Pemborosan waste Teknik-Teknik Pengembangan Lean Manufacturing

4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak mendorong dari akhir produksi 5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda mixed production atau keanekaragaman produk yang lebih besar dengan cepat, tanpa mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah 6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang dengan para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan pengaturan informasi. 7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.

2.3 Pemborosan waste

Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di lingkungan manufaktur hampir sama. Pada saat berpikir tentang pemborosan waste, akan lebih mudah bila mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu : 1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah Value Adding Activity Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini adalah mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya. 2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Non Value Adding Activity Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau material, dan lain-lain. 3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan Necessary Non Value Adding Activity Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena menggunakan mesin lama yang tidak reliable. Hines Taylor, 2000.

2.4 Type-Type Pemborosan waste

2.4.1 Type Tujuh Pemborosan seven waste

Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikan oleh Dr. Shiego Singo kemudian ditulis kembali oleh Kilpatrick 2003 : 1. Produksi berlebihan overproduction adalah kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaankeinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk. 2. Menunggu waiting adalah proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan. 3. Transportasi transportation adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah.. 4. Proses yang tidak tepat inappropriate processing adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain. 5. Persediaan yang tidak perlu unnecessary inventory adalah penyimpanan inventory melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar. 6. Gerakan yang tidak perlu unnecessary motion adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis. 7. Kecacatan defect merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang rework dan tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.

2.4.2 Type Delapan Pemborosan eight waste

Dalam kalangan praktisi Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan pemborosan yang menurut Taiichi Ohno salah satu pencipta Toyota Production System bertanggung jawab dalam sekitar 95 dari semua biaya yang ada dalam produksi. Delapan pemborosan tersebut adalah : 1. Overproduction produksi berlebih Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal tersebut Work in Progress, buffer, safety stock merupakan pemborosan karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Produksi berlebih adalah pemborosan yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra. 2. Waiting menunggu Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material, menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi. 3. Transportation transportasi yang tidak perlu Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu. Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang. 4. Non value added activities aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang reworking karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila dilakukan proses yang benar. Deburing sisa produksi karena produk seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan inspecting pemeriksaan karena produk seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan Statistical Process Control SPC untuk menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut. 5. Excess inventory persediaan berlebih Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain. Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih : - Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi - Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses berikutnya. - Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena persediaan - Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil mengurangi waktu set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi 6. Excess motion gerakan yang berlebihtidak diperlukan Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar- mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi. 7. Defect waste pemborosan karena cacat produksi Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila barang-barang tersebut dikerjakan ulang rework atau bahkan produk yang cacat itu harus dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi maka akan diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung. 8. Underutilized people pekerja yang kurang profesioanl Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari perusahaan untuk berkembang.

2.4.3 Type Sembilan Pemborosan nine waste

Menurut Vincent Gaspersz 2007 terdapat sembilan pemborosn yang ada dalam bidang industri yang terkenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu : 1. E = Environmental, Health and Safety EHS adalah jenis pemborosan yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS. 2. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk barangjasa. 3. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan, 4. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu. 5. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis pemborosan sumber daya manusia SDM yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal. 6. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. 7. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang berlebihan. 8. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream. 9. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

2.4.4 Type Sepuluh Pemborosan ten waste

Dalam perspektif lain, kaufman consulting group 1999 telah merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1 Sumber : Kaufman consulting group, 1999 Gambar 2.1 Sepuluh areas waste dalam industri manufaktur Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur Kategori pemborosan Jenis pemborosan Pendekatan reduksi pemborosan Contoh metode peningkatan kinerja Fokus peningkatan Orang people Processing, motion, waiting Manajemen tempat kerja workplace manajement Penetapan standar kerja, pengorgaisasian tempat kerja, kaizen, 5S Tata letak layout, pemasangan label labeling, toolspart arrangement, work instruction, efisiensi, takt time, skills kemampuan, training, shift meeting, cellareas team, visual displays Kuantitas quantity Inventory, moving things, making too much JIT Just In Time Leveling, kanban, quick setup, preventive maintenance Work balance, WIP work in process, locationamount, kanban location, kanban types, lot sizes, changeover analyze, preventive maintenance analyze Kualitas quality Fixing defects Error mistake, proofing, autonomation Detection, warning, prediction, prevention, jidoka Fixture modifications succesive checks, limit switches, check sheets, appropriated automated assistance, template Informasi information Planning, scheduling, execution Teknologi informasi berfokus proses process focused information technology Plan, schedule, track, anticipate, optimize Queue analyze, dynamic scheduling of orderjob status by process element, timingcompletion Sumber : Kaufman consulting group, 1999

2.5 Tools Yang Digunakan

Dalam mencari penyebab terjadinya waste ada beberapa tools yang digunakan, yaitu :

2.5.1 Big Picture Mapping

Big picture mapping adalah pemetaan proses pada level tinggi yang melingkupi proses secara luas namun dengan tingkat kedetailan yang masih rendah. Peta gambar besar atau Big Picture Mapping merupakan sebuah alat yang diadopsi dari sistem produksi Toyota. Alat ini sangat membantu dalam mengidentifikasi terjadinya pemborosan waste. Pemborosan dapat diketahui dengan mengetahui aliran fisik dan aliran informasi dari perusahaan dan menggambarkannya dalam satu kesatuan. Selain itu peta gambar besar atau Big Picture Mapping sangat berguna untuk dilakukan sebelum membuat detailed mapping dari proses manapun. Dengan membuat Big Picture Mapping maka dapat membantu untuk menggambarkan aliran yang ada, membantu menemukan lokasi waste, menyatukan penerapan dari kelima prinsip Lean, membantu untuk memutuskan siapa yang menjadi anggota tim untuk implementasi, memperlihatkan hubungan antara sistem informasi dengan aliran fisik. Ada lima langkah yang perlu dilakuakan untuk membentuk Big Picture Mapping yaitu : 1. Fase pertama, mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan. Beberapa perlu dijawab pada fase ini. Misalnya, seberapa banyak pelanggan membutuhkan barang tertentu tiap tahun, bagaimana pola pemesanannya, berapa ukuran pesanan biasanya, berapa banyak pelanggan biasanya menyimpan persediaan, berapa sering pengiriman dilakukan, serta hal-hal lain yang relevan. 2. Fase kedua, Information flows Pada fase ini, ditambahkan aliran informasi yang melintasi proses yang ditinjau. Untuk melengkapi fase ini perlu dicari tahu apakah informasi yang diberikan pelanggan ke perusahaan ramalan, call-off, dan sebagainya, kebagian mana informasi-informasi tersebut disampaikan, berapa lama menunggu sebelum informasi tersebut diproses, pihak mana saja atau siapa saja yang dilewati sampai informasi tersebut mengalir ke bagian hulu perusahaan supplier, serta informasi-informasi apa yang perusahaan berikan ke supplier. 3. Fase ketiga adalah menambahkan aliran fisik pada peta tersebut. Aliran fisik yang berasal dari luar dan ke luar perusahaan maupun yang ada di dalam perusahaan harus sama-sama ditambahkan. Informasi seperti pola pengiriman dari supplier, ukuran pengiriman, rata-rata waktu tunggu sebelum pesanan dikirim,. Selanjutnya, untuk aliran internal perlu diidentifikasikan langkah-langkah kunci yang terlibat, di mana saja persediaan biasanya disimpan, dimana saja biasanya terjadi inspeksi kualitas, berapa lama masing-masing kegiatan tersebut dilakukan, titik mana merupakan bottleneck, dan sebagainya. 4. Fase keempat adalah hubungkan aliran fisik dan aliran informasi. Di sini diperlukan informasi di mana informasi seperti rencana material atau rencana produksi turun menjadi pemicu adanya aliran fisik dan sebaliknya. Sebagai contoh, rencana produksi diuraikan menjadi jadwal produksi harian sehingga dapat menjadi pedoman untuk memindahkan material dari gudang ke lantai produksi dan menjadi instruksi kerja operator di lantai produksi untuk mengerjakan suatu produk. Sebaliknya, ada aliran dari bagian bawah ke bagia atas dari peta yang dibuat. Misalnya, hasil kegiatan inspeksi material akan memberikan informasi tentang reject rate. Informasi ini akan masuk ke bagian perencanaan material sehingga bisa digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki atau membuat rencana baru. 5. Fase kelima adalah melengkapi peta di atas dengan informasi lead time dan value adding time dari keseluruhan proses. Informasi ini ditempatkan di bagian bawah dari peta. Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture Mapping BPM : Sumber : Hines, P. D. Taylor, 2000. ”Going Lean”. Gambar 2.2 Icon Big Picture Mapping Untuk menggambarkan Peta gambar besar atau Big Picture Mapping terlebih dahulu tentukan lambang dari tiap komponen yang ada antara lain : pemasokkonsumen suppliercustomer, kotak informasi information box, kotak waktu timing box, kotak pengerjaan ulang rework box, titik persediaan inventory point, titik inspeksi quality check point, stasiun kerja dengan waktu work station with timing, aliran informasi information flow, aliran fisik physical flow, kotak proses stasiun kerja work station process box, aliran fisik antar perusahaan inter company physical flow.

2.5.2 Value Stream Analysis Tools VALSAT

Value Stream Mapping Tools VALSAT adalah alat yamg berfungsi untuk memilih alat dari pemetaan aliran proses yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi pemborosan waste. Value stream analysis tools merupakan tools yang tepat untuk memetakan secara detail waste pada aliran nilai yang fokus pada value adding process dan non-value adding process. VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines dan Rich 1997 untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream yang ada dan mempermudah untuk membuat perbaikan berkenaan dengan waste yang terdapat dalam value stream. VALSAT merupakan pembobotan waste-waste, kemudian dari pembobotan tersebut dilakukan pemilihan terhadap tool dengan menggunakan matrik. Pada proses ini dilakukan proses pemetaan dari future state yang diusulkan. Alasan yang mendasari pengumpulan dan penggunaan serangkaian tool ini adalah untuk membantu para peneliti atau para praktisi dalam mengidentifikasikan pemborosan pada individual value stream dan mendapatkan jalan yang tepat untuk menghilangkannya. Berikut ini adalah tools yang digunakan pada value stream mapping yang akan ditunjukkan pada tabel 2.2 . Tabel 2.2 Value Stream Analysis Tools process activity supply chain production variety quality filter demand amplification decision point phisical wastestructure mapping response matrix funnel mapping mapping analysis structure over production L M L M M waiting H H L M M transportation H L unappropriate H M L L processing unnecessary M H M H M L inventory unnecessary H L H motion defects L overall structure L L M L H M H Sumber : Hines dan Rich , “Value stream managemen”2000. Notes : H : high correlation and usefulness M : medium correlation and usefulness L : low correlation and usefulness Keterangan : H high correlation : faktor pengali = 9 M medium correlation : faktor pengali = 3 L low correlation : faktor pengali = 1 Selanjutnya akan dilakukan pemilihan pemetaan yang tepat dalam value stream dengan menggunakan VALSAT Value Stream Analysis Tools. Cara perhitungannya adalah hasil dari rata-rata waste dikalikan dengan besar pembobotan yang terdapat pada tabel VALSAT . Dari ketujuh tool tersebut akan digunakan untuk memahami kondisi yang terjadi di lantai produksi, penggunaan tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Untuk langkah penting dalam pemilihan tool yang sesuai dengan kondisi yang bersangkutan antar lain melakukan pembobotan terhadap waste. Pembobotan ini merupakan hal yang sangat penting sekali karena dengan prmbobotan waste yang sempurna maka tool yang akan datang juga tepat sehingga mudah dalam melakukan usulan perbaikan. Untuk lebih jelasnya berikut detail dari ketujuh tools yang dikemukakan oleh Hines dan Rich 1997 dalam VALSAT : a. Process Activity Mapping PAM Tool ini digunakan untuk membuat detailed mapping dalam order fulfillment process. Secara lebih luas kita menggunakannya untuk mengidentifikasi lead time baik dari aliran fisik produk maupun aliran informasi, tidak hanya di area pabrik tetapi juga pada area lainnya dalam supply chain, mengeliminasi pemborosan pada tempat kerja dan menyediakan goods dengan kualitas tinggi serta pelayanan yang mudah, cepat dan tidak mahal. Dasar pendekatan ini adalah mencoba untuk mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu, menyederhanakan, mengkombinasi serta mencari perubahan rangkaian yang akan mengurangi pemborosan. Empat tahap pendekatan Process Activity Mapping secara umum adalah : 1. Memahami aliran proses kemudian mengidentifikasi pemborosan 2. Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada rangkaian yang lebih efisien. 3. Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan rute transportasi yang berbeda. 4. Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan. Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori, seperti : operation operasi, transport transportasi, inspection pemeriksaan, storage penyimpanan dan delay menunggu. Untuk membuat Process Activity Mapping, dilakukan dengan cara membuat analisa persiapan proses kemudian dilakukan pencatatan secara detail dari permintaan barang pada tiap proses. Hasilnya adalah peta proses, dimana tiap-tiap langkah telah dikategorikan dalam berbagai macam tipe aktivitas. b. Supply Chain Response Matrix Tool ini merupakan sebuah diagram sederhana yang berusaha menggambarkan the critical lead time constraint untuk setiap bagian proses dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi sebuah perusahaan baik suppliernya dan downstream retailernya. Diagram ini terdapat 2 axis dimana untuk vertical axis menggambarkan rata-rata jumlah inventory hari dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan untuk horizontal axis menunjukan comulative lead timenya. c. Production Variety Funnel Pendekatan ini sama dengan metode analisa IVAT yang melihat operasi internal perusahaan sebagai aktivitas yang disesuaikan ke I, V, A, atau T merupakan pemetaan visual yang mencoba memetakan jumlah variasi produk tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik dimana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik. Tool ini dapat digunakan untuk membantu menentukan target perbaikan, pengurangan inventory dan membuat perubahan untuk proses dari produk. d. Quality Filter Mapping Pendekatan Quality Filter Mapping merupakan tool baru yang digunakan untuk mengidentifikasi dimana keberadaan masalah kualitas pada rantai persediaan. Peta ini memperlihatkan tiga tipe cacat kualitas yang berbeda yang terdapat pada value stream yaitu : 1. Product defect : cacat pada fisik produk yang lolos dari proses inspeksi dan sampai ke tangan konsumen. 2. Scrap defect : cacat yang ditemukan pada proses inspeksi 3. Service defect : permasalahan dari konsumen yang tidak secara langsung berhubungan dengan produk, tetapi dengan tingkat pelayanan dari perusahaan. Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara letitudinal sepanjang supply chain. Pendekatan ini dirancang untuk membangun tingkat kualitas baik internal maupun eksternal semaksimal mungkin seperti yang di inginkan oleh konsumen customer needs. e. Demand Amplification Mapping Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demand berubah- ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilakn dari diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi dan menguranginya, membuat keputusan berkaitan dengan value stream configuration. Dalam diagram ini vertical axis menggambarkan interval waktu, grafik di dapatkan untuk setiap chain dari supply chain configuration yang ada. f. Decision Point Analysis Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana aktual demand dilakukan dengan sistem pull sebagai dasar untuk membuat forecast pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk dibuat berdasarkan demand aktual selanjutnya produk harus dibuat dengan melakukan forecast. Dengan tool ini dapat diukur kemampuan dari proses upstream dan downstream berdasarkan titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull tarik atau push tekan yang sesuai. g. Phisical Structure Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi bagian-bagian dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman tersebut dapat dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi dan dapat memberikan perhatian pada level area yang kurang diperhatikan. Untuk level yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound supply chain di lantai produksi.

2.5.3 Fish Bone Chart Diagram Tulang Ikan

Fish Bone Chart adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara karakteristik mutu dan faktor penyebab kecacatanpemborosan. Diagram ini berbentuk tulang ikan karena itu disebut juga diagram tulang ikan. Fish Bone Chart merupakan alat formal yang digunakan untuk menunjukkan penyebab potensial dari kecacatanpemborosan. Ruas utama sebelah kanan menunjukkan masalah yang terjadi. Cabang utama dikaitkan pada penyebab utama dan setiap cabang utama memiliki daftar penyebab yang lebih detail. Penyebab masalah utama yang potensial harus segera dicari tahu dan dianalisa saat masalah diidentifikasi. Metode tukar pikiran digunakan untuk menentukan penyebab dari akibat yang dihasilkan dalam mendesain sebuah diagram sebab akibat. Sutalaksana. 1979. Gambar 2.3 Fish Bone Chart

2.5.4 Failure Mode Effect and Analysis FMEA

FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk menentukan efek dari kegagalan sistem. Kegagalan digolongkan berdasarkan dampaknya pada kesuksesan suatu misi dan keselamatan anggota atau peralatan. Konsep FMEA ini berubah ketika diterapkan pada kondisi manufaktur modern yang memproduksi produk-produk konsumsi. Pada produsen dari produk-produk konsumsi tersebut kemudian menetapkan beberapa prioritas baru, termasuk kepuasan dan keselamatan konsumen. Haviland, 1998. Secara umum Failure Mode Effect and Analysis didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu 1 Penyebab kegagalan yang potensial dari proses atau produk selama siklus hidupnya. 2 Efek dari kegagalan tersebut. 3 Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi produk atau proses. Haviland, 1998. FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan reliability dan penyebab kegagalan untuk mencapai persyaratan kehandalan dan keamanan produk dengan memberikan informasi dasar mengenahi prediksi kehandalan, desain produk, dan desain proses. Dalam FMEA terdapat beberapa hal yang berpengaruh, antara lain : 1. Rating keparahan severity adalah rating yang berhubungan dengan tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan. Efek dirating pada skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh sebagai tingkat yang paling parah. Sumber fundamental dari kegagalan menyangkut berbagai aspek dari desain, pemilihan material, kekurangan atau kelemahan material, fabrikasi dan pemrosesan, pengerjaan ulang, perakitan, inspeksi, uji coba atau testing, pengendalian kualitas quality control, penyimpanan, pengiriman, kondisi kerja, pemeliharaan, dan penyimpanan yang tidak terduga akibat kelebihan beban atau kerusakan mekanis atau kimia dalam kerja. Terkadang pula, lebih dari satu sumber tersebut memberikan kontribusi kegagalan. Ford Motor Company, 1992. 2. Rating kejadian occurrence adalah rating yang berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada elemen dengan jumlah yang ditentukan yang diproduksi dengan metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating kejadian ini diestimasikan dengan jumlah kegagalan kumulatif yang muncul pada setiap 1000 komponen atau CNF Cumulative Number of Failure1000. CNF1000 dapat diestimasikan dari sejarah tingkat kegagalan proses manufaktur dan komponen yang mirip atau yang dapat mewakili jika estimasi dari kegagalan dari komponen yang dimaksud tidak dapat ditentukan. 3. Rating deteksi detection tergantung pada metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating deteksi adalah ukuran kemampuan metode tipe 2 untuk mendeteksi penyebab atau mekanisme kegagalan atau kemampuan pengendalian metode tipe 3 untuk mendeteksi kegagalan. Satu nilai deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Metode pengendalian dapat dikelompokkan dan dipandang sebagai sebuah sistem jika beroperasi secara independen. Tahapan FMEA diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi sistem dan elemen sistem 2. Mengidentifikasi kegagalan dan efeknya. Failure adalah keadaan dimana suatu sistem tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Effect of Failure merupakan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kegagalan. 3. Menentukan tingkat keparahan dari suatu kegagalan severity. Tim FMEA dapat menentukan kriteria severity sendiri atau menggunakan kriteria menurut Stam,1998. 4. Menentukan occurrence. Occurrence menyatakan frekuensi atau jumlah kegagalan yang terjadi karena suatu penyebab. Tingkat occurrence dimulai dari angka 1 tingkat kejadian rendah hingga 10 tingkat kejadian sering. Rating occurrence dapat ditentukan menurut Ford, 1992 5. Menentukan tingkat deteksi detection. Tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Tingkat deteksi mulai dari angka 1 sampai 10. Semakin kecil tingkat deteksi, maka semakin tinggi kemampuan metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Apabila metode deteksi lebih dari satu, maka diberikan nilai deteksi terendah. Apabila nilai deteksi tidak dapat ditentukan, maka nilai deteksi yang digunakan adalah 10. 6. Menghitung Risk Priority Number RPN. RPN menyatakan tingkat resiko dari suatu kegagalan. Angka RPN berkisar antara 1-1000, semakin tinggi angka RPN, maka semakin tinggi resiko suatu potensi kegagalan terhadap sistem, desain, proses maupun pelayanan. RPN = Severity x Occurrence x Detection. 7. Memberikan rekomendasi tindakan untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan dan selanjutnya dianalisa.

2.6 Teknik-Teknik Pengembangan Lean Manufacturing

Dalam usaha untuk meminimalisasi atau menghilangkan pemborosan, para pemakai Lean Manufacturing System memakai berbagai macam alat yang disebut juga Lean Building. Yang patut dicatat adalah telah terbukti bahwa para pemakai Lean Manufacturing System yang suskes menimplementasikan diperusahaan menyadari bahwa meskipun program ini hanya dapat dijalankan sebagai program yang berdiri sendiri, hanya sedikit sekali yang yang mempunyai dampak positif yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang benar adalah implementasi Lean Manufacturing System harus mempunyai dampak ke seluruh aspek overall dan bahwa mengimplementasikan program ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, mungkin bisa menimbulkan efek yang negatif bagi perusahaan. Suzaki, 1997. Berikut ini merupakan daftar alattools yang telah bisa digunakan dalam program Lean Manufacturing System : 1. 5S atau WorkPlace Organizations pengaturan tempat kerja. Tabel 2.3 Tabel 5S dalam 2 bahasa Japanese ”S” American ”S” Seiri Organizations Sort Seiton Tidiness Set in Order Seiso Purity Shine Seiketso CleanLiness Standardize Shitsuke Discipline Sustain Metode 5S atau WorkPlace Organizations pengaturan tempat kerja yaitu metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja. Hal tersebut digunakan karena metode 5S merupakan salah satu metode yang paling mudah dan paling cepat dapat dioperasikan dalam mengimplementasikan Lean Manufacturing dan yang paling penting adalah metode ini dapat diimplementasikan kedalam ke senmua bagian dalam perusahaan. Karena yang dilakukan 5S adalah mengatur tempat kerja agar lebih teratur sehingga proses kerja dapat berjalan dengan lebih mudah. Metode ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan seperti perlengkapan alattools yang diperlukan dalam proses kerja yang tidak lengkap dengan tujuan mengurangi pemborosan waste yang terjadi pada tempat kerja, posisi barang atau mesin lebih teratur, dan semua hal yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan kerja secara menyeluruh. Berikut adalah kelima S tersebut Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi 5 R : a. Ringkas memilah : pilahlah barang-barang dan simpan hanya yang diperlukan dan singkirkan yang tidak diperlukan. b. Rapi menata : Setiap barang memiliki tempat dan setiap barang ada di tempatnya. c. Resik membersihkan : proses pembersihan seringkali berbentuk pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk terdapat kualitas atau menyebabkan kerusakan pada mesin. d. Rawat menciptakan aturan : kembangkan sistem dan prosedur untuk mempertahankan dan memonitor ketiga R yang pertama. e. Rajin mendisiplinkan diri : menjaga tempat kerja agar tetap stabil merupakan proses yang terus-menerus dari peningkatan berkesinambungan. Pengendalian visual dari sistem Lean Manufacturing yang direncanakan dengan baik berbeda dai membuat operasi produksi massal menjadi rapi dan bersih. Sistem Lean Manufacturing menggunakan 5R untuk mendukung tercapainya sebuah proses yang mengalir lancar tepat waktu. 5R juga merupakan sebuah alat untuk membantu mengungkapkan masalah dan bila digunakan secara canggih dapat menjadi bagian dari proses pengendalian visual dari sebuah sistem Lean Manufacturing yang direncanakan dengan baik. Osada, 2002. 2. Visual Control Metode visual control adalah sebuah alat komunikasi yang digunakan dalam proses produksi untuk memberitahukan kepada para karyawan bagaimana cara bekerja yang baik dan hal-hal apa saja yang menyimpang dari standar. Visual control ini dapat membantu karyawan yang ingin melakukan pekerjaannya dengan baik agar dengan segera dapat melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaanya. Dalam arti yang lebih luas, pengendalian visual berkaitan dengan perancangan informasi just In time dari semua jenis pengendalian untuk memastikan pelaksanaan operasi dan proses yang tepat dan cepat. Contoh visual control adalah working instruction, label merah atau kuning, garis pembatas lantai, lampu andon, kartu kanban, visual control board, gambar standar operasi, display cacat, dan lain-lain. 3. Pull System sistem tarik secara sederhana dapat di gambarkan sebagai sebuah situasi yang berdasarkan sistem made to order, yaitu suatu sistem dimana perusahaan melakukan proses produksi berdasarkan jumlah permintaan konsumen. Aliran bahan baku merupakan kebalikan dengan arah aliran dokumen. Kontrol aliran kerja berdasarkan permintaan konsumen dan peramalan. Dengan permintaan konsumen, bahan baku dan kapasitas produksi telah direncanakan sebaik mungkin. Aliran bahan baku dan aliran informasi berjalan searah dan sistem ini pada umumnya sesuai untuk situasi make to stock. Push system ini juga meliputi sistem perencanaan menggunakan MRP Material Requirement Planning. 4. Kanban adalah salah satu bentuk sinyal yang sederhana. Jika ada kanban yang dikirimkan, itu berarti bahwa kanban dan part yang tercatat dalam kanban tersebut harus dikirimkan kelokasi berikutnya.

2.7 Bahan Baku Pembuatan Kecap