25
berinteraksi dengan lingkungan tentu banyak pengalaman yang didapat siswa dan sangat berpengaruh terhadap penanaman karakter siswa.
Dari uraian di atas jelas dipaparkan mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi penanaman karakter siswa tidak terkecuali karakter semangat
kebangsaan. Antara faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lain sangat mempengaruhi terhadap pembentuka karakter siswa. Maka, faktor-faktor
tersebut mempunyai porsi yang sama dalam penanaman karakter. Tidak bisa hanya mengandalkan pada satu faktor saja, tetapi semua harus sejalan dan
seimbang serta berlanjut secara terus menerus untuk membentuk karakter yang baik pada diri siswa.
6. Pendekatan Penanaman Karakter
Secara praktis menurut Naim 2012:175 ada tiga langkah yang dapat digunakan untuk meningkatkan semnagat kebangsaan. Pertama, mempertinggi
tingkat pendidikan. Pendidikan yang semakin tinggi memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menimbang-nimbang informasi yang layak untuk ditiru
dan menyeleksi informasi yang layak untuk ditiru dan menyeleksi informasi yang harus dibuang. Jadi, pendidikan melahirkan kemampuan menyeleksi
terhadap kebudayaan asing. Kedua, mengusahakan agar generasi muda dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Sebab, dengan perluasan
perspektif komparatif antara berbagai unsur budaya dunia yang saling mengisi, membuat seseorang lebih arif dalam menyeleksi informasi yang berguna dan
bermanfaat. Ketiga, mempertebal iman dan pengamalan agama. Sebab,
26
keimanan memberi daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi berbagai perubahan dan keragaman informasi.
Sedangkan dalam Desain Induk Pendidikan Karakter yang dikeluarkan oleh Kemendiknas 2010:14. Pendekatan pendidikan Karakter dijabarkan
dengan a.
Keteladanan Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, satuan
pendidikan formal dan nonformal harus menunjukkan keteladanan yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang ingin dikembangkan. Agus
Wibowo 2012:89 menyebutkan bahwa keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh
terhadap tindakan-tindakan yang baik, sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Pendemonstrasian
berbagai contoh teladan merupakan langkah awal pembiasaan. Keteladanan dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui
pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari satuan pendidikan formal dan nonformal yang berwujud kegiatan rutin, kegiatan insidental, dan
kegiatan berkala. Kegiatan rutin menurut Novan A Wiyani 2013:104 merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus
dan konsisten. Selanjutnya kegiatan spontan, yakni kegiatan insidental yang dilakukan pada saat itu juga tanpa direncanakan. Kegiatan ini
biasanya dilakukan pada saat pendidik dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang
27
harus dikoreksi pada saat itu juga. Terakhir adalah kegiatan berkala. Kegiatan berkala merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik,
peserta didik, dan tenaga kependidikan secara berkala. Dalam
aspek keteladanan,
Thomas Lickona
2012:112 menjelaskan bahwa guru memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai
dan karakter pada dengan tiga cara. Pertama, guru dapat menjadi seorang penyayang yang efektif, yaitu membuat mereka mengerti apa itu moral
dengan melihat cara guru mereka meperlakukan mereka dengan etika yang baik. Kedua, guru dapat menjadi seorang model, yaitu guru dapat memberi
contoh dalam hal-hal yang berkaitan dengan moral beserta alasannya, yaitu dengan cara menunjukkan etikanya dalam bertindak di sekolah dan
lingkungannya. Ketiga, guru dapat menjadi mentor yang beretika, yaitu memberikan instruksi moral dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi di
kelas, bercerita, pemberian motivasi personal, dan memberikan umpan balik yang korektif ketika ada siswa yang menyakiti temannya atau
menyakiti dirinya sendiri. Oleh
karena itu
guru sebagai
model siswa,
akan sangat
mempengaruhi perilaku siswa. Siswa akan mencontoh sikap guru sehingga guru harus berhati-hati dalam berperilaku dan bertutur kata. Hal inilah
yang dimaksud oleh Ki Hajar Dewantar dalam Siswoyo dkk, 2011:108 dengan semboyan “ing ngarso sung tuladha” yaitu pendidik di depan
memberi contoh. Contoh yaitu teladan.
28
b. Pembelajaran Penanaman pendidikan karakter secara secara terintegrasi di dalam
proses pembelajran adalah pengenalan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai kedalam
tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas pada semuau mata
pelajaran Novan
Wiyani, 2013:90.
Dengan demikian,
kegiatan pembelajaran
selain untuk
menjadikan peserta
didik menguasai
kompetensi materi yang di targetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan
peserta didik
mengenal, menyadari,
peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai dan melaksanakannya dalam perilaku. Pembelajaran karakter dilakukan melalui berbagai kegiatan di
kelas, di satuan pendidikan formal dan nonformal, serta di luar satuan pendidikan. Di kelas, pembelajaran karakter dilaksanakan melalui proses
belajar setiap materi pelajaran atau kegiatan yang dirancang khusus. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan
karakter. Di satuan pendidikan formal dan nonformal, pembelajaran karakter dilaksanakan melalui berbagai kegiatan satuan pendidikan formal
dan nonformal yang diikuti seluruh peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Di luar
satuan pendidikan
formal dan
nonformal, pembelajaran karakter dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
29
kegiatan lain yang diikuti oleh seluruhsebagian peserta didik, dirancang satuan pendidikan formal dan nonformal sejak awal tahun pelajaran atau
program pembelajaran, dan dimasukkan ke dalam kalender akademik. Selanjutnya dalam pembelajaran, budaya satuan pendidikan formal
dan nonformal merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Iklim atau budaya satuan pendidikan formal
dan nonformal menjadi komponen yang penting dalam penanaman pendidikan karakter. Jika suasana satuan pendidikan formal dan nonformal
penuh kedisiplinan, kejujuran, kasih sayang, hal ini akan menghasilkan karakter yang baik. Pada saat yang sama, pendidik akan merasakan
kedamaian dan suasana satuan pendidikan formal dan nonformal seperti itu
akan meningkatkan
mutu pengelolaan
pembelajaran. Dengan
pengelolaan pembelajaran
yang baik,
akan menyebabkan
prestasi akademik yang tinggi. Hal ini termasuk perwujudan visi , misi, dan tujuan
yang tepat untuk satuan pendidikan formal dan nonformal. Oleh karena itu, langkah pertama dalam mengaplikasikan pendidikan karakter dalam satuan
pendidikan formal dan nonformal adalah menciptakan suasana atau iklim satuan pendidikan formal dan nonformal yang berkarakter yang akan
membantu transformasi pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan menjadi warga satuan pendidikan formal dan nonformal yang berkarakter.
Selain itu, Asmani 2013:59 juga mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran bertujuan menjadikan peserta didik menguasai kompetensi
materi yang ditargetkan dan dirancang untuk menjadikan peserta didik
30
mengenal, menyadari atau peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dalam bentuk perilaku.
Penanaman pendidikan karakter juga diintergrasikan ke dalam semua materi pembelajaran. Proses pengintegrasian nilai tersebut, secara
teknologi pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut Kemendiknas, 2010: 19.
1 Nilai-nilai
tersebut dicantumkan
dalam silabus
dan rencana
pelaksanaan pembelajaran RPP. 2
Pengembangan nilai-nilai tersebut dalam silabus ditempuh antara lain melalui cara-cara sebagai berikut:
a mengkaji Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD
pada pendidikan
dasar dan
pendidikan memengah,
atau kompetsensi program studi pada pendidikan tinggi, atau standar
kompetensi pendidikan nonformal; b
menentukan apakah kandungan nilai-nilai dan karakter yang secara tersirat atau tersurat dalam SK dan KD atau kompetensi
tersebut sudah tercakup di dalamnya; c
memetakan keterkaitan antara SKKDkompetensi dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
d menetapkan nilai-nilai karakter dalam silabus yang disusun;
e mencantumkan nilai-nilai yang sudah tercantum dalam silabus ke
RPP;
31
f mengembangkan proses pembelajaran peserta didik aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang
sesuai; g
memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan
untuk internalisasi
nilai mau
pun untuk
menunjukkannya dalam perilaku. Ada banyak cara mengintergrasikan nilai-nilai karakter ke dalam
materi pembelajaran, dalam Desain Induk Pendidikan Karakter yang diterbitkan Oleh Kemendiknas 2010:21 menyebutkan antara lain:
mengungkapkan nilai-nilai yang ada dalam materi pembelajaran, mengintegrasian nilai-nilai kakater menjadi bagian terpadu dari materi
pembelajaran, menggunakan perumpamaan dan membuat perbandingan dengan kejadian-kejadian serupa dalam hidup para peserta didik,
mengubah hal-hal negatif menjadi nilai positif, mengungkapakan nilai- nilai melalui diskusi dan curah pendapat, menggunakan cerita untuk
memunculkan nilai-nilai, menceritakan kisah hidup orang-orang besar, menggunakan lagu-lagu dan musik untuk mengintegrasikan nilai-nilai,
menggunakkann drama untuk melukiskan kejadian-kejadian yang berisi nilai-nilai, menggunakan berbagai kegiatan seperti kegiatan pelayanan,
praktik lapangan melalui klub-klub atau kelompok kegiatan untuk memunculkan nilai-nilai kemanusiaan.
32
Selanjutnya mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kegiatan
kokurikuler, ekstrakurikuler,
dan pendidikan
nonformal. Kemendiknas 2010:22 menjelaskan bahwa kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler akan semakin bermakna jika diisi dengan berbagai kegiatan bermuatan nilai yang menarik dan bermanfaat bagi peserta
didik. Ada kecenderungan saat ini antara lain munculnya gejala keengganan
peserta didik
untuk berlibat
dalam kegiatan
kesiswaankemahasiswaan. Program itu dapat disajikan dengan sangat menarik, mengikutsertakan teknik-teknik simulasi, bermain peran, atau
diskusi. Pada peningkatan keterampilan belajar, peserta didik diajak untuk meningkatkan teknik belajar, pemetaan pikiran, dan teknik
membaca. Adapun keterampilan berpikir difokuskan pada peningkatan kemampuan menyelesaikan persoalan serta mengambil keputusan. Selain
itu, ada juga kecakapan hidup yang lebih ditekankan pada beberapa hal di antaranya manajemen diri, membangun impian, teknik berkomunikasi,
mengelola konflik, dan mengelola waktu. c. Pemberdayaan dan Pembudayaan
Pengembangan nilaikarakter dapat dilihat pada dua latar, yaitu pada latar makro dan latar mikro. Latar makro bersifat nasional yang
mencakup keseluruhan
konteks perencanaan
dan ilmpementasi
pengembangan nilaikarakter
yang melibatkan
seluruh pemangku
kepentingan pendidikan nasional. Secara makro pengembangan karakter dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
33
hasil. Pada latar makro, program pengembangan nilaikarakter dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 1. Program Pengembangan NilaiKarakter Secara Makro Sumber : Kemendiknas 2010:26
Gambar di atas dapat dijabarkan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan karakter bersumber dari 1 filosofis:
Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; 2 teoretis: teori tentang otak,
psikologis, pendidikan, nilai dan moral, serta sosiokultural; 3 empiris: berupa pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-tokoh, satuan
pendidikan formal dan nonformal unggulan, pesantren, kelompok kultural, dll. Pada tahap penanaman dikembangkan pengalaman belajar
dan proses pembelajaran yang bermuara pada penanaman karakter dalam diri peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses
pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana digariskan sebagai salah
34
satu prinsip
penyelenggaraan pendidikan
nasional. Proses
ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan
formal dan nonformal, keluarga, dan masyarakat. Dalam konteks mikro, pendidikan karakter berpusat pada satuan
pendidikan formal dan nonformal secara holistik. Satuan pendidikan formal dan nonformal merupakan wilayah utama yang secara optimal
memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan
secara terus-menerus
proses pendidikan
karakter. Pendidikan
seharusnya melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya penanaman karakter manusia Indonesia yang
sesungguhnya. Secara mikro pengembangan karakter dibagi dalam
empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan
keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan formal dan nonformal; kegiatan kokurikuler danatau ekstrakurikuler,
serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, pengembangan karakter dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan
terintegrasi dalam
semua materi
pembelajaran. Program pendidikan karakter pada konteks mikro dapat
digambarkan sebagai berikut
35
Gambar 2. Pengembangan Karakter dalam Konteks Mikro Sumber : Kemendiknas 2010:28
Selain urain di atas, Thomas Lickona 2012:158 mengemukakan bahwa guru bijak dalam membangun karakter melalui bidang akademik
dengan cara mengelola kelas mereka yang mendorong tanggung jawab intelektual dan etika. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa dalam
menanamkan karakter kepada siswa, guru juga harus memperhatikan kondisi kelas, atmosfer kelas, serta peraturan kelas agar proses
penanaman nilai karakter dapat berlangsung dengan baik. Selanjutnya Thomas Lickona 2012:271 juga mengemukakan bahwa sekolah itu
sendiri harus mewujudkan karakter yang baik. Pendidikan karakter adalah tentang menjadikan sekolah berkarakter. Dari pendapat Thomas
Lickona tersebut, jelas bahwa sebelum menanamkan karakter kepada
36
siswa, sekolah sebagai tempat penanaman karakter harus sudah siap dan harus disiapkan untuk membentuk karakter. Pembentukan iklim sekolah
yang berkaraker tentu memerlukan keterlibatan staf sekolah, siswa itu sendiri, dan orang tua siswa.
d. Penguatan Penguatan pendidikan karakter perlu dilakukan dalam jangka
panjang dan berulang terus-menerus. Penguatan juga dapat terjadi dalam proses habituasi. Hal itu akhirnya akan membentuk karakter yang akan
terintegrasi melalui proses internalisasi dan personalisasi pada diri masing-masing individu. Penguatan dapat juga dilakukan dalam berbagai
bentuk termasuk penataan lingkungan belajar dalam satuan pendidikan formal dan nonformal yang menyentuh dan membangkitkan karakter.
e. Penilaian Selanjutnya, penilaian dilakukan dengan observasi, dilanjutkan
dengan monitoring pelaksanaan dan refleksi. Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya pendidik dapat
memberikan kesimpulanpertimbangan
tentang pencapaian
suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Penilaian untuk pendidikan karakter
bermuara pada: 1 berperilaku jujur sehingga menjadi teladan; 2 menempatkan diri secara proporsional dan bertanggung jawab; 3
berperi laku dan berpenampilan cerdas sehingga menjadi teladan; 4 mampu menilai diri sendiri melakukan refleksi diri sehingga dapat
bertindak kreatif; 5 berperilaku peduli sehingga menjadi teladan; 6
37
berperilaku bersih sehingga menjadi teladan; 7 berperilaku sehat sehingga menjadi teladan; 8 berperilaku gotong royong sehingga
menjadi teladan Kemendiknas, 2010: 36. Muara penilaian ini juga menjadi bagian dari penilaian karakter semangat kebangsaan.
B. Kajian tentang Karakter Semangat Kebangsaan 1. Pengertian Karakter Semangat Kebangsaan