waktu pemberian, dan harga antibiotika. Evaluasi ketepatan peresepan antibiotika secara kualitatif yang dievaluasi menggunakan alur Gyssens (Gyssens & Meers, 2001) dibagi dalam beberapa kategori, yaitu mulai dari kategori 0-VI yang dapat dilihat di dalam tabel berikut:

Tabel III. Kategori Penilaian Penggunaan Antibiotika (Gyssens & Meers, 2001)

Kategori Keterangan

Kategori 0 penggunaan tepat / ketepatan Kategori I waktu pemberian/timing tidak tepat Kategori II A dosis pemberian antibiotik tidak tepat Kategori II B interval pemberian tidak tepat

Kategori II C tidak tepat rute pemberian Kategori III A pemberian terlalu lama Kategori III B pemberian terlalu singkat

Kategori IV A ada antibiotik lain yang lebih efektif

Kategori IV B ada antibiotik lain yang lebih aman/ kurang toksik Kategori IV C ada antibiotik lain yang lebih lebih murah

Kategori IV D ada antibiotik lain lebih spesifik dengan spektrum lebih sempit Kategori V penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi


(43)

Gambar 2. Diagram Alir Penilaian Kualitatif Antibiotika (Gyssens & Meers 2001) E. Keterangan Empiris

Masih terdapat ketidaktepatan dalam peresepan antibiotika pada pasien infeksi khususnya infeksi sepsis neonatal yang menjalani rawat inap, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran ketepatan peresepan antibiotika pada pasien sepsis neonatal di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang dievaluasi dengan metode Gyssens pada periode Maret–April 2015.


(44)

23 Bab III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian mengenai evaluasi peresepan antibiotika ini merupakan penelitian observasional deskriptif, karena tidak memberikan perlakuan secara langsung pada subjek penelitian dan tidak dilakukan intervensi pada subyek penelitian (Imron dan Munif, 2010). Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan case series, penelitian ini mengevaluasi subyek yang menerima terapi antibiotika pada seluruh pasien sepsis neonatal periode Maret-April 2015. Penelitian ini menggunakan data retrospektif, yaitu berdasarkan data yang sudah ada dan tertulis dalam catatan medis pasien infeksi sepsis neonatal di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Maret-April 2015. Analisis kualitatif peresepan antibiotika dikaji berdasarkan literatur dengan menggunakan metode Gyssens.

B. Variabel Penelitian 1. Profil pasien infeksi sepsis neonatal

2. Profil peresepan antibiotika


(45)

C. Definisi Operasional

1. Profil pasien adalah pasien yang berusia 0-28 hari, terdiagnosa sepsis neonatal. Karakteristik pasien yang dilihat meliputi jenis kelamin pasien, berat badan bayi baru lahir, riwayat umur kehamilan, riwayat persalinan, jenis sepsis neonatal (sepsis awitan dini atau sepsis awitan lambat) dan keadaan pasien sewaktu pulang.

2. Profil peresepan antibiotika pada penelitian ini meliputi golongan, jenis, cara pemberian, dan durasi pemakaian.

a. Golongan antibiotika adalah nama golongan antibiotika yang diberikan pada pasien infeksi sepsis neonatal misalkan penisilin, sefalosporin. b. Jenis antibiotika adalah nama jenis antibiotika yang diberikan pada pasien

infeksi sepsis neonatal misalkan amoksisilin, sefotaksim, ampisilin. c. Rute pemberian adalah rute yang digunakan untuk memasukkan

antibiotika ke dalam tubuh, misalnya oral, intravena, dan lain-lain.

d. Durasi pemakaian adalah lamanya waktu pemakaian antibiotika kepada pasien, dengan kata lain lamanya terapi dengan antibiotika yang diberikan untuk pasien.

3. Ketepatan peresepan antibiotika dalam penelitian ini menggunakan kriteria Gyssens (Gyssens & Meer, 2001). Penelitian ini juga mengacu beberapa referensi utama seperti WHO: Recommendations on newborn health (2012), IDAI (2009), Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito (2005), Standar Prosedur Operasional RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta


(46)

(2014), Kemenkes (2011), Aminullah (2008), Dipiro (2008), Tjay & Rahardja (2007), Polin (2012), dan berbagai jurnal terkait.

4. Subyek penelitian adalah seluruh pasien infeksi sepsis neonatal yang mulai menjalani perawatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada periode Maret-April 2015. a. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien infeksi sepsis neonatal

yang berumur 0-28 hari dan mulai menerima terapi antibiotika pada periode Maret-April 2015.

b. Kriteria ekslusi dari penelitian ini adalah data rekam medis yang tidak lengkap, seperti tidak dicantumkan berat badan pasien, tidak terdapat pemeriksaan laboratorium, lembar catatan perkembangan pasien yang terdapat dalam rekam medis ada yang hilang, dan pasienpulang paksa atau melanjutkan pengobatan di tempat lain.

5. Analisis peresepan dalam penelitian ini adalah mengevaluasi seluruh antibiotika yang digunakan pasien, dan setiap antibiotika (antibiotika kombinasi ataupun peresepan tunggal) yang digunakan dievaluasi satu per satu menggunakan metode Gyssens.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah seluruh rekam medis pasien infeksi sepsis neonatal yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada periode Maret-April 2015.


(47)

Gambar 3. Skema Pemilihan Bahan Penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Maret-April 2015

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo, Trirenggo Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dan waktu penelitian adalah Bulan Juni 2015.

F. Instrumen Penelitian

Alat atau instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian antara lain: 1. Formulir untuk mengambil data

Formulir yang dimaksud dalam hal ini adalah formulir yang memuat beberapa data dari rekam medis pasien. Formulir tersebut digunakan untuk pengambilan data-data yang diperlukan dalam penelitian, antara lain: identitas pasien, diagnosis pasien, terapi antibiotika yang diberikan, nama antibiotika, dosis

51 kasus sepsis neonatal periode Maret-April 2015

38 rekam medis dapat ditemukan

31 rekam medis masuk kriteria inklusi

6 RM tereksklusi: - 3 RM diluar periode penelitian

- 1 RM tidak terdapat informasi umur & BB

- 1 RM tidak terdapat informasi dosis & anamnesa

- 1 RM tidak terdapat informasi anamnesa & riwayat


(48)

pemberian, frekuensi pemberian, lama pemberian, rute pemberian, data klinis, dan data laboratorium.

2. Diagram Gyssens

Diagram Gyssens adalah diagram alir yang digunakan untuk mengevaluasi secara kualitatif dari suatu peresepan antibiotika, yang dinilai adalah semua aspek peresepan antibiotika, antara lain: ketepatan peresepan, pemilihan alternatif antibiotika berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, durasi, dosis, interval, rute pemberian dan waktu pemberian antibiotika (Gyssens & Meer, 2001).

3. Literatur sebagai referensi evaluasi

Literatur yang digunakan yaitu WHO: Recommendations on newborn health (2012), IDAI (2009), Standar Prosedur Operasional RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta (2014), Kemenkes (2011), Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito (2005), Aminullah (2008), Dipiro (2008), Tjay & Rahardja (2007), Polin (2012), dan berbagai jurnal terkait.

G. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data 1. Persiapan

Tahap persiapan adalah terkait pengurusan izin untuk melakukan penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

2. Melakukan uji pendahuluan

Pada uji pendahuluan ini bermaksud untuk melihat apakah data yang peneliti butuhkan tersedia di tempat penelitian tersebut.


(49)

3. Melakukan seleksi data

Memilih data yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. 4. Melakukan pengumpulan data

Mengumpulkan data mengenai terapi antibiotika yang diresepkan oleh dokter dari rekam medis dan pengobatan.

5. Analisis data

Analisis data dilakukan secara analisa deskriptif, yaitu dengan cara menguraikan data-data yang didapatkan dari rekam medis untuk menggambarkan pola penyakit infeksi dan pola penggunaan antibiotika. Data yang diperoleh diperiksa kelengkapannya dan dipastikan tidak ada kekeliruan pemasukan data. Selanjutnya dilakukan evaluasi sesuai dengan alur Gyssens pada Gambar 2 dan kategori Gyssens pada Tabel II.

Proses evaluasi dengan metode Gyssens untuk menilai penggunaan ketepatan antibiotika pada pasien infeksi sepsis neonatal adalah sebagai berikut:

a. Bila data tidak lengkap berhenti dikategori VI.

Data tidak lengkap adalah data rekam medis yang tidak memuat data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti tidak tercantum data laboratorium, tidak tercantum berat badan pasien, riwayat kesehatan pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik, atau ada lembar rekam medis yang hilang, sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi. Bila antibiotika lolos kategori VI, dilanjutkan dengan evaluasi kategori V.


(50)

b. Bila tidak terdapat indikasi pemberian antibiotika berhenti dikategori V.

Ada atau tidaknya indikasi infeksi bakteri diketahui dari uji hematologi, kultur darah, faktor risiko, kondisi klinis pasien, tanda gejala dan diagnosis dokter. Adanya indikasi penggunaan antibiotika bila terjadi kenaikan/penurunan suhu tubuh, muntah, atau diare, takipnea, takikardi, dehidrasi, leukopenia, nilai CRP melebihi normal, trombositopenia, kadar neutrofil batang tinggi, atau lahir dari ibu yang terinfeksi. Bila antibiotika lolos kategori V, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVa.

c. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti dikategori IVa.

Penilaian keefektifan dari terapi antibiotika dilihat dari pemilihan obatnya termasuk antibiotika lini pertama atau bukan. Antibiotika lini pertama untuk sepsis neonatal adalah kombinasi ampisillin dan gentamisin. Apabila terdapat kasus yang tidak mendapatkan terapi lini pertama terlebih dahulu, namun langsung mendapat terapi lini kedua atau mendapat terapi antibiotika diluar antibiotika yang disarankan maka penggunaan antibiotika tersebut tidak lolos kategori IVa. Bila antibiotika lolos kategori IVa, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVb.

d. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti dikategori IVb.

Ada tidaknya antibiotika lain yang kurang toksik dilihat dari keamanan antibiotika tersebut bagi pasien yang menggunakan, seperti terdapat


(51)

interaksi obat yang dapat meningkatkan efek toksik bagi pasien, atau penggunaan antibiotika yang kontraindikasi dengan kondisi pasien. Bila antibiotika lolos kategori IVb, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVc. e. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti

dikategori IVc.

Evaluasi pada kategori ini dinilai dengan membandingkan harga antibiotika yang digunakan di RSUD Panembahan Senopati dengan brand name antibiotika lain yang sejenis berdasarkan pada buku acuan MIMs. Bila antibiotika lolos kategori IVc, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVd.

f. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit, berhenti dikategori IVd.

Terdapat pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit dievaluasi melalui hasil kultur darah dari pasien ,berdasarkan pola kuman setempat, atau berdasarkan terapi empiris yang disarankan. Bila antibiotika lolos kategori IVd, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIa.

g. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti dikategori IIIa.

Durasi pemberian terlalu panjang melebihi durasi pemberian yang disarankan dievaluasi berdasarkan SPO RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2014. Bila antibiotika lolos kategori IIIa, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIb.


(52)

h. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti dikategori IIIb.

Durasi pemberian terlalu singkat kurang dari durasi pemberian yang disarankan, dievaluasi berdasarkan SPO RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2014. Bila antibiotika lolos kategori IIIb, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIa.

i. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIa. Dosis pemberian antibiotika tidak tepat dapat dikarenakan dosis yang diberikan untuk pasien melebihi dosis yang disarankan atau dosis yang diberikan kurang dari dosis yang disarankan. Literatur yang digunakan untuk mengevaluasi ketepatan dosis adalah BNF for Children tahun 2012 dan IDAI (2009). Bila antibiotika lolos kategori IIa, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIb.

j. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti dikategori IIb.

Interval pemberian antibiotika tidak tepat, dapat dikarenakan interval pemberian kurang atau melebihi interval yang disarankan dalam literatur. Literatur yang digunakan untuk mengevaluasi ketepatan interval pemberian adalah BNF for Children tahun 2012 dan IDAI (2009). Bila antibiotika lolos kategori IIb, dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIc. k. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti dikategori IIc.

Rute pemberian antibiotika tidak tepat jika rute pemberiannya tidak sesuai dengan yang disarankan dari literatur. Literatur yang digunakan untuk


(53)

mengevaluasi ketepatan rute pemberian adalah BNF for Children tahun 2012 dan IDAI (2009). Bila antibiotika lolos kategori IIc, dilanjutkan dengan evaluasi kategori I.

l. Bila waktu pemberian/timing tidak tepat, berhenti dikategori I.

Waktu pemberian dievaluasi dari waktu pemberian setiap harinya. Misalkan pemberian ampisillin diberikan dengan frekuensi 2 kali sehari (tiap 12 jam), antibiotika pertama diberikan pada pukul 06.00 WIB, namun pemberian obat yang ke-2 diberikan pukul 20.00 WIB sehingga antibiotika tersebut tidak lolos kategori I karena waktu pemberian tidak tepat. Bila antibiotika lolos kategori I, dilanjutkan dengan evaluasi kategori 0.

m. Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotika tersebut merupakan kategori 0, yang berarti penggunaan antibiotika tepat/rasional.

H. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain:

1. Metode pendekatan data secara retrospektif mempunyai beberapa kesulitan, seperti kesulitan untuk klarifikasi data karena tidak bisa melakukan pengamatan langsung, kesulitan dalam membaca rekam medis pasien, akibat tulisan yang kurang jelas, tata letak data-data dalam rekam medis yang tidak rapi dan tidak sistematis.

2. Metode Gyssen tidak selalu dapat diterapkan dengan kondisi yang dialami pasien. Teori-teori dari beberapa buku pegangan tidak serta-merta dapat


(54)

diterapkan pada semua kondisi pasien, banyak perbedaan dan bahkan bertentangan antara teori dan kondisi nyata dari pasien, namun menunjukkan keberhasilan terapi (dilihat dari outcome yang baik).


(55)

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pasien

Jumlah seluruh subyek pelitian dalam penelitian ini sebanyak 31 rekam medis. Seluruh subyek penelitian terdiagnosa sepsis neonatal dan menerima terapi antibiotika. Analisis dari 31 rekam medis tersebut didapatkan distribusi jenis kelamin pasien, berat badan pasien, jenis sepsis neonatal, riwayat usia kehamilan dan riwayat persalinan yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel IV. Profil Pasien Infeksi Sepsis Neonatal di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Maret-April tahun 2015

No. Karakteristik Jumlah

n=31 pasien Persentase (%) 1. Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan 18 13 58 42 2. Berat Badan Pasien SN

BBLL (bayi berat lahir lebih) BBLC (bayi berat lahir cukup) BBLR (bayi berat lahir rendah)

BBLSR (bayi berat lahir sangat rendah)

1 17 12 1 3 55 39 3 3. Jenis Sepsis Neonatal

EOS (Early Onset Sepsis) LOS (Late Onset Sepsis)

29 2

93 7 4. Riwayat Usia Kehamilan

Kehamilan cukup bulan (CB) Kehamilan kurang bulan (KB)

20 11

65 35 5. Riwayat Persalinan

Lahir normal Bedah sesar 19 12 61 39 6. Keadaan Sewaktu Pulang


(56)

1. Jenis Kelamin Pasien Sepsis Neonatal

Jumlah penderita sepsis neonatal berdasarkan jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki sebanyak 58%. Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh El-Din, El-Sokkary, Bassiouny, Hassan (2015) di Mesir menunjukkan hasil bahwa rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1,3:1. Penelitian lain yang dilakukan oleh Utomo (2010) mendapatkan hasil bahwa jenis kelamin laki-laki mempunyai angka kejadian lebih tinggi dibanding perempuan. Jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sepsis neonatal (Utomo, 2010).

2. Berat Badan Pasien Sepsis Neonatal

Proporsi yang didapatkan dari hasil analisis mengenai berat badan bayi baru lahir yang paling tinggi adalah bayi berat lahir cukup (BBLC) sebesar 18 pasien (55%), kemudian diikuti bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar 12 pasien (39%), bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) sebesar 1 pasien (3%) dan yang terakhir adalah bayi berat lahir lebih (BBLL) sebesar 1 pasien (3%). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Din, El-Sokkary, Bassiouny, Hassan (2015) melaporkan bahwa sepsis neonatal paling tinggi terjadi pada bayi berat lahir rendah dengan berat badan 1501-2500 gram (BBLR) dengan persentase 43,1%, kemudian bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram sebesar 30,3%, diikuti bayi berat lahir kurang dari 1500 gram sebesar 26,6%. Sebuah hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan kejadian bayi dengan BBLR berisiko tinggi mengalami infeksi adalah karena pada bayi BBLR pematangan organ tubuhnya belum sempurna


(57)

(Lestari, Sarumpaet, Hiswani, 2011), sehingga sistem pertahanan tubuh dari bayi juga masih lemah. Perbedaan dengan hasil penelitian tersebut dapat dikarenakan adanya perbedaan tingkat kebersihan dan kesehatan ibu hamil, perbedaan tingkat kualitas hidup ibu sehingga berdampak pada bayi dan berisiko tinggi menyebabkan infeksi.

3. Jenis Sepsis Neonatal Berdasarkan Timbulnya Gejala Klinis

Jenis sepsis neonatal berdasarkan waktu paparan dibagi menjadi 2, yaitu sepsis awitan dini (early onset sepsis) sebesar 93%, sepsis awitan lambat (late onset sepsis) sebesar 7%. Hal ini didukung dengan penelitian Lestari, Sarumpaet, Hiswani (2011) yang hasil penelitiannya menyatakan sepsis awitan dini lebih besar dibandingkan sepsis awitan lambat. Juga didukung penelitian yang dilakukan Wibowo (2007) menyatakan bahwa infeksi pada neonatal umumnya melalui intranatal (saat melewati jalan lahir) dimana umumnya kuman berasal dari vagina dan serviks. Transmisi organisme dapat masuk ke janin melalui kulit ketuban yang masih utuh ataupun yang sudah pecah, dimana jika bakteri menginfeksi bayi maka akan menyebabkan sepsis awitan dini (Wibowo, 2007).

Terdapat sebuah penelitian yang tidak sesuai dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan El-Din, El-Sokkary, Bassiouny, Hassan (2015) hasil yang didapat adalah sepsis awitan lambat lebih tinggi dibanding sepsis awitan dini. Perbedaan hasil tersebut dapat dikarenakan adanya perbedaan kualitas hidup, tingkat pelayanan medis dan kebersihan pelayanan dari rumah sakit.


(58)

4. Riwayat Usia Kehamilan

Proporsi penderita sepsis tertinggi adalah bayi dengan riwayat kehamilan cukup bulan sebesar 20 pasien (65%) dan kemudian adalah bayi dengan riwayat kehamilan kurang bulan sebesar 11 pasien (35%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh El-Din (2015) di Mesir yang menyatakan bahwa proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan umur kehamilan ibu tertinggi adalah kehamilan kurang bulan yaitu sebesar 58,9%. Hubungan kehamilan kurang bulan atau bayi prematur terhadap sepsis neonatal adalah kekebalan humoral dan selular yang kurang matang pada bayi prematur, sehingga mudah terserang mikroba (Putra, 2012).

5. Riwayat Persalinan

Proporsi pasien sepsis neonatal dengan riwayat persalinan normal sebesar 19 kasus (61%) dan riwayat lahir secara bedah sesar sebanyak 12 kasus (39%). Hal ini didukung oleh penelitian Lestari (2011) di Medan, proporsi pasien sepsis neonatal dengan riwayat lahir normal lebih tinggi dibandingkan pasien sepsis neonatal dengan riwayat persalinan bedah sesar. Tingginya angka kejadian sepsis neonatal pada pasien dengan riwayat persalinan normal dikarenakan infeksi pada bayi ditularkan dari ibu ketika melewati jalan lahir, sehingga bayi terpapar bakteri patogen saat persalinan secara normal berlangsung Lestari (2011).

6. Keadaan Pasien Sewaktu Pulang

Seluruh kasus dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 31 kasus sepsis neonatal yang menjalani perawatan di RSUD pulang dengan status sembuh.


(59)

Pasien dinyatakan sembuh apabila tanda dan gejala sepsis neonatal sudah tidak muncul, pasien menunjukkan perbaikan, seperti keadaan umum bayi baik, suhu tubuh, kecepatan pernapasan, dan hasil uji darah normal.

B. Profil Peresepan Antibiotika

Profil peresepan antibiotika ini menjelaskan mengenai golongan dan jenis antibiotika, rute pemberian serta durasi pemberian antibiotika yang diresepkan pada pasien sepsis neonatal di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Maret-April 2015.

1. Golongan dan Jenis Antibiotika

Tabel V. Profil Golongan dan Jenis Antibiotika Pada Pasien Sepsis Neonatal Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode

Maret-April 2015

No Golongan dan

Jenis Antibiotika

Jumlah Satuan

Resep (R/) Persentase (%) 1. Penisillin

Ampisillin 31 34

2. Aminoglikosida

Gentamisin 31 34

Amikasin 12 13

3. Sefalosporin

Sefotaksim 11 12

Seftazidim 3 4

4. Karbapenem

Meropenem 2 2

5. Antibiotika lain

Ampisillin-sulbaktam 1 1

Jumlah 91 100

Tabel tersebut menunjukkan golongan dan jenis antibiotika yang digunakan pada pasien sepsis neonatal selama periode Maret-April 2015. Golongan antibiotika yang paling sering digunakan adalah golongan aminoglikosida dengan jumlah 43 satuan resep atau 47% dari jumlah


(60)

keseluruhan peresepan antibiotika. Jenis antibiotika yang paling sering digunakan dari golongan tersebut adalah gentamisin dengan jumlah 31 satuan resep (34%) dari jumlah keseluruhan peresepan antibiotika. Seluruh pasien mendapatkan terapi dengan gentamisin dan ampisillin karena kombinasi antibiotika tersebut merupakan terapi lini pertama untuk sepsis neonatal (WHO, 2012). Antibiotika yang paling jarang digunakan adalah jenis ampi-sulbaktam yang merupakan kombinasi golongan penisillin dan monobaktam dengan jumlah 1 peresepan atau sebanyak 1% dari jumlah keseluruhan peresepan antibiotika.

Pada penelitian ini diperoleh variasi peresepan antibiotika sebanyak 7 jenis antibiotika yang digunakan selama periode Maret-April 2015. Seluruh kasus pada penelitian ini (31 kasus) menggunakan terapi antibiotika kombinasi karena terapi lini pertama yang dianjurkan adalah dengan kombinasi antibiotika (IDAI, 2009). Pada penelitian ini terdapat 11 kasus terapi penggantian antibiotika kombinasi (switching), dan sebanyak 20 kasus terapi antibiotika kombinasi yang tidak dilakukan penggantian antibiotika. Sebanyak 11 kasus dilakukan penggantian (switching) kombinasi antibiotika dari ampisillin-gentamisin menjadi sefalosporin generasi ke-3 dikombinasi dengan antibiotika golongan aminoglikosida, penggantian tersebut sesuai dengan tatalaksana terapi sepsis neonatal menurut IDAI (2009).

2. Rute Pemberian Antibiotika

Rute pemberian antibiotika pada seluruh kasus sepsis neonatal di RUSD Panembahan Senopati seluruhnya adalah melalui rute intravena. Rute


(61)

pemberian secara intravena terkait dengan kondisi bayi baru lahir yang tidak memungkinkan diberikan antibiotika melalui rute oral. Selain itu dipilih rute secara intravena karena sepsis merupakan infeksi berat sehingga diperlukan bioavailabilitas yang tinggi untuk melawan bakteri yang tersebar di dalam darah (Aminullah, 2008).

3. Durasi Penggunaan Antibiotika

Gambar 4. Distribusi Durasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Sepsis Neonatal Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Periode Maret-April 2015

Terdapat berbagai macam durasi penggunaan antibiotika pada pasien, mulai dari 2 hari hingga 13 hari penggunaan antibiotika. Durasi penggunaan antibiotika tersingkat adalah 2 hari dengan persentase 2% dari jumlah keseluruhan kasus. Sedangkan durasi penggunaan terlama adalah 13 hari dengan persentase 2% dari jumlah keseluruhan kasus. Durasi penggunaan antibiotika terbanyak adalah 3 hari dengan persentase 25% dari jumlah keseluruhan kasus.

0 5 10 15 20 25 30

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ju

m

lah

p

er

es

ep

an

(%

)

Hari


(62)

Tabel VI. Distribusi Durasi Penggunaan Tiap Jenis Antibiotika pada Pasien Sepsis Neonatal Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Yogyakarta Periode Maret-April 2015 Durasi

Antibiotika yang diresepkan

Jumlah

Ampisillin-Gentamisin

Sefotaksim-Amikasin Meropenem

Seftazidim-Amikasin

Ampisul-Amikasin

2 hari 1 - - - - 1

3 hari 8 2 - 2 - 12

4 hari 4 3 - - 1 8

5 hari 4 1 1 - - 6

6 hari 2 - - - - 2

7 hari 6 - - - - 6

8 hari 1 2 - - - 3

9 hari 3 3 - 1 - 7

10 hari 1 - - - - 1

11 hari - - - -

12 hari 1 - - - - 1

13 hari - - 1 - - 1

Jumlah 31 11 2 3 1 48

Berdasarkan hasil yang tersajikan dalam Tabel VI durasi penggunaan antibiotika paling singkat adalah kombinasi ampisillin-gentamisin selama 2 hari. Durasi penggunaan paling lama adalah antibiotika meropenem, yaitu selama 13 hari dengan 1 peresepan antibiotika. Sedangkan durasi antibiotika terbanyak adalah 3 hari penggunaan, yang terdiri dari penggunaan antibiotika kombinasi ampisillin-gentamisin, kombinasi sefotaksi-amikasin dan kombinasi seftazidim-amikasin.

C. Evaluasi Peresepan Antibiotika dengan Metode Gyssens

Evaluasi peresepan antibiotika dengan pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode Gyssens & Meers (2001) yang dinilai dengan 12 subkategori dan dinyatakan dengan satuan peresepan dalam alur Gyssens sebagai berikut.


(63)

Gambar 5. Distribusi Ketepatan Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kategori Gyssens di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Periode Maret-April 2015

Pada Gambar 5 didapatkan hasil 5 peresepan antibiotika kombinasi memenuhi kategori 0 (penggunaan tepat), 10 peresepan antibiotika kombinasi termasuk dalam kategori IIa (dosis pemberian tidak tepat), 12 peresepan antibiotika kombinasi termasuk dalam kategori IIIa (pemberian antibiotika terlalu lama), 15 peresepan antibiotika kombinasi termasuk kategori IIIb


(1)

Lampiran 35. Rekam Medis Kasus 31 1. Identitas Pasien:

Nama pasien : AKA

No. RM : 5533xx

Jenis kelamin : L Umur: 0 hari Berat badan: 3650 gram Tanggal masuk : 27 Maret 2015 pukul: -

Tanggal keluar : 7 April 2015 pukul: - Diagnosa utama : Sepsis

Diagnosa penyerta : Bronkhopneumonia Status pulang : Sembuh

2. Riwayat kesehatan:

Riwayat : Bayi berat lahir cukup, kehamilan cukup bulan, SMK, lahir secara spontan

Anamnesa : febris, keadaan umum lemah, malas minum 3. Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Hasil pemeriksaan (/waktu) Rujukan Satuan 27/3/15

Hematokrit 35,2 42-52 Vol %

Eritrosit 3,58 4,5-5,5 10 6 / uL

Hemoglobin 12,8 14-24 9/dL

Leukosit 4,6 10-26 103 /dL

Trombosit 230 150-450 103 /dL

Limfosit 23 45-65 %

Segmen 69 40-60 %

Eosinofil 0 2-4 %

Basofil 0 0-1 %

Batang 0 2-5 %

Monosit 8 2-8 %

C-reactive protein (CRP) 8 <6 mg/dL

Biliribun Total - <1 mg/dL

Bilirubin Direk (BC) - <0,25 mg/dL

Bilirubin Indirek (BU) - 0-1,1 mg/dL

4. Pemeriksaan Tanda Vital

Parameter Pemeriksaan Tanda Vital

Waktu 27/3/15 28/3/15 29/3/15 30/3/15 31/3/15 1/4/15 2/4/15

T (oC) 37,7 37,6 37,4 36,1 36,6 36 37,4

RR (x/mnt) 64 60 58 58 50 52 50

N (x/mnt) 144 157 148 150 129 147 122

Parameter Pemeriksaan Tanda Vital Waktu 3/4/15 4/4/15 5/4/15 6/4/15 7/4/15

T (oC) 36,4 36,8 36,5 36,6 36,1

RR (x/mnt) 48 50 48 48 42


(2)

5. Pengobatan

Nama Obat Dosis Pemberian

Tanggal & Waktu Pemberian

27/3/15 28/3/15 29/3/15 30/3/15 31/3/15 1/4/15

Infus D10% √ √ √ √ √ √

Inj. Ampsillin

2x250mg 03:00 17:00

05:00 17:00

05:00

17:00 - - -

Inj.

Gentamisin

2x70mg 03:00 17:00

05:00 17:00

05:00

17:00 - - -

Inj.

Sefotaksim

2x150mg

- - - 06:00

17:00 05:00 17:00 06:00 17:00 Inj. Amikasin 1x45mg

- - - 17:00 17:00 17:00

Nama Obat Dosis Pemberian

Tanggal & Waktu Pemberian

2/4/15 3/4/15 4/4/15 5/4/15 6/4/15 7/4/15

Infus D10% √ √ √ √ √ -

Inj.

Sefotaksim

2x150mg 06:00 18:00

05:00

17:00 - - - -

Inj. Amikasin

1x45mg

18:00 17:00 17:00 17:00 - -

Inj.

Ceftazidim

2x150mg

- - 05:00

17:00

05:00 17:00

05:00

- -

LT/LS - - - √

6. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen a. Kombinasi Ampisillin-Gentamisin

Kategori Gyssens

Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori) Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis pasien lengkap. Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).

Assessment: Terdapat indikasi penyakit akibat bakteri, terbukti dari kadar leukosit yang rendah dan pasien terdiagnosa menderita sepsis neonatal. Diagnosa sepsis neonatal ditegakkan dari beberapa tanda dan gejala, seperti malas minum, demam, keadaan umum lemah, nilai CRP lebih dari normal disertai bronkopneumonia (IDAI, 2009). Kategori IVa Lolos kategori IVa (Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif).

Assessment: tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif. Antibiotika ini merupakan terapi lini pertama untuk terapi sepsis neonatal (WHO, 2012). Walaupun kondisi klinis pasien tidak membaik setelah pengobatan selama 3-5 hari, namun pemilihan antibiotika pada pasien tersebut sudah tepat sehingga lolos kategori IVa.

Kategori IVb Lolos kategori IVb (Tidak ada antibiotika lain yang lebih aman/kurang toksik).

Assessment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat lain (Kemenkes, 2011).

Kategori IVc Lolos kategori IVc (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah). Assessment: antibiotika yang digunakan adalah antibiotika generik dan merupakan terapi lini pertama, sehingga tidak ada antibiotika lain yang lebih murah.


(3)

Kategori IVd Lolos kategori IVd (Tidak ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit).

Assessment: tidak ada antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit dikarenakan dalam kasus ini belum diketahui jenis kuman penyebab penyakit sehingga termasuk terapi empiris, jadi digunakan antibiotik dengan spektrum luas. Ampisillin-gentamisin merupakan terapi empiris lini pertama untuk sepsis neonatal (WHO, 2012). Kategori IIIa Lolos kategori IIIa (Pemberian antibiotika tidak terlalu lama).

Assessment: pemberian antibiotika tidak terlalu lama, pemberian antibiotika pada kasus ini adalah 3 hari. Menurut SPO (2014) durasi terapi antibiotika bagi pasien yang tidak menunjukkan perbaikan klinis adalah 3-5 hari, setelah itu diganti dengan Sefotaksim-Amikasin (SPO, 2014).

Kategori IIIb Lolos kategori IIIb (Pemberian antibiotika tidak terlalu singkat). Assessment: pemberian antibiotika terlalu singkat, pemberian antibiotika pada kasus ini adalah 3 hari. Menurut SPO (2014) durasi terapi antibiotika bagi pasien yang tidak menunjukkan perbaikan klinis adalah 3-5 hari, setelah itu diganti dengan Sefotaksim-Amikasin (SPO, 2014).

Kategori IIa Tidak lolos kategori IIa (Dosis pemberian antibiotika tidak tepat). Assessment: Dosis pemberian antibiotika tidak tepat, dosis Ampisillin untuk sepsis neonatal dengan usia dibawah 7 hari adalah sebesar 50 mg/kg BB/12 jam (BNFC,2012). Pada kasus ini diberikan dosis 250 mg/hari dengan berat badan pasien 3650 gram. Dosis bagi pasien tersebut menurut literatur adalah 182,5 mg/12 jam. Dosis gentamisin untuk sepsis neonatal usia lebih dari 35 minggu adalah sebesar 2,5 mg/kg BB/12 jam (BNFC,2012). Pada kasus ini diberikan dosis 70 mg/12 jam dengan berat badan pasien 3650 gram. Dosis bagi pasien tersebut menurut literature adalah 9,125 mg/12 jam. Dosis pemberian tidak tepat karena melebihi dosis literatur. Kesimpulan Dosis pemberian antibiotika tidak tepat (kategori IIa)

b. Kombinasi Sefotaksim-Amikasin Kategori

Gyssens

Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori) Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis pasien lengkap. Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).

Assessment: Terdapat indikasi penyakit akibat bakteri, terbukti dari kadar leukosit yang rendah dan pasien terdiagnosa menderita sepsis neonatal. Diagnosa sepsis neonatal ditegakkan dari beberapa tanda dan gejala, seperti malas minum, demam, keadaan umum lemah, nilai CRP lebih dari normal disertai bronkopneumonia (IDAI, 2009). Kategori IVa Lolos kategori IVa (Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif).

Assessment: tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif untuk pasien ini, terbukti dari kondisi klinis pasien yang membaik dan sembuh. Sefotaksim-amikasin bukan merupakan terapi lini pertama untuk sepsis neonatal. Sefotaksim-amikasin merupakan terapi lini kedua setelah Ampisillin tidak banyak memberikan perubahan klinis pada pasien (SPO, 2014).


(4)

aman/kurang toksik).

Assessment: Sefotaksim-amikasin aman untuk pasien tersebut, namun ada kemungkinan peningkatan risiko nefrotoksisitas bila dikombinasikan dengan antibiotika golongan Aminoglikosida (Kemenkes, 2011). Sefotaksim-amikasin diberikan untuk pasien dikarenakan tidak ada perbaikan klinis pada pasien setelah menerima terapi Ampisillin-Gentamisin (SPO, 2014). Ampisillin-Gentamisin diganti dengan Sefotaksim-Amikasin (SPO, 2014).

Kategori IVc Lolos kategori IVc (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah). Assessment: tidak ada antibiotika lain sejenis yang lebih murah. Kategori IVd Lolos kategori IVd (Tidak ada antibiotika lain dengan spektrum

lebih sempit).

Assessment: tidak ada antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit dikarenakan dalam kasus ini tidak dilakukan kultur bakteri sehingga tidak diketahui jenis kuman penyebab penyakit. Terapi empiris lini kedua setelah Ampisillin-Gentamisin adalah Sefotaksim-Amikasin (SPO, 2014).

Kategori IIIa Lolos kategori IIIa (Pemberian antibiotika tidak terlalu lama).

Assessment: pemberian antibiotika tidak terlalu lama, pemberian antibiotika pada kasus ini adalah 5 hari. Menurut SPO (2014) durasi terapi antibiotika Sefotaksim-Amikasin adalah selama 5-7 hari, bila setelah 5-7 hari tetap tidak membaik diganti dengan Seftazidim-Netilmisin (SPO, 2014).

Kategori IIIb Lolos kategori IIIb (Pemberian antibiotika tidak terlalu singkat). Assessment: pemberian antibiotika tidak terlalu singkat, pemberian antibiotika pada kasus ini adalah 5 hari. Menurut SPO (2014) durasi terapi antibiotika Sefotaksim-Amikasin adalah selama 5-7 hari, bila setelah 5-7 hari tetap tidak membaik diganti dengan Seftazidim-Netilmisin (SPO, 2014).

Kategori IIa Tidak lolos kategori IIa (Dosis pemberian antibiotika tidak tepat). Assessment: Dosis pemberian antibiotika tidak tepat, dosis Sefotaksim untuk neonatal usia dibawah 7 hari sebesar 25 mg/kg BB/12 jam (BNFC 2012), dalam kasus ini diberikan dosis 150 mg/12 jam dengan berat badan pasien 3650 gram. Maka dosis yang seharusnya diberikan untuk pasien tersebut adalah 91,25 mg/12 jam. Dosis Amikasin untuk sepsis neonatal sebesar 15 mg/kg BB/24 jam (BNFC 2012), dalam kasus ini diberikan dosis 45 mg/hari dengan berat badan pasien 3650 gram, dosis yang seharusnya diberikan bagi pasien tersebut adalah 54,75 mg/hari.

Kesimpulan Dosis pemberian antibiotika tidak tepat (kategori IIa) c. Kombinasi Seftazidim-Amikasin

Kategori Gyssens

Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori) Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis pasien lengkap. Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).

Assessment: Terdapat indikasi penyakit akibat bakteri, terbukti dari kadar leukosit yang rendah. Diagnosa sepsis neonatal ditegakkan dari beberapa tanda dan gejala, seperti malas minum, demam, keadaan umum lemah, nilai CRP lebih dari normal disertai


(5)

bronkopneumonia (IDAI, 2009).

Kategori IVa Tidak lolos kategori IVa (ada antibiotika lain yang lebih efektif). Assessment: ada kombinasi antibiotika lain yang lebih efektif untuk pasien ini, yaitu seftazidim-netilmisin merupakan terapi lini ketiga yang disarankan setelah lini pertama dan lini kedua tidak banyak memberikan perbaikan klinis (SPO, 2014). Sehingga penggunaan kombinasi seftazidim-amikasin termasuk dalam kategori IVa, ada antibiotika lain yang lebih efektif meskipun outcome terapi baik. Kesimpulan Ada antibiotika lain yang lebih efektif (kategori IVa)


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Paulina Nugraheni Ageng Prihanti merupakan putri pertama dari pasangan Gerlacus Karyawandi dan Placidia Sugiyati, lahir di Bantul pada tanggal 2 Desember 1993. Penulis menempuh pendidikan dimulai dari TK Kanisius Kanutan (1998-2000), SD Kanisius Kanutan (2000-2006), SMP Negeri 1 Pandak (2006-2009), SMA Negeri 2 Bantul (2009-2012) dan pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis cukup aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di tingkat fakultas seperti panitia

Pharmacy Road to School 2014, panitia Pharmacy Performance 2014, sebagai koordinator seksi pada

kepanitiaan kegiatan PHARMACOPE 2013 dan sebagai asisten praktikum mata kuliah Biokimia pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga aktif mengikuti beberapa seminar, seperti Seminar Motivasi dan Inspirasi untuk Meningkatkan

Leadership Competencies 2014, peserta Seminar Nasional Memperingati Hari

HIV/AIDS Dunia 2012. Pada tahun 2015, penulis dan tim PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) menerima dana hibah dari DIKTI untuk menjalankan PKM-M, yakni pengabdian masyarakat dengan judul “Aku Pilih JAS BIRU (Jajanan Sehat Dan Bekal Dari Ibuku) Agar Sehat Badanku” di SD Negeri Bantulan. Penulis juga aktif dalam kegiatan di lingkup Gereja Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran sebagai anggota aktif paguyuban lektor paroki sejak tahun 2009, sebagai wakil ketua dalam kepengurusan OMK Wilayah Fransiscus Xaverius Kanutan periode 2014-2015.


Dokumen yang terkait

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE JANUARI SAMPAI MEI 2015

1 11 205

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE JANUARI SAMPAI MEI 2015

0 4 205

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Pneumonia Dengan Metode Gyssens Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi Surakarta

2 33 17

Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode Gyssens pada pasien ibu hamil rawat inap tahun 2015-2016 di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sakina Idaman Yogyakarta.

0 1 62

Evaluasi peresepan antibiotika pada pasien diare dengan metode gyssens di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode April 2015.

0 4 213

Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode gyssens pada pasien leptospirosis di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari-Mei 2015.

1 10 242

Evaluasi peresepan antibiotika profilaksis dengan metode gyssens pada pasien yang menjalani operasi sesar pada Bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

2 21 186

Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap Rsud Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013.

2 8 201

Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode Gyssens pada pasien ibu hamil rawat inap tahun 2015 2016 di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sakina Idaman Yogyakarta

0 0 60

HUBUNGAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT DENGAN KEPUASAN PASIEN BPJS KESEHATAN DI INSTALASI RAWAT INAP KELAS III RUMAH SAKIT UMUM PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

0 2 9