59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Badan Kredit Desa BKD pada awal pendiriannya tidak dapat dipisahkan dari berdirinya AVB Algemene Volkerediet Bank yang kemudian
menjadi BRI pada sekitar tahun 1896. Terbentuknya BKD erat kaitannya dengan keadaan ekonomi pedesaan di Jawa yang memprihatinkan. Hal ini
disebabkan karena kegagalan panen secara luas akibat musim kemarau panjang, banjir, dan serangan hama. Berdasarkan pengalaman ini, pada tahun
1897 Asisten Residen Banyumas di Purwokerto De Wolf Van Westerrode membentuk kelompok swadaya masyarakat untuk mengatasi keadaan, yaitu
dengan mendirikan 250 lumbung desa di wilayah Kabupaten Banyumas untuk menanggulangi keadaan akibat musim paceklik yang sering terjadi di Jawa.
Kelompok Swadaya Masyarakat KSM tersebut berdiri dengan landasan prinsip Koperasi Reifizen di Jerman yang praktiknya di Jawa dilaksanakan
dengan prinsip Rembug Desa, dimana hal tersebut sudah biasa dilakukan oleh masyarakat di Jawa dengan prinsip gotong-royong.
BKD adalah perusahaan milik desa yang beroperasi di wilayah desa yang diurus sebagai perusahaan tersendiri dan terpisah dari kekayaan desa
dan tidak boleh untuk memenuhi kebutuhan desa dengan kedudukan sebagai BUMDes. Dasar hukum BKD termuat dalam Staatsblad 357 1929, Rijksblad
No.9 tahun 1937 untuk daerah Pakualaman dan Rijksblad No.3H tahun 1938 untuk daerah Kasultanan. Namun, sesuai dengan UU No.7 tahun 1992 tentang
perbankan dan telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998 pasal 58, maka Staatsblad tersebut telah dicabut. Dan diperjelas dengan Peraturan Pemerintah
No.71 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 dan 2 yang menyatakan Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, BKK, dan lembaga-lembaga lainnya yang
dipersamakan diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat BPR dengan syarat yang ditentukan pemerintah.
Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 3163KEPDIRR tanggal 9 Juli 1998, pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan BKD dilaksanakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia BRI. Sehubungan dengan hal tersebut untuk tingkat kantor cabang, maka
pemimpin cabang BRI otomatis secara ex officio menjadi pengawas BKD yang ditegaskan kembali dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
627PBI2004 tanggal 28 Desember 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan Badan Kredit Desa oleh PT Bank Rakyat Indonesia. Pada tanggal 11 Juli
2006 terdapat kesepakatan bersama antara Sumarno Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat, Dirjen PMD Depdagri, Mokhammad Dakhlan Deputi
Direktur Direktorat Pengawas BPR, Sultan Hamid Kepala Divisi Kredit Program PT. Bank Rakyat Indonesia, dan M. Yahya Ketua Serikat Pekerja
Badan Kredit Desa. Kesepakatan tersebut yaitu dalam bidang pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pembinaan, pengawasan dan pengembangan BKD,
bahwa BKD perlu diintensifkan pembinaan dan pengawasannya baik secara kelembagaan maupun operasional keuangan dan SDM. Pemberdayaan BKD
akan dilakukan secara seksama dan ditindaklanjuti oleh Departemen Dalam
Negeri, Bank Indonesia, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk dan Serikat Pekerja BKD sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
BKD mempunyai daerah operasi di desa yang bersangkutan dan hanya memberikan kredit kepada penduduk setempat. Modal umumnya berasal dari
BRI cabang setempat, sedangkan sumber lain adalah iuran penduduk desa, sebagian Ipeda atau PBB, atau dari bantuan pemerintah daerah kabupaten
setempat, pinjaman dari kepala desa atau dari kas desa. Keunggulan BKD sendiri diantaranya yaitu banyaknya jumlah BKD yang ada di setiap desa,
kesederhanaan prosedur dan kecepatan waktu pelayanan serta pinjaman yang diberikan tanpa menggunakan agunan. Namun BKD harus mampu
meningkatkan kinerjanya supaya dapat bersaing dengan lembaga keuangan lainnya yang berada di lingkungan pedesaan, seperti pelepas uang rentenir,
BPR, dan Koperasi Unit Desa.
B. Data Umum Responden