Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan seperti yang tercantum pada UU RI No. 12 Tahun 2012 pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sekolah sebagai tempat yang disediakan pemerintah dalam menangani masalah pendidikan di Indonesia bertujuan mengembangan ketrampilan peserta didik. Proses belajar mengajar dalam berbagai satuan pendidikan mengharapkan terciptanya suatu kondisi yang aktif antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik demi tercapainya tujuan. Menurut Dimyati Mudjiono 1999:45 dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakan keaktifan yang beranekaragam bentuknya. Keaktifan ini membentuk suatu proses belajar dengan melibatkan partisipasi siswa secara maksimal. Bentuk partisipasi siswa ini terlihat dari sikap siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar di kelas, terjadi interaksi yang melibatkan guru dan siswa. Hubungan antara guru dan siswa ini tidak bersifat sepihak, namun juga guru dan siswa berinteraksi secara seimbang demi tercapainya tujuan belajar. Menurut Suyono Hariyanto 2011:11 praktik pembelajaran di sekolah harus menciptakan suasana yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan meyenangkan. Suasana ini harus tetap terjaga untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Saat siswa menunjukan perilaku aktif dalam proses belajar mengajar maka interaksi belajar akan menyenangkan dan mempengaruhi tujuan belajar. Tujuan belajar ini terlihat saat siswa sebagai peserta didik mampu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan serta perilaku baru sebagai akibat-akibat latihan atau pengalaman dalam hal ini akibat dari kegiatan belajar. Hal ini terlihat dari prestasi belajar yang di dalamnya terdapat hasil belajar yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu. Menurut Arifin 2009:12 prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan pada bidang tertentu. Prestasi belajar dapat diukur melalui evaluasi yang dilakukan oleh guru atau pengajar. Menurut Syah 2012:225 evaluasi adalah penilaian terhadap keberhasilan program pembelajaran siswa, yang bertujuan antara lain untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa, dan berfungsi antara lain untuk menentukan posisi siswa dalam kelompoknya. Menurut Bloom dalam Solihatin 2012:5 evaluasi hasil belajar dibagi dalam 3 ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar ini didapat dari interaksi siswa dengan lingkungan yang telah direncanakan guru sebagai proses pembelajaran. Hasil belajar ini dapat menjadi tolak ukur tercapainya tujuan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pendidikan Kewarganegaraan atau lebih dikenal dengan singkatan PKn yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekalah dasar dapat secara terencana diajarkan dengan tujuan untuk pendidikan anak dan pemeliharaan hubungan dengan masyarakat dan negara. Dari segi subsitansi, PKn memperkaya wawasan dan membentuk kepribadian sebagai warga negara yang baik. Menurut Darmadi 2010:34 Pendidikan Kewarganegaraan berupaya untuk membentuk anak didik menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab dan ikut serta mampu mengenalkan Pancasila dan UUD 45. PKn lebih banyak belajar tentang pengalaman nilai dan moral. Dalam materi ajar terdapat banyak sekali pengertian yang harus dihafalkan agar dapat dimengerti oleh siswa. Semua materi tidaklah berisi pengertian namun juga banyak mengenai sikap atau tindakan. Dalam upaya membangun sikap yang baik dalam pelaksanaan nilai dalam hidup bermasyarakat, siswa harus mempunyai dasar yang kuat tentang pengertian materi yang diajarkan guru. Peneliti melakukan dua kali pengamatan di SDN Karangwuni 1 yang dilaksanakan pada waktu berbeda. Pengamatan pertama dilaksanakan pada tanggal 22 September 2012 dan pengamatan kedua dilaksanakan seminggu setelah pengamatan yang pertama pada tanggal 29 September 2012. Pengamatan dilaksanakan pada siswa kelas V SDN Karangwuni 1 yang berjumlah 20 siswa, dimana terdiri dari 7 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki. Pengamatan yang pertama dilakukan pada tanggal 22 September 2012 pukul 07.00. Dalam pengamatan ini peneliti melihat, kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas masih menggunakan pembelajaran tradisional dimana peran guru masih mendominasi pembelajaran sehingga sangat terlihat guru menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Guru dalam proses pembelajaran memberi informasi dan peserta didik hanya berperan sebagai penerima informasi. Sikap guru saat menerangkan masih terpaku di depan dan cenderung memperhatikan siswa yang berada di deretan depan. Guru dalam menjelaskan materi pada siswa berfokus pada satu bahan ajar atau pada satu buku pegangan guru. Saat guru menjelaskan materi, guru sama sekali tidak menggunakan papan tulis sebagai media pembelajaran yang dapat dimaksimalkan kegunaannya. Sikap guru dalam mengambil kesimpulan di akhir pembelajaran masih bersifat umum atau menyeluruh belum pada tiap siswa atau individu sehingga guru tidak tahu apakah siswa sudah benar tahu atau hanya pura-pura tahu. Setelah guru menerangkan materi pada siswa, guru melakukan tanya jawab. Saat kegiatan tanya jawab, terlihat siswa kurang bersemangat terlihat dari beberapa siswa yang enggan untuk mengangkat tangan dan menjawab. Dari sikap siswa ini terlihat bahwa tingkat keaktifan peserta didik saat proses pembelajaran kurang aktif. Tingkat keaktifan yang kurang ini masih terlihat pada pengamatan kedua yang dilakukan peneliti pada tanggal 29 September 2012 pukul 07.00. Guru masih menggunakan metode ceramah selama proses belajar mengajar dan melakukan tanya jawab diakhir pembelajaran. Pada pelajaran yang berlangsung 2 x 35 menit ini, guru hanya melakukan penguatan materi sebelumnya. Selanjutnya, guru melakukan tanya jawab. Guru melakukan tanya jawab dengan memanggil nama siswa sebelum memberi pertanyaan dan dari beberapa siswa hanya sedikit siswa yang mampu menjawab. Guru pada pengamatan kedua ini masih belum menggunakan papan tulis sebagai media pembelajaran dan tidak menyuruh siswa untuk membuat catatan diakhir pembelajaran. Dari kedua data hasil pengamatan tersebut, peneliti mendapati persamaan yaitu interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang cenderung menggunakan pembelajaran tradisional dan dalam pembelajaran belum terlihat guru menggunakan media belajar, sehingga terasa monoton dan membosankan. Saat melakukan pengamatan, peneliti juga mengisi lembar pengamatan yang berhubungan dengan keaktifan belajar siswa saat proses belajar mengajar. Lembar pengamatan keaktifan belajar siswa ini dibagi dalam tiga indikator. Indikator pertama mengamati partisipasi siswa selama proses belajar mengajar, indikator kedua mengamati keberaniaan siswa mengemukakan pendapat dan indikator ketiga mengamati komitmen siswa dalam mengerjakan tugas kelompok. Jumlah turus dari ketiga indikator ini untuk selanjutnya dihitung menjadi satu dan dibandingkan dengan rata-rata keaktifan kelas. Siswa dinyatakan aktif apabila jumlah turus yang didapat lebih besar atau sama dengan jumlah rata-rata keaktifan kelas. Dari data hasil pengamatan, peneliti memperoleh persentase jumlah siswa yang aktif selama pembelajaran sebanyak 35 . Begitu juga peneliti dapat melihat tingkat keaktifan belajar siswa pada pengamatan kedua, jumlah persentase siswa yang aktif selama pembelajaran sebanyak 35 . Dari kedua hasil pengamatan tersebut, peneliti membuat data awal yang akan dipergunakan dalam penelitian ini meliputi persentase jumlah siswa yang aktif selama adalah 35. Data pengamatan keaktifan belajar siswa pada pengamatan pertama dan kedua dapat dilihat pada lampiran 13 halaman 210. Dari hasil pengamatan ini peneliti mendapat banyak informasi yang menujukkan bahwa materi PKn banyak terdapat beberapa materi yang abstrak, sehingga membutuhkan proses pembelajaran yang lebih komunikatif dari guru dan juga untuk menyampaikan materi tersebut perlu menggunakan media pembelajaran yang mendukung agar tujuan pembelajaran tercapai. Namun, keterbatasan sarana dan prasarana di SDN Karangwuni 1 menyebabkan siswa kelas V mengalami kesulitan dalam memahami materi PKn. Karena kurang adanya sarana dan prasarana ini guru hanya menggunakan media yang telah ada seperti papan tulis dan buku pegangan guru. Selain itu, pada pengamaan ini juga menunjukkan bahwa usaha guru untuk menciptakan media ataupun penggunaan metode pembelajaran yang inovatif sangat minim sehingga hal yang tetap dilakukan guru hanyalah penyampaian materi secara tradisional. Hal ini menyebabkan tingkat keaktifan belajar peserta didik rendah karena guru hanya memakai metode ceramah dan tanya jawab. Selain dari pengamatan di kelas, peneliti juga melakukan dokumentasi tentang nilai-nilai PKn siswa kelas V saat ulangan harian materi mematuhi keputusan bersama. Kriteria Ketuntasan Minimal KKM untuk mata pelajaran PKn kelas V adalah 75, sedangkan data menunjukkan bahwa peserta didik yang tidak mencapai KKM pada saat ulangan harian materi mematuhi keputusan bersama, dua tahun lalu memiliki persentase sebesar 50 dari 14 orang. Data lain menunjukan nilai ulangan harian siswa materi mematuhi keputusan bersama siswa kelas V tahun lalu adalah sebesar 47 dari 17 orang yang tidak mencapai KKM. Daftar nilai siswa pada dua tahun dan satu tahun yang lalu dapat di lihat pada lampiran 12 halaman 209. Berdasarkan masalah klasikal tersebut prestasi belajar siswa cenderung rendah karena banyak siswa yang nilainya tidak mencapai KKM. Pada saat guru menjelaskan banyak dari siswa cenderung pasif dan beberapa siswa banyak yang kurang mengerti akan materi namun takut bertanya. Peneliti mengetahui hal tersebut saat peneliti mendengar percakapan antar siswa yang mengatakan siswa tersebut lebih baik diam tidak menjawab daripada nanti saat menjawab salah dan dimarahi oleh guru. Peningkatan keaktifan belajar dan prestasi belajar siswa dapat dilakukan dengan penggunaan media yang sesuai dengan materi. Menurut Anitah 2009:5 media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar untuk menerima pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Guru dapat memilih media yang benar-benar tepat sehingga pembelajaran akan menarik dan materi mudah dipahami oleh pembelajar. Media yang dipilih guru tidak harus yang susah dicari, media yang baik dapat disiapkan sendiri oleh guru sesuai dengan kreatifitas guru dalam menyiasati proses belajar mengajar yang aktif melibatkan siswa sehingga prestasi belajarnya meningkat. Media yang mudah didapat dan juga mudah bagi guru untuk mengaplikasikan dalam pembelajaran adalah media gambar. Dengan memanfaatkan visual dari gambar media, guru dapat memberi gambaran secara konkret dan suasana belajar akan lebih menyenangkan. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengambil penelitian tentang “Peningkatan Keaktifan Belajar dan Prestasi Belajar PKn pada Siswa Kelas V SDN Karangwuni 1 melalui Penggunaan Media Gambar”. Peneliti menganggap media gambar mudah didapat, diaplikasikan oleh guru dalam pembelajaran dan juga mudah bagi siswa menggunakannya. Selain itu media gambar dapat dengan mudah dikaitkan dengan materi yang ada.

1.2 Pembatasan Masalah