Jalan Setapak dalam Sejarah Pembangunan Jalan

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalan Setapak dalam Sejarah Pembangunan Jalan

Menurut Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, secara umum disebutkan bahwa Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah danatau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan rel. Secara khusus, pengertian tentang Jalan Setapak tidak disebutkan dalam Undang-undang di atas. Hal yang terkait dengan Jalan Setapak akan dapat disimak dari sejarah pembangunan jalan yang menyebutkan bahwa setelah manusia berkembang biak dan hidup berkelompok, maka mereka membutuhkan tempat berdiam meskipun hanya sementara. Umumnya mereka berpindah-pindah tempat secara musiman, bila tempat-tempat di sekitarnya sudah tidak ada bahan makanan yang mereka butuhkan. Pada waktu itu jejak-jejak tersebut menjadi jalan setapak atau bila di hutan terkadang disebut “lorong-lorong tikus”. Jalan ini merupakan jalan musiman seasonal-road. Orang-orang nomaden mempergunakan jalan ini untuk berburu pada musim berburu dan untuk mencari ikan Modul Ajar, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang. Jalan setapakjalan orang menurut Departemen PU, 1986 Kriteria Perencanaan bagian Bangunan KP-04 termasuk ke dalam jalan inspeksi, di mana semua jalan inspeksi digolongkan sebagai jalan kelas III atau lebih rendah lagi menurut standar Bina Marga No.131970 BINA MARGA,1970b dan merupakan jalan satu jalur. Untuk jalan-jalan yang berada di bawah wewenang Direktorat Irigasi, Standar Bina Marga telah diperluas lagi menjadi :  Kelas I; Jalan nasional Standar Bina Marga.  Kelas II; Jalan Provinsi Standar Bina Marga.  Kelas III; Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama Standar Bina Marga.  Kelas IV; Jalan penghubung, jalan inspeksi sekunder Standar Bina Marga.  Kelas V; Jalan setapakjalan orang. 7 Jalan kelas III dengan perkerasan, jalan kelas IV boleh dengan perkerasan untuk yang lebih penting atau tanpa perkerasan. Kelas V umumnya tanpa perkerasan. Lebar jalan dan perkerasan untuk jalan-jalan kelas III, IV, dan V yang punya arti penting dalam suatu proyek irigasi disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Lebar Standar Jalan Sumber : Dept. PU., 1986 Kelas Jalan Lebar Total Jalan Lebar Perkerasan Kelas III 5 m 3 m Kelas IV 5 m 3 m Kelas V 1,5 m Dalam perkembangannya, perencanaan sebuah Jalan Setapak di kawasan perkotaan tidak akan dapat dipisahkan dari elemen-elemen pembentuk kota khususnya yang terkait dengan sistem sirkulasi dan pergerakan dan fasilitas pendukungnya. Untuk itu, pemahaman terhadap pengertian elemen dan fasilitas pendukung di atas sangat dibutuhkan sebagai pedoman dalam kegiatan penelitian ini.

2.2. Sistem Penghubung Linkage System