Aksi Demonstrasi Sebagai Bentuk Partisipasi Politik

2.1.4. Aksi Demonstrasi Sebagai Bentuk Partisipasi Politik

Aksi demontrasi adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa tertentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional birokrasi. Demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat kebijakan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan partisipasi politik secara umum merupakan suatu bentuk keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Aksi demonstrasi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog.. Dalam Trias Politika, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi pemerintahan yang korup, para legislator tidak dapat memainkan perannya, sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk aksi demonstrasi. Aksi demonstrasi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi isu masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut mundur Soeharto dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Aksi demonstrasi adalah hak bahkan dalam situasi tertentu dapat menjadi kewajiban. Ia dilindungi oleh undang-undang positif. Selain Declaration of Human Right Freedom of Speech, hak aksi juga dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih spesifik, aksi ini kemudian diatur dengan adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Undang- Undang ini mengharuskan panitia aksi untuk memberikan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 tiga hari menjelang hari pelaksanaan. Ketentuan lainnya adalah, di dalam surat pemberitahuan itu harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan, rute yang dilewati, isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain itu ada juga larangan untuk melakukan aksi pada hari-hari tertentu dan tempat- tempat tertentu. Dalam pandangan aktivis, Undang-Undang ini pada awal pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk mengebiri suara kritis mahasiswa dan rakyat. Pada perkembangannya, Undang-Undang inilah yang digunakan oleh rezim berkuasa melalui aparat kepolisian untuk mematikan suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke penjara. Aksi demonstrasi merupakan bagian dari bentuk partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Menurut Miriam Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah public policy dalam Sastroatmodjo, 1995: 68. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan contacting dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Partisipasi politik warga negara dipengaruhi oleh sistem politik yang diterapkan oleh suatu negara. Henry B. Mayo dalam buku Introduction to Democratic Theory memberi definisi tentang sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan- pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. dalam Budiardjo, 2001:61 Surbakti 1992: 141-142 mengkategorikan kegiatan partisipasi politik dengan sejumlah kriteria “rambu-rambu” yang menjadi konseptualisasi dari partisipasi politik itu sendiri. Pertama, partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi. Hal ini perlu ditegaskan karena sikap dan orientasi individu tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya. Kedua, kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk dalam pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah. Ketiga, kegiatan yang berhasil efektif maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik. Keempat, kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Kegiatan yang langsung berarti individu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan secara tidak langsung berarti mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat meyakinkan pemerintah. Keduanya termasuk ke dalam kategori partisipasi politik. Kelima, kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar convensional dan tak berupa kekerasan non- violence, seperti ikut memilih dalam pemilihan umum, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, dan menulis surat maupun dengan cara-cara di luar prosedur yang wajar tak konvensional dan berupa kekerasan violence, seperti aksi demonstrasi unjuk rasa, pembangkangan halus seperti memilih kotak kosong daripada memilih calon yang disodorkan pemerintah, huru-hara, mogok, pembangkangan sipil, serangan bersenjata dan gerakan-gerakan poltik, seperti kudeta dan revolusi. Almond menunjukkan macam-macam partisipasi politik sebagai berikut: Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Konvensional Non Konvensional Pemberian Suara voting Diskusi politik Kegiatan kampanye Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif Pengajuan Petisi Berdemonstrasi Konfrontasi Mogok Tindak kekerasan politik terhadap harta-benda perusakan, pengeboman, pembakaran Tindak kekerasan politik terhadap manusia penculikan, pembunuhan Perang gerilya dan revolusi Sumber:Almond,1978 dalam Suryadi, 2007: 134. Berdasarkan taraf atau luasnya partisipasi politik, Michael Rush dan Philip Althoff menggambarkannya sebagai berikut: Gambar 2.1.Hierarkhi Partisipasi Politik Sumber: Rush, Michael dan Philip Althoff, 2000:140 dalam Susanti, 2006: 7. Menduduki jabatan politik atau administratif Mencari jabatan politik atau administratif Keanggotaan aktif suatu organisasi politik Keanggotaan pasif suatu organisasi politik Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb. Partisipasi dalam diskusi politik formal, minat umum dalam politik Voting pemberian suara Apathi total Berbagai jenis partisipasi yang tergambar dalam piramida yang basisnya lebar, tetapi menyempit ke atas sejalan dengan meningkatnya intensitas kegiatan politik. Di antara basis dan puncak terdekat pelbagai kegiatan yang berbeda-beda intensitasnya, berbeda menurut intensitas kegiatan maupun mengenai bobot komitmen dari orang yang bersangkutan. Termasuk di dalamnya memberi suara dalam pemilihan umum, mendiskusikan masalah politik, menghadiri rapat umum yang bersifat politik, dan menjadi anggota kelompok kepentingan. Yang lebih intensif lagi adalah melibatkan diri dalam berbagai proyek pekerjaan sosial, contacting atau lobbying pejabat-pejabat, bekerja aktif sebagai anggota partai politik dan menjadi juru kampanye, dan yang paling intensif, sebagai pimpinan partai atau kelompok kepentingan dan pekerja sepenuh waktu. Mahasiswa sebagai bagian yang cukup banyak berperan dalam hal partisipasi politik perlu mendapat perhatian. Gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memberikan nuansa yang berbeda dalam hal partisipasinya untuk terlibat dalam dunia perpolitikan, namun ada beberapa fenomena dalam gerakan mahasiswa yang perlu diketahui. Phillip G. Altbach 1988: 15 berpendapat tentang adanya pergeseran fokus perhatian aktivis mahasiswa tentang isu, yaitu: ”bahwa realitas-realitas politik eksternal telah berubah. Gerakan- gerakan aktivis mahasiswa terutama lebih dirangsang oleh politik kemasyarakatan daripada oleh persoalan-persoalan di dalam universitas itu sendiri, dan perubahan-perubahan di dalam kehidupan politik secara alamiah akan mempunyai dampak penting atas gerakan mahasiswa.” Phillip G. Altbach 1988: 134 menyatakan bahwa gerakan mahasiswa bisa dibedakan menjadi tiga tahap. Pertama, tahap kecaman terhadap masalah-masalah politik secara umum. Kedua, tahap ketika mahasiswa memusatkan perhatian pada masalah-masalah universitas. Dan tahap ketiga, merupakan fase pendirian dan pengembangan secara eksplisit organisasi dan partai politik dengan landasan ideologi politik. Phillip G. Altbach 1988: 30 berpendapat bahwa relatif sedikit saja kampanye dan aksi demonstrasi kaum aktivis dan energi mahasiswa nampak mengatur bagi kegiatan-kegiatan nonpolitis. Perhatian atau atensi berkaitan dengan informasi yang kita perhatikan Baron dan Byrne, 2004: 81. Kerangka berfikir atau skema adalah kerangka mental yang berpusat pada tema-tema spesifik yang dapat membantu kita mengorganisasi informasi sosial. Kerangka berfikir telah terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi sosial Wyer Srull, 1994, dalam Baron dan Byrne, 2004: 81. Dalam hubungannya dengan perhatian atau atensi, kerangka berfikir seringkali berperan sebagai sejenis penyaring: informasi yang konsisten dengan skema lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita. Informasi yang tidak cocok dengan skema seringkali diabaikan Fiske,1993 dalam Baron dan Byrne, 2004:81, kecuali informasi tersebut sangat ekstrem sehingga mau tidak mau kita akan memperhatikannya. Di antara sekian banyak macam isu dalam masyarakat, dalam buku ”Merubah Kebijakan Publik” karya Roem Topatimasang, dkk. 2001: 63, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bahwa suatu isu strategis untuk diadvokasi. Antara lain; faktor aktualitas sedang hangat atau sedang menjadi perhatian masyarakat, pada dasarnya, suatu isu dapat dikatakan sebagai isu yang strategis jika: a penting dan mendesak, dalam artian tuntutan memang semakin luas di masyarakat agar isu tersebut segera ditangani, jika tidak akan membawa dampak negatif lebih besar pada kehidupan masyarakat umum; b penad dengan kebutuhan dan aspirasi sebagian anggota masyarakat awam, khususnya lapisan mayoritas yang selama ini paling terabaikan kepentingannya; c akan berdampak positif pada perubahan kebijakan-kebijakan publik lainnya yang mengarah pada perubahan sosial yang lebih baik; d sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial yang lebih besar seperti yang dituntut oleh masyarakat.

2.1.5. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik

Dokumen yang terkait

Pemetaan gerakan mahasiswa : (studi terhadap Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus di UIN Jakarta)

0 11 75

ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN PADA AKTIVIS YANG MENGIKUTI ORGANISASI KEMAHASISWAAN ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN PADA AKTIVIS YANG MENGIKUTI ORGANISASI.

0 7 18

ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN PADA AKTIVIS YANG MENGIKUTI ORGANISASI KEMAHASISWAAN ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN PADA AKTIVIS YANG MENGIKUTI ORGANISASI.

0 2 20

MANAJEMEN KONFLIK INTERPERSONAL PADA MAHASISWAAKTIVIS ORGANISASI KEMAHASISWAAN Manajemen Konflik Interpersonal Pada Mahasiswa Aktivis Organisasi Kemahasiswaan.

0 3 17

SOSIALISASI POLITIK DALAM ORGANISASI MAHASISWA INTRA KAMPUS DI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN.

0 2 22

BUDAYA POLITIK KAMPUS Studi terhadap Aktivis Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.

0 0 2

Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang.

1 9 182

PERILAKU BELAJAR AKTIVIS ORGANISASI INTRA KAMPUS (STUDI TERHADAP AKTIVIS HIMA PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FIS UNNES)

0 1 53

PENERIMAAN KHALAYAK AKTIVIS ORGANISASI MAHASISWA EKSTRA KAMPUS SURABAYA TERHADAP IDEOLOGIS TOKOH GIE DALAM FILM GIE : Studi Analisis Resepsi Aktivis Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (Ormek) Cabang Surabaya Terhadap Ideologi Tokoh Gie dalam Film GIE Repo

0 0 191

INFILTRASI IDEOLOGI IKHWANUL MUSLIMIN TERHADAP ORGANISASI KEMAHASISWAAN EKSTRA DAN INTRA KAMPUS UIN ALAUDDIN MAKASSAR (Studi Kasus LDK dan KAMMI)

0 0 78