BERJALAN KAKI vs BERSEPEDA Kajian Aktivitas di Jalan Setapak Sanur, Denpasar.

(1)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

BERJALAN KAKI vs BERSEPEDA :

Kajian Aktivitas di Jalan Setapak Sanur, Denpasar

Tim Pengusul :

1. Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT. NIP. 195809261987021001 2. Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT. NIP. 195410061986011001

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA SEPTEMBER 2015

No. SPK : 2231.1/UN14.1.31/PN/2015 Tanggal 8 Juni 2015 No. SP.DIPA-042.04.2.400107/2015 Tanggal 15 April 2015


(2)

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

Judul Penelitian : BERJALAN KAKI vs BERSEPEDA :

Kajian Aktivitas di Jalan Setapak Sanur, Denpasar Ketua Tim Peneliti :

a. Nama Lengkap : Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT. b. NIDN / NIP : 0026095801 / 195809261987021001 c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Nomor HP / e-mail : (+62) 8123632538 / muliawan.salain@gmail.com Anggota Peneliti :

a. Nama Lengkap : Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT. b. NIDN / NIP : 0006105404 / 195410061986011001 c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Nomor HP / e-mail : (+62) 8123679904 / bagus_budjana@yahoo.com

Biaya Penelitian : - diusulkan ke Jurusan Rp. 10.000.000,- - dana institusi lain Rp. 0

- inkind sebutkan -

Bukit Jimbaran, 03 September 2015 Menyetujui,

Ketua Jurusan Arsitektur FT-UNUD Ketua Tim Peneliti

Ir. I Made Suarya, MT. NIP. 195610151986011001

Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT. NIP. 195809261987021001


(3)

RINGKASAN

Kota Denpasar saat ini tengah gencar berupaya meningkatkan kunjungan wisatawan melalui penataan kawasan wisata yang sudah ada maupun pengembangan destinasi/objek wisata baru. Salah satu daya tarik wisata (DTW) yang terus ditata dan dikembangkan adalah Pantai Sanur. Hal ini sejalan dengan ditetapkannya Kawasan Sanur menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Bali.

KSPN Sanur memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan perekonomian Kota Denpasar. Kawasan ini terletak di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas wilayah 1.057 Ha yang terdiri atas daratan dengan sisi bagian timur dan selatan berbatasan langsung dengan Selat Badung. Sebagai kawasan yang memiliki wilayah pantai yang bernilai rekreasi/pariwisata, maka pengembangan wilayah di sepanjang pantai adalah untuk zona akomodasi wisata skala menengah dan besar, sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah ada.

Keseriusan Pemerintah Kota Denpasar dalam menata Kawasan Sanur terlihat dengan telah terbitnya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 6 Tahun 2013, tentang Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur. Berbagai fasilitas dan utilitas telah disediakan, untuk mendukung kegiatan pariwisata seperti fasilitas jalan setapak di sepanjang pantai. Jalan setapak yang sudah ada, selama ini dimanfaatkan sebagai akses untuk kegiatan jogging, bersepeda maupun akses untuk upaya pengamanan wilayah pantai. Namun kondisinya saat ini belum mampu menjamin kenyamanan bagi pejalan kaki. Hal ini disebabkan kegiatan untuk berjalan kaki dan bersepeda masih berada dalam satu jalur, serta minim tempat-tempat untuk beristirahat sementara. Aktivitas wisatawan dan masyarakat yang berjalan kaki

menyusuri jalan setapak di pinggir pantai harus ‘beradu fisik’ dengan aktivitas bersepeda.

Demikian juga di beberapa segmen, para pejalan kaki harus rela mengalah ke luar jalur karena jalan setapak juga dipakai untuk parkir sepeda bahkan sepeda motor.

Merujuk kepada paparan potensi dan permasalahan di atas, proposal penelitian ini akan mengkaji aktivitas yang terjadi di jalan setapak Sanur. Kajian akan difokuskan pada konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan aktivitas bersepeda. Keluarannya diharapkan dapat menjadi studi awal dalam menentukan bagaimana sebaiknya jalan setapak Sanur ditata dan dikembangkan agar mampu mendukung fungsi Kawasan Sanur menjadi salah satu DTW andalan di Kota Denpasar.

Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi ke jalan setapak Sanur, Denpasar dengan pengukuran dan dokumentasi (foto). Data-data sekunder diperoleh melalui literatur/buku-buku kepustakaan, dokumen tata ruang terkait, dan internet. Kegiatan klasifikasi dan kompilasi data dilakukan untuk memudahkan dalam menyusun hasil penelitian. Keluaran penelitian ini adalah visi penataan, konsep rencana penataan, konsep rute jalur jalan setapak, pendekatan perencanaan, serta rencana makro dan mikro pengembangan jalan setapak Sanur, untuk meningkatkan potensi dan DTW Sanur dalam menarik minat kunjungan wisatawan.


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat karunia-Nyalah Laporan Akhir Penelitian yang berjudul Berjalan Kaki vs Bersepeda : Kajian Aktivitas di Jalan Setapak Sanur, Denpasar dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengidentifikasi kondisi dan aktivitas yang terjadi di jalan setapak Sanur. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan bersepeda di jalan setapak Sanur, yang diharapkan menjadi studi awal dalam menentukan arah penataan jalan setapak Sanur guna mendukung pengembangan DTW Sanur ke depan. Kegiatan penelitian ini dibiayai dari dana PNBP Universitas Udayana Tahun 2015.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu memberikan informasi dan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini.

Sangat disadari, bahwa Laporan Akhir Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, segala bentuk saran, kritik, dan masukan sangat diharapkan demi kesempurnaannya. Semoga Laporan Penelitian ini dapat memenuhi tujuan yang diharapkan dan bermanfaat bagi para pembaca.

Bukit Jimbaran, 03 September 2015 Ketua Tim Peneliti

Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT. NIP. 195809261987021001


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Ringkasan ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar... vi

Daftar Tabel... vii

BAB 1 Pendahuluan... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 2

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Target dan Luaran ... 4

BAB 2 Tinjauan Pustaka... 6

2.1. Jalan Setapak dalam Sejarah Pembangunan Jalan... 6

2.2. Sistem Penghubung (Linkage System)... 7

2.3. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)... 8

2.4. Ruang Terbuka Hijau dan Landscape... 10

2.5. Perabot Jalan (Street Furniture)... 13

2.6. Sistem Petanda (Signage)... 13

2.7. Visi dan Misi Pembangunan Kota Denpasar... 14

2.8. Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur... 16

BAB 3 Metode Penelitian... 24

3.1. Pendekatan Penelitian... 24

3.2. Metode Kegiatan Penelitian... 25

BAB 4 Hasil dan Pembahasan ... 26

4.1. Kondisi Umum Jalan Setapak Sanur... 26

4.2. Analisis Kebutuhan Penanganan... 41

4.3. Visi Penataan... 47

4.4. Konsep Rencana Penataan... 50

4.5. Konsep Rute Jalur Jalan Setapak... 53

4.6. Pendekatan Perencanaan... 56

4.7. Rencana Makro... 58

4.8. Rencana Mikro... 60

BAB 5 Kesimpulan dan Saran... 65

5.1. Kesimpulan... 65

5.2. Saran... 66

Daftar Pustaka... 67


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kondisi Terkini Jalan Setapak Sanur... 1

Gambar 1.2. Pejalan Kaki Harus Mengalah pada Pesepeda dan Parkir Sepeda Motor... 3

Gambar 1.3. Jalan Setapak Juga Dipakai Parkir Sepeda Motor... 3

Gambar 1.4. Lingkup Wilayah Penelitian... 4

Gambar 4.1. Batas Kawasan Penelitian... 26

Gambar 4.2. Peta Jalur Jalan Setapak Sanur... 27

Gambar 4.3. Eksisting Pantai Padanggalak... 28

Gambar 4.4. Eksisting Pantai Matahari Terbit... 29

Gambar 4.5. Eksisting Pantai Sanur... 30

Gambar 4.6. Eksisting Pantai Segara Ayu... 31

Gambar 4.7. Eksisting Pantai Sindhu... 32

Gambar 4.8. Eksisting Pantai Karang... 33

Gambar 4.9. Eksisting Pantai Semawang... 34

Gambar 4.10. Eksisting Pantai Mertasari... 35

Gambar 4.11. Eksisting TAHURA... 36

Gambar 4.12. Eksisting Jalan Tukad Balian... 37

Gambar 4.13. Eksisting Jalan Tukad Bilok-Tukad Nyali……….. 38

Gambar 4.14. Eksisting Jalan Sedap Malam... 39

Gambar 4.15. Eksisting Jalan Waribang... 40

Gambar 4.16. Eksisting Jalan Padanggalak... 41

Gambar 4.17. Jalur Pejalan Kaki Menyatu dengan Pengguna Sepeda... 42

Gambar 4.18. Penataan Parkir pada Kawasan Penelitian... 42

Gambar 4.19. Area Pejalan Kaki yang Minim dengan Aktivitas Pendukung... 43

Gambar 4.20. Area Pejalan Kaki yang Penuh dengan Aktivitas Pendukung... 43

Gambar 4.21. Jalur Pejalan Kaki Diserobot Parkir, Bungkusan Sampah dan Jemuran... 44

Gambar 4.22. Trotoar yang Berlubang... 44

Gambar 4.23. Jalan yang Belum Memiliki Jalur Pejalan Kaki... 44

Gambar 4.24. Tampilan RTH dan Landscape yang Dapat Dikembangkan... 45

Gambar 4.25. Area Pejalan Kaki Dibuat secara Pribadi dan Perlu Ditata Lebih Baik... 45

Gambar 4.26. Lampu Penerangan dan Rambu yang Perlu di-Redesign... 46

Gambar 4.27. Pos Jaga dan Tempat Pembuangan Sampah yang Perlu Ditata... 46

Gambar 4.28. Papan Nama Jalan, Petunjuk Arah dan Papan Informasi yang Perlu di-Redesign……… 47 Gambar 4.29. Konsep Pengembangan Rute Jalur Jalan Setapak... 55

Gambar 4.30. Rencana Makro Pengembangan Rute Jalur Pejalan Kaki dan Rute Jalur Sepeda... 60 Gambar 4.31. Potongan Rencana 2 Jalur... 61

Gambar 4.32. Potongan Rencana 2 Jalur dengan Peninggian 1 Meter... 61

Gambar 4.33. Potongan Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki)... 62

Gambar 4.34. Potongan Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan 1 Jalur Sepeda... 62 Gambar 4.35. Potongan Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di

Jalan Raya 3 Meter... 63 Gambar 4.36. Potongan Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di

Jalan Raya 3,5 Meter... 63 Gambar 4.37. Potongan Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di

Gang 2 Meter... 64


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Lebar Standar Jalan... 7

Tabel 2.2. Standar Desain Trotoar Berdasarkan Jumlah Pejalan Kaki... 9

Tabel 2.3. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki... 10

Tabel 4.1. Konsep Pembagian Segmen dan Panjang Rute Jalur Jalan Setapak... 54


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti halnya daerah lain di Bali, Kota Denpasar juga tengah gencar mengembangkan dunia pariwisata. Tidak hanya membangun destinasi/objek wisata baru, Denpasar juga berupaya meningkatkan potensi objek wisata yang sudah ada guna menarik lebih banyak kunjungan wisatawan. Salah satu daya tarik wisata (DTW) yang terus ditata dan dikembangkan adalah Pantai Sanur. Hal ini sejalan dengan ditetapkannya Kawasan Sanur menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang ada di Bali.

Kawasan Sanur merupakan kawasan strategis yang memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan perekonomian Kota Denpasar. Kawasan ini terletak di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas wilayah 1.057 Ha yang terdiri atas daratan dan di bagian timur serta selatannya berbatasan langsung dengan Selat Badung. Sebagai kawasan yang memiliki wilayah pantai yang bernilai rekreasi/pariwisata, maka pengembangan wilayah di sepanjang pantai adalah untuk zona akomodasi wisata skala menengah dan besar sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah ada.

Gambar 1.1. Kondisi Terkini Jalan Setapak Sanur

Berbagai fasilitas dan utilitas telah disediakan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk mendukung kegiatan pariwisata, salah satunya adalah dengan membangun fasilitas jalan setapak di sepanjang pantai. Jalan setapak yang sudah ada selama ini dimanfaatkan sebagai akses untuk kegiatan jogging, bersepeda maupun akses untuk upaya pengamanan wilayah pantai. Namun jalan setapak yang sudah ada dirasa belum memadai karena kondisinya saat ini belum menjamin kenyamanan bagi pejalan kaki. Hal ini disebabkan


(9)

kegiatan untuk berjalan kaki dan bersepeda masih terdapat dalam satu jalur serta minim tempat-tempat untuk beristirahat sementara. Selain itu, pada jalan setapak juga kurang memberikan akses bagi masyarakat maupun wisatawan yang berkebutuhan khusus

(disable).

Keseriusan Pemerintah Kota Denpasar dalam menata Kawasan Sanur terlihat dengan telah diterbitkannya Peraturan Walikota (Perwali) No. 6 Tahun 2013 tentang Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur. Namun demikian, dari pengamatan sepintas nampak bahwa kondisi jalan setapak sebagai salah satu komponen penting dalam mendukung aktivitas wisata di sepanjang Pantai Sanur kondisinya masih sangat jauh dari ideal. Oleh karena itu, usulan penelitian ini mencoba mengkaji aktivitas yang terjadi di jalan setapak Sanur. Kajian akan difokuskan pada konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan aktivitas bersepeda. Keluarannya diharapkan dapat menjadi studi awal dalam menentukan bagaimana sebaiknya jalan setapak Sanur ditata dan dikembangkan agar mampu mendukung fungsi Kawasan Sanur menjadi salah satu KSPN di Bali.

1.2. Permasalahan

Wisata dapat diartikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Istilah wisata oleh Warpani (2007 : 7) kemudian disimpulkan menjadi perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang mengunjungi tempat tertentu secara sukarela dan bersifat sementara dengan tujuan berlibur atau tujuan lainnya bukan untuk mencari nafkah.

Kegiatan wisata memiliki karakteristik-karakteristik antara lain :

1) bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan kembali ke tempat asalnya;

2) melibatkan komponen-komponen wisata, misalnya sarana transportasi, akomodasi, restoran, objek wisata, toko cinderamata dan lain-lain;

3) umumnya dilakukan dengan mengunjungi objek wisata dan atraksi wisata; 4) memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan, dan


(10)

5) tidak untuk mencari nafkah ditempat tujuan, bahkan keberadaannya dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat atau daerah yang dikunjungi (Suyitno, 2001). Beberapa pengertian wisata dan kegiatan wisata di atas, mengindikasikan bahwa seharusnya jalan setapak sebagai salah satu komponen pendukung kegiatan pariwisata di Pantai Sanur mampu mewujudkan tujuan kegiatan wisata yang intinya adalah untuk mendapatkan kesenangan.

Pada sub bab 1.1. telah dipaparkan pengamatan sepintas tentang kondisi terkini jalan setapak Sanur, khususnya yang terkait dengan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Aktivitas wisatawan dan masyarakat yang berjalan kaki menyusuri jalan setapak di pinggir pantai harus „beradu fisik‟ dengan aktivitas bersepeda. Demikian juga di beberapa segmen jalan, para pejalan kaki harus rela mengalah ke luar jalur karena jalan setapak juga dipakai untuk parkir sepeda bahkan sepeda motor.

Gambar 1.2. Pejalan Kaki Harus Mengalah pada Pesepeda dan

Parkir Sepeda Motor

Gambar 1.3. Jalan Setapak Juga Dipakai Parkir Sepeda Motor

Merujuk kepada permasalahan di atas, maka kegiatan penelitian ini akan mencoba mengkaji konflik aktivitas berjalan kaki dan bersepeda yang terjadi di jalan setapak Sanur, guna menjawab permasalahan bagaimana sebaiknya jalan setapak Sanur ditata dan dikembangkan untuk mengakomodasi kedua aktivitas tersebut. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif solusi bagi pemerintah untuk meningkatkan potensi dan DTW Sanur dalam menarik minat kunjungan wisatawan.


(11)

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengidentifikasi kondisi dan aktivitas yang terjadi di jalan setapak Sanur. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan bersepeda di jalan setapak Sanur, yang diharapkan menjadi studi awal dalam menentukan arah penataan jalan setapak Sanur guna mendukung pengembangan DTW Sanur ke depan.

1.4. Target dan Luaran

Target yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah identifikasi kondisi dan aktivitas di jalan setapak Pantai Sanur dengan batasan wilayah penelitian dari Pantai Matahari Terbit hingga hutan mangrove di kawasan Taman Hutan Rakyat seperti pada Gambar 1.4.

Luaran sebagai hasil penelitian ini adalah identifikasi kondisi dan aktivitas serta visi penataan jalan setapak Sanur.

a. Identifikasi kondisi dan aktivitas, terdiri atas komponen : 1) Sistem Penghubung (Linkage System).

2) Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way). 3) Ruang Terbuka Hijau dan Landscape.

Peta Pulau Bali


(12)

4) Perabot Jalan (Street Furniture). 5) Petanda (Signage).

b. Analisis Kebutuhan Penanganan. c. Visi Penataan.

d. Konsep Rencana Penataan. e. Konsep Rute Jalur Jalan Setapak. f. Pendekatan Perencanaan.

g. Rencana Makro. h. Rencana Mikro.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalan Setapak dalam Sejarah Pembangunan Jalan

Menurut Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, secara umum disebutkan bahwa Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan rel. Secara khusus, pengertian tentang Jalan Setapak tidak disebutkan dalam Undang-undang di atas. Hal yang terkait dengan Jalan Setapak akan dapat disimak dari sejarah pembangunan jalan yang menyebutkan bahwa setelah manusia berkembang biak dan hidup berkelompok, maka mereka membutuhkan tempat berdiam meskipun hanya sementara. Umumnya mereka berpindah-pindah tempat secara musiman, bila tempat-tempat di sekitarnya sudah tidak ada bahan makanan yang mereka butuhkan. Pada waktu itu jejak-jejak tersebut menjadi jalan setapakatau bila di hutan terkadang disebut “lorong-lorong tikus”. Jalan ini merupakan jalan musiman (seasonal-road). Orang-orang nomaden mempergunakan jalan ini untuk berburu pada musim berburu dan untuk mencari ikan (Modul Ajar, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang).

Jalan setapak/jalan orang menurut Departemen PU, 1986 (Kriteria Perencanaan bagian Bangunan KP-04) termasuk ke dalam jalan inspeksi, di mana semua jalan inspeksi digolongkan sebagai jalan kelas III atau lebih rendah lagi menurut standar Bina Marga No.13/1970 (BINA MARGA,1970b) dan merupakan jalan satu jalur. Untuk jalan-jalan yang berada di bawah wewenang Direktorat Irigasi, Standar Bina Marga telah diperluas lagi menjadi :

 Kelas I; Jalan nasional (Standar Bina Marga).

 Kelas II; Jalan Provinsi (Standar Bina Marga).

 Kelas III; Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama (Standar Bina Marga).

 Kelas IV; Jalan penghubung, jalan inspeksi sekunder (Standar Bina Marga).


(14)

Jalan kelas III dengan perkerasan, jalan kelas IV boleh dengan perkerasan ( untuk yang lebih penting) atau tanpa perkerasan. Kelas V umumnya tanpa perkerasan. Lebar jalan dan perkerasan untuk jalan-jalan kelas III, IV, dan V (yang punya arti penting dalam suatu proyek irigasi) disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Lebar Standar Jalan Sumber : Dept. PU., 1986

Kelas Jalan Lebar Total Jalan Lebar Perkerasan

Kelas III 5 m 3 m

Kelas IV 5 m 3 m

Kelas V 1,5 m

Dalam perkembangannya, perencanaan sebuah Jalan Setapak di kawasan perkotaan tidak akan dapat dipisahkan dari elemen-elemen pembentuk kota khususnya yang terkait dengan sistem sirkulasi dan pergerakan dan fasilitas pendukungnya. Untuk itu, pemahaman terhadap pengertian elemen dan fasilitas pendukung di atas sangat dibutuhkan sebagai pedoman dalam kegiatan penelitian ini.

2.2. Sistem Penghubung (Linkage System)

Sistem Linkage merupakan sistem yang menghubungkan berbagai jenis peruntukan lahan, baik secara makro maupun mikro. Sistem penghubung ini sangat vital untuk membuat fungsi kawasan bekerja secara efisien. Sistem penghubung merupakan jalur-jalur sirkulasi, baik kendaraan bermotor maupun pejalan kaki. Pada sistem penghubung inilah semua aktivitas masyarakat berlangsung (Danisworo, 1980).

Dari uraian di atas, maka sistem penghubung memiliki beberapa pengertian dasar, yaitu : a. Organisasi dari jalur-jalur yang menghubungkan bagian-bagian dalam kota.

b. Perekat kota yang menyatukan seluruh lapisan aktivitas dan menghasilkan bentuk fisik dari kota.

c. Merupakan bagian dari sistem transportasi dalam perencanaan makro yang timbul karena kebutuhan pergerakan manusia.

Elemen-elemen dari komponen sistem linkage adalah : a. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking). b. Area Pejalan Kaki (Pedestrian Ways).


(15)

2.3. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)

Menurut Danisworo (1980), jalur/area pejalan kaki adalah elemen penting dalam perancangan kota, karena berperan sebagai sistem kenyamanan dan sistem pendukung vitalitas ruang-ruang kota. Sistem pedestrianisasi yang baik dapat mereduksi ketergantungan terhadap kendaraan di daerah pusat kota, meningkatkan daya tarik ke pusat kota, mendukung peningkatan kualitas lingkungan dengan sistem skala manusiawi, mendorong kegiatan komersial dan membantu memperbaiki kualitas udara. Elemen pedestrian harus membantu :

1) interaksi antara elemen urban design

2) berhubungan erat dengan lingkungan binaan dan pola aktivitas 3) sesuai dengan perubahan fisik masa mendatang dari kota.

Area pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah perkotaan, sehingga kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu bagian integral/terpadu dalam sistem transportasi jalan. Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan yang besar terhadap aksesibilitas.

Secara umum, kebutuhan fasilitas pejalan kaki di Kawasan Perkotaan adalah : a. Pada daerah-daerah perkotaan secara umum yang jumlah penduduknya tinggi. b. Pada jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap.

c. Pada daerah-daerah yang memiliki aktifitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan pasar dan perkotaan.

d. Pada lokasi-lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek, seperti sekolah dan lapangan olah raga.

e. Pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya prasarana persembahyangan umat.

Pergerakan pejalan kaki dapat dikelompokkan menjadi pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan, dan pergerakan di persimpangan. Fasilitas pejalan kaki dapat berupa : 1. Fasilitas Menyusuri Jalan berupa Trotoar

Sebagian besar dari jalan-jalan di daerah perkotaan mempunyai volume pejalan kaki yang besar dan harus mempunyai trotoar, perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan


(16)

jumlah pejalan kaki yang melalui suatu jalan tinggi, lebar trotoar yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Standar Desain Trotoar Berdasarkan Jumlah Pejalan Kaki Sumber : Direktorat Perhubungan Darat, Dephub

No. Jumlah Pejalan Kaki/Detik/Meter Lebar Trotoar (Meter)

1 6 orang 2,3 – 5,0

2 3 orang 1,5 – 2,3

3 2 orang 0,9 – 1,5

4 1 orang 0,6 – 0,9

2. Fasilitas Menyeberang Jalan

Secara hirarkhi terdiri dari pulau pelindung (refuge island), zebra cross, penyeberangan dengan lampu pengatur (pelican crossing) dan jembatan atau penyeberangan bawah tanah.

Menurut Departemen PU, 1997 (Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Perkotaan), beberapa hal yang ditetapkan tentang jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut :

a. Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki bergoyang tanpa membawa barang atau 2 orang pejalan kaki berpapasan tanpa terjadi berpapasan menjadi 150 cm.

b. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan Kaki (W) dipakai rumus sebagai berikut :

w = p + 1,5 35 Keterangan:

P = volume pejalan kaki (orang/menit/meter). W = lebar Jalur Pejalan Kaki.

c. Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (road furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya.

d. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat seperti pada Tabel 2.3.


(17)

Tabel 2.3. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki Sumber : Dept. PU., 1997

No. Jenis Fasilitas Lebar Tambahan

(cm)

1 Kursi roda 100 – 200

2 Tiang lampu penerang 75 – 100

3 Tiang lampu lalu lintas 100 – 120

4 Rambu lalu lintas 75 – 100

5 Kotak surat 100 – 120

6 Keranjang sampah 100

7 Tanaman peneduh 60 – 120

8 Pot bunga 150

e. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang.

f. Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran.

g. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan, yaitu maksimum7 %.

2.4. Ruang Terbuka Hijau dan Landscape

Ruang terbuka (open space) meliputi landsekap, hardscape (jalan, trotoar, dsb) taman dan tempat rekreasi dalam kota. Ruang kosong yang disebut super holes tidak termasuk open space. Elemen ruang terbuka adalah taman dan plasa (square), ruang terbuka hijau kota, termasuk pepohonan, semak-semak, tumbuh-tumbuhan, badan air, penerangan, perkerasan, kios, pembuangan sampah, air mancur/minum, patung jam dan sebagainya yang terdapat di dalamnya. Area pejalan kaki, rambu dan tanda termasuk elemen ruang terbuka (Shirvani, 1985).

Menurut Undang-Undang RI Nomor : 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Undang-Undang RI Nomor : 26


(18)

Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 01 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa RTH Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika.

Berdasarkan Peraturan Menteri di atas, klasifikasi RTH yang ada sesuai dengan tipologi adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan Fisik :

 RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional;

 RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan lahraga, makam, dan jalur-jalur hijau jalan.

b. Berdasarkan Struktur Ruang :

 RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengelompok, memanjang, tersebar;

 RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.

c. Berdasarkan Segi Kepemilikan :  RTH Publik;

 RTH Privat. d. Berdasarkan Fungsi :

 Fungsi Ekologis;

 Fungsi Sosial Budaya;

 Fungsi Arsitektural/Estetika;

 Fungsi Ekonomi.

Jenis-jenis RTH menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan terdiri atas :

 Taman Kota;

 Taman Wisata Alam;

 Taman Rekreasi;

 Taman Lingkungan Perumahan dan Permukiman;


(19)

 Taman Hutan Raya;

 Hutan Kota;

 .Hutan Lindung;

 Bentang Alam seperti Gunung, Bukit, Lereng dan Lembah;

 Cagar Alam;

 Kebun Raya;

 Kebun Binatang;

 Pemakaman Umum;

 Lapangan Olah Raga;

 Lapangan Upacara;

 Parkir Terbuka;

 Lahan Pertanian Perkotaan;

 Jalur di Bawah Tegangan Tinggi (SUTT dan SUTET);

 Sempadan Sungai, Pantai, Bangunan, Situ dan Rawa;

 Pengaman Jalan, Median Jalan, Rel Kereta Api, Pipa Gas dan Pedestrian;

 Kawasan dan Jalur Hijau ;

 Daerah Penyangga (Buffer Zone) Lapangan Udara;

 Taman Atap.

Klasifikasi RTH menurut Peraturan Menteri PU Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan terdiri atas :

 RTH Pekarangan;

 RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha;

 RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden);

 RTH Taman Rukun Tetangga;

 RTH Taman Rukun Warga;

 RTH Kelurahan;

 RTH Kecamatan;

 RTH Taman Kota;

 Hutan Kota;

 Sabuk Hijau;

 Jalur Hijau Jalan;


(20)

 RTH di Bawah Jalan Layang;

 RTH Fungsi Tertentu.

2.5. Perabot Jalan (Street Furniture)

Secara umum, elemen perabot jalan (street furniture) terdiri atas lampu penerangan jalan, lampu taman, lampu parkir dan pedestrian, tempat sampah, papan informasi, bangku taman, halte, rambu lalu lintas, dan pos keamanan.

Dalam perencanaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut, yaitu :

a. Bahan yang dipergunakan mampu mendukung keawetan, daya tahan, dan kemudahan perawatan.

b. Pemilihan bahan, warna, bentuk, skala, dan tata letak memungkinkan pengintegrasiannya dengan lingkungan sekitar.

c. Peran dan fungsinya terhadap pembentukan citra dan wajah kawasan serta manfaatnya harus bisa dirasakan langsung oleh pemakai dan masyarakat.

d. Mampu mengantisipasi dan mencegah kemungkinan terjadinya tindakan vandalisme (perusakan).

2.6. Sistem Petanda (Signage)

Sebuah kawasan tidaklah lengkap apabila tidak terdapat sistem petanda (signage) seperti papan iklan yang menghiasi sudut-sudut jalan maupun papan identitas toko-toko dan bangunan komersial. Semakin berkembang suatu kawasan, maka kuantitas dan kualitas petanda pun akan ikut berkembang.

Sebagai alat komunikasi, petanda merupakan elemen visual yang menggunakan media ruang luar. Munculnya coreng moreng dan kekacauan wajah suatu kawasan akibat pemasangan papan reklame yang tidak terkendali, sampai saat ini masih merupakan suatu permasalahan yang cukup pelik dan dilematis. Karena tidak dapat dipungkiri Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak reklame memang cukup signifikan dalam mendukung kelanjutan program pembangunan suatu wilayah.

Perencanaan sistem petanda, baik yang bersifat komersial (reklame/iklan) maupun non komersial harus didasarkan atas ketentuan umum sebagai berikut, yaitu :


(21)

b. Mampu mencerminkan karakter khas lingkungan, kawasan, bahkan kota.

c. Pengaturan kualitas dan desain guna mencegah adanya saling mendominasi yang memicu munculnya company image.

d. Memperhatikan jarak pandang terkait dengan lokasi, standard, bahan yang memantulkan, dan yang mudah dibaca.

e. Pemilihan background warna.

f. Jarak antar reklame, rambu, dan spanduk yang memadai. g. Keselarasan dengan arsitektur gedung tempat pemasangan. h. Tidak mengganggu pandangan pejalan kaki.

i. Penataan cahaya yang tepat.

j. Pemasangan petanda harus pada lokasi/tempat yang mudah dipantau.

2.7. Visi dan Misi Pembangunan Kota Denpasar a. Visi Pembangunan Kota Denpasar

Visi pembangunan Kota Denpasar adalah :

“DENPASAR KREATIF BERWAWASAN BUDAYA DALAM KESEIMBANGAN

MENUJU KEHARMONISAN”

Visi Pembangunan Pemerintah Daerah Tahun 2011-2031 ini mengarah pada tantangan-tantangan yang dihadapi dalan kurun waktu 20 tahun ke depan. Visi Pembangunan Daerah tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat berbudaya dan keharmonisan dalam pengembangan implementasi Tri Hita Karana.

Upaya untuk menjadikan Denpasar sebagai Kota berbudaya dilandasi Tri Hita Karana

bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana. Karena pada awalnya Kota Denpasar dibentuk berdasarkan desa-desa tradisional pusat kerajaan, dan kemudian format pembangunan Kota Denpasar yang lebih mengacu pada aspek Urban Development. Sehingga, sarana, dan prasarana yang tersedia, cenderung berfungsi sebagai elemen kebutuhan dari aspek urban-nya. Manajemen Tata Ruang lebih mempertimbangkan obyek

utility (kegunaan) dan kurang memperhatikan resistensi (daya tahan) dan representasi Budaya Bali. Sehingga, banyak terjadi penyimpangan terutama kalau di kaji dari aspek Tri Hita Karana.


(22)

Tatanan palemahan yang terkait dengan tata ruang sangat memerlukan penanganan yang serius karena satu saja gagal dari hubungan-hubungan tadi, akan memberikan dampak negatif terhadap aspek lainnya, seperti hubungan manusia dengan Hyang Pencipta (Prahyangan) yang menyangkut kehidupan religius (banyak kawasan suci menjadi sasaran investasi), hubungan manusia dengan manusia (pawongan) terjadi pembelaan kepentingan investor dari pada kepentingan masyarakat Bali.

Untuk mentrasformasi Denpasar menjadi Kota Berbudaya sesuai Visi, dibutuhkan suatu konsep yang jelas, kemudian dituangkan dalam rencana menyeluruh (konprehensive plan) yang dapat memberikan ruang gerak dan dapat mendukung terhadap resistensi Budaya Bali.

Di samping visi, penataan ruang Kota Denpasar juga memiliki slogan atau moto: nyaman dan produktif, dan berkeadilan. Tata ruang Kota Denpasar merupakan salah satu faktor kenyamanan bagi penduduk yang tinggal maupun beraktivitas di Kota Denpasar. Kenyamanan ini ditentukan oleh elemen-elemen tata ruang seperti cukupnya ruang terbuka hijau baik publik maupun privat, fasilitas umum yang memadai, kualitas udara yang baik, prasarana mencukupi kebutuhan, lalu lintas tidak macet, dan keamanan di jalan umum. Kenyamanan erat kaitannya dengan produktivitas. Kenyamanan merupakan pangkal produktivitas. Tambah nyaman lingkungan kota, maka penduduknya juga akan tambah produktif. Lahan yang ditata melalui rencana tata ruang perlu diprduktifkan bagi lahan terlantar dan perlu ditingkatkan produktivitasnya melalui berbagai cara seperti: terjaminnya air irigasi yang tidak tercemar, penerepan teknologi pertanian yang akrab lingkungan, diversifikasi tanaman sehingga pertanian lebih menjanjikan, dan tumpang sari kegiatan untuk meningkatkan penghasilan.

Dari visi dan slogan ini dapat disimpulkan bahwa keadaan yang diinginkan melalui penataan ruang Kota Denpasar adalah berwawasan budaya Bali, harmonis, seimbang, nyaman, produktif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

b. Misi Pembangunan Kota Denpasar

Dalam mewujudkan Visi Pembangunan Daerah tersebut ditempuh melalui 5 (lima) Misi Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar sebagai berikut :

1. Menumbuh kembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berdasarkan budaya Bali. 2. Memberdayakan masyarakat Kota Denpasar berlandasakan kearifan lokal melalui


(23)

3. Mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance) melalui penegakan supremasi hukum (law enforcement).

4. Meningkatkan pelayanan publik menuju kesejahteraan masyarakat (welfare society). 5. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat melalui

sistem ekonomi kerakyatan.

Selanjutnya untuk mewujudkan visi dan misi di atas, maka arahan penataan ruang wilayah akan ditujukan untuk melaksanakan Misi :

a. Menyediakan RTRW sebagai acuan dalam penataan struktur ruang dan pola ruang wilayah.

b. Meningkatkan keterkaitan fungsi dan orientasi antar kota, dalam Kawasan Metropolitan Sarbagita maupun di dalam wilayah Kota Denpasar melalui strategi pengembangan tata ruang yang didukung sistem sarana dan prasarana yang terintegrasi dan saling mendukung.

c. Mengembangkan sistem operasionalisasi pemanfaatan rencana tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang melalui pengembangan Rencana Rinci Tata Ruang dan Peraturan Zonasi di seluruh Kawasan yang akan ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah.

d. Menata distribusi fungsi kegiatan perkotaan sehingga Kota Denpasar merupakan hunian yang nyaman, mengakomodasi potensi ekonomi perkotaan dan mampu mempertahankan kebudayaan dengan tetap mempertahankan ruang terbuka hijau kota minimal 35%.

e. Mengembangkan partisipasi antara pemerintah pusat, Provinsi Bali, Kota Denpasar, masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan penataan ruang.

2.8. Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur

Peraturan Walikota (Perwali) Denpasar No. 6 Tahun 2013 tentang Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur berfungsi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kawasan. Peraturan zonasi dalam Perwali yang menjadi rujukan utama untuk penyusunan penelitian ini adalah Peraturan Zonasi Kawasan Perlindungan Setempat, serta Peraturan Zonasi Zona Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya.


(24)

a. Peraturan Zonasi Kawasan Perlindungan Setempat

1) Zona Sempadan Pantai

a) Pengaturan kegiatan zona sempadan pantai, meliputi :

 kegiatan dan bangunan yang diperbolehkan di zona sempadan pantai sepanjang tidak berdampak negatif terhadap fungsi lindungnya meliputi: tempat Suci (Pura) dan kegiatan ritual keagamaan pada lokasi yang telah ditetapkan; tempat penambatan perahu pada lokasi yang telah ditetapkan; bangunan pengaman pantai, prasarana navigasi dan keselamatan pelayaran (mercu suar), jalan inspeksi serta gardu pandang; pengembangan vegetasi yang mendukung konservasi kawasan pesisir; kegiatan rekreasi aktif secara terbatas (berenang, berselancar, berolahraga); kegiatan rekreasi pasif; kegiatan berjualan dengan persyaratan khusus; dermaga pelabuhan umum dan pariwisata, ruang terbuka hijau;

 bangunan-bangunan yang telah ada serta tidak sesuai dengan ketentuan, namun dapat dibuktikan tidak mengggangu menimbulkan dampak negatif dapat dilanjutkan dan apabila memiliki dampak negatif ditata kembali untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku;

 pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan; dan

 kegiatan rekreasi aktif seperti berenang, kano, wisata air, berselancar, berolahraga lainnya disesuaikan dengan petunjuk petugas pengamanan pantai.

b) Ketentuan teknis zona sempadan pantai, meliputi :

 pengelolaan pengaturan sempadan pantai terdiri atas daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat;

 pada ruang sempadan pantai yang memiliki jalan setapak (pedestrian), atau akan dikembangkan jalan setapak, pengaturan sempadan pantai mengikuti pengaturan sempadan bangunan khusus di tepi pantai yang memiliki jalan setapak yaitu :

- bangunan diatas 2 (dua) lantai, sempadan bangunan ditetapkan 75 meter dari jalan setapak;

- bangunan 2 (dua) lantai, sempadan bangunan ditetapkan 50 meter dari jalan setapak;

- bangunan tidak bertingkat memakai dinding tembok, sempadan bangunan ditetapkan 25 meter dari jalan setapak;

- bangunan tidak bertingkat dan terbuka, sempadan bangunan ditetapkan 5 meter dari jalan setapak; dan


(25)

- pagar halaman dibangun dengan jarak 1,50 meter dari jalan setapak yang dipergunakan sebagai telajakan.

c) Prasarana dan sarana minimal di zona sempadan pantai, meliputi:

 tersedia pedestrian sebagai jalan melingkar bila memungkinkan;

 tersedia ruang publik untuk melakukan kegiatan rekreasi dan upacara keagamaan;

 tersedia pengaturan tentang jalur-jalur dan ruang evakuasi bencana; dan

 tersedia sistem pengamanan kegiatan kegiatan rekreasi pantai. d) ketentuan lain yang dibutuhkan.

 terdapat langkah-langkah penyelamatan fisik pantai melalui pengembangan struktur alami maupun struktur buatan untuk mencegah abrasi; dan

 aturan khusus terkait daerah rawan bencana adalah adanya monitor peringatan bahaya rawan bencana gelombang tinggi dan tsunami, adanya jalur evakuasi dan adanya area perlindungan.

2) Zona Sempadan Sungai

a) Pengaturan kegiatan zona sempadan sungai, meliputi :

 ruang terbuka hijau, kegiatan pertanian yang mendukung fungsi konservasi, dan kegiatan rekreasi terbatas;

 bangunan yang diijinkan adalah bangunan untuk pengendalian badan air dan banjir, bangunan untuk menunjang fungsi taman rekreasi terbuka dan fungsi pengamanan sempadan; prasarana-sarana keairan (irigasi), instalasi pengolahan air minum (intake), bangunan penangkap sampah, dan instalasi pembangkit listrik tenaga air;

 penyediaan jalan inspeksi, jembatan penyeberangan dan jaringan drainase;

 pembangunan fasilitas umum yang dimaksud harus dilengkapi ijin pemanfaatan ruang dan kajian teknis dari instansi yang berwenang; dan

 ketentuan lebih lengkap tentang penggunaan ruang dan kegiatan di zona sempadan sungai baik yang diijinkan, diijinkan bersyarat, diijinkan terbatas serta yang tidak diijinkan tercantum pada Tabel aturan zonasi Kawasan Lindung, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

b) Ketentuan teknis zona sempadan sungai adalah :

 3 (tiga) meter untuk sungai bertanggul;

 10 (sepuluh) meter untuk sungai tidak bertanggul;


(26)

 garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah mengikuti ketentuan garis sempadan jalan, dengan ketentuan kontruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai.

c) Ketentuan lain yang dibutuhkan.

 kepemilikan lahan yang berbatasan dengan sungai diwajibkan menyediakan ruang terbuka publik sekurang-kurangnya 3 m (tiga meter) sepanjang sungai untuk jalan inspeksi dan/atau taman telajakan; dan

 pembuatan jalan penyebrangan diatas sungai dan saluran drainase harus mendapat rekomendasi dari instansi terkait.

3) Zona Suci

a) Aturan umum kegiatan di sekitar kawasan suci adalah :

 pemanfaatan kawasan suci sebagai kawasan konservasi;

 pelarangan pendirian bangunan kecuali untuk menunjang kegiatan keagamaan dan penelitian; dan

 pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan nilai-nilai kesucian.

b) Ketentuan Teknis kawasan suci dan kawasan tempat suci adalah :

 kawasan suci campuhan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari tepi campuhan;

 kawasan sekitar mata air ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter terkecuali bagi bangunan yang telah ada dan bangunan yang terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan mata air dapat kurang dari 50 meter; dan

 kawasan suci pantai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 meter.

c) Ketentuan lebih lengkap tentang penggunaan ruang dan kegiatan di zona kawasan suci baik yang diijinkan, diijinkan bersyarat, diijinkan terbatas serta yang tidak diijinkan tercantum pada tabel aturan zonasi kawasan lindung, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

4) Zona Tempat Suci

a) Pengaturan zona tempat suci Pura Kahyangan Jagat dengan konsep tiga zona, meliputi :

 Zona inti (maha wana) adalah penyengker pura;

 Zona penyangga (tapa wana) adalah kawasan sekitar pura di luar zona inti yang diperuntukan untuk penunjang aktivitas peribadatan seperti tempat parkir, fasilitas


(27)

makan-minum, permukiman pengempon dan fasilitas penunjang lainnya dengan jarak disesuaikan dengan kondisi fisik setempat; dan

 Zona pemanfaatan (sri wana) adalah zona di luar zona inti dan zona penyangga di pura yang diperuntukan untuk permukiman penduduk beserta fasilitas penunjang permukiman dan melarang aktivitas yang dapat berpotensi mengganggu nilai-nilai kesucian dengan jarak berdasarkan kesepakatan stakeholder setempat.

b) Pengaturan zona tempat suci Pura Kahyangan Tiga dan Pura Lainnya dengan konsep tiga zona adalah penyengker pura, dan sampai batas tertentu merupakan zona pemanfaatan yang disepakati stakeholder setempat, dengan ketentuan :

 Untuk bangunan akomodasi pariwisata 1 lantai minimal 30 dari penyengker pura;

 Untuk bangunan akomodasi pariwisata 2 lantai minimal 50 dari penyengker pura. c) Prasarana dan sarana minimum yang dibutuhkan:

 aksesibilitas yang baik menuju zona tempat suci;

 tersedia fasilitas tempat parkir yang cukup;

 tersedia fasilitas makan dan minum;

 tersedia fasilitas sanitasi yang baik;

 tersedia sarana pembuangan sampah, baik tersebar dalam bentuk bak-bak sampah maupun ketersediaan tempat pembuangan sementara;

 tersedia jaringan sanitasi, drainase, air bersih, listrik, dan telekomunikasi; dan

 tiap 100 m2 ruang terbuka, minimal ada 1 pohon perindang. d) Ketentuan lain yang dibutuhkan.

 pengembangan perarem pengendalian kegiatan yang mengganggu nilai kesucian di dalam radius kawasan tempat suci;

 pura-pura yang ditetapkan sebagai obyek wisata wajib menjaga kenyamanan aktivitas upacara keagamaan dan menyediakan persyaratan tatalaku wisatawan agar tidak menganggu nilai kesucian;

 pura-pura yang ditetapkan sebagai obyek kawasan cagar budaya mengikuti ketentuan pengaturan benda cagar budaya;

 pelataran tempat suci sebagian tetap terbuka (tidak diperkeras) untuk media penyerapan air dan sebagian tetap dipertahankan untuk ruang terbuka non hijau;

 pemanfaatan bangun-bangunan yang telah ada dan tidak sesuai dengan fungsi peruntukan yang diijinkan pada radius kawasan tempat suci, namun telah mendapat ijin dari pemerintah daerah dapat dilanjutkan sampai umur teknis


(28)

 menyediakan sarana dan prasarana minimal bagi penyandang cacat dan kaum

livable lainnya; dan

 tidak dijijnkan adanya pemasangan papan reklame atau informasi yang bersifat komersial di sepanjang jalan dan halaman bangun-bangunan pada zona radius kawasan tempat suci.

5) Zona Setra dan Makam

a) Aturan ketersediaan prasarana minimum :

 tersedia tempat parkir yang memadai terkait kegiatan pembakaran atau penguburan mayat; dan

 tidak diijinkan menebang pohon perindang dan pohon-pohon peneduh dalam zona

setra dan kuburan.

b) Aturan Khusus yang diterapkan adalah :

 pemanfaatan kegiatan di dalam zona setra pemeluk Hindu diatur dalam awig-awig

atau perarem desa pakraman setempat;

 pembangunan makam dan perluasannya harus mendapatkan persetujuan pemerintah daerah, masyarakat dan desa pakraman setempat; dan

 lingkungan areal setra dan makam dikembangkan dalam bentuk taman setra atau makam dengan lansekap teratur, rapi yang ditata sesuai dengan fungsinya, dengan pemanfaatan area mengutamakan ruang terbuka hijau yang cukup luas.

b. Peraturan Zonasi Zona Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya

1) Ketentuan peraturan zonasi kawasan taman hutan raya, meliputi:

 pemanfaatan ruang untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah;

 penataan kawasan taman hutan raya dilakukan dengan menetapkan blok pengelolaan meliputi blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok lainnya;

 pemanfaatan ruang kawasan untuk kepentingan lain melalui proses pinjam pakai sesuai peraturan perundang-undangan;

 blok pemanfaatan dan blok lainnya, digunakan sesuai kepentingan tertentu; dan

 telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.


(29)

2) Pengaturan zonasi kawasan taman hutan raya, meliputi :

 jenis kegiatan yang diperbolehkan pada semua blok pengelolaan meliputi penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam, pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya, spriritual dan keagamaan, pembinaan populasi dalam rangka penetasan telur dan/atau pembesaran anakan yang diambil dari alam, dan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat yang dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budi daya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi, dan kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi taman hutan raya sebagai kawasan pelestarian alam.

 jenis kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan pengusahaan pariwisata alam hanya pada blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta dapat dilakukan kegiatan membangun sarana kepariwisataan, meliputi :

- usaha pengusahaan jasa wisata alam terdiri atas informasi pariwisata, pramuwisata, transportasi, perjalanan wisata, cinderamata dan makanan dan minuman;

- usaha sarana wisata alam terdiri atas: wisata tirta, transportasi, dan wisata petualangan; dan

- jenis kegiatan beserta syarat pemanfaatan ruang dan kegiatan diatur dengan ketentuan.

 jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan mencakup kegiatan pendirian bangunan selain bangunan penunjang kegiatan penelitian, pendidikan, keagamaan, dan kegiatan yang mengganggu fungsi taman hutan raya sebagai kawasan pelestarian alam.

 intensitas pemanfaatan ruang pada blok pemanfaatan untuk kegiatan pengusahaan wisata alam, mencakup :

- koefisien wilayah terbangun (KWT) untuk kegiatan pengusahaan wisata alam pada blok pemanfaatan paling banyak 10% dari luas blok pemanfaatan; dan

- luas areal yang diizinkan untuk dibangun sarana wisata alam paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari luas areal yang ditetapkan dalam izin.

 ketentuan lain yang dibutuhkan dalam pemanfaatan taman hutan raya, meliputi :


(30)

- menyusun dan menyampaikan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

- menggunakan jenis tumbuhan asli setempat atau yang pernah tumbuh/tersebar secara alami di wilayah tersebut untuk kegiatan tanam menanam;

- tidak merusak bentang alam;

- tidak menebang pohon;

- tidak melakukan kegiatan yang berdampak pada hilangnya keunikan kawasan taman wisata alam;

- mendapat persetujuan pemangku kepentingan wilayah setempat; dan

- sarana wisata alam yang dibangun untuk wisata tirta harus semi permanen dan gaya bangunannya disesuaikan dengan arsitektur budaya setempat.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini pada hakekatnya merupakan sebuah studi tentang konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan bersepeda di jalan setapak Sanur. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada sub bab 1.2 di depan, penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian menggunakan metode kualitatif.

Menurut Darmawan (2005), penelitian kualitatif berfokus pada berbagai metode yag melibatkan interprestasi dan pendekatan naturalistic ke dalam permasalahan yang diambil. Ini berarti bahwa seorang peneliti kualitatif belajar banyak hal dalam setting alaminya, mencoba untuk dapat mempertimbangkan, atau menginterpretasikan fenomena-fenomena yang bermakna. Penelitian kualitatif melibatkan pemanfaatan dan pengumpulan materi-materi empiris.

Dalam penelitian kualitatif, penentuan variabel dari obyek penelitian itu tidak bersifat tunggal dan parsial, tetapi bersifat holistik, dimana variabel penelitian tersebut harus melihat keseluruhan situasi obyek penelitian yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), aspek pelaku (actor) dan aspek aktivitas (activity) yang berinteraksi scara signergis (Sugiyono, 2008).

Dari ketiga aspek tersebut, batasan variabel dapat ditentukan dengan melihat fokus permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya Sugiyono (2008), menyatakan bahwa fokus (batasan masalah) yang sebenarnya dalam penelitian kualitatif ini diperoleh setelah peneliti melakukan grand tour observation dan grand tour question atau yang disebut dengan penjelajahan umum. Dari penjelajahan umum ini peneliti akan memperoleh gambaran umum menyeluruh yang masih pada tahap permukaan tentang situasi penelitian. Untuk dapat memahami secara lebih luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus penelitian dan batasan-batasan variabel pengujinya, agar dalam penyusunan instrumen penelitiannya sinkronisasi dan tetap terkontrol.


(32)

3.2. Metode Kegiatan Penelitian

Untuk mencapai tujuan, target, dan luaran yang diharapkan dalam penelitian ini dilakukan langkah dan metode kegiatan sebagai berikut, yaitu :

1) Melakukan studi literatur terhadap pemahaman tentang pengertian jalan setapak, sistem penghubung, jalur pejalan kaki, ruang terbuka hijau dan sistem petanda, kebijakan tata ruang Kota Denpasar, kebijakan pengembangan pariwisata KSPN Sanur dari sumber/pustaka berupa buku-buku dan dokumen tata ruang terkait serta oleh peneliti terdahulu.

2) Melakukan survey lapangan untuk mendapatkan kondisi terkini jalan setapak Sanur dan selanjutnya dilakukan pengukuran dan dokumentasi untuk mendapatkan data fisik dan non fisik wilayah penelitian.

3) Melakukan wawancara dengan pemegang kebijakan, masyarakat, wisatawan, dan pelaku pariwisata untuk mengetahui kecenderungan pembangunan dan kebutuhan penataan.

4) Melakukan strukturisasi, klasifikasi, dan kompilasi data merujuk kepada data hasil studi literatur, survey lapangan maupun wawancara yang dilakukan.

5) Melakukan identifikasi dan kajian terhadap kondisi komponen pembentuk jalan setapak Sanur dan konflik yang terjadi antara aktivitas berjalan kaki dengan bersepeda.

6) Merumuskan hasil kajian berupa visi penataan jalan setapak Sanur, terdiri atas : i) dasar pertimbangan; ii) konsep dasar; dan iii) konsep pengembangan.


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Jalan Setapak Sanur

Kawasan penelitian mencakup Desa Kesiman Petilan, Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur, Desa Sanur Kauh, Desa Sidakarya, Kelurahan Renon, dan Kelurahan Kesiman seperti pada peta berikut :

Jika dilihat dari batas kawasan penelitian di atas, maka rute jalan setapak Sanur adalah meliputi Pantai Padanggalak - Pantai Matahari Terbit - Pantai Mertasari - Tahura - Jalan Tukad Balian - Jalan Sedap Malam - Pantai Padanggalak seperti pada peta berikut :


(34)

Gambar 4.2. Peta Jalur Jalan Setapak Sanur

a. Pantai Padanggalak

Pantai Padanggalak terletak tidak jauh dari pantai Sanur. Pantainya berpasir hitam pekat dan banyak pengunjung memanfaatkan pasirnya untuk mengubur diri karena konon memiliki manfaat bagi kesehatan. Seperti kebanyakan pantai Bali yang menghadap timur, ombaknya cukup besar, sehingga biasanya pengunjung hanya berani berenang ketika air surut. Di sepanjang bibir pantai dibangun benteng penahan gelombang dari tumpukan batu-batu besar yang diatasnya dipasangi jalan setapak yang dipaving. Pantai ini memiliki


(35)

pemandangan matahari terbit yang cantik, tidak kalah dengan Pantai Sanur. Pada saat bulan purnama, bulan di pantai ini juga terlihat besar dan terang.

b. Pantai Matahari Terbit

Pantai Matahari terbit yang berada beberapa puluh meter di utara Pantai Sanur berpasir hitam. Selain itu pada saat laut pasang, biasanya hanya tersisa sedikit luasan berpasir, sehingga kurang menyenangkan untuk bersantai, berjemur, bermain pasir, atau berenang dibandingkan pantai Sanur. Popularitas Pantai Matahari Terbit mungkin kalah dibanding Pantai Sanur, lain halnya soal fasilitas yang tersedia. Selain lapangan parkir yang luas bahkan terdapat halte bis Trans Sarbagita yang menghubungkan Sanur dengan Terminal Batubulan di utara Denpasar dan Nusadua di semenanjung selatan Bali, ada juga


(36)

“wantilan” terbuka yang cukup luas, toilet, restoran, jejeran warung, dan fasilitas lainnya. Sama dengan Pantai Sanur, kawasan seputar Pantai Matahari Terbit juga teduh dengan lindungan pohon-pohon besar.

c. Pantai Sanur

Pantai Sanur merupakan salah satu pantai di Pulau Bali yang menarik untuk dikunjungi. Keindahan panorama alamnya membuat Pantai Sanur terkenal bahkan sejak jaman dahulu. Dalam sejarah Bali kuno, Pantai Sanur telah dikenal sebagai pantai yang indah, hal itu nampak dalam Prasasti Raja Kasari Warmadewa, seorang raja yang berkeraton di Singhadwala pada tahun 917 M. Pantai Sanur berjarak sekitar 6 km dari pusat kota Denpasar dan dapat dicapai dengan kendaraan pribadi seperti mobil atau sepeda motor. Jika ingin menggunakan kendaran umum, wisatawan tak perlu khawatir karena kendaraan


(37)

umum sangat ramai mondar-mandir antara Sanur-Denpasar seperti bemo, bahkan sekarang telah di operasikan Bus Trans Sarbagita.

d. Pantai Segara Ayu

Pantai Segara Ayu bersebelahan dengan pantai Shindu. Seperti pantai Sanur, pasir pantai ini juga berwarna putih dengan gelombang yang tidak terlalu besar. Pantai ini selalu ramai dikunjungi baik wisatawan lokal maupun asing. Dari pantai ini pengunjung yang datang dapat menyaksikan indahnya matahari terbit dari cakrawala. Aktifitas yang dapat dilakukan di Pantai Segara Ayu ini antara lain : swimming, fishing, bersantai, surving, diving, snorkling dan bersantai. Fasilitas yang terdapat di Pantai Segara Ayu antara lain : penyewaan boat dan kano, hotel dan restaurant, café, art shop serta warung penjual Gambar 4.5. Eksisting Pantai Sanur


(38)

makanan dan minuman. Bagi pengunjung yang ingin datang ke Pantai Segara Ayu ini diperlukan waktu kira-kira 20 menit dengan jarak tempuh lebih kurang 8 km dari Kota Denpasar.

e. Pantai Sindhu

Berbatasan langsung dengan Pantai Segara di sisi Utara, pantai Sindhu juga menawarkan pesona pantai pesisir timur dengan ombak yang pecah di tengah laut lalu bergulung tenang dan dangkal menuju bibir pantai yang berpasir putih. Pantai Sindhu merupakan pantai yang selalu ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara, pantai ini berpasir putih dengan ombak yang tidak begitu besar. Garis pantai ini sama dengan pantai Sanur. Banyak wisatawan datang untuk menikmati makanan dan minuman yang disajikan disepanjang pantai ini. Aktifitas yang bisa dilakukan di pantai ini antara lain: berenang, memancing, berjemur dan bersantai. Fasilitas yang terdapat di pantai ini Art shop, mini Gambar 4.6. Eksisting Pantai Segara Ayu


(39)

market, hotel dan restaurant, café, spa, rental motor boat serta area parkir yang cukup memadai.

f. Pantai Karang

Pantai Karang berpasir putih dengan ombak yang relatif tenang, pantai ini cukup nyaman dengan panorama yang indah menawan, di pantai ini banyak terdapat batu karang. Keunikan lain di pantai ini adalah terdapat sebuah pura yang akan terlihat saat air laut surut. Di pantai ini dibangun semacam sanderan yang berisi pondok-pondok kecil yang bisa dijadikan tempat duduk-duduk menunggu matahari terbit (sunrise). Selain itu terdapat jalan setapak yang diperuntukan bagi pejalan kaki dan sering dipergunakan sebagai arena jogging. Banyak wisatawan asing dan domestik datang kesini untuk menikmati keadaan sekitar pantai ini. Aktifitas yang bisa dilakukan di pantai ini antara lain : snorkling, memancing, berjemur dan bersantai. Sejarah awal pantai ini dinamakan pantai karang,


(40)

karena posisi pantai ini banyak terdapat batu karang, agar lebih mudah untuk diingat lalu pantai ini dinamakan Pantai Karang.

g. Pantai Semawang

Pantai Semawang adalah sebuah tempat pelancongan pariwisata yang terkenal di pulau Bali. Tak jauh dari Pantai Semawang terdapat juga lokasi wisata selam dan snorkling. Karena lokasinya yang berada di sebelah timur pulau Bali, maka pantai Bali ini menjadi lokasi yang tepat untuk menikmati sunrise atau Matahari terbit. Selain itu, ombak di pantai ini relatif lebih tenang sehingga sangat cocok untuk ajang rekreasi pantai anak-anak dan tidak berbahaya. Selain itu, pengunjung bisa melihat Matahari terbit dengan berenang di pantai. Sebagian kawasan pantai ini mempunyai pasir berwarna putih yang eksotis. Dilengkapi dengan pohon pelindung, pengunjung bisa duduk-duduk sambil menikmati jagung bakar ataupun lumpia yang banyak dijajakan pedagang kaki lima.


(41)

h. Pantai Mertasari

Pantai Mertasari ini terletak menghadap ke utara, berbeda dengan Pantai Sanur yang menghadap ke barat. Jadi untuk melihat matahari terbit posisi matahari tidak berada seperti di tengah pantai, namun terlihat muncul dari sebelah pesisir pantai. Pantai ini berlokasi di Jalan Tirta Empul Sanur, atau dapat juga melalui Jalan Pengembak Sanur. Untuk mencapai lokasi pantai dapat melalui Jalan Danau Poso Sanur kemudian belok ke selatan menuju Jalan Pengembak dan langsung tembus ke pantai. Namun orang-orang lebih sering melaluinya dari Jalan Danau Poso belok ke selatan menuju Jalan Sekar Waru kemudian belok kanan lalu ketemu pertigaan dengan pohon beringin besar di tengahnya lalu belok ke kiri dan sampailah di Pantai Mertasari. Pantai Mertasari pantai yang cocok untuk bersantai ria, sambil mandi, berenang, berendam atau berjemur di pasir yang putih.


(42)

i. TAHURA

Tahura (Taman Hutan Rakyat) Hutan Magrove di kawasan Suwung Desa Pemogan Denpasar Selatan. Hutan seluas 736 Ha ini dikembangkan menjadi objek wisata yang cukup menarik dan menantang untuk dikunjungi. Tahura menjadi tempat pembibitan dan melestarikan mangrove ini agar terjaga, karena menjadi penguat pantai yang berada di Bali. Pesona Tahura juga disebabkan panorama khas mangrove serta telah terbangunnya

jogging track sepanjang kurang lebih 1.400 meter, bangunan menara (tower), dan shelter. Satwa khas Tahura seperti burung, ikan, kepiting dan biawak menambah daya tarik kawasan ini. Jogging track dimanfaatkan untuk jalan santai pengunjung. Menara (tower) dimanfaatkan untuk melihat pemandangan di sekitar hutan mangrove dari atas. Di kawasan ini juga ada pondok peristirahatan pada jalur jogging track sebagai tempat bersantai dan beristirahat pengunjung guna menikmati keindahan mangrove dan satwa air.


(43)

j. Jalan Tukad Balian

Jalan Tukad Balian termasuk kedalam wilayah Kecamatan Denpasar Selatan. Kawasan ini merupakan kawasan yang berkembang dan mulai dipadati permukiman penduduk. Masih terdapat lahan hijau pada kawasan yang mendukung perencanaan jalan setapak sebagai view bagi para pejalan kaki maupun pengguna sepeda. Selain itu dapat ditemui juga para pedagang semangka yang merupakan perwujudan pengembangan ekonomi kreatif kerakyatan.


(44)

k. Jalan Tukad Bilok - Tukad Nyali

Jalur jalan ini merupakan jalur jalan dengan kepaadatan penduduk yang tinggi. Jalur jalan ini banyak dilalui kendaraan karena termasuk jalan alternative menuju pusat kota. Jalur ini memiliki kondisi yang bervariasi. Lebar jalan berukuran antara 3 (tiga) hingga 6 (enam) meter, dan tidak keseluruhan memiliki jalur pedestrian.


(45)

l. Jalan Sedap Malam

Jalur ini merupakan jalur lanjutan dari jalan Tukad Nyali yang nantinya akan terhubung ke Jalan Padanggalak melalui Jalan Waribang. Jalur ini merupakan jalur yang tingkat kepadatannya cukup berkembang. Belum terdapat jalur pedestrian pada jalur ini.

Gambar 4.13. Eksisting Jalan Tukad Bilok-Tukad Nyali


(46)

m. Jalan Waribang

Jenis penggunaan lahan pada kawasan ini merupakan lahan pertanian yang ditanami tumbuhan padi oleh masyarakat. Saat ini lahan telah digunakan sebagai perumahan penduduk, gedung pertunjukan, dan hotel. Pada kawasan ini masih banyak dapat ditemui ruang terbuka hijau yang nantinya dapat menunjang aktivitas pada jalan setapak bagi pejalan kaki maupun pengguna sepeda.


(47)

n. Jalan Padanggalak

Pada kawasan ini masih banyak dapat ditemui ruang terbuka hijau. Terdapat permukiman penduduk pada kawasan ini, sebagian bangunan merupakan bangunan semi permanen. Kawasan ini sedang berkembang, hal ini dapat dilihat dari mulai dibangunnya perumahan oleh developer. Karena jalan ini merupakan jalur menuju lokasi pariwisata Pantai Padanggalak banyak juga ditemui restoran atau rumah makan sebagai aktivitas pendukung kegiatan pariwisata.


(48)

4.2. Analisis Kebutuhan Penanganan a. Sistem Penghubung (Linkage System)

Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan pada sistem penghubung di jalur perencanaan jalan setapak. Sistem penghubung adalah sistem yang menghubungkan berbagai jenis peruntukan lahan baik secara makro maupun mikro. Pada sistem penghubung inilah semua aktivitas masyarakat berlangsung (Danisworo, 1980). Pada kawasan perencanaan, permasalahan yang timbul antara lain :

1) Sirkulasi yang bercampur antara pejalan kaki dengan pengguna sepeda

Hal ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilihat utamanya pada kawasan perencanaan yang terletak di tepi pantai. Fasilitas yang disediakan untuk pejalan kaki menjadi Gambar 4.16. Eksisting Jalan Padanggalak


(49)

tercampur penggunaannya dengan pengguna sepeda. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena memang tidak disediakan pembatas antara pengguna sepeda dengan pejalan kaki dan tidak ada regulasi yang mendukung pembedaan penggunaan fasilitas tersebut.

Gambar 4.17. Jalur Pejalan Kaki Menyatu dengan Pengguna Sepeda

2) Penataan parkir yang kurang optimal

Padatnya pengunjung dan minimnya lahan yang digunakan untuk parkir mengakibatkan parkir memanfaatkan area-area yang ada termasuk area pejalan kaki. Tidak jarang parkir kendaraan semrawut pada areal parkir yang telah disediakan. Hal tersebut tentunya dapat mengganggu sirkulasi orang yang melalui area tersebut.

Gambar 4.18. Penataan Parkir pada Kawasan Penelitian

3) Kurangnya aktivitas pendukung pada area pejalan kaki

Pada beberapa lokasi di kawasan perencanaan, area pejalan kaki terlihat tampak terlalu “polos” dalam pengertian tidak terdapat aktivitas pendukung sedikit pun. Berbeda dengan lokasi seperti di pantai Sanur dan Sindhu yang area pejalan kakinya penuh dengan berbagai aktivitas pendukung.


(50)

Perlu dilakukan penyeimbangan keberadaan aktivitas pendukung di semua lokasi yang direncanakan. Di samping dapat mendukung aktivitas yang ada di dalamnya, juga dapat mendorong kemajuan ekonomi kreatif masyarakat.

b. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way)

Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan pada jalur pejalan kaki di jalur perencanaan jalan setapak. Menurut Danisworo (1980), jalur/area pejalan kaki adalah elemen penting dalam perancangan kota, karena berperan sebagai sistem kenyamanan dan sistem pendukung vitalitas ruang-ruang kota. Sistem pedestrianisasi yang baik dapat mereduksi ketergantungan terhadap kendaraan di daerah pusat kota, meningkatkan daya tarik ke pusat kota, mendukung peningkatan kualitas lingkungan dengan sistem skala manusiawi, mendorong kegiatan komersial dan membantu memperbaiki kualitas udara. Pada kawasan perencanaan, permasalahan yang timbul antara lain :

1) Penggunaan jalur pejalan kaki yang tidak sesuai dengan fungsinya

Gambar 4.19. Area Pejalan Kaki yang Minim dengan Aktivitas Pendukung

Gambar 4.20. Area Pejalan Kaki yang Penuh dengan Aktivitas Pendukung


(51)

Hal ini sangat umum terjadi tidak hanya pada kawasan perencanaan. Pemanfaatan jalur pejalan kaki diluar fungsinya sering dilakukan oleh masyarakat. Jalur pejalan kaki selain digunakan untuk berjalan juga dimanfaatkan sebagai lahan parkir, tempat penampungan sampah, hingga untuk menjemur pakaian. Pemanfaatan di luar fungsinya sebagai suatu jalur pejalan kaki, selain mengganggu bagi para pejalan kaki tentunya akan merusak tampilan dari jalur pejalan kaki dan lingkungan di sekitarnya.

2) Jalur pejalan kaki yang perlu ditata kembali Banyak jalur pejalan kaki yang memerlukan penataan kembali, karena rusak, terputus dan berlubang, bahkan pada beberapa lokasi tidak terdapat jalur pejalan kaki.

Gambar 4.23. Jalan yang Belum Memiliki Jalur

Gambar 4.21. Jalur Pejalan Kaki Diserobot Parkir, Bungkusan Sampah dan Jemuran


(52)

c. Ruang Terbuka Hijau dan Landscape

Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan pada ruang terbuka hijau dan landscape di jalur perencanaan jalan setapak. Menurut Shirvani (1985) ruang terbuka (open space) meliputi landsekap, hardscape (jalan, trotoar, dsb) taman dan tempat rekreasi dalam kota. Ruang kosong yang disebut super holes tidak termasuk open space. Elemen ruang terbuka adalah taman dan plasa (square), ruang terbuka hijau kota, termasuk pepohonan, semak-semak, tumbuh-tumbuhan, badan air, penerangan, perkerasan, kios, pembuangan sampah, air mancur/minum, patung jam dan sebagainya yang terdapat di dalamnya. Area pejalan kaki, rambu dan tanda termasuk elemen ruang terbuka.

Pada kawasan perencanaan beberapa area sudah tertata dengan baik, karena terkait dengan perdagangan tanaman hias dan aktivitas pariwisata. Akan tetapi pada beberapa area yang khususnya terkait dengan permukiman penduduk, jalur pejalan kaki masih memerlukan penataan dengan elemen landscape untuk menciptakan tampilan yang lebih baik dan menarik guna menambah estetika visual ruang jalan.

d. Perabot Jalan (Street Furniture)

Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan perabot jalan (street furniture) di jalur perencanaan jalan setapak. Secara umum, elemen perabot jalan (street furniture) terdiri atas lampu penerangan jalan, lampu taman, lampu parkir dan pedestrian, tempat sampah, papan informasi, bangku taman, halte, rambu lalu lintas, dan pos keamanan. Pada kawasan perencanaan permasalahan yang timbul adalah perlunya penataan kembali terhadap papan informasi, lampu penerangan jalan dan lampu taman, dan tempat sampah.

Gambar 4.24. Tampilan RTH dan Landscape

yang Dapat Dikembangkan

Gambar 4.25. Area Pejalan Kaki Dibuat secara Pribadi dan Perlu Ditata Lebih Baik


(53)

e. Petanda (Signage)

Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan petanda (signage) di jalur perencanaan jalan setapak. Dari segi perencanaan, papan nama/reklame/informasi perlu diatur agar terjalin kecocokan lingkungan, pengurangan dampak visual negatif, mengurangi kebingungan dan kompetisi antara papan informasi publik dan papan reklame. Papan nama/reklame yang dirancang baik akan menambah kualitas tampilan bangunan dan memberi kejelasan informasi usaha. Pada kawasan perencanaan permasalahan yang timbul adalah papan informasi serta papan nama jalan dan petunjuk arah yang perlu di-redesign kembali agar dapat lebih jelas dan informatif.

Gambar 4.26. Lampu Penerangan dan Rambu yang Perlu di-Redesign


(54)

Sedangkan untuk papan reklame perlu ditata agar tidak mengganggu tampilan lingkungan sekitarnya.

4.3. Visi Penataan a. Dasar Pertimbangan

Dasar pertimbangan dalam menentukan rumusan konsep dasar penataan Jalan Setapak Sanur adalah :

1) Visi dan Misi Pembangunan Kota Denpasar

Tata ruang Kota Denpasar merupakan salah satu faktor kenyamanan bagi penduduk yang tinggal maupun beraktivitas di Kota Denpasar. Kenyamanan ini ditentukan oleh elemen-elemen tata ruang seperti cukupnya ruang terbuka hijau baik publik maupun privat, fasilitas umum yang memadai, kualitas udara yang baik, prasarana mencukupi kebutuhan, lalu lintas tidak macet, dan keamanan di jalan umum. Berdasarkan visi dan misi pembangunan Kota Denpasar dalam kaitannya dengan perencanaan Kawasan Jalan Setapak Sanur sangat penting dilakukan upaya penyelasarasan antara fungsi-fungsi kegiatan pariwisata, pertanian, dan industri kecil unggulan serta adanya upaya peningkatan sarana dan prasarana pendukung untuk mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan.

2) Fungsi Strategis Kawasan Sanur

Wilayah kawasan strategis Sanur mencakup 3 (tiga) desa/kelurahan yaitu Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur dan Desa Sanur Kauh. Ragam variasi kegiatan yang ada

Gambar 4.28. Papan Nama Jalan, Petunjuk Arah dan Papan Informasi yang Perlu


(55)

utamanya pariwisata sangat strategis dalam upaya pengembangan tingkat perekonomian kawasan ini pada khususnya. Pariwisata memiliki peran sentral dalam menciptakan kualitas hidup masyarakat yang tidak hanya terbatas pada perekonomian, tetapi juga kesejahteraan secara luas. Sanur yang solid menjaga sinergitas pariwisata, potensi alam, seni budaya dan kreativitas warganya telah mampu menjadikan kawasan itu sebagai desa pariwisata terkenal di mata dunia.

3) Koneksitas Kawasan Pariwisata Sanur dengan Kawasan Sekitar

Beragam aktivitas yang terjadi di Kawasan Sanur sedikit tidaknya akan berdampak terhadap kawasan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kawasan sekitarnya berfungsi sebagai penghubung untuk mencapai Kawasan Sanur. Dalam kaitannya sebagai penghubung tentunya akan bertumbuh berbagai fasilitas pendukung kegiatan utama di Kawasan Sanur. Sehubungan dengan perencanaan Penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur, maka kawasan sekitar yang digunakan sebagai jalur jalan setapak tentunya adalah kawasan yang mendukung terciptanya fasilitas yang dapat dimanfaatkan secara baik dan berfungsi maksimal.

4) Kebutuhan Rekreasi dan Olahraga Masyarakat dan Wisatawan

Seperti diketahui, Kota Denpasar adalah kota yang padat penduduk dan cukup minim tempat rekreasi apabila dibandingkan dengan Kabupaten Badung yang memiliki sangat banyak tempat rekreasi strategis. Kawasan Sanur sebagai salah satu tempat pariwisata favorit dan terkenal hingga ke manca negara, saat ini akan dioptimalkan pemanfaatannya dengan perencanaan suatu sarana rekreasi sekaligus olahraga bagi masyarakat dan wisatawan

5) Isu Perbaikan dan Penyelamatan Lingkungan

Perubahan iklim yang drastis dewasa ini berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan hidup. Selain itu aktivitas masyarakat perkotaan juga berdampak kepada lingkungan. Berdasarkan hal tersebut harus dilakukan tindakan nyata yang mampu menyelamatkan dan memperbaiki lingkungan meskipun secara bertahap. Sehingga kedepannya lingkungan dapat kembali menjadi bersahabat dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

6) Mencegah Pembukaan Kawasan Baru


(1)

g. Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 2 M) 1) Jalur pedestrian (pejalan kaki) dan jalur sepeda menggunakan jalan umum/gang

(lebar 2 meter) dengan pengaturan penanda dan kelengkapan rambu lalu lintas. 2) Lokasi penataan : Segmen 16 (Rurung Bangke).

Gambar 4.37. Potongan Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di Gang 2 Meter


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini antara lain :

a. Visi penataan Jalan Setapak Sanur didasarkan atas pertimbangan, yaitu : 1) Visi dan Misi Pembangunan Kota Denpasar; 2) Fungsi Strategis Kawasan Sanur; 3) Koneksitas Kawasan Pariwisata Sanur dengan Kawasan Sekitar; 4) Kebutuhan Rekreasi dan Olahraga Masyarakat dan Wisatawan; 5) Isu Perbaikan dan Penyelamatan Lingkungan; dan 6) Mencegah Pembukaan Kawasan Baru.

b. Konsep dasar penataan Jalan Setapak Sanur adalah membangun linkage system antara Kawasan Pariwisata Sanur dengan lingkungan sekitar melalui pengembangan jalan setapak (jogging track) dan jalur bersepeda sebagai wahana olahraga, rekreasi, dan pengenalan lingkungan.

c. Konsep pengembangan Jalan Setapak Sanur adalah mewujudkan Jalan Setapak yang Humanis, Dinamis dan Berkelanjutan.

d. Panjang rute jalur jalan setapak secara keseluruhan adalah 22,98 Km dibagi menjadi 18 segmen.

e. Melalui pertimbangan kondisi fisik dan usia para pelaku kegiatan bersepeda dan berjalan kaki yang berbeda-beda, maka dipersiapkan juga pembagian rute jalur jalan setapak dengan perbedaan klasifikasi jarak, yaitu rute jarak pendek, rute jarak menengah (sedang), dan rute jarak jauh.

f. Elemen penataan Jalan Setapak Sanur terdiri atas Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way), Jalur/Trek Sepeda, serta Elemen dan Fasilitas Pendukung.


(3)

Jalur Sepeda); Peninggian 1 Meter; iii) Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki); iv) Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan 1 Jalur Sepeda; v) Rencana Jalur

Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 3 M); vi) Rencana Jalur

Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 3,5 M); dan vii) Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 2 M)

5.2. Saran

Sejalan dengan ditetapkannya Kawasan Sanur menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang ada di Bali, maka kawasan ini memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan perekonomian Kota Denpasar. Sebagai kawasan yang memiliki wilayah pantai yang bernilai rekreasi/pariwisata, maka pengembangan jalan setapak di sepanjang Pantai Sanur harus terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Untuk itu, beberapa saran yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut :

a. Penataan dan pengembangan Jalan Setapak Sanur wajib memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pejalan kaki dari gangguan aktivitas bersepeda.

b. Pengembangan Jalan Setapak Sanur wajib dirancang terintegrasi dengan sistem pergerakan yang terdapat di KSPN Sanur.

c. Pengembangan Jalan Setapak Sanur wajib disertai dengan penyiapan sarana, prasarana, infrastruktur, dan fasilitas pendukung seperti RTH dan landscape, street furniture

(perabot jalan), dan elemen signage (penanda).

d. Rencana penataan dan pengembangan Jalan Setapak Sanur harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh dengan melibatkan para stakeholder yang mempunyai kepentingan terhadap KSPN Sanur.

e. Pemerintah Kota Denpasar melalui dinas/instansi terkait wajib memberikan dukungan penuh bagi pengembangan KSPN Sanur termasuk penataan dan pengembangan jalan setapak di sepanjang wilayah pantai.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Danisworo, Muhammad, 1980, Konseptualisasi Gagasan dan Upaya Penanganan Proyek Peremajaan Kota; Pembangunan Kembali (Redevelopment) sebagai Fokus, Jurusan Arsitektur, ITB, Bandung.

Darmawan, Edy, 2005, Analisa Ruang Publik Arsitektur Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Departemen Pekerjaan Umum, 1986, Kriteria Perencanaan bagian Bangunan KP-04, CV. Galang Persada, Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum, 1997, Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Perkotaan.

Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006, tentang Jalan.

Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Peraturan Pemerintah RI No. 15 Tahun 2010, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah RI No. 79 Tahun 2013, tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

Peraturan Presiden RI No. 51 Tahun 2014, tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006, tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.


(5)

Peraturan Walikota Denpasar No. 6 Tahun 2013 tentang Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur.

Peraturan Walikota Denpasar No. 12 Tahun 2014 tentang Peraturan Zonasi Kecamatan Denpasar Selatan.

Peraturan Walikota Denpasar No. 15 Tahun 2014 tentang Peraturan Zonasi Kecamatan Denpasar Timur.

Shirvani, Hamid, 1985, Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Co, New York. Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung. Suyitno, 2001, Perencanaan Wisata, Kanisius, Yogyakarta.

Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997, tentang Lingkungan Hidup. Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Warpani, Suwardjoko P. dan Warpani, Indira P., 2007, Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah, ITB, Bandung.


(6)

LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas 1. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT.

b. Jenis Kelamin : L

c. NIP : 195809261987021001

d. Disiplin Ilmu : Arsitektur-Perancangan Kota e. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I / IIId

f. Jabatan fungsional/struktural : Lektor

g. Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur h. Waktu penelitian : 16 jam/minggu

2. Anggota Peneliti :

a. Nama Lengkap : Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT.

b. Jenis Kelamin : L

c. NIP : 195410061986011001

d. Disiplin Ilmu : Arsitektur-Perancangan Kota e. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I / IIId

f. Jabatan fungsional/struktural : Lektor

g. Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur h. Waktu penelitian : 14 jam/minggu

3. Tenaga Laboran/Teknisi :

a. Nama Lengkap : Tjok Istri Praganingrum, ST., MT.

b. Keahlian : Arsitek/Auto-Cad

4. Pekerja Lapangan/Pencacah : Desak Made Sukma Widiyani, ST., MT. 5. Tenaga Administrasi : Made Ratna Witari, ST.