struktural dan fungsional, serta analisis transaksi. Teknik bermain kartu ini efektif, lebih menyenangkan, meningkatkan keakraban di antara anggota keluarga dan juga terapis.
Teknik role play dalam terapi sangat efektif, meskipun pada awalnya agak malu namun pada akhirnya bisa antusias dalam pelaksanaannya. Teknik bisa untuk
mengetahui sejauh
mana pemahaman
dari pasien
dan keluarga,
serta mengaplikasikannya dalam kehidupannya. Demikian pula untuk teknik pemberian PR
pekerjaan rumah bisa untuk mengetahui antusiasme dari pasien dan keluarga dalam mengikuti perjalanan terapi. Penggunaan istilah AT dalam bahasa Indonesia lebih
memudahkan dalam penerapannya daripada menggunakan istilah egostate, critical parent, nurturing parent, Adult, natural child, dan adaptive child, karena pada dasarnya
penggunaan bahasa yang mudah adalah landasan terjadinya komunikasi yang lancar, suatu transaksi yang komplementer.
3. Dosis Terapi
Pemilihan waktu 3 kali setiap minggu sedangkan pada pedoman AATD 2 kali seminggu, karena dari penelitian menunjukkan bahwa semakin pendek jarak pemberian
terapi, retensi memori terhadap materi sebelumnya masih baik. Waktu yang dianggap masih optimal dan rasional adalah maksimal 3 x 24 jam. Secara umum waktu yang
diberikan untuk sesi terapi yaitu 6 sesi masing-masing 2 jam adalah mencukupi untuk penyampaian materi dan untuk pemahaman materi yang diberikan. Bahkan pada
keluarga dengan kognitif yang tinggi, pemberian materi AT Dasar dengan fokus analisis struktural dan analisis transaksi yang diberikan dalam 2 sesi sudah tercapai penguasaan
materinya. Akan tetapi pelaksanaannya belum mampu diterapkan sepenuhnya. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
4. Setting Terapi
Penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Pada penelitian ini selain dilakukan di RS juga dilakukan di rumah klien.
Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan sebagai berikut: a Pada setting klinis pencapaian pembelajaran tentang pengetahuan AT lebih tepat
penyelesainnya selama 2 minggu. Kemungkinannya adalah karena yang diterapi di setting klinis kesan lebih formal sehingga lebih serius dalam menjalani terapi.
Kemungkinan lain adalah terkait dengan adanya “kebutuhan” untuk mendapatkan terapi itu sendiri. Bila mereka merasa sangat butuh, maka apapun akan dikorbankan
demi tercapainya perbaikan yang diinginkan, sehingga pencapaian hasil menjadi lebih cepat dan lebih baik. Meskipun demikian hasil evaluasi penguasaan materi
AT kurang baik dibandingkan setting alami, kemungkinan dikarenakan kognitifnya lebih rendah. Kemungkinan lain kondisi keparahan pasien lebih berat.
b Pada setting klinis penerapan tugas PR, simulasi, bermain peran ataupun percontohan keluarga sangat sulit terwujud. Hal ini kemungkinan karena berkaitan dengan kultur
dan budaya, yaitu adanya budaya atau rasa malu dalam keluarga untuk menunjukkan perasaan marah, pertengkaran, ataupun pertentangan yang terjadi akibat transaksi
silang di antara mereka. c Pada setting alami atau rumah, pencapaian pembelajaran tentang pengetahuan AT
lebih lambat penyelesainnya, yang seharusnya dilakukan 2 minggu dilakukan dalam 4 minggu. Hal ini terjadi karena terganggu karena ada tamu, anak rewel, ada acara
mendadak dan sebagainya. Pada setting alami terapis mendapatkan hasil observasi secara langsung dan tidak dibuat-buat tentang transaksi-transaksi yang terjadi di
antara keluarga pasien. Meskipun demikian hasil evaluasi penguasaan materi AT perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
lebih baik daripada setting klinis, kemungkinan dikarenakan kognitifnya lebih tinggi dan pendidikan formalnya lebih tinggi. Kemungkinan lain kondisi keparahan pasien
lebih ringan. d Setting terapi pada penelitian ini adalah setting keluarga pada seluruh sesi terapi,
tidak menggunakan sesi terapi individu dalam pedoman AATD ini. Dengan setting keluarga akan melihat secara langsung cara berinteraksi antara anggota keluarga
sehingga transaksi yang dilakukannyapun akan lebih mudah dievaluasi serta efisiensi waktu. Namun dengan setting keluarga seperti ini tanpa ada sesi terapi individu akan
sulit mengungkapkan sebenarnya apa yang terjadi, karena ada rasa sungkan atau perasaan takut kalau menyinggung yang lain.
4. Proses Terapi