gaya belajar 001

(1)

Membaca merupakan aspek dalam keterampilan berbahasa yang merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan tabloid yang dapat memberikan informasi. Dengan membaca, kita memperoleh informasi atau berita-berita yang sedang terjadi di seluruh dunia ini. Namun, kemampuan membaca seorang pembacalah yang menentukan pemerolehannya dalam menerima informasi.

Demikian juga siswa, hal penentuan keberhasilan siswa adalah membaca. Jika siswa banyak membaca tentu memiliki informasi atau wawasan yang luas. Semakin banyak siswa membaca maka semakin banyak pula informasi yang didapatnya. Hal ini senada dengan Tampubolon (1987) dan Anwar (2012) menyatakan bahwa membaca sebagai alat dalam pembelajaran umum melebarkan pilihan-pilihan potensial individu yang menuntut kemampuan pembaca membaca maksimal untuk jalan besar pelajaran dan pekerjaan. Membaca menjadi landasan penting belajar bagaimana belajar, yaitu sebagai alat pembelajaran, membuka semua sumber informasi dan ide-ide tertulis pembelajar yang tersedia untuk mereka. Kemampuan dimaksud sangat perlu dalam kehidupan dewasa ini dimana informasi tentang berbagai pengetahuan mengalir dengan deras dan akan semakin perlu lagi dalam abad ke-21 mendatang karena arus informasi akan lebih deras.

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari KTSP. Kurikulum 2013 telah menyuratkan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah berbasis teks. Melalui berbasis teks bahasa Indonesia diharapkan dapat menjembatani penggunaan bahasa dalam komunitasnya. Selain itu, Bahasa Indonesia tidak dipandang sekadar mengajarkan berbahasa tetapi sebagai alat mengaktualisasikan diri untuk menjawab fenomena yang terjadi di tatanan masyarakat. Kemudian bahasa menjadi alat untuk mengonsumsi pengetahuan bahasa dan akhirnya menuntut peserta didik untuk memproduksi teks bahasa.


(2)

Dalam kurikulum 2013 SMA, kompetensi Inti mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi inti ini merupakan langkah awal bagi siswa kelas X untuk mengembangkan pengetahuan faktual dengan menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya dalam memecahkan masalah.

Ada dua faktor utama penyebab rendahnya kemampuan membaca siswa. Pertama, faktor siswa yang terdiri atas: (1) faktor internal antara lain: rendahnya minat membaca, penguasaan bahasa yang rendah, dan intelegensi siswa, dan (2) faktor eksternal antara lain: keadaan sosial ekonomi siswa, lingkungan yang kurang kondusif untuk meningkatkan kemahiran membaca. Kedua, faktor guru antara lain: kemampuan guru dalam memotivasi siswa dan kemampuan guru mengelola kelas untuk pembelajaran membaca masih kurang.

Oleh karena itu, untuk menunjang kemampuan membaca siswa dipilihlah teknik pembelajaran Tri Fokus Steve Snyder (TFSS). Dengan teknik pembelajaran TFSS siswa diajarkan untuk dapat membagi titik konsentrasi pandangan mata menjadi tiga fokus (tiga bagian) setiap barisnya, sebagian dipusatkan disebelah kiri, sebagian di tengah, dan sebagian lagi di kanan

Teknik pembelajaran TFSS bisa dijadikan pilihan sebagai salah satu teknik pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Disamping teknik pembelajaran, yang tidak kalah pentingnya guru juga harus memperhatikan perbedaan siswa. Pada dasarnya siswa berbeda satu dengan yang lainnya, baik dalam hal kemampuan maupun cara belajarnya. Ini berarti setiap siswa mempunyai ciri-ciri khas yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan ini menyebabkan adanya kebutuhan yang berbeda hampir bagi setiap


(3)

anak. Dalam pembelajaran klasikal perbedaan individu jarang mendapat perhatian, semua siswa dalam satu kelas dianggap mempunyai kebutuhan kemampuan dan kecepatan yang sama karena itu diperlakukan dengan cara yang sama. Bahkan jarang terpikir ataupun tersedia kesempatan yang berbeda bagi setiap siswa yang jelas-jelas menunjukkan perbedaan yang menonjol. Perbedaan individu tidak hanya belajar dengan kecepatan yang berbeda tetapi juga memproses informasi dengan cara yang berbeda. Cara memproses informasi yang diperoleh dikenal dengan istilah gaya belajar. Menurut DePorter (2008), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi.

DePorter (2008), mengemukakan tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality). Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar visual (belajar dengan cara melihat), auditorial (belajar dengan cara mendengar), dan kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh). Setiap individu menggunakan semua indera dalam menyerap informasi. Tetapi, secara umum, individu mempunyai kecenderungan lebih kuat pada salah satu gaya belajar. Sebagian individu mudah menangkap informasi dalam bentuk visual, sebagian yang lain menyukai informasi bentuk verbal dan sebagian yang lain lebih nyaman dengan cara aktif dan interaktif. Rendahnya gaya belajar siswa juga dapat mempengaruhi ketidakberhasilan pembelajaran keterampilan membaca. Siswa yang memiliki gaya belajar rendah dalam pembelajaran membaca, tentu sangat pasif mengikuti proses belajar.

Selain teknik pembelajaran dan gaya belajar, guru juga perlu memperhatikan rendahnya minat belajar siswa yang kini menjadi masalah besar di Indonesia. Sesuai pernyataan Kusmana (http://suherlicentre.blogspot.com/2009/ 01/minat-baca-siswarendah.html), berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment, diketahui minat belajar siswa kita rendah. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur, siswa Indonesia termasuk paling rendah. Dari 42 negara yang disurvey, siswa Indonesia menduduki peringkat ke-39, sedikit di atas Albania dan Peru. Kemampuan siswa kita itu masih di bawah siswa Thailand yang menduduki peringkat ke-32. Demikian pula


(4)

dengan penguasaan materi dari bacaan, siswa kita hanya mampu menyerap 30% dari materi bacaan yang tersaji dalam bahan bacaan.

Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/ memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Minat belajar siswa selama ini kurang mendapat perhatian dari guru. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran, setelah menyampaikan pendahuluan guru langsung menyajikan materi pelajaran kepada siswa sehingga terkesan bahwa siswa dituntut untuk menerima materi pelajaran yang dianggap penting bagi guru ke siswa. Seharusnya minat belajar siswa harus mendapat perhatian sebelum memulai pembelajaran agar seorang guru dapat menentukan teknik pembelajaran yang tepat bagi setiap siswa. Kesesuain teknik pembelajaran yang digunakan kepada siswa baik yang berminat belajar tinggi maupun yang berminat belajar rendah diharapkan dapat menciptakan hasil belajar yang lebih baik.

Namun, apakah teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, dan minat belajar mempengaruhi kemampuan membaca siswa? Untuk memperoleh jawaban itulah maka perlu dilaksanakan penelitian ini. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Teknik Pembelajaran Tri Fokus Steve Snyder (TFSS), Gaya Belajar, dan Minat Belajar siswa terhadap Kemampuan Membaca Siswa Kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Talawi Kabupaten Batu Bara Tahun Pembelajaran 2015/2016.”

1.2. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah penelitian ini, maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut ini.

1. Pengajaran membaca di sekolah kurang diminati. 2. Kemampuan membaca siswa masih sangat rendah.

3. Cara atau teknik yang digunakan dalam membaca kurang tepat. 4. Gaya belajar siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. 5. Minat belajar siswa dalam proses pembelajaran masih rendah.


(5)

Berdasarkan uraian di atas, dibatasi masalah pada pengaruh teknik pembelajaran Tri Fokus Steve Snyder (TFSS), gaya belajar, dan minat belajar siswa terhadap kemampuan membaca siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 1 Talawi Kabupaten Batu Bara tahun pembelajaran 2015/2016.

1.4. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Apakah terdapat pengaruh teknik pembelajaran TFSS terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi?

2. Apakah terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi?

3. Apakah terdapat pengaruh minat belajar siswa terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi?

4. Apakah terdapat pengaruh antara teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, dan minat belajar siswa secara bersama-sama terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Untuk mengetahui pengaruh teknik pembelajaran TFSS terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi.

2. Untuk mengetahui pengaruh gaya belajar siswa terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi .

3. Untuk mengetahui pengaruh minat belajar siswa terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi.

4. Untuk mengetahui pengaruh antara teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, dan minat belajar siswa secara bersama-sama terhadap kemampuan membaca siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi.


(6)

Adapun manfaat yang dirumuskan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Sebagai gambaran dan bahan informasi bagi sekolah untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa.

2. Sebagai bahan masukan bagi para guru dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca siswa dengan menggunakan teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, dan minat belajar siswa.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti sebagai acuan untuk dapat menerapkan teknik pembelajaran yang efektif dan juga sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.


(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoretis

Dari rumusan masalah dapat diketahui bahwa penelitian ini mempunyai empat variabel, yaitu teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, minat belajar, dan peningkatan kemampuan membaca siswa. Pada bagian ini keempat variabel tersebut dijelaskan dengan menggunakan teori-teori yang relevan. Oleh karena itu, pokok-pokok bahasan yang dikemukakan bagian ini adalah teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, minat belajar, dan kemampuan membaca siswa.

2.1.1. Teknik Pembelajaran TFSS

2.1.1.1. Pengertian Teknik Pembelajaran TFSS

Pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha suatu pihak yang dapat menghidupkan, merangsang, dan mempercepat proses prilaku belajar. Tujuan pembelajaran yang kognitif, afektif, dan psikomotorik merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar.

Teknik pembelajaran itu sendiri merupakan suatu cara untuk menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah dalam pencapaiannya. Dalam hal ini teknik pembelajaraan TFSS dilakukan agar tujuan pembelajaran nantinya dapat tercapai.

Teknik TFSS adalah teknik pembelajaran yang diciptakan oleh Steve Snyder. Ia adalah instruktur membaca yang pernah membaca empat belas buku dalam suatu penerbangan antara Los Angeles dan Sidney, Australia. Teknik TFSS diajarkannya di Super Camp yaitu sekolah untuk para remaja yang dibuka pada tahun 1982 di San Diego, California. Teknik pembelajaran TFSS sangat cocok untuk pembelajaran membaca, Teknik pembelajaran ini menerapkan pembaca akan dapat membaca lebih efisien dan efektif. Pembaca akan dapat lebih menghemat waktu baca sebab cara baca tidak lagi berhenti pada satuan-satuan frase atau kata tetapi pada setiap akhir kalimat.


(8)

Teknik Tri Fokus Steve Snyder juga dapat mengoptimalkan sinkronisasi kinerja mata dan otak sehingga lebih bersinergi. Latihan teknik dengan mempercepat gerakan mata ini dirasakan sangat penting karena secara umum orang melakukan aktivitas membaca dengan indra mata yang dipakai untuk mengenali huruf, kata, frasa, kalimat, dan wacana yang kompleks. Apabila mata mampu menyampaikan informasi secara cepat ke otak, maka semakin cepat pula pengetahuan diperoleh sehingga akan terjadi proses membaca cepat yang efektif dan efisien dalam pembelajaran siswa, (Artawati, 2014).

Dalam hal ini, peran teknik pembelajaran TFSS ini digunakan sebagai pencipta suasana sugestif, stimulus, sekaligus menjadi jembatan bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran membaca menjadi lebih menarik. Respon yang diharapkan muncul dari para siswa dengan menggunakan teknik pembelajaran TFSS dalam membaca berupa peningkatan kemampuan siswa dalam membaca untuk menyimpulkan suatu bacaan dengan menggunakan teknik pembelajaran TFSS, (Karsono, 2014). Selanjutnya Badko (http://badkopendidikan.blogspot. com) mengatakan bahwa pengajaran latihan “tri fokus” yaitu menghilangkan kebiasaan membaca satu demi satu kata secara terpisah. Dia membagi tiga bagian fokus penglihatan yaitu bagian kiri, bagian tengah, bagian kanan pada setiap barisnya.

Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan teknik TFSS adalah teknik pembelajaran yang mengajarkan kepada para siswa untuk membagi titik konsentrasi pandangan mata terpusat pada tiga fokus setiap barisnya, sebagian dipusatkan di kiri, sebagian di tengah, dan sebagian lagi di kanan.

2.1.1.2. Manfaat Teknik Pembelajaran TFSS

Wastuni (http://biologi-staincrb.web.Id/blog/peningkatan-kemampuan-membaca-cepat-dan-memahami-bacaan-dengan-teknik-tri-fokus-Steve-Snyder) menyatakan manfaat teknik pembelajaran TFSS adalah bagi siswa dapat mengetahui kelemahan-kelemahan pada cara membaca dan memahami bacaan yang biasa mereka lakukan dan dapat mengubahnya menjadi kekuatan yang bermakna, sehingga upaya peningkatan membaca dan memahami teks bacaan


(9)

dengan cepat dan benar-benar terwujud pada diri siswa. Sejalan dengan pendapat di atas Sarwono (http://pakguruonline.pendidikan.net) berpendapat bahwa manfaat teknik pembelajaran TFSS adalah agar siswa dapat mengetahui kelemahannya dalam membaca cepat dan dapat mengubahnya menjadi kekuatan dalam meningkatkn kecepatan membaca.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat yang dapat dicapai dari teknik pembelajaran TFSS adalah agar para siswa dapat mengetahui kelemahannya dalam membaca cepat dan dapat mengubahnya menjadi kekuatan, sehingga upaya peningkatan membaca dapat terwujud.

2.1.1.3. Langkah-langkah Teknik Pembelajaran TFSS

Menurut DePorter (2008), untuk mencapai suatu proses yang lebih efektif, maka perlu mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut ini.

a. Anda dikenalkan dan dilatih pengembangan periferal. Latihan ini berupa tes sederhana yaitu: (1) lihatlah secara langsung sebuah objek, (2) rentangkanlah kedua tangan Anda ke depan dengan jari telunjuk mengarah ke atas, (3) gerakkan tangan Anda secara perlahan ke dalam hingga Anda dapat melihat jari-jari Anda, (4) perhatikan cakupan penglihatan Anda ketika melihat lurus ke depan.

b. Setelah latihan tersebut, Anda diberi lembaran yang berisi simbol-simbol tri fokus Steve Snyder seperti gambar di bawah ini. Untuk membaca simbol-simbol tersebut lihatlah secara sekilas sepertiga bagian kiri, sepertiga bagian tengah, dan sepertiga bagian kanan dengan pusat perhatian pada tanda bintang. Hal ini dilakukan berulang-ulang beberapa menit. Saat Anda menggerakkan mata Anda, aspek yang paling penting dari latihan ini adalah membayangkan betapa hebatnya buku ini dan betapa menyenangkan membaca lebih cepat dengan pemahaman yang lebih besar. Hitunglah dengan berirama, 1,2,3; 1,2,3, ….

---*--- ---*---

---*---*--- ---*---


(10)

Gambar 2.1. Simbol Teknik Pembelajaran TFSS

2.1.2. Gaya Belajar

DePorter (2008) mengatakan gaya belajar merupakan cara yang cenderung dimiliki seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekerungan dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan dikenal sebagai teknik yang dapat dipergunakan guru untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu tersebut. Guru membutuhkan desain pembelajaran untuk menjembatani hubungan antara siswa dengan guru sesuai dengan gaya belajarnya. Gaya belajar atau learning style adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi, (De Porter, 2008).

Di dalam kelas biasanya terdiri atas bermacam-macam karakteristik membuat seorang guru sulit memilih teknik pembelajaran yang efektif dan efisien. Gaya belajar adalah salah satu karakteristik yang dimiliki siswa. Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dan membuat kita nyaman dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses, dan mengerti suatu informasi

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap, kemudian mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis, dan berkata tetapi juga aspek memproses informasi sekunsial, analitik, global, atau otak kiri dan otak kanan, aspek lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).

Selanjutnya, jika seseorang telah akrab dengan gaya belajarnya sendiri, maka dia dapat membantu dirinya sendiri dalam belajar lebih cepat dan lebih mudah. Dan juga, dengan mempelajari bagaimana memahami cara belajar orang


(11)

lan, seperti teman-teman, rekan kerja, suami/istri, anak-anak dan orang tua, dapat membantu seseorang tersebut memperkuat hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Menurut DePorter (2008), Uno (2008), dan Priyatni (2013) ada tiga gaya belajar yang bisa dipilih untuk belajar secara efektif. Beberapa gaya belajar mungkin terdapat pada peserta didik yakni gaya belajar auditorial, kinestetik, dan visual. Berikut ini akan dipaparkan tiga gaya belajar tersebut yaitu sebagai berikut.

2.1.2.1. Gaya Belajar Auditorial

Seseorang yang cenderung menggunakan pendengarnya dalam menerima dan memasukkan informasi ke dalam otak, dikategorikan sebagai seorang tipe auditorial. Tipe belajar auditorial dengan menggunakan pendengaran dan cenderung inter-independen. Tipe belajar auditorial cenderung banyak menggunakan kecerdasan interpersonal. Saat belajar, mereka lebih suka lingkungan yang tenang. Siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang dikatakan gurunya. Mereka dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendah), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna minim bagi siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial. Mereka dapat menghapal lebih cepa dengan membaca teks keras dan mendengarkan kaset.

Gaya belajar auditory learners adalah gaya belajar yang mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Gaya belajar auditorial mempunyai kemampuan dalam hal menyerap informasi dari pendengaran. Metode pembelajaran yang tepat untuk pembelajar model seperti ini harus memperhatikan kondisi fisik dari pembelajar. Anak yang mempunyai gaya belajar auditorial dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakana.

Ciri-ciri seseorang yang memiliki gaya belaar auditorial diantaranya: (1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja; (2) Mudah terganggu oleh keributan; (3) menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca; (4) senang membaca dengan keras dan mendengarkan; (5) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara; (6) merasa


(12)

kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita; (7) Berbicara dalam irama berpola; (8) Biasanya pembicara yang pasih; (9) Lebih suka musik daripada seni; (10) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat; (11) Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar; (12) Mempunyai masalah dengan pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain; (13) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya; (14) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik, (DePorter, 2008).

Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan gaya belajar peserta didik, diantaranya untuk peserta didik auditorial: (1) Variasikan vokal saat memberikan penjelasan, seperti intonasi, volume suara, ataupun kecepatannya; (2) Gunakan pengulangan-pengulangan konsep yang sudah diberikan; (3) Tutor sebaya; (4) Ubahlah konsep ke dalam bentuk irama/ lagu; (5) Selingi dengan musik.

2.1.2.2. Gaya Belajar Kinestetik

Siswa yang bergaya belajar kinestetik dapat dilihat dari ciri-ciri utama yaitu menggunakan modalitas belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. De Porter (2008) menjelaskan bahwa orang bergaya belajar kinestetik lebih dekat dengan ciri seperti saat berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, lebih menggerakkan anggota tubuh ketika bicara dan merasa sulit untuk duduk diam. Umumnya orang bergaya belajar kinestetik dalam menyerap informasi menerapkan strategi fisikal dan ekspresi yang berciri fisik. Implikasi mengenal ciri dan strategi kinestetik bagi siswa-siswa di kelas memberikan pedoman bagi guru memilih pendekatan pembelajaran yang memberikan variaasi yang bersifat fisikal.

Dalam pembelajaran fisikal, guru dapat membantu siswa membuat paket-paket informasi yang berasal dari input auditorial menjadi bentuk fisik seperti: membuat catatan pada kartu-kartu indeks berukuran postcard (kartu pos), belajar dalam kelompok seperti melakukan praktikum fisika guna memahami konsep, prinsip, dan prosedur fisika, serta mengolah paket-paket informasi dalam majalah dinding kelas melalui kegiatan periksa dan baca ulang.


(13)

Ciri-ciri seseorang yang memiliki gaya belaar kinestetik diantaranya: (1) Berbicara dengan perlahan; (2) Menanggapi perhatian fisik; (3) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka; (4) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang; (5) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; (6) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar; (7) Belajar melalui memanipulasi dan praktik; (8) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat; (9) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca; (10) Banyak menggunakan isyarat tubuh; (11) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama, (DePorter, 2008).

Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan gaya belajar peserta didik, diantaranya untuk peserta didik kinestetik: (1) Gunakan selalu alat bantu saat mengajar agar timbul rasa ingin tahu peserta didik; (2) Saat membimbing secara perorangan biasakan berdiri/ duduk di samping peserta didik; (3) Buat aturan main agar peserta didik boleh melakukan banyak gerak di dalam kelas; (4) Peragakan konsep, sambil siswa memahaminya secara bertahap; (5) Biasakan berbicara kepada setiap peserta didik secara pribadi saat di dalam kelas.

2.1.2.3. Gaya Belajar Visual

Gaya belajar visual mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental, gambar menonjol dalam modalitas ini. Seseorang yang sangat visual dapat dicirikan sebagai berikut: (1) Rapi dan teratur; (2) Berbicara dengan cepat; (3) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik; (4) Teliti terhadap detail; (5) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun prestasi; (6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka; (7) Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar; (8) Mengingat dengan asosiasi visual; (9) Biasanya tidak terganggu oleh keributan; (10) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali ditulis dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya; (11) Pembaca cepat dan tekun; (12) Lebih suka membaca daripada dibacakan; (13) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah; (14) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat; (15) Lupa menyampaikan


(14)

pesan verbal kepada orang lain; (16) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak; (17) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato; (18) Lebih suka seni daripada musik, (19) Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata; (20) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan, (DePorter, 2008)

Bagi peserta didik yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/ penglihatan (visual). Dalam hal ini teknik pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak menitikberatkan pada peragaan, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada peserta didik atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang bergaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan vidio.

Ada beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/ pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya; Kedua adalah memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna; Ketiga adalah memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik; Keempat adalah memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung; Kelima adalah terlalu reaktif terhadap suara; Keenam adalah sulit mengikuti anjuran secara lisan; Ketujuh adalah seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.

Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan gaya belajar peserta didik, diantaranya untuk peserta didik visual: (1) Gunakan materi visual seperti: gambar-gambar, diagram, dan peta; (2) Gunakan warna untuk menandai hal-hal penting; (3) Ajak peserta didik untuk membaca buku-buku berilustrasi; (4) Gunakan multi-teknik seperti: komputer dan vidio; (5) Ajak peserta didik untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar. Dalam penelitian ini gaya belajar dibatasi pada gaya belajar visual karena diduga gaya belajar ini sesuai dengan teknik pembelajaran yang digunakan.


(15)

2.1.3.1. Pengertian Minat

Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Sedangkan para ahli telah banyak mengemukakan pengertian minat, diantaranya yang dikemukakan oleh Djaali (2008) menyatakan minat adalah rasa lebih suka dan keterkaitan pada suatu hal, tanpa disuruh yang hubungannya antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri.

Susanto (2013) mengatakan bahwa minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sejalan dengan pendapat tersebut, Bernard (dalam Susanto, 2013) menyatakan bahwa minat timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja.

Hal ini menggambarkan bahwa seseorang tidak akan mencapai tujuan yang dicita-citakan apabila di dalam diri orang tersebut tidak terdapat minat atau keinginan jiwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakannya itu. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, minat menjadi motor penggerak untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, tanpa dengan minat, tujuan belajar tidak akan tercapai.

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang terhadap objek atau sesuatu kegiatan yang digemari yang disertai dengan perasaan senang, adanya perhatian, keaktifan berbuat, dan kepuasan kepadanya.

2.1.3.2. Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut beberapa ahli, diantaranya oleh Hamalik (2013) yang mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses untuk mencapai tujuan. Selanjutnya Syah (2003) mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.

Makmun (2003) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Dari


(16)

beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari hasil pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam aspek pengetahuannya (kognitif), keterampilannya (psikomotorik), maupun sikapnya (afektif).

Dari pengertian minat dan pengertian belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah perhatian dan kesukaan terhadap sesuatu sehingga menimbulkan keingintahuan, ketertarikan, serta keinginan untuk ikut serta dalam belajar, dalam hal ini adalah belajar pelajaran bahasa Indonesia.

2.1.3.3. Menumbuhkan Minat Belajar

Ekomadyo (2009) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam menciptakan keamanan dan kebebasan psikologi guna membentuk minat belajar pseserta didik yaitu sebagai berikut.

a. Membangun Empati. Empati berarti kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain yang dalam konteks ini guru bisa memahami apa yang dirasakan peserta didik, mendengar apa yang diutarakannya, serta menjalin kedekatan. b. Menjalin Kebersamaan. Adanya rasa kebersamaan antara guru dan peserta

didik dan mau saling bertoleransi adalah hal yang penting untuk menciptakan iklim yang menyenangkan dalam belajar.

c. Membangun rasa memiliki. Rasa memiliki ini diwujudkan sebanyak mungkin melibatkan partisipasi peserta didik dalam proses pengajaran. Rasa memiliki bisa ditumbuhkan juga dengan membangun kebebasan berekspresi peserta didik.

d. Mendorong kebebasan berekspresi. Hal ini mendukung berkembangnya kreativitas anak. Misalnya, guru memberikan pertanyaan dengan berbagai kemungkinan jawaban akan merangsang peserta didik untuk berpikir dan mencari-cari apa yang pernah dilihat dan diketahuinya.

e. Pendampingan. Hal ini akan membuat anak merasa lebih nyaman belajar dan beraktivitas karena ada orang dewasa yang siap melindungi, tempat ia


(17)

bersandar jika menemui kesulitan, dan tempat ia bertanya untuk menjawab rasa ingin tahunya.

f. Mengembangkan komunikasi efektif. Hal ini mensyaratkan bahwa guru harus berupaya agar pesan yang diutarakannya benar-benar mengena dan membuat peserta didik tertarik. Ketertarikan ini akan menumbuhkan minat anak untuk belajar dan mengembangkan potensi pribadinya.

2.1.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.

a. Faktor intern yaitu kondisi fisik/ jasmani siswa saat mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dan pengalaman belajar bahasa Indonesia di jenjang pendidikan sebelumnya.

b. Faktor ektern yaitu metode dan gaya mengajar guru bahasa Indonesia, tersedianya fasilitas dan alat penunjang pelajaran bahasa Indonesia, dan situasi dan kondisi lingkungan sekolah.

2.1.3.5. Skala Minat Belajar Bahasa Indonesia

Item-item dalam skala ini disusun berdasarkan aspek minat menurut Silvia (dalam Astuti, 2010) yang dihubungkan dengan belajar bahasa Indonesia yaitu sebagai berikut.

a. Keinginantahuan (coriosity). Keingintahuan siswa terhadap kegiatan belajar bahasa Indonesia adalah keinginan siswa untuk lebih mengenal pelajaran bahasa Indonesia. Keingintahuan tersebut mendorong siswa untuk mencari tahu informasi dan pengalaman baru tentang bahasa Indonesia yang belum siswa ketahui.

b. Keterbukaan terhadap Pengalaman (openness to experience). Keterbukaan terhadap pengalaman belajar bahasa Indonesia adalah siswa berpandangan terbuka terhadap pengalaman dan ide baru yang belum diketahuinya.


(18)

Keterbukaan terhadap pengalaman yang dimiliki siswa, antara lain diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk mempelajari bahasa Indonesia secara lebih lanjut.

c. Dorongan Mencari Sensasi (sensation seeking). Dorongan mencari sensasi pada kegiatan belajar bahasa Indonesia adalah siswa terlibat pada pengalaman belajar bahasa Indonesia yang lebih bervariasi. Siswa yang memilikin sensation seeking yang tinggi, berani meluangkan waktu yang lebih untuk terlibat pada kegiatan tersebut. Siswa juga berani mengambil resiko secara fisik dan sosial untuk mengikuti pengalaman baru tersebut.

d. Kecenderungan Bosan (boredom propeness). Kecenderungan bosan dalam belajar bahasa Indonesia adalah siswa tetap menampilkan kemampuan terbaik meskipun sedang mengalami kebosanan. Siswa tetap memperhatikan materi yang diajarkan, mengerjakan tugas dengan baik, dan memperhatikan konsentrasinya dalam mengikuti kegiatan belajar bahasa Indonesia.

e. Keluasan Minat (breadth of interest). Keluasan minat dalam belajar bahasa Indonesia adalah siswa mencari pengalaman yang bervariasi dan tidak hanya mempelajari materi yang disukainya saja. Siswa yang memiliki keluasan minat belajar akan mempelajari dengan sungguh-sungguh semua materi yang berkaitan dengan bahasa Indonesia.

2.1.4. Kemampuan Membaca

2.1.4.1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan berasal dari kata dasar “mampu”. Dalam bahasa Inggris kemampuan adalah ability. Menurut Semi (1988) menyatakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan untuk menghasilkan atau melakukan sesuatu. Selanjutnya Moeliono (2004) menyatakan bahwa kemampuan diartikan sebagai kesanggupan atau kecakapan.

Tarigan (1979) mengemukakan bahwa kompetensi/ kemampuan diartikan sebagai pengetahuan yang dipunyai pemakai bahasa tentang bahasanya, dan nilai-nilai yang merupakan objek penting. Kemampuan ialah pengetahuan yang asli


(19)

yang dimulai individu secara tidak sadar, secara diam-diam, secara intrinsik, implisit, intuisit, dan terbatas. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, kemampuan diartikan sebagai kesanggupan untuk menghasilkan atau melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dimiliki individu yang dimulai secara tidak sadar, diam-diam, intrinsik, implisit, intuisit, dan terbatas.

2.1.4.2. Pengertian Membaca

Secara umum membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), adalah (a) Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati), (b) mengeja atau melafalkan apa yang tertulis, (c) mengucapkan, (d) mengetahui, (e) memperhitungkan; memahami.

Sementara itu, Soedarso (2005) membatasi bahwa membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi: orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Dalam penegasan lain, Tarigan (1979) mengungkapkan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Selanjutnya Aulina (2012) mengatakan bahwa membaca mencakup aktivitas proses penerjemahan tanda dan lambang-lambang ke dalam maknanya, pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi dan pemahaman makna bacaan dan mengaitkan pengalaman pembaca dengan teks yang dibaca.

Merujuk dari batasan-batasan tersebut, dapat dipahami bahwa membaca adalah suatu aktivitas melihat serta memahmi isi dari apa yang tertulis untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca adalah proses, cara, usaha meningkatkan kecepatan suatu aktivitas melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis untuk memperoleh pesan yang ingin disampaikan oleh penulis menuju kemajuan dari sebelumnya.


(20)

Soedarso (2005) menguraikan cara meningkatkan kemampuan membaca antara lain: (a) melihat dengan otak karena otak menyerap apa yang dilihat mata serta persepsi dan interpretasi otak terhadap tulisan yang dilihat oleh mata dapat mempengaruhi pemahaman terhadap bacaan, (b) menggerakkan mata terarah (fixed) pada suatu sasaran (kata) dan melompat ke sasaran berikutnya, (c) melebarkan jangkauan mata dan lompatan mata yaitu satu fiksasi meliputi dua atau tiga kata, (d) membaca satu fiksasai untuk satu unit pengertian, dan (e) meningkatkan konsentrasi karena dengan konsentrasi, pembaca menjadi cepat mengerti dan memahami bacaan.

Selanjutnya Wainwwright (2007) beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan membaca antara lain: (a) menghilangkan regresi karena regresi dapat memperlambat kecepatan membaca, (b) mengembangkan ritme, cara ini dilakukan untuk menghindari regresi, (c) meningkatkan daya jangkauan pandangan mata dapat dilakukan dengan melihat kata-kata sekaligus, mengenali kumpulan kata, dan mengubah cara kerja otak dalam menerima informasi, (d) latihan tachistoscopic atau sering disebut fashing, latihan ini menggunakan perangkat antiregresi.

Fry (2008) mengatakan, cara meningkatkan kemampuan membaca: (a) fokuskan perhatian dan konsentrasi Anda, (b) kurangi gangguan yang berasal dari luar, (c) ciptakan lingkungan belajar yang teratur dan nyaman, (d) jangan sampai terpaku pada satu kata atau kalimat, (e) cobalah memahami keseluruhan konsep, jangan hanya berusaha memahami setiap detail, (f) jika Anda mendapati diri Anda menggerakkan bibir saat membaca (membaca dengan bersuara), latihlah membaca dengan menaruh pensil atau benda lainya (yang tidak beracun dan tidak mengandung gula) di mulut Anda. Jika benda tersebut terjatuh ketika Anda membaca, berusahalah lagi, (g) perbanyaklah kosakata Anda; (h) perbanyak membaca dan lebih sering lagi, (i) hindari membaca ulang sebuah kata atau frasa.

Secara teoretis, kemampuan membaca dapat ditingkatkan menjadi dua sampai tiga kali lipat dari kemampuan semula. Dengan mengetahui metode dan teknik mengembangkan kemampuan membaca, diikuti latihan yang intensif, menghilangkan kebiasaan buruk ketika membaca, mengurangi gangguan yang


(21)

berasal dari luar, dan membiasakan diri membaca dengan cepat maka dalam beberapa minggu kemampuan membaca dapat meningkat.

2.1.4.4. Pengukuran Kemampuan Membaca

Membaca merupakan suatu keterampilan. Setiap orang mempunyai kemampuan membaca yang berbeda-beda, namun kemampuan membaca itu dapat ditingkatkan. Soedarso (2005) menyatakan bahwa kemampuan membaca dapat diukur dengan rumus sebagai berikut ini.

membaca untuk

detik jumlah

dibaca yang

kata jumlah

x 60 = jumlah kpm (kata per menit)

Sebagai contoh, apabila seseorang membaca 1.600 kata dalam 3 menit dan 20 detik atau total 200 detik, maka kemampuan membacanya:

kpm 480 atau 60 8 60 200 1600

  

Selanjutnya Nurhadi (1987) menguraikan cara yang lebih akurat untuk menghitung kemampuan membaca antara lain: (1) tandailah dimana memulai membaca; (2) bacalah teks tersebut dengan kecepatan yang memadai; (3) tandai lokasi akhir membaca; (4) catat waktu mulai membaca (jam…, menit…, detik….); (5) catat waktu akhir membaca (jam…, menit…, detik….); (6) hitung berapa waktu yang diperlukan (dalam detik); (7) hitung jumlah kata dalam teks yang di baca; (8) kalikan jumlah kata dengan bilangan 60 (1 menit = 60 detik); (9) bagi hasil perkalian tersebut dengan jumlah kata per menit. Proses tersebut bila digambarkan sebagai berikut.

I Saat akhir membaca = jam…, menit…, detik… Saat mulai membaca = jam…, menit…, detik… Waktu yang diperlukan = …detik

II Jumlah kata x 60 detik = jumlah total kata

III Jumlah total kata : waktu yang diperlukan = jumlah kata per menit.

Menurut Rosidi (http://guru-umarbakri.blogspot.com/2009/06/artikel-ilmiah.html), rumus yang digunakan untuk menghitung kemampuan membaca siswa adalah sebagai berikut ini.


(22)

Rumus :

(1) K x B = ……. kpm (kata permenit) Wm Si

(2) K. (60) x B = ……. kpm (kata perdetik) Wd Si

Keterangan:

K : jumlah kata yang dibaca

Wm : waktu tempuh baca dalam satuan menit Wd : waktu tempuh dalam satuan detik

B : skor bobot perolehen tes yang dapat dibaca dengan benar Si : skor ideal atau skor maksimal

Kpm : kata permenit

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti berpatokan pada rumus yang dikemukakan oleh Imron Rosidi (http://guru-umar bakri.blogspot.Com/2009/06 /artikel-ilmiah.html) yaitu:

Rumus :

(1) K x B = ……. kpm (kata permenit) Wm Si

(2) K. (60) x B = ……. kpm (kata perdetik) Wd Si

Keterangan:

K : jumlah kata yang dibaca

Wm : waktu tempuh baca dalam satuan menit Wd : waktu tempuh dalam satuan detik

B : skor bobot perolehen tes yang dapat dibaca dengan benar Si : skor ideal atau skor maksimal


(23)

2.2. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai teknik pembelajaran Tri Fokus Steve Snyder dikemukakan oleh Karsono (2014) menyimpulkan bahwa teknik membaca yang memadukan kemampuan gerak motorik (gerakan mata) atau kemampuan visual dengan kemampuan kognitif dalam membaca namun tidak mengesampingkan pemahaman terhadap isi bacaan. Siswa diajarkan menggunakan teknik Tri Fokus Steve Snyder mengalami perubahan drastis. Nilai rata-rata siswa menunjukkan dari pra siklus rata-rata hasil tes siswa memperoleh nilai 54.2 meningkat menjadi 62.3 pada siklus I, dan kembali mengalami peningkatan pada siklus II yaitu dengan rata-rata perolehan nilai 79.

Selanjutnya penelitian Artawati (2014) mengenai teknik pembelajaran Tri Fokus Steve Snyder dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan teknik Tri Fokus Steve Snyder dalam pembelajaran membaca cepat dapat meningkatkan KEM siswa. Dari hasil tes diketahui bahwa skor rata-rata KEM pratindakan sebesar 78,42 kpm termasuk kategori rendah. Pada siklus I, skor rata-rata KEM meningkat sebesar 23,26 menjadi 101,68 kpm termasuk kategori sedang dan siklus II meningkat sebesar 19,27 menjadi 120,95 kpm termasuk kategori tinggi. Persentase rata-rata KEM pratindakan mencapai 56,01% termasuk kategori rendah. Pada siklus I, persentase rata-rata KEM meningkat sebesar 14,52% menjadi 70,53% termasuk kategori sedang. Pada siklus II, persentase rata-rata KEM meningkat sebesar 15,86% menjadi 86,39% termasuk kategori tinggi. Penerapan teknik Tri Fokus Steve Snyder juga mampu memberikan motivasi dan kesenangan dalam proses pembelajaran membaca cepat. Siswa terlihat lebih aktif dan lebih bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran.

Penelitian mengenai gaya belajar dikemukakan oleh Tanta (2010) menyimpulkan bahwa gaya belajar secara signifikan berpengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi pada mata kuliah Biologi Umum . Hal ini ditunjukkan dengan p-value t statistic sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai t statistic untuk variable bebas gaya belajar sebesar 8,850 pada taraf nyata 5 %. Model persamaan regresinya adalah Y = 18,292 + 0,892X. Selanjutnya hasil


(24)

validasi uji statistik F menunjukkan nilai p-value sebesar 0,000 (< 0,05) dan koefisien determinasi atau R-square sebesar 0,730. Ini berarti bahwa 73 % hasil belajar mahasiswa ditentukan oleh gaya belajar mahasiswa.

Penelitian Jumardi (2014) menyimpulkan bahwa hasil pembelajaran siswa dengan gaya belajar visual lebih tinggi dari gaya belajar auditori. Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar. Hasil pembelajaran siswa yang diberi pendekatan pembelajaran CTL dan memiliki gaya belajar visual yang lebih tinggi dari hasil belajar sejarah siswa yang diberi pendekatan pembelajaran konvensional dan memiliki gaya belajar visual.

Penelitian Aliffah (2013) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa (baik kognitif maupun afektif) pada materi pokok Hidrolisis Garam kelas XI SMA Negeri 4 Surakarta tahun pelajaran 2012/2013, yaitu siswa yang memiliki gaya belajar visual akan sama prestasinya dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, dan keduanya mempunyai prestasi belajar kognitif dan afektif yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial dengan dengan rata-rata prestasi kognitif berturut-turut 86,68; 83,14; dan 70,45 serta afektif berturut-turut 120,86; 121,07; dan 109,40.

Selanjutnya penelitian Halim (2012) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar fisika siswa yang mempunyai kecenderungan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Rata-rata hasil belajar fisika siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar auditorial lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar fisika siswa yang mempunyai kecenderungan gaya belajar kinestetik dan visual, serta terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan gaya belajar terhadap hasil belajar fisika.

Penelitian mengenai minat belajar dikemukakan oleh Arisma (2012) menyimpulkan bahwa peningkatan hasil kemampuan membaca melalui penerapan program jam baca dapat dilihat dari nilai hasil jurnal membaca 25 siswa sesuai kualifikasi. Siswa yang berkualifikasi sangat baik meningkat dari 12% (siklus 1) menjadi 36% (siklus 2) dan siswa yang berkualifikasi baik meningkat dari 20% (siklus 1) menjadi 40% (siklus 2). Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa


(25)

terjadi peningkatan kemampuan membaca melalui penerapan program jam baca. Peningkatan kualitas hasil minat membaca melalui penerapan program jam baca dapat dilihat dari peningkatan frekuensi membaca dan variasi bahan bacaan. Ditinjau dari frekuensi membacanya, siswa yang berkualifikasi sedang meningkat dari 12% (siklus 1) menjadi 56% (siklus 2) dan siswa yang berkualifikasi tinggi meningkat dari 0% (siklus 1) menjadi 16% (siklus 2). Jika ditinjau dari variasi bahan bacaan, siswa yang memiliki 2 variasi bacaan meningkat dari 1 siswa (siklus 1) menjadi 21 siswa (siklus 2) dan siswa yang memiliki 3 variasi bacaan dari tidak ada siswa (siklus 1) menjadi 1 siswa (siklus 2).

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.1. Kerangka Konseptual

Hal-hal yang menjadi pokok dalam penelitian ini telah dijabarkan dalam landasan teoretis. Materi permasalahan dalam penelitian ini terfokus pada pengaruh penerapan teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, dan minat belajar terhadap kemampuan membaca. Pada proses pembelajaran, keberhasilan siswa dalam belajar terdapat pada sejauh mana pengajaran tersebut memberikan peluang untuk berkarya dan memelihara keaktifan siswa dalam mengembangkan pelajaran tersebut.

Kemampuan membaca adalah proses, cara, usaha meningkatkan membaca bacaan untuk memahami isi-isi bacaan dengan cepat berdasarkan apa yang dimiliki individu yang dimulai secara tidak sadar, diam-diam, intrinsik, implisit, intuisit, dan terbatas.

Untuk itu dalam meningkatkan kemampuan membaca, pembelajaran dengan teknik TFSS, gaya belajar, dan minat belajar merupakan salah satu alternatif teknik pembelajaran yang efektif digunakan guru dalam proses pembelajaran. Teknik TFSS adalah teknik pembelajaran yang mengajarkan kepada para siswa untuk membagi titik konsentrasi pandangan mata terpusat pada tiga fokus setiap barisnya, sebagian dipusatkan di kiri, sebagian di tengah, dan sebagian lagi di kanan. Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, kemudian mengatur serta mengolah informasi. Berdasarkan


(26)

modalitasnya, gaya belajar dibagi tiga bagian yaitu gaya belajar auditorial, kinestetik, dan visual. Dalam penelitian ini dipakai gaya belajar visual yaitu gaya belajar yang mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat. Sedangkan minat belajar adalah perhatian dan kesukaan terhadap sesuatu sehingga menimbulkan keingintahuan, ketertarikan, serta keinginan untuk ikut serta dalam belajar, dalam hal ini adalah belajar pelajaran bahasa Indonesia.

Dengan demikian, diharapkan dengan teknik TFSS, gaya belajar, dan minat belajar ini akan tercipta proses pembelajaran yang lebih efektif membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan membacanya.

2.3.2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, kerangka teoretis, dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian ini dapat diajukan sebagai berikut:

1. Ha : terdapat pengaruh teknik pembelajaran TFSS terhadap kemampuan membaca siswa.

2. Ha : terdapat pengaruh gaya belajar siswa terhadap kemampuan membaca siswa.

3. Ha : terdapat pengaruh minat belajar siswa terhadap kemampuan membaca siswa.

4. Ha : terdapat pengaruh antara teknik pembelajaran TFSS, gaya belajar, dan minat belajar secara bersama-sama terhadap kemampuan membaca siswa.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Talawi Kabupaten Batu Bara Tahun Pelajaran 2015/2016 yang terletak di Desa Pahang Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara. Penentuan lokasi ini tentunya berdasarkan pertimbangan antara lain di Sekolah tersebut cukup mewakili untuk pengambilan data.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi Penelitian

Menurut Arikunto (2006) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Talawi Kabupaten Batu Bara tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 224 orang. Populasi ditunjukkan pada tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1. Perincian Keadaan Kelas X SMA Negeri 1 Talawi Kabupaten Batu Bara Tahun Pembelajaran 2015/2016.

No. KELAS JUMLAH

1. X IPA-1 32 orang

2. X IPA-2 32 orang

3. X IPA-3 32 orang

4. X IPA-4 32 orang

5 X IPS-1 32 orang

6 X IPS-2 32 orang

7 X IPS-3 32 orang

JUMLAH 224 orang


(28)

3.2.2. Sampel Penelitian

Sugiyono (2013) menyatakan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pernarikan sampel secara cluster sampling yaitu teknik penarikan sampel dimana setiap anggota populasi diberikan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan atau dipilih ke dalam sampel. Unit sampling mengambil 2 kelas yang ditentukan secara Cluster sampling berjumlah 64 orang yaitu kelas X IPA-2 sebagai kelas eksperimen dan X IPA-4 sebagai kelas kontrol.

3.3. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan quasi eksperiment (eksperimen semu) yang bertujuan untuk membantu peneliti melihat hubungan kausal dari berbagai macam situasi yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Paradigma penelitian menggunakan paradigma ganda dengan tiga variabel indenpenden dan satu dependen. Variabel independen X1 teknik pembelajaran TFSS, variabel independen X2 gaya belajar, variabel independen X3 minat belajar dan variabel dependen Y kemampuan membaca. Paradigma penelitian sesuai pada gambar 3.1. berikut ini:

Gambar 3.1. Paradigma Penelitian. Teknik Pembelajaran

TFSS

(X1)

Kemampuan Membaca (Y)

Gaya Belajar (X2)

Minat Belajar (X3)


(29)

Desain penelitian ini berupa Two Group Pretest-Postes Design. Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen yang diberi perlakukan berbeda. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan teknik pembelajaran Tri Fokus Steve Snyder dan pada kelas kontrol diberi perlakuan teknik pembelajaran Ekspositori. Desain penelitian ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2. Desain Penelitian

Kelas Pretest Treatment Postest

Eksperimen Y1 X1 Y2

Kontrol Y1 X2 Y2

Keterangan :

Y1 = Pemberian Tes Awal (pretes) Y2 = Pemberian Tes akhir (postes) X1 = Teknik pembelajaran TFSS X2 = Teknik pembelajaran Ekspositori

3.4. Definisi Operasional

Penelitian ini memiliki empat variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas X1 adalah teknik pembelajaran TFSS, variabel bebas X2 adalah gaya belajar, dan variabel bebas X3 adalah minat belajar sedangkan yang menjadi varibel terikat (Y) adalah kemampuan membaca. Untuk menghindari kesalahpahaman maka penelitian merumuskan defenisi operasional setiap variabel itu sebagai berikut :

1) Teknik pembelajaran TFSS adalah teknik pembelajaran yang mengajarkan peserta didik untuk membagi titik konsentrasi pandangan mata menjadi tiga bagian yaitu satu bagian difokuskan di sebelah kiri, satu bagian difokuskan di tengah, dan satu bagian lagi difokuskan di sebelah kanan.

2) Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, kemudian mengatur serta mengolah informasi. Berdasarkan modalitasnya, gaya belajar


(30)

dibagi tiga bagian yaitu gaya belajar auditorial, kinestetik, dan visual. Dalam penelitian ini dipakai gaya belajar visual yaitu gaya belajar yang mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat.

3) Minat belajar adalah perhatian dan kesukaan terhadap sesuatu sehingga menimbulkan keingintahuan, ketertarikan, serta keinginan untuk ikut serta dalam belajar, dalam hal ini adalah belajar pelajaran bahasa Indonesia.

4) Kemampuan membaca adalah proses, cara, usaha meningkatkan kecepatan suatu aktivitas melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis untuk memperoleh pesan yang ingin disampaikan oleh penulis menuju kemajuan dari sebelumnya.

3.5. Teknik Pengumpulan Data 3.5.1. Teknik Pengumpulan

Teknik pengambilan data dilakukan melalui tes. Teknik tes gaya belajar, minat belajar dan kemampuan membaca digunakan untuk mendapatkan data kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan teknik pembelajaran TFSS. Tes gaya belajar, minat belajar dan tes kemampuan membaca berbentuk tes objektif pilihan berganda.

3.5.2. Instrumen Penelitian

Arikunto (2006) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.

3.5.2.1. Tes Kemampuan Membaca

Data untuk kemampuan membaca dijaring dengan menggunakan tes objektif pilihan berganda dengan lima opsi dengan jumlah item 20. Untuk memperjelas instrumen tersebut berikut ini dicantumkan kisi-kisi untuk tes kemampuan membaca.


(31)

No Indikator/Aspek yang diuji Nomor Soal Jumlah Soal

1. Kaidah teks eksposisi 1,8,12,20 4

2. Makna kata dalam teks eksposisi 5,9,11,21,22, 23 6 3. Makna istilah dalam teks eksposisi 15,16,17,19 4 4. Makna ungkapan dalam teks eksposisi 4,6,7,10,13,14 6

5. Menginterpretasi teks eksposisi 2,3,18,24,25 5

Penskoran untuk penilaian tes kemampuan membaca berdasarkan rubrik skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Pemberian skor total setiap butir soal tergantung banyaknya langkah penyelesaian, kesukaran pertanyaan dan soal.. Skor yang diperoleh masing siswa dari masing-masing tes diubah ke dalam nilai maksimum 100. Butir soal dalam penelitian sebanyak 20 soal.

3.5.2.2. Tes Gaya Belajar

Kuesioner gaya belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan kisi-kisi instrument seperti tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Gaya Belajar Siswa

No. Indikator Butir Angket Jlh

1 Harapan untuk berhasil dalam belajar 1, 9, 17, 23, 24 5

2 Usaha keras dalam belajar 5, 18, 19, 21, 29 5

3 Tanggung jawab dalam belajar 2, 8, 10, 16, 20 5

4 Solusi meraih hasil yang terbaik 11, 13, 15, 25, 26 5

5 Kekhawatiran akan kegagalan 3, 12, 22 3

6 Berusaha mencari cara baru dalam pemecahan masalah 4, 6, 7, 14, 27, 28,30 7

Total 30

Teknik pengukuran untuk angket jenis tertutup dilakukan untuk pernyataan: 4 = selalu, 3 = sering, 2 = jarang, 1 = tidak pernah. Sehingga jumlah skor tertinggi untuk 30 butir kuesioner sebanyak 30 x 4 = 120 dan skor terendah 30 x 1 = 30.


(32)

3.5.2.3. Tes Minat Belajar

Kuesioner minat belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan kisi-kisi instrument seperti tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Minat Belajar Siswa

No. Indikator Butir Angket Jlh

1 Harapan untuk berhasil dalam belajar 1, 9, 23, 24 4

2 Usaha keras dalam belajar 5, 18, 19, 21, 29 5

3 Tanggung jawab dalam belajar 8, 10, 16, 20 4

4 Solusi meraih hasil yang terbaik 2, 11, 13, 15, 25, 26 6

5 Kekhawatiran akan kegagalan 3, 12, 17, 22 4

6 Berusaha mencari cara baru dalam pemecahan masalah

4, 6, 7, 14, 27, 28,

30 7

Total 30

Teknik pengukuran untuk angket jenis tertutup dilakukan untuk pernyataan: 4 = selalu, 3 = sering, 2 = jarang, 1 = tidak pernah. Sehingga jumlah skor tertinggi untuk 30 butir kuesioner sebanyak 30 x 4 = 120 dan skor terendah 30 x 1 = 30.

3.5.3. Uji Coba Instrumen

3.5.3.1. Validitas Butir Soal

Sugiyono (2013) uji validitas instrument bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian soal agar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas menyangkut validitas konstruksi, validitas isi, dan validitas kriteria dilakukan oleh para ahli (pembimbing). Uji lapangan yang merupakan validitas empirik sebagai uji validitas butir. Selanjutnya, dikatakan bahwa untuk menghitung koefisien validitas internal untuk skor butir pengusaan kosakata dan kemampuan menyimak digunakan korelasi point biserial dengan rumus:


(33)

rpbs = koefisien korelasi antara skor butir ke i dengan skor total. = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir ke i.

= rata-rata skor total semua responden. St = standar deviasi skor total semua responden. p = proporsi jawaban yang benar untuk butir ke i. q = proporsi jawaban yang salah untuk butir ke i.

3.5.3.2. Indeks Tingkat Kesukaran Soal

Siburian (2013) mengatakan bahwa tes yang baik harus mengandung item-item yang baik. Item-item-item yang baik di samping harus dapat mengungkapkan atau menggambarkan aspek-aspek yang hendak diukur. Nurgiyantoro (2010) mengatakan bahwa taraf kesulitan soal (item difficulty) adalah pernyataan tentang seberapa mudah atau sulit butir soal bagi peserta didik yang dikenai pengukuran. Indeks kesukaran dilambangkan dengan ITK, dimana rumus yang digunakan untuk mencari besar ITK adalah sebagai berikut :

Keterangan :

ITK = Indeks Tingkat kesukaran yang dicari. FKT = Jumlah jawaban benar kelompok tinggi. FKR = Jumlah jawaban benar kelompok rendah.

N = Jumlah peserta tes kedua kelompok.

Adapun pengklasifikasian kategori Indeks tingkat kesukarannya dilihat pada Tabel 5 berikut ini:

Tabel 3.6. Kategori Indeks Tingkat Kesukaran.

Nilai ITK Kategori


(34)

0,41- 0,60 Sedang.

0,61- 0,80 Mudah.

3.5.3.3. Indeks Daya Beda

Nurgiyantoro (2012) mengatakan bahwa daya beda butir soal (item descrimination) merupakan suatu pernyataan tentang seberapa besar daya beda sebuah butir soal dapat membedakan kemampuan antara peserta kelompok tinggi dan kelompok rendah. Daya pembeda suatu soal dimaksudkan untuk dapat membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa yang pandai dapat menjawab soal dengan baik, dan siswa yang kurang pandai tidak dapat menjawab soal dengan baik. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda soal adalah:

n FKR FKT

IDB 

Keteranagan :

IDB = Indeks Daya Beda yang dicari.

FKT = Jumlah jawaban benar kelompok tinggi. FKR = Jumlah jawaban benar kelompok rendah. n = Jumlah peserta kelompok tinggi atau rendah.

Adapun pengklasifikasian kategori indeks daya beda ditunjukkan pada Tabel 3.7. berikut ini:

Tabel 3.7. Pengklasifikasian Kategori Indeks Daya Beda. Indeks Daya Beda


(35)

0,00 - 0,20 Poor

Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik 0,20 – 0,40 Satisfactory Butir item yang bersangkutan telah memiliki

daya pembeda yang cukup (sedang)

0,40 – 0,70 Good Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik

0,70 – 1,00 Excellent Butir item yang bersangkutan telah memilikidaya pembeda yang baik sekali Bertanda negatif (-) - Butirpembedanya negative sekali (jelek sekali) item yang bersangkutan daya

3.5.3.4. Indeks Pengecoh

Pada soal bentuk pilihan berganda ada alternatif jawaban (opsi) yang merupakan pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang baik. Pengecohnya akan dipilih secara tidak merata. Indeks pengecoh dihitung dengan rumus :

% 100 ) 1 /( )

(N B n x

p IP

 

Keteranagan :

IP = Indeks pengecoh yang dicari.

P = Jumlah peserta didik yang memilih pengecoh. N = Jumlah peserta didik yang ikut tes.

B = Jumlah peserta didik yang menjawab benar padasetiap soal. n = Jumlah alternatif jawaban (opsi).

1 = bilangan tetap

Adapun pengklasifikasian kategori indeks pengecoh ditunjukkan pada Tabel 3.8. berikut ini.

Tabel 3.8. Pengklasifikasian Kategori Indeks Pengecoh. Indeks Daya Beda (D) Interpretasi


(36)

> 200% Sangat Jelek

0%-25% atau 176%-200% Jelek

26%-50% atau 175%-151% Kurang Baik

51%-75% atau 150%-126% Baik

76%-125% Sangat baik

3.5.3.5. Reliabilitas

Arikunto (2006) menyatakan bahwa reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data. Nurgiyantoro (2012) mengatakan bahwa koefisien reliabilitas konsistensi gabungan butir untuk skor butir dikotomi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson yang dikenal dengan nama KR-20 dengan rumus:

Keterangan:

k = butir soal.

= Jumlah hasil perkalian antara skor p dan skor q p = proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i.

Rumus

q = proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i. Rumus (q = 1- p)

Vt = varians skor total responden.

Arikunto (2010) Untuk menentukan varians digunakan rumus :

V= .


(37)

V = varian

= Jumlah kuadrat dari nilai setiap butir soal

= Jumlah nilai setiap butir soal dikuadratkan N = Jumlah peserta tes

3.6. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Tahap persiapan diawali dengan pendahuluan untuk mendapatkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan literatur yang dibutuhkan. Sehingga dapat ditentukan perangkat penelitian digunakan. Perangkat penelitian terdiri dari 1) Pendekatan pembelajaran, 2) Perangkat pembelajaran seperti RPP, bahan ajar, 3) Instrumen penelitian. Selanjutnya dilakukan pemilihan kelas sebagai subyek penelitian.

Adapun rincian prosedur pelaksanaan penelitian adalah: 1) Menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian secara acak pada siswa Kelas X SMA ; 2) Tes kemampuan awal (pretest) tentang kemampuan membaca; 3) Perlakuan diberikan kepada responden yang dijadikan subjek penelitian pada pembahasan membaca, meliputi perlakuan penggunaan teknik pembelajaran TFSS dan perlakuaan teknik pembelajaran Ekspositori. Lamanya waktu dalam satu kali pertemuan adalah 2 x 45 menit; 4) Tes Akhir Pembelajaran (postest) diberikan kepada responden dengan cara membagikan tes kemampuan membaca ke masing-masing peserta didik dengan jumlah dan soal yang sama dengan soal pretest; (5) Data penelitian diuji dengan menggunkan normalitas. linearitas dan homogenitas; dan 6) Data dianalisis dengan teknik analisis Anava untuk melakukan uji hipotesis dan membuat kesimpulan.


(38)

3.6.1. Prosedur Perlakuan Kelompok Eksperimen yang Memperoleh Pembelajaran dengan Teknik Pembelajaran Ekspositori

Prosedur perlakuan kelompok eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan teknik pembelajaran TFSS yaitu sebagai berikut.

1. Perangkat pembelajaran disiapkan oleh peneliti yang diperlukan untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan materi yang diajarkan.

2. Guru membuka pelajaran, menjelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran kepada siswa. Siswa mendengarkan guru, dan mencatat hal-hal yang dianggap perlu.

3. Bertanya jawab tentang topik bacaan yang disukai siswa

4. Siswa membaca teks eksposisisi dan mencermati uraian yang berkaitan dengan struktur teks eksposisi (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang).

5. Siswa secara kelompok mempertanyakan struktur teks eksposisi (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang).

6. Siswa secara kelompok mempertanyakan ciri-ciri teks eksposisi berdasarkan isi dan strukturnya.

7. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menemukan strukturteks eksposisi (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang).

8. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menemukan ciri teks eksposisi berdasarkan isi dan strukturnya.

9. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menyimpulkan hasil temuan terkait dengan struktur (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang) dan ciri teks eksposisi dalam diskusi kelas dengan saling menghargai, bekerja sama, dan bertanggung jawab.

10. Siswa secara kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok terkait dengan struktur (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang) dan ciri bahasa teks eksposisi .

11. Siswa lain menanggapi presentasi teman/ kelompok lain secara santun, kritis, dan bertanggung jawab.


(39)

eksposisi.

13. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.

3.6.2. Prosedur Perlakuan Kelompok Kontrol yang Memperoleh Pembelajaran dengan Teknik Pembelajaran TFSS

Prosedur perlakuan kelompok eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan teknik pembelajaran Ekspositori yaitu sebagai berikut.

1. Perangkat pembelajaran disiapkan oleh peneliti yang diperlukan untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan materi yang diajarkan.

2. Guru membuka pelajaran, menjelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran kepada siswa. Siswa mendengarkan guru, dan mencatat hal-hal yang dianggap perlu.

3. Bertanya jawab tentang topik bacaan yang disukai siswa

4. Siswa membaca teks eksposisisi dengan teknik pembelajaran TFSS (melatih peserta didik pengembangan periferal, melatih peserta didik melihat dengan simbol tri fokus, melatih peserta didik membaca teks berpedoman simbol tri fokus) serta gaya belajar dan minat belajar yang tinggi, lalu mencermati uraian yang berkaitan dengan struktur teks eksposisi (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang).

5. Siswa secara kelompok mempertanyakan struktur teks eksposisi (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang).

6. Siswa secara kelompok mempertanyakan ciri-ciri teks eksposisi berdasarkan isi dan strukturnya.

7. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menemukan strukturteks eksposisi (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang).

8. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menemukan ciri teks eksposisi berdasarkan isi dan strukturnya.

9. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menyimpulkan hasil temuan terkait dengan struktur (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang) dan ciri teks eksposisi dalam diskusi kelas dengan saling menghargai, bekerja sama, dan bertanggung jawab.


(40)

10. Siswa secara kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok terkait dengan struktur (pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan penegasan ulang) dan ciri bahasa teks eksposisi .

11. Siswa lain menanggapi presentasi teman/ kelompok lain secara santun, kritis, dan bertanggung jawab.

12. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran terkait dengan teks eksposisi.

13. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.

Secara garis besar prosedur penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.2..

Gambar 3.2. Bagan Alur Prosedur Penelitian

Teknik Pembelajaran Ekspositori Studi pendahuluan, identifikasi masalah, Rumusan Masalah, study literatur, dan lain-lain

Pembuatan, Uji coba & analisa instrument, Rancangan pembelajaran

Penentuan Sampel Penelitian

Pre test

Teknik Pembelajaran TFSS

Postest Data Analisa

data Hasil Penelitian Penulisan Laporan (simpulan,implikasi dan saran)

Observasi Kelas Eksperimen

Pre test


(41)

3.7. Teknik Analisis Data

3.7.1. Analisis Data Deskriptif

Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif. Sugiyono (2013) statistik deskriftif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. statistik deskriftif diperlukan untuk mencari mean, standar deviasi, varian, modus, median, range, panjang kelas, distribusi frekuensi data, grafik data, dan persentase. Hal ini akan dilakukan dengan cara mendistribusikan data baik pretest-postest kelas tersebut kedalam program SPSS 20.0 pada kolom descriptive. Dari proses tersebut maka akan menghasilkan tabel output berupa diskriptif data, tabel frekuensi dan juga gambar chart tiap-tiap kelompok.

3.7.2. Analisis Data Inferensial

3.7.2.1. Uji Korelasi Product Moment

Analisis data inferensial digunakan untuk menguji hipotesis atau menarik kesimpulan. Analisis data inferensial menggunakan teknik regresi dan korelasi sederhana

Sugiyono (2013) Untuk menguji korelasi X1 dan Y, X2 dan Y, dan X3 dan Y menggunakan angka kasar korelasi product moment dari person dengan rumus :

Keterangan: xy

r = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang

dikorelasikan.

= Jumlah hasil perkalian antara skor Y dan skor X. = Jumlah seluruh skor X.

= Jumlah seluruh skor Y. N = Banyaknya peserta didik


(42)

Pengujian kriteria adalah Jika maka ditolak dan diterima.

Sebaliknya Jika ≤ maka diterima dan ditolak.

Sugiyono (2013) Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi pada tabel 3.9. berikut ini:

Tabel 3.9. Interpretasi Korelasi Product Momen. Nilai koefisien

korelasi Interprestasi

0,00 - 0,20

Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sangat lemah sehingga korelasi tersebut dapat diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan Y).

0,20 - 0,40 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang lemah. 0,40 - 0,60 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sedang. 0,60 - 0,80 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang kuat. 0,80 - 1,00 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sangat kuat.

Untuk mengetahui apakah harga tersebut signifikan atau tidak maka perlu diuji signifaknsinya dengan rumus t berikut atau membandingkan dengan tabel korelasi.

2

1 2

xy xy hitung

r N r t

  

Keterangan :

N = jumlah data. xy

r = koefisien korelasi.

Pengujian kriteria adalah Jika maka ditolak dan

diterima. Sebaliknya Jika < maka diterima dan ditolak.

3.7.2.2. Uji Persyaratan analisis

Uji persyaratan analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui apakah data penelitian sudah mempunyai sebaran normal, linearitas, dan homogen. Untuk itu dilakukan uji normalitas dan homogen.


(43)

3.7.2.3. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusikan normal atau tidak. Sudjana (2005) mengatakan bahwa uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji lilliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Data X1, X2, …. Xn dijadikan bilangan baku Z1,Z2, ...Zn dengan rumus : Zi =

s x x1

Keterangan: X = Rata-rata.

S = Simpangan baku.

2) Untuk tiap bilangan baku dihitung dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang dengan rumus :

F (Zi) = P (Z ≤ Zi)

3) Menghitung proporsi Z1, Z2, …Zn yang lebih kecil atau sama dengan dari Zi, jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi) = P(Z-Zi).

Maka S(Zi) =

n

Z yang ,...

,

Banyak Z1 Z2 Zni

4) Menghitung selisih F(Zi) – S (Zi), kemudian menentukan harga mutlaknya

5) Selanjutnya dibandingkan dengan

atau ,dengan α = 0.05 dan k = banyak kelas pada tabel frekuensi. Pengujian normalitas dilakukan dengan kriteria, Ha diterima

2hitung ˃

2tabeldan

ditolak Ho jika

2hitung<

2tabel yang menyatakan bahwa sampel berasal

dari populasi yang berdistribusi normal.

3.7.2.4. Uji Linieritas dan Keberartian

Sudjana (2005) mengatakan bahwa uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusikan linier atau tidak. Uji linieritas dengan langkah-langkah sebagai berikut :


(44)

Maka bobot regresi

Koefisien arah regresi Y atas dengan rumus :

2) Menghitung JK galat dengan rumus :

3) Menghitung JK total dengan rumus :

4) Menghitung JK a dengan rumus :

5) Menghitung JK (b)(a) dengan rumus :

6) Menghitung JK (sisa) dengan rumus :

7) Menghitung tuna cocok dengan rumus :


(45)

Sumber Variasi Dk JK KT F

Total N

Koefesien (a) 1

Regresi (b)(a) 1

Sisa n-2

Tuna cocok

k-2

Galat n-k

Pengujian linieritas dilakukan dengan kriteria, Ha diterima

dan ditolak Ho jika Fhitung ˃ Ftabel yang menyatakan bahwa

sampel berasal dari populasi yang berarti berdistribusi linier.

3.7.2.5. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil memiliki varian yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

1) Mengitung varians gabungan dengan rumus :

2) Menghitung nilai B dengan rumus :

Dengan uji barlet

Pengujian homogenitas dilakukan dengan kriteria, Ha diterima jika

dan ditolak Ho jika yang menyatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang homogen.


(46)

3.7.2.6. Pengujian Hipotesis

Langkah-langkah perhitungan Analisis Regresi Ganda (Sudjana, 2005) adalah sebagai berikut:

1) Pengujian Hipotesis X1 dan Y, serta X2 dan Y

(1) Membuat tabel belanja statistik dengan mencari JK dan JP Jumlah Kuadrat (JK) :

Jumlah Produk (JP) :

(2) Mencari persamaan garis regresi Persamaan garis regresi adalah :


(1)

10.

Siswa secara kelompok mempresentasikan

hasil diskusi kelompok terkait dengan struktur

(pernyataan pendapat atau tesis, argumen, dan

penegasan ulang) dan ciri bahasa teks

eksposisi

11.

Siswa lain menanggapi presentasi teman/

kelompok lain secara santun, kritis, dan

bertanggung jawab.

Penutup

12.

Siswa bersama guru menyimpulkan hasil

pembelajaran terkait dengan teks eksposisi.

13.

Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan

yang sudah dilakukan.

Pertemuan Kedua

Tahapan

Kegiatan

Waktu

Pendahuluan

10’

1.

Salah satu siswa memimpin berdoa sesuai

dengan agama dan kepercayaan

masing-masing

2.

Siswa menerima informasi kompetensi,

materi, tujuan, manfaat, dan langkah

pembelajaran yang akan dilaksanakan.

3.

Siswa menerima pengarahan bahwa melalui

tema pembelajaran ini agar dapat

mengembangkan sikap santun, jujur,

kerjasama, tanggung jawab, dan cinta damai.

Kegiatan Inti

70’

Mengamati

4.

Siswa secara berkelompok mencermati

kaidah teks eksposisi dengan teknik

pembelajaran TFSS, serta gaya belajar dan

minat belajar yang baik.

5.

Siswa secara kelompok mencermati ciri-ciri

teks eksposisi berdasarkan isi dan

strukturnya.

Mempertanyakan

6.

Siswa secara kelompok membuat

pertanyaan yang berhubungan dengan isi

teks eksposisi.

Mengeksplorasi

7.

Siswa secara berkelompok mendiskusikan

isi teks eksposisi

8.

Siswa secara kelompok berdiskusi untuk

menjelaskan makna kata, istilah, ungkapan

dalam teks eksposisi.


(2)

9.

Siswa secara kelompok berdiskusi untuk

menyimpulkan hasil temuan terkait makna

kata, istilah, dan ungkapan dalam teks

eksposisi, dalam diskusi kelas dengan

saling menghargai, bekerja sama, dan

bertanggung jawab.

Mengomunikasikan

10.

Siswasecara kelompok

mempresentasikanhasil diskusi kelompok

terkait dengan makna kata, istilah, ungkapan

dalam teks eksposisi dengan rasa percaya

diri.

11.

Siswa lain menanggapi presentasi teman/

kelompok lain secara santun, kritis, dan

bertanggung jawab.

Penutup

12.

Siswa menjawab pertanyaan tentang teks

eksposisi yang diberikan oleh guru.

13.

Siswa mengerjakan tugas-tugas tambahan

terkait dengan teks eksposisi yang

diberikan oleh guru. (Pekerjaan Rumah)

14.

Siswa menyimak informasi mengenai

rencana tindak lanjut pembelajaran.

H. Penilaian

1

.

Penilaian Proses

Lembar Pengamatan Sikap

No.

Nama

Perilaku yang diamayi pada proses pembelajaran

Kerjasama

Tanggun

g jawab

Santun

Disiplin

Menghargai

orang lain

1

2

3

4

5

6

7

Pedoman penilaian

Skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 s/d 5


(3)

Nilai Akhir Siswa

2. Penilaian Hasil

Indikator Teknik Penilaian

Bentuk Penilaian

Instrumen Struktur teks

eksposisi (tulis)

Tertulis Laporan 1. Bacalah teks eksposisi yang berjudul “ Cara Mengurus SIM” dalam Buku Paket Bahasa Indonesia kelas X, kemudian tentukan struktur teks tersebut! 2. Tulis ulanglah teks eksposisi“Cara

Mengurus SIM” tersebut dalam bentuk uraian monolog dengan mengubah semua kalimat tidak langsung pada dialog menjadi kalimat langsung! 3. Bandingkan teks yang kalian buat

dengan milik teman kalian . Setelah itu, perbaikilah pekerjaan kalian agar menjadi sempurna dalam hal struktur dan ragam bahasa yang diisyaratkan. Struktur teks

eksposisi (lisan)

Unjuk kerja Keterampila n berbicara

4. Presentasikan di depan kelas, hasil diskusi kelompok terkait ciri dan struktur teks eksposisi!

5. Komentarilah hasil penampilan temanmu secara santun, kritis, dan bertanggung jawab!

Menginterpretasi makna teks (tulis)

Tertulis Menulis 6. Jelaskan makna kata, istilah, dan ungkapan bercetak miring dalam teks eksposisi yang berjudul “Cara Mengurus SIM” di Buku Paket Bahasa Indonesia kelas X!

7. Bandingkan penjelasan yang kalian buat dengan milik teman kalian . Setelah itu, perbaikilah pekerjaan kalian agar menjadi sempurna dalam hal interpretasi makna kata, istilah, dan ungkapan dalam teks eksposisi!

Menginterpretasi makna teks (lisan)

Unjuk kerja Keterampila n berbicara

8. Presentasikan di depan kelas, hasil diskusi kelompok terkait dengan makna kata, istilah, dan ungkapan dalam teks eksposisi teks eksposisi!

9. Komentarilah hasil penampilan temanmu secara santun, kritis, dan bertanggung jawab!

3. Pedoman Penilaian Nama

Kelas Judul

: :


(4)

Is

i

27-30 Sangat baik-sempurna:menguasai topik tulisan;

substantif; pernyataan pendapat (tesis),argumentasi 1, 2, dst, penegasan ulang relevan dengan topik yang dibahas 22-26 Cukup-baik:cukup menguasai permasalahan; cukup

memadai;pengembangan tesis terbatas;relevan dengan topik, tetapi kurang terperinci

17-21 Sedang-cukup: penguasaan permasalahan terbatas; substansi kurang; pengembangan topik tidak memadai 13- 16 Sangat kurang-kurang:tidak menguasai permasalahan;

tidak ada substansi; tidak relevan; tidak layak dinilai

S

tr

u

k

tu

r

T

ek

s 27-30 Sangat baik-sempurna: ekspresi lancar; gagasan

terungkap padat, dengan jelas; tertata dengan baik; uritan logis pernyataan pendapat (tesis),argumentasi 1, 2, dst, penegasan ulang kohesif

22-26 Cukup-baik:kurang lancar; kurang terorganisasi, tetapi ide utama ternyatakan; pendukung terbatas; logis; tetapi tidak lengkap

17-21 Sedang-cukup:tidak lancar; gagasan kacau atau ytidak terkait; urutan dan pengembangan kurang logis

13- 16 Sangat kurang-kurang: tidak komunikatif; tidak terorganisasi; tidak layak dinilai

K

os

aK

at

a 18-20 Sangat baik-sempurna: penguasaan kata canggih;pilihan kata dan ungkapan efektif; menguasai pembentukan kata; penggunaan register tepat

14-17 Cukup-baik: penguasaan kata memadai;pilihan,

bentuk,dan penggunaan kata /ungkapan kadang-kadang salah; tetapi tidak mengganggu

10-13 Sedang-cukup: penguasaannkata terbatas sering terjadi kesalahan bentuk pilihan dan penggunaan kosa

kata/ungkapan makna membingungkan atau tidaj jelas 7-9 Sangat kurang-kurang:pengetahuan tentang

kosakata/ungkapan dan pembentukan kata rendah; tidak layak dinilai

M

ek

an

ik 18-20 Sangat baik-sempurna:menguasai aturan penulisan; terdapat sedikit kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf

14-17 Cukup-baik: kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf, tetapi tidak mengaburkan makna

10-13 Sedang-cukup:sering terjadi kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf; tulisan tangan tidak jelas; makna membingungkan atau kabur 7-9 Sangat kurang-kurang:tidak menguasai aturan penulisan;

terdapat banyak kesalahan ejaan; tanda baca;

penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf; tulisan tidak terbaca; tidak layak dinilai


(5)

Nilai Akhir Siswa

Presentasi Kelompok

Skor Kriteria Komentar

A

rg

u

m

en 27-30 Sangat baik-sempurna:menguasai topik tulisan;

substantif; pernyataan pendapat (tesis),argumentasi 1, 2, dst, penegasan ulang pendapat yang relevan dengan topik yang dibahas.

22-26 Cukup-baik: cukup menguasai permasalahan; cukup memadai;pengembangan tesis terbatas;relevan dengan topik, tetapi kurang terperinci.

17-21 Sedang-cukup: penguasaan permasalahan terbatas; substansi kurang; pengembangan topik tidak memadai. 13-16 Sangat kurang-kurang: tidak menguasai permasalahan;

tidak ada substansi; tidak relevan; tidak layak dinilai.

P

en

am

pi

la

n 27-30 Sangat baik-sempurna: ekspresi lancar; gagasan

terungkap padat, dengan jelas; tertata dengan baik; uritan logis(abstraksi^orientasi^krisis ^reaksi^koda) kohesif. 22-26 Cukup-baik: cukup lancar; kurang terorganisasi, tetapi

ide utama ternyatakan; pendukung terbatas; logis; tetapi tidak lengkap

17-21 Sedang-cukup: tidak lancar; gagasan kacau atau tidak terkait; urutan dan pengembangan kurang logis 13-16 Sangat kurang-kurang: tidak komunikatif; tidak

terorganisasi; tidak layak dinilai

B

ah

as

a 18-20 Sangat baik-sempurna: penguasaan kata canggih;pilihan kata dan ungkapan efektif; menguasai pembentukan kata; penggunaan diksi tepat.

14-17 Cukup-baik: penguasaan kata memadai;pilihan,

bentuk,dan penggunaan kata /ungkapan kadang-kadang salah tetapi tidak mengganggu, cukup cermat dalam memilih diksi dan kosa kata.


(6)

kesalahan bentuk pilihan dan penggunaan kosa

kata/ungkapan makna membingungkan atau tidak jelas, kurang cermat memilih diksi dan kosa kata.

7-9 Sangat kurang-kurang: pengetahuan tentang

kosakata/ungkapan dan pembentukan kata rendah; tidak cermat memilih diksi dan kosa kata.

Is

i

18-20 Sangat baik-sempurna: sangat menguasai materi penulisan; sudah menunjukkan kemampuan berpikir logis yang baik, sudah mencantumkan pendapat narasumber secara benar, terhindar cari unsur plagiat. 14-17 Cukup-baik: cukup menguasai materi penulisan; sudah

menunjukkan kemampuan berpikir logis, sudah mencantumkan pendapat narasumber, terhindar cari unsur plagiat.

10-13 Sedang-cukup: kurang menguasai materi penulisan; terdapat kesalahan berpikir, sumber bacaan kurang lengkap, logika kadang-kadang kurang dapat dipertanggungjawabkan.

7-9 Sangat kurang-kurang: tidak menguasai materi penulisan; terdapat banyak kesalahan berpikir, tidak mencantumkan sumber bacaan, logika membingungkan.

Nilai Akhir Siswa

Diketahui oleh,

Batu Bara, Juli 2015

Kepala SMA Negeri 1 Talawi

Pendidik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia