1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan perikanan di Indonesia pada dasarnya adalah pembangunan yang berpihak kepada 3 tiga hal, yaitu pertumbuhan ekonomi, penyusutan
lapangan kerja dan penurunan tingkat kemiskinan pro growth, pro job dan pro poor
. Seperti negara-negara berkembang lainnya yang banyak memiliki kendala, sumber daya perikanan sebenarnya mampu memberikan manfaat untuk
kesejahteraan rakyat namun masih belum banyak terealisasikan. Perencanaan dan pembangunan sektor perikanan yang telah dilaksanakan
di Indonesia selama masa orde baru hingga saat ini ternyata belum berlangsung dengan baik. Pembangunan perikanan selama ini belum mampu secara optimal
memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi perolehan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan
serta petani ikan, serta perkembangan industrialisasi. Meskipun demikian dilihat dari sisi kontribusi sektor perikanan terhadap
PDB Nasional ada kecenderungan peningkatan kontribusi sektor perikanan terhadap PDB. Menurut Mulyadi 2005, selama periode 1992–1996, PDB sektor
perikanan meningkat rata-rata 6,8 persen per tahun, yaitu dari Rp. 4.662,3 milyar pada tahun 1992 menjadi Rp.6.248,4 milyar pada tahun 1996. Kemudian setelah
berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan PDB sektor perikanan terus meningkat secara nominal selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2005.
Tabel 1 berikut ini menunjukkan peningkatan PDB sektor perikanan dari tahun 2000 sampai tahun 2005.
2
Tabel 1 PDB sektor perikanan tahun 2000–2005 atas dasar harga konstan tahun 2000
Tahun Rp. Miliar
2000 8.463,6 2001 8.897,2
2002 8.971,9
2003 9.534,2 2004 9.697,2
2005 10.059,3
Sumber : Data Statistik Bank Indonesia, 2006 www.bi.go.id
Saat ini sektor kelautan dan perikanan Indonesia diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 20,06 terhadap Produk Domestik Bruto PDB, jauh lebih
kecil dibandingkan perolehan negara-negara lain dengan garis pantai yang lebih pendek, seperti Korea Selatan dan Jepang yang masing-masing telah mencapai 37
dan 54 dari PDB nasionalnya. Dari sisi pemanfaatan sumber daya perikanan Indonesia, secara nasional
potensi lestari Maximum Sustainable Yield sumber daya perikanan diperkirakan mencapai 6,4 juta ton per tahun. Potensi ini sebetulnya aman untuk diekploitasi.
Akan tetapi dengan prinsip kehati-hatian terhadap kelestarian sumber daya, maka potensi itu direduksi menjadi sekitar 5,12 juta ton atau 80 dari potensi lestari
MSY. Angka 5,12 juta ton ini menjadi batas dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB atau Total Allowable Catch TAC. Bila yang menjadi
rujukan limit pemanfaatan adalah angka JTB maka sebetulnya pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap telah mencapai sekitar 90 . Namun bila yang
menjadi rujukan adalah angka MSY 6,4 juta ton maka tingkat pemanfaatannya telah mencapai 70 . Dari kedua angka rujukan tersebut sebenarnya pemanfaatan
sumber daya perikanan telah mencapai posisi kritis, yang berarti pengelolaan
3
sumber daya resources management yang berkelanjutan sudah sangat diperlukan. Dengan produksi tahun 2003 sebesar 4,4 juta ton, maka jumlah
kelonggaran produksi yang masih dapat dieksploitasi adalah sekitar 720.00 ton atau 16 dari produksi saat ini Nikijuluw, 2005.
Namun demikian usaha untuk melakukan eksplorasi sektor perikanan tersebut mengalami banyak persoalan baik internal maupun eksternal sektor
perikanan. Sektor perikanan Indonesia sebagai penghasil sumber daya alam potensial dan terbarukan renewable yang dapat menghasilkan bermacam produk,
masih menghadapi permasalahan klasik internal. Masalah tersebut diantaranya adalah : 1 Sebagian besar nelayan masih merupakan nelayan tradisional dengan
segala karakteristik sosial budaya yang memang belum kondusif untuk suatu kemajuan; 2 Struktur armada penangkapan yang masih didominasi oleh skala
keciltradisional dengan kemampuan IPTEK yang rendah; 3 Tingkat pemanfaatan stok ikan antara satu kawasan dengan kawasan lainnya yang masih
timpang; 4 Banyaknya praktek illegal fishing, unreported fishing, unregulated, yang terjadi karena lemahnya sistem monitoring dan pengawasan serta kurangnya
law enforcement di laut perairan Indonesia; 5 Infrastruktur perikanan untuk
menunjang budidaya maupun usaha penangkapan ikan belum memadai; 6 Masalah kerusakan ekosistem dan lingkungan laut akibat penambangan dan
aktivitas manusia lainnya; 7 Rendahnya kamampuan pasca panen maupun pengolahan hasil perikanan; 8 Lemahnya market inteligence, yang meliputi
penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar, selera konsumen, dan akses pasar; 9 Sistem distribusi barang delivery channel yang continue, tepat waktu
masih jauh dari memuaskan; 10 Lemahnya management information system
4
yang berbasis teknologi informasi dalam penyediaan data yang akurat, dan tepat waktu; 11 Belum berkembangnya bioteknologi kelautan dan perikanan;
12 Kualitas infrastruktur dan kapasitas kelembagaan di bidang kelautan dan perikanan yang belum optimal; 13 Lemahnya akses pelaku bisnis perikanan
pada lembaga keuangan dan perbankan serta pasar internasional; 14 Lemahnya Public Policy
Kebijakan Publik dan peraturan-peraturan dibidang perikanan yang terintegrasi dengan pemangku kepentingan stakeholder perikanan yang
lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa swasta, termasuk BUMN, memiliki peran
yang penting sebagai pelaku utama dalam pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia. Dengan keanekaragaman bidang usaha sektor perikanan, output sektor
swasta di bidang kelautan dan perikanan masih dirasakan oleh masyarakat jauh dari optimal. Sektor swasta dalam perkembangannya telah banyak mengalami
pasang surut baik yang diakibatkan oleh perubahan iklim usaha, yang dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu keadaan ekonomi nasional dan global maupun kondisi
internal kelembagaan swasta itu sendiri yang disebabkan oleh penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif. Untuk meningkatkan peran swasta dalam
mengembangkan sektor perikanan, pemerintah perlu mengambil kebijakan yang dapat mendorong sektor swasta untuk melakukan investasi di sektor perikanan
tersebut. Karenanya penelitian tentang arah kebijakan pemerintah dan peran serta sektor swasta dalam mengembangkan sektor perikanan perlu dilakukan.
Dalam tataran kelembagaan, telah banyak institusi yang juga ikut berperan dalam pertumbuhan sektor perikanan. Peran yang dominan diambil oleh
pemerintah sebagai lembaga pembuat peraturan dan perundang-undangan yang
5
dapat secara langsung mempengaruhi sektor perikanan. Pemerintah dan bank sentral serta bank umum diduga dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan sektor
perikanan melalui kebijakan kredit dan perbankannya. Kesadaran inilah yang seharusnya timbul dari pemerintah dan bank sentral serta bank umum untuk
membuat langkah-langkah strategis, terintegrasi dan bersinergi dalam meningkatkan sektor perikanan. Kebijakan dan regulasi ini diperlukan sekali
agar sektor perikanan mampu memberikan output yang positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengganggu kelestarian sumber
daya. Permasalahan eksternal perikanan sendiri juga banyak dan sering
berpengaruh pada permasalahan internal seperti : kebijakan dan peraturan- peraturan pemerintah, khususnya yang terkait dengan kebijakan moneter, fiskal
dan kebijakan investasi, serta rendahnya pelaksanaan law enforcement, rendahnya kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya laut, maupun permasalahan-
permasalahan yang terkait dengan perubahan-perubahan lingkungan strategis lainnya. Pemerintah baik Departemen Kelautan dan Perikanan dan lembaga
keuangan sudah banyak menelurkan kebijakan yang terkait dengan pengembangan sektor perikanan khususnya yang menyangkut kendala financial
capital di sektor perikanan. Namun demikian, belum dapat diketahui apakah
kebijakan yang dibuat pemerintah dan lembaga keuangan tersebut telah efektif meningkatkan pertumbuhan sektor perikanan atau apakah kebijakan tersebut
berdampak signifikan terhadap tingkat pertumbuhan sektor perikanan. Penelitian dalam disertasi ini ingin mengetahui apakah kebijakan pemerintah dan lembaga
6
keuangan tersebut sudah atau belum memberikan peningkatan terhadap pertumbuhan sektor perikanan.
Selain pemerintah dan bank sentral, bank umum komersil yang mempunyai tugas sebagai development agent dengan menyalurkan pembiayaan
kepada sektor perikanan seharusnya dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan sektor perikanan. Namun demikian, belum terdapat
bukti jelas tentang kontribusi bank umum komersil dalam meningkatkan sektor perikanan. Tabel 2 menunjukkan perkembangan kredit per sektor ekonomi yang
diberikan oleh bank umum komersil dari tahun 1997 hingga tahun 2001. Pada Tabel 2, tampak bahwa jumlah pemberian kredit secara keseluruhan
mengalami penurunan yaitu dari Rp. 261.534 milyar di tahun 1997 menjadi Rp. 152.482 milyar di tahun 2000 dan menjadi Rp. 202.618 milyar di tahun 2001.
Meskipun data untuk pemberian kredit di sektor perikanan tidak ditunjukkan dalam Tabel 2 tersebut, namun dapat diduga bahwa pemberian kredit sektor
perikanan juga mengalami penurunan. Tabel 2 Perkembangan outstanding kredit sesuai sektor ekonomi pada Bank
Persero 1997 – 2001
Kredit Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Sektor Ekonomi
1
milliar rupiah Rincian
1997 1998 1999 2000 Des. 2001
Kredit Dalam Rupiah 261.534
313.118 140.527
152.482 202.618
Pertanian 20. 430
29. 430 21.139
15.028 16.851
Pertambangan 2.769
2.729 879
2.879 3.676
Perindustrian 56.123
85.594 35.561
35.697 50.434
Perdagangan 57.471
59. 830 29.687
30.601 38.491
Jasa – Jasa 85.598
101.129 26.332
23.784 30.696
Lain – Lain 39.233
34.406 26.929
44.493 62. 470
1 Tidak termasuk pinjaman antar bank, pinjaman kepada pemerintah pusat bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek
Sumber : Statistik Bank Indonesia, 2002
7
Portofolio kredit perikanan selama orde baru besarnya tidak lebih dari 0,02 dari total kredit yang disalurkan bank-bank umum komersil. Sementara itu
kegiatan investasi domestik di sektor perikanan dan kelautan tahun 1997 hingga 2000 menunjukkan nilai 1,37. Investasi asing hanya mencapai 0,31 pada
kurun waktu yang sama. Perkembangan penanaman modal dalam negeri PMDN maupun penanaman modal asing PMA yang disetujui pemerintah untuk sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan dari tahun 1997 sampai dengan 2001 dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3 Perkembangan investasi PMA untuk 3 sektor ekonomi 1997 – 2001.
Jumlah
1
Sektor 1997
1998 1999
2000 2001
1998 s.d. Juli 2000 Nilai
a
Proyek
b
Pertanian, Kehutanan Perikanan
463,7 998,2
482,4 443,5
387,3 8.063,6 380
Pertanian
436,6 965,2
412,7 388,9
281,3 6.686,6 240
Kehutanan
0,0 0,0
0,0 5,0
100,5 653,1 28
Perikanan
27,1 33,0
69,7 49,6
5,5 723,9 112
1 a. Data kumulatif investasi sejak 1968 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan dan penggabungan dikurangi pembatalan
b. Data kumulatif proyek sejak 1968 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih status, penggabungan dikurangi
Pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi proyek PMDN sejak th. 1968 hanya sampai juli 2000
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Dari Tabel 3 ini dapat diketahui pula bahwa sektor perikanan memperoleh porsi investasi PMA yang paling kecil pada tahun 2001, yaitu hanya sebanyak
5,5 juta. Perkembangan investasi di sektor perikanan dan kelautan domestik pada periode 2001–2005 juga belum menunjukkan angka yang menggembirakan
sebagaimana gambaran angka-angka dalam Tabel 4 berikut.
8
Tabel 4 Perkembangan investasi sektor perikanan tahun 2001 – 2005 Tahun
PMA US juta
PMDN Rp. Miliar
2001 2002
3,7 1,5
2003 26,2
94,3 2004
132,6 2,9
2005 15,4
10 Sumber : Statistik Bank Indonesia, 2006 www.bi.go.id
Dari data pada beberapa tabel di atas ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sektor perikanan mengalami tingkat pertumbuhan yang belum
menggembirakan. Khusus untuk indikator finansial perkreditan yang menjadi kajian dalam disertasi ini permasalahannya adalah mengapa pemberian kredit di
sektor perikanan maupun gairah investasi di sektor perikanan ini belum memberikan indikasi angka-angka yang meningkat signifikan, dan faktor-faktor,
peraturan atau kebijakan yang perlu dibenahi agar tingkat pertumbuhan sektor perikanan mengalami peningkatan.
Beberapa hal yang dapat diteliti lebih jauh adalah apakah kontribusi pembiayaan bank umum komersil sudah cukup signifikan sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan sektor perikanan? Ataukah kontribusi pembiayaan bank umum komersil belum cukup signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan
sektor perikanan. Disertasi ini mencoba pula meneliti peran pembiayaan bank umum komersil dalam meningkatkan pertumbuhan sektor perikanan.
Analisis tentang lingkungan bisnis dari sektor perikanan dan sektor ekonomi secara nasional menunjukkan bahwa terdapat tantangan yang harus
dicermati. Tantangan yang perlu diantisipasi adalah perubahan lingkungan
9
strategis baru, dimana era perdagangan bebas Asean Free Trade Area AFTA telah dimulai pada 2003, sementara liberalisasi perdagangan dunia World Trade
Organization WTO akan terjadi pada 2020. Untuk mengantisipasi dampak
liberalisasi perdagangan bebas ini harus ada kesadaran bersama sebagai bangsa bahwa era ini merupakan pedang bermata dua doubled edged sword, yang pada
satu sisi menyodorkan peluang opportunity tetapi pada sisi lain sesungguhnya juga merupakan ancaman threat. Khususnya tentang ancaman di sektor
perikanan ini, timbul karena tiadanya hambatan bagi produk perikanan asing masuk ke Indonesia. Demikian pula tuntutan adanya treatment yang sama dengan
penghapusan subsidi dan proteksi, penghapusan tarif dan lain sebagainya dapat menghambat laju pertumbuhan sektor perikanan.
Fenomena perdagangan bebas dalam era globalisasi telah melahirkan neo- kolonialisme baru dalam bidang ekonomi. Hal ini terefleksi dari lebih 70
perangkat politik dunia dikuasai oleh 20 negara-negara maju, lebih dari 75 pemilikan modal ekonomi, perdagangan dan investasi dikuasai segitiga kutub
Amerika Utara, Jepang dan Uni Eropa, lebih dari 65 persenjataan nuklir dimiliki oleh negara-negara maju, lebih dari 80 kemajuan riset dan teknologi
juga dikuasai oleh negara-negara maju. Jika 20 penduduk dunia menguasai 80 sumber-sumber energi penggerak pertumbuhan di seluruh dunia, maka dapat
diduga bahwa persaingan dagang di era globalisasi ini tidak bertarung dengan seimbang.
Bagi sektor perikanan tangkap yang potensi sumber dayanya masih besar dan memiliki keunggulan komparatif serta sifatnya yang renewable namun sangat
uncertain tidak pasti, serta ketatnya persaingan sebagai akibat dampak
10
globalisasi pada masa mendatang, harus benar-benar diantisipasi mulai saat ini. Perencanaan kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor perikanan perlu
dilakukan secara terpadu. Perencanaan kebijakan ini tidak saja mempertimbangkan penyelesaian masalah internal sektor perikanan itu sendiri,
tetapi juga yang lebih penting adalah bagaimana regulator bank dan pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja sektor perikanan.
Pemerintah dan lembaga perbankan baik umum maupun komersial harus berperan dalam pembiayaan yang dapat secara signifikan meningkatkan pertumbuhan
sektor perikanan. Karenanya analisis efektivitas dan risk management sumber daya finansial dalam pengelolaan perikanan dapat dipertimbangkan sebagai salah
satu pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sektor perikanan.
1.2 Perumusan Masalah